Laporan Kasus [PDF]

  • Author / Uploaded
  • nanda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus Benign Paroxysmal Positional Vertigo + Hipertensi Grade II + Diabetes Melitus Tipe II + Dislipidemia



Oleh: Naila Almira, S.Ked 1830912320069



Pembimbing: dr. H. Among Wibowo M.Kes, Sp.S



BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN Maret, 2019



DAFTAR ISI



1. HALAMAN JUDUL ................................................................................... 1 2. DAFTAR ISI ................................................................................................ 2 3. BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................... 3 4. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5 5. BAB III: DATA PASIEN ............................................................................ 25 6. BAB IV: PEMBAHASAN .......................................................................... 43 7. BAB V: PENUTUP ..................................................................................... 47 8. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48



2



BAB I PENDAHULUAN



Salah satu penyebab paling umum dari vertigo adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.1,2 Serangan biasanya dipicu ketika pasien merubah posisi kepala ke sisi yang terkena kemudian berguling ke sisi berlawanan ataupun duduk dengan cepat.3,4 Serangan dari BPPV biasanya tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, tetapi dapat berhubungan dengan trauma kepala, posisi terlentang terlalu lama, iskemik, atau gangguan dalam telinga.2 Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang kerumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan 17-42% pasien didiagnosa BPPV. BPPV didominasi pada usia 50-70 tahun serta 10% terjadi pada usia 80 tahun. Wanita memiliki faktor risiko dua kali lipat lebih besar mengalami BPPV daripada laki-laki.3,4 Seringkali pasien dengan vertigo tidak peduli dan menganggap remeh keluhan yang dialaminya karena minimnya pengetahuan tentang vertigo, sehingga tidak semua penderita vertigo sadar akan penyakitnya dan berobat.4



3



Kasus ini dapat ditemui pada pasien rawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin, sehingga penulis tertarik untuk melaporkan satu kasus BPPV pada seorang pasien perempuan berusia 61 tahun yang dirawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan Maret 2019.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



1. Definisi Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.5 Serangan biasanya dipicu ketika pasien merubah posisi kepala ke sisi yang terkena kemudian berguling ke sisi berlawanan ataupun duduk dengan cepat.3,4 BPPV merupakan suatu gangguan yang paling umum terjadi dari sistem vestibuler telinga bagian dalam yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan. BPPV bersifat jinak, yang berarti tidak mengancam jiwa penderita.2 Benign pada BPPV secara historitikal merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan sistem saraf pusat yang serius, secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan Paroxysmal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxysmal nystagmus dan dapat disebut juga paroxysmal positional nistagmus.5



5



2. Epidemiologi Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan neurotologi dimana untuk populasi umum prevalensi BPPV yaitu 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%). Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui. Dari kunjungan 5,6 miliar orang kerumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan 17-42% pasien didiagnosa BPPV. BPPV didominasi pada usia 50-70 tahun serta 10% terjadi pada usia 80 tahun. Wanita memiliki faktor risiko dua kali lipat terjadinya BPPV dibandingkan laki-laki, proporsi antara wanita dibandingkan laki-laki adalah 3,2-1,5.4,5 3. Etiologi Penyebab pasti dari BPPV belum banyak diketahui. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya BPPV, antara lain adalah trauma kepala atau perubahan hormonal. BPPV dapat terjadi setelah terjadinya otitis media atau otitis media serosa dan setelah stapedektomi.4,6 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) diduga disebabkan oleh perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya tertanam di sakulus dan utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran bagian posterior telinga dalam, menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang terlepas (kupulolitiasis) di dalam telinga bagian dalam menyebabkan BPPV. Batubatu tersebut merupakan kristal-kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat pada kupula. Kupula yang menutupi macula merupakan struktur padat dalam dinding yang terdiri dari dua kantong (utrikulus dan sakulus) dan membentuk



6



vestibulum. Ketika batu-batu terlepas, mereka akan mengapung dalam kanal semisirkularis dari telinga dalam.5,7,8 Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum diketahui secara pasti, tetapi ada yang mengatakan kemungkinan terjadinya dikarenakan trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa didahului trauma atau penyakit lainnya. Mungkin dapat juga disebabkan oleh perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang berhubungan dengan usia. Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya. 5,7,8 4. Faktor Risiko Salah satu faktor yang berperan pada kejadian BPPV adalah hipertensi dan diabetes melitus. 1. Hipertensi Aliran darah otak dipengaruhi terutama oleh 3 faktor, yaitu tekanan untuk memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, tahanan perifer pembuluh darah otak dan faktor darah itu sendiri (viskositas dan koagulobilitas). Ketika tekanan darah arterial meningkat, arteriola yang ada di otak akan mengalami konstriksi, derajatnya bergantung kenaikan tekanan darah. Jika berlangsung dalam periode singkat dan tekanan tidak terlalu tinggi maka tidak berbahaya. Namun bila berlangsung bulan sampai tahun dapat terjadi hialinisasi otot pembuluh darah dan diameter lumen menjadi tetap/ tidak elastis. Hal ini merupakan salah satu bentuk penyakit degeneratif yang merupakan salah satu penyebab penyakit saraf. Pada gangguan ini, satu atau lebih komponen sistem saraf menjadi malfungsi/ terganggu pada fungsi sistem saraf.6



7



Hipertensi kronis dapat menimbulkan ketidakseimbangan ketika terjadi lesi pada bagian periventrikuler area korteks dengan thalamus, ganglia basalis, serebelum, dan medulla spinalis. Dimana pengaturan keseimbangan merupakan fungsi gabungan dari bagian serebelum, substansia retikuler dari medulla, pons, dan mesensefalon. Hipertensi kronis dapat menyebabkan penurunan perfusi darah ke otak. Jika perfusi turun, membrane potensial juga akan turun sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia, karena kurangnya oksigen, produksi energi yang akan memproduksi ATP akan turun. Selain itu akan menimbulkan asidosis yang mempengaruhi fungsi enzim di otak.6



8



Kerangka Pemikiran Hipertensi Kronis



Jumlah curah jantung ke otak meningkat



Dinding arteriol kecil dan kapiler otak menebal serta tetap terkonstriksi sepanjang waktu Berlangsung bertahuntahun Penurunan alirah darah ke otak



Gangguan pusat keseimbangan



Gangguan keseimbangan



2. Diabetes Melitus Pasien dengan kelainan metabolisme dapat menimbulkan gejala dari sistem auditori dan vestibuler. Telinga dalam sensitif terhadap gangguan metabolisme glukosa dan insulin. Gejala yang paling sering muncul adalah vertigo, gangguan pendengaran, tinitus dan telinga penuh.7



9



Kelainan metabolisme glukosa mempengaruhi fungsi telinga dalam. Kelainan yang melibatkan metabolisme karbohidrat paling sering menyebabkan gangguan vestibuler dan auditori, dan paling sering adalah kasus yang disebabkan kelainan metabolisme glukosa. Pasien biasanya mengeluhkan vertigo, rasa seperti melayang, tinnitus, lemas, berkeringat dan gemetar. Hipoglikemia, hiperglikemia, dan perubahan insulin yang ringan cukup menyebabkan gangguan pada labirin. Gangguan metabolik merupakan faktor penyebab mayor pada disfungsi vestibuler atau faktor yang memperburuk kelainan vestibuler yang sudah ada. Vertigo atau dizziness yang terjadi pada pasien Diabetes Melitus (DM) berhubungan dengan terjadinya disfungsi dari vestibuler.7 Prevalensi terjadinya otolith pada kanal semisirkularis lateral dan posterior secara signifikan lebih tinggi pada DM dibanding orang normal. Prevalensi otolith ini berhubungan dengan lama DM dan umur pasien. Pasien DM dengan durasi penyakit yang lebih lama meningkatkan probabilitas terjadinya BPPV. Kelompok pasien diabetes dengan durasi lebih dari sama dengan 5 tahun lebih sering mengalami atheroskeloris dibandingkan dengan durasi kurang lebih 5 tahun (71,4% dan 34,0%). Selain itu, durasi DM juga bisa memprediksi proses perkembangan atheroskeloris pada pembuluh darah serebral.7 Beberapa faktor yang berhubungan dengan BPPV telah dilaporkan, termasuk usia lanjut, jenis kelamin perempuan, penyakit telinga yang lain, trauma kepala, migren, DM dan osteoporosis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yoda et al, melaporkan bahwa terdapat prevalensi yang lebih tinggi adanya otolith pada pasien dengan DM dibandingkan populasi normal.7



10



5. Patofisiologi Patofisiologi dari BPPV berhubungan dengan perpindahan dari otoconia menuju kanalis semisirkularis (anterior, posterior atau lateral), yang mungkin tetap mengambang di endolimfe dari kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau canalolithiasis) atau melekat pada cupula (cupulithiasis), yang merubah respon kepala terhadap sudut kepala.5 Ketika ada perubahan posisi kepala dengan gravitasi, puing-puing otolithic bergerak ke posisi baru dalam kanalis semisirkularis, yang mengarah ke bagian rotasi palsu, dimana BPPV biasanya paling sering diakibatkan oleh kanalis semisirkular posterior sekitar 60-90% pada seluruh kasus.5,6 6. Diagnosis Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :5,8,9 1. Anamnesis Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual dan muntah. 2. Pemeriksaan fisik Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori.



11



a. Dix-Hallpike Test Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat dari posisi duduk di atas tempat tidur sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Perhatikan apakah terdapat nistagmus pada penderita. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus. Uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 210 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang beberapa kali (fatigue) hal tersebut menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo perifer. Sedangkan jika tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulangulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo sentral.



12



Gambar 1. Pemeriksaan Dix-Hallpike b. Tes kalori Penderita



berbaring



dengan



kepala



fleksi



30°,



sehingga



kanalis



semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Tes ini dapat menentukan adanya kanal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Kanal paresis adalah abnormalitas yang ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Kanal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. 5



13



c. Tes Supine Roll Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes DixHallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horizontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.5,8 Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi kebanyakan pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo.1,3 Jika pasien melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1 atau 2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis dari BPPV.8 1. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver ini dilakukan dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring (hanging position) dengan kepala di posisikan 45 derajat terhadap satu sisi dan leher diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike menghasilkan torsional upbeating nystagmus yang terkait dalam durasi dengan vertigo yang dialami pasien.8



14



Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal posterior secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang penting. Pertama, ada periode latensi antara selesainya manuver dan onset rotasi vertigo dan nistagmus. Pada literature onset terjadinya nistagmus dengan manuver ini tidak spesifik tapi berkisar antara 5 sampai 20 detik, walaupun dapat juga berlangsung selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang kedua, vertigo yang diprovokasi, nistagmus meningkat, dan kemudian mereda dalam periode 60 detik sejak onset terjadinya nistagmus. Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk BPPV Tipe Kanal Posterior Riwayat



Pasien melaporkan episode berulang dari



vertigo



yang



terjadi



karena



perubahan posisi kepala Pemeriksaan Fisik



Setiap kriteria berikut terpenuhi : 



Vertigo



berkaitan



nistagmus



dengan



diprovokasi



Dix-



Halpike 



Ada



periode



selesainya dengan



laten



tes onset



antara



Dix-Hallpike vertigo



dan



nistagmus. 



Vertigo dan nistagmus yang diprovokasi



meningkat



dan



kemudian hilang dalam periode waktu 60 detik sejak onset nistagmus.



15



2. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh DixHallpike manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis BPPV horizontal/lateral adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver (Pagnini-McClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang spesifik dapat terjadi pada manuver ini. a. Tipe Geotrofik. Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah. b. Tipe Apogeotrofik. Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus yang bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala dimiringkan ke sisi yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling atas.8 Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak. 3. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular BPPV tipe kanal anterior berkaitan dengan paroxysmal downbeating nystagmus. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk lain dari BPPV. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan. Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati



16



karena downbeating positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat menghasilkan pola yang sama.8 BPPV tipe polikanalikular adalah bentukan vertigo yang jarang terjadi, tetapi menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV kanal horizontal. 4. Membedakan dengan Penyebab Sentral Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) yang khas biasanya mudah dikenali seperti di atas dan merespon terhadap pengobatan. Bentuk-bentuk vertigo posisional yang paling sering menyebabkan susah untuk ditegakkan diagnosisnya adalah mereka dengan downbeating nystagmus, atau mereka dengan nistagmus yang tidak benar-benar ditimbulkan oleh manuver posisi, tetapi tetap terlihat saat pasien berada pada posisi kepala menggantung.8,9 Tabel 2. Perbedaan antara Vertigo Posisi Perifer dengan Sentral



Nausea berat



Sentral



Perifer



+



+++



Memburuk dengan pergerakan kepala non ++



-



spesifik Paroxysmal upbeating dan torsional nystagmus _



+++



dengan maneuver Dix-Halpike Nistagmus apogeotrofik)



horizontal dipicu



atau +



(geotrofik oleh



supine



++



head



turning/supine roll test Nistagmus downbeating persisten pada posisi +++ apapun



17



_



dengan _



+++



Nistagmus dan vertigo sembuh mengikuti -



+++



Nistagmus



berkurang



(Fatigue)



pengulangan posisi



maneuver terapi posisi 3. Pemeriksaan Tambahan Terdapat tiga jenis pemeriksaan tambahan yaitu :6,7 a. Radiografi Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa rutin dari BPPV, karena BPPV sendiri tidak memiliki karakteristik tertentu dalam gambaran radiologi. Tetapi radiografi ini memiliki peran dalam proses diagnosis jika gejala yang muncul tidak khas, hasil yang diharapkan dari percobaan tidak sesuai, atau jika ada gejala tambahan disamping dari kehadiran gejala-gejala BPPV, yang mungkin merupakan gabungan dari central nervous system ataupun otological disorder. b. Vestibular Testing Electronystagmography



memiliki



kegunaan



yang



terbatas



dalam



mendiagnosa BPPV kanalis, karena komponen torsional dari nistagmus tidak bisa diketahui dengan menggunakan teknik biasa. Di sisi lain, dalam mendiagnosa BPPV kanalis horizontal, nistagmus hadir saat dilakukan tes. Tes vestibular ini mampu memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan dengan BPPV, tetapi tidak spesifik contohnya vestibular hypofunction (35% dari kasus BPPV) yang umumnya ditemukan pada kasus trauma kapitis ataupun infeksi virus.



18



c. Audiometric Testing Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosa BPPV, tapi dapat memberikan informasi tambahan dimana diagnosa klinis untuk vertigo masih belum jelas. 7.Tatalaksana2,9 1. Non-Farmakologi



Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcatio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Terdapat beberapa maneuver untuk reposisi BPPV, yaitu: a. Manuver Epley Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala menoleh ke sisi yang sakit.



19



Kemudian penderita ditidurkan dengan posisi kepala digantungkan, dan dipertahankan selama 1 sampai 2 menit. Berikutnya, kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.



b. Manuver Semont Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari kupulolitiasis kanalis posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita didudukkan dalam posisi tegak,



20



kemudian kepala penderita dimiringkan 45 derajat berlawanan arah dengan bagian yang sakit dan secara cepat bergerak ke posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan. Posisi ini dipertahankan selama 1 sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa berhenti saat posisi duduk.



21



c. Manuver Lempert Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis horizontal. Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai dari posisi supinasi lalu menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi yang sakit, posisi kepala dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Berikutnya, kepala penderita telah menghadap ke bawah dan badan dibalikkan lagi ke arah ventral dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan tubuh berada pada posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap langkah dilakukan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.



22



d. Brandt-Daroff Exercises The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan dirumah, sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap simptomatik, bahkan setelah melakukan manuver Epley ataupun Semont. Latihan-latihan ini diindikasian satu minggu sebelum melakukan terapi manuver, agar meningkatkan kemampuan toleransi diri pasien terhadap manuver. Latihan ini juga membantu pasien menerapkan berbagai posisi sehingga dapat lebih terbiasa.



2. Farmakologi Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepin (diazepam, clonazepam) dan antihistamin (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepin dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamin mempunyai efek supresif pada pusat



23



muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepin dan antihistamin dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.9



3. Operasi Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.



24



BAB III DATA PASIEN



I.



II.



DATA PRIBADI Nama



: Ny. M



Jenis Kelamin



: Perempuan



Umur



: 61 Tahun



Bangsa



: Indonesia



Suku



: Banjar



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Ibu rumah tangga



Status



: Menikah



Alamat



: Jl. Sungai Lulut Komp. Graha Sejahtera No. 5



MRS



: 11 Maret 2019



No. RMK



: 1.05.62.96



ANAMNESIS



Sumber : anamnesis dengan pasien (autoanamnesis) Keluhan Utama : Pusing Perjalanan Penyakit : Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan pusing. Pusing dirasakan berputar, keluhan ini dialami kurang lebih 1 minggu belakangan dan memberat 1 hari terakhir sebelum masuk Rumah Sakit. Rasa pusing berputar pada waktu rukuk dan bersujud, pasien merasakan lingkungan disekelilingnya berputar berlangsung 1-2



25



menit dan hilang dengan sendirinya. Pasien mengatakan pusing akan semakin bertambah jika pasien merubah posisi. Sebelumnya pasien juga pernah mengalami hal serupa 2 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah. Pasien sebelumnya tidak meminum obat apa-apa untuk mengurangi keluhannya. Tidak ada riwayat trauma kepala sebelumnya, tidak ada riwayat penurunan pendengaran, tidak ada riwayat telinga berdengung, dan tidak ada riwayat gangguan keseimbangan sebelumnya. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan yang berlemak seperti gorengan, pasien juga sering mengonsumsi makanan yang manis, jeroan, hati, ampela, dan makanan yang asin. Riwayat Penyakit Dahulu: -



Hipertensi tidak terkontrol, pasien meminum obat captopril 1x1, tetapi pasien hanya meminum obat saat ada keluhan atau saat tekanan darahnya tinggi.



-



Diabetes melitus tidak diketahui pasien



-



Riwayat penyakit kolesterol tidak diketahui pasien



-



Stroke, pasien pernah mengalami stroke pada tahun 2014 dan mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri



Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah pasien menderita hipertensi III. STATUS INTERNA (11 Maret 2019) Keadaan Umum :



Keadaan sakit



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



GCS



: E4V5M6



Nadi



: 96 Kali/Menit, irreguler, kuat angkat



Respirasi



: 21 kali/menit



26



Tensi : 170/90 mmHg



Suhu



: 36,4 ºC



SpO2



: 98%



Kepala/Leher : -



Mata



: Kongjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), pupil bulat-isokor ukuran 3mm. RCL(+/+), RCTL (+/+)



-



Mulut



: mukosa bibir cukup lembab, lidah tidak ada deviasi



-



Leher



: KGB tidak membesar



Thoraks -



Pulmo



: Bentuk dan pergerakan simetris, wheezing(-/-), Rh (-/-)



-



Cor



: S1, S2, dan S3 gallop, murmur (-), cardiomegali (-)



Abdomen



: Tampak cembung, hepar, lien dan massa tidak teraba, perkusi timpani, bising usus normal.



Ekstremitas



: Tidak ada atrofi kanan kiri, edema (-/-), lateralisasi anggota gerak kiri (+)



IV. STATUS PSIKIATRI Emosi dan Afek



: Dalam batas normal



Proses Berfikir



: Dalam batas normal



Kecerdasan



: Dalam batas normal



Penyerapan



: Dalam batas normal



Kemauan



: Dalam batas normal



Psikomotor



: Dalam batas normal



27



V. STATUS NEUROLOGIS A.Kesan Umum: Kesadaran



: Compos mentis, E4V5M6



Pembicaraan



: Disartria : (-) Monoton : tidak ada Scanning : dalam batas normal Afasia



: Motorik



: tidak ada



Sensorik



: tidak ada



Anomik



: tidak ada



Kepala: Besar



: normal



Asimetri



: tidak ada



Tortikolis



: tidak ada



Wajah: Mask/topeng



: tidak ada



Miophatik



: tidak ada



Fullmoon



: tidak ada



B. Pemeriksaan Khusus 1. Rangsangan Selaput Otak dan Tes Provokasi Kaku Kuduk



: (-)



Kernig



: (-)/(-)



Laseque



: (-)/(-)



28



Bruzinski I



: (-)/(-)



Bruzinski II



: (-)/(-)



Bruzinski III



: (-)/(-)



Bruzinski IV



: (-)/(-)



2. Saraf Otak Kanan



Kiri



N. Olfaktorius Hyposmia



(-)



(-)



Parosmia



(-)



(-)



Halusinasi



(-)



(-)



N. Optikus Kanan



Kiri



Visus



(dbn)



(dbn)



Funduskopi



(tdl)



(tdl)



N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens



Kedudukan bola mata :



Kanan



Kiri



Tengah



Tengah



Pergerakan bola mata ke Nasal



:



dbn



dbn



Temporal



:



dbn



dbn



Atas



:



dbn



dbn



Bawah



:



dbn



dbn



Lateral bawah



:



dbn



dbn



29



Eksopthalmus



:



Tidak ada



tidak ada



Celah mata (Ptosis)



:



Tidak ada



tidak ada



Bentuk



: Bulat



Bulat



Lebar



:



3mm



3mm



Perbedaan lebar



:



isokor



isokor



Reaksi cahaya langsung



: (+)



(+)



Reaksi cahaya konsensual : (+)



(+)



Pupil



N. Trigeminus Kanan



Kiri



Cabang Motorik Otot Maseter



: dbn



dbn



Otot Temporal



: dbn



dbn



Otot Pterygoideus Int/Ext: dbn



dbn



Cabang Sensorik I.



N. Oftalmicus



: dbn



dbn



II. N. Maxillaris



: dbn



dbn



III. N. Mandibularis



: dbn



dbn



Refleks kornea



:+



+



N. Facialis Waktu Diam Kerutan dahi



:



Simetris



Tinggi alis



:



Simetris



Sudut mata



:



Simetris



30



Lipatan nasolabial



:



Simetris



Mengerutkan dahi



:



Simetris



Menutup mata



: Normal



Bersiul



: dbn



Memperlihatkan gigi



: dbn



Waktu Gerak



Normal



Pengecapan 2/3 depan lidah : dbn Sekresi air mata



: Normal



N. Vestibulocochlearis Vestibuler Vertigo



: (tidak ada)



Nystagmus



: (+)



Tinitus aureum



: (tidak ada)/(tidak ada)



Tes Scwabach



: + dbn



Tes Rinne



: + dbn



Tes Weber



: + dbn



N. Glossopharyngeus dan N. Vagus Bagian Motorik: Suara



: dbn



Menelan



: dbn



Kedudukan arcus pharynx



: dbn



Kedudukan uvula



: ditengah



Pergerakan arcus pharynx



: dbn



31



Bagian Sensorik: Pengecapan 1/3 belakakang lidah : tdl Refleks muntah



:+



N. Accesorius Kanan



Kiri



Mengangkat bahu



dbn



(susah)



Memalingkan kepala



dbn



dbn



N. Hypoglossus Kedudukan lidah waktu istirahat



: tidak ada deviasi



Kedudukan lidah waktu bergerak



: tidak ada deviasi



Atrofi



: tidak ada



Kekuatan lidah menekan



: dbn



Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri)



: (tidak ada)/(tidak ada)



3. Sistem Motorik Kekuatan Otot - Kekuatan motorik ekstremitas : +5 +5



+4 +4



- Tubuh : Otot perut



: cukup kuat



Otot pinggang



: cukup kuat



Kedudukan diafragma : Gerak : Normal Istirahat : Normal



32



- Lengan (Kanan/Kiri) M. Deltoid : dbn/dbn M. Biceps : dbn/dbn M. Triceps : dbn/dbn Fleksi sendi pergelangan tangan



: dbn/dbn



Ekstensi sendi pergelangan tangan : dbn/dbn Membuka jari-jari tangan



: dbn/dbn



Menutup jari-jari tangan



: dbn/dbn



- Tungkai (Kanan/Kiri) Fleksi artikulasio coxae



: dbn/dbn



Ekstensi artikulatio coxae : dbn/dbn Fleksi sendi lutut



: dbn/dbn



Ekstensi sendi lutut



: dbn/dbn



Fleksi plantar kaki



: dbn/dbn



Ekstensi dorsal kaki



: dbn/dbn



Gerakan jari-jari kaki



: dbn/dbn



Besar Otot : Atrofi



: (-)/(-)



Pseudohypertrofi



: tidak ada



Respon terhadap perkusi



: Normal



Palpasi Otot : Nyeri



:-



Kontraktur



:-



33



Konsistensi



: normal



Tonus Otot : Lengan Kanan



Tungkai Kiri



Kanan



Kiri



Hipotoni



-



-



-



-



Spastik



-



-



-



-



Rigid



-



-



-



-



Rebound



-



-



-



-



Gerakan Involunter Tremor :



Waktu Istirahat



: -/-



Waktu bergerak : -/Chorea



: -/-



Athetose



: -/-



Balismus



: -/-



Torsion spasme : -/Fasikulasi



: -/-



Myokimia



: -/-



Koordinasi : Telunjuk kanan – kiri



: dbn/dbn



Telunjuk-hidung



: dbn/dbn



Gait dan station



: dbn/dbn



34



3. Sistem Sensorik Rasa Eksteroseptik Rasa nyeri superfisial : tidak ada Rasa suhu



: dbn



Rasa raba ringan



: dbn



Rasa Proprioseptik Rasa getar



: dbn



Rasa tekan



: dbn



Rasa nyeri tekan



: dbn



Rasa gerak posisi



: dbn



Rasa Enteroseptik Referred pain



: tidak ada



Rasa Kombinasi Stereognosis



: dbn



Barognosis



: dbn



Grapestesia



: dbn



Two point tactil discrimination



: dbn



Sensory extimination



: dbn



Loose of Body Image



: dbn



Fungsi luhur Apraxia



: tidak ada



Alexia



: tidak ada



Agraphia



: tidak ada



35



Fingerognosis



: dbn



Membedakan kanan-kiri : dbn Acalculia



: tidak ada



5. Refleks-refleks Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri): Refleks Biceps



: (+2/+1)



Refleks Triceps



: (+2/+1)



Refleks Patella



: (+2/+1)



Refleks Achiles



: (+2/+1)



Refleks Patologis : Tungkai Babinski



: -/-



Chaddock



: -/-



Oppenheim



: -/-



Rossolimo



:-/-



Gordon



: -/-



Schaffer



: -/-



Lengan Hoffmann-Tromner : -/Reflek Primitif : Grasp : Snout : Sucking : Palmomental : -



36



6. Susunan Saraf Otonom Miksi



: Normal



Defekasi



: Normal



Sekresi keringat



: Normal



Salivasi



: Normal



7. Columna Vertebralis Kelainan Lokal Skoliosis



: Tidak ada



Khypose



: Tidak ada



Khyposkloliosis



: Tidak ada



Gibbus



: Tidak ada



Hasil Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium (11/03/2019)



Pemeriksaan Hemoglobin (g/dl) Leukosit (ribu/ul) Eritrosit (juta/ul) Hematokrit (%) Trombosit (ribu/ul) RDW-CV (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (%) Gran% (%) Limfosit% (%) MID% (%) Gran# (ribu/ul) Limfosit# (ribu/ul)



Hasil



Nilai Rujukan



13,7 8,0 4,95 40,1 347 13,3 81,0 27,7 34,2 63,6 29,6 6,8 5,10 2,40



12.0-16.0 4.0-10.5 4.00-5.30 37.0-47.0 150-450 12.1-14.0 75.0-96.0 28.0-32.0 33.0-37.0 50.0-81.0 20.0-40.0



37



2.50-7.00 1.25-4.00



MID#



0,5



KIMIA DIABETES Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)



236



40.00 0-100 1-150 0-25



HATI DAN PANKREAS Total Protein (g/dl) Albumin (g/dl) SGOT (U/L) SGPT (U/L)



7,2 4,0 19 17



6.0-7.8 3.2-4.6 5-34 0-55



Pemeriksaan KIMIA DIABETES Glukosa Darah Puasa (mg/dl) HBA1C (%)



GINJAL



38



Ureum (mg/dL) Creatinin (mg/dL) Asam Urat (mg/dl) ELEKTROLIT Natrium (Meq/L) Kalium (Meq/L) Chlorida (Meq/L)



26 0.87 3.4



0-50 0.57-1.11 2.6-6.0



139 3.5 106



136-145 3.5-5.1 98-107



C. RESUME PENYAKIT 1. ANAMNESIS Pasien datang dengan keluhan utama pusing berputar. Pusing berputar dirasakan semakin memberat jika pasien merubah posisi tubuh. Pasien merupakan penderita penyakit hipertensi dan telah melakukan pengobatan rutin dengan menggunakan obat captopril tetapi tidak teratur. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah. Pasien memiliki riwayat stroke pada tahun 2014 dan mengalami kelemahan anggota gerak kiri. Pasien sebelumnya tidak meminum obat apa-apa untuk mengurangi keluhannya. Tidak ada riwayat trauma kepala sebelumnya, tidak ada riwayat penurunan pendengaran, tidak ada riwayat telinga berdengung, dan tidak ada riwayat gangguan keseimbangan sebelumnya. RPK : Ayah pasien menderita penyakit Hipertensi 2. PEMERIKSAAN FISIK Status interna



: Tampak Sakit Sedang



Kesadaran



: Compos mentis



GCS



: E4V5M6



Nadi



: 96 Kali/Menit, irreguler, kuat angkat



Respirasi



: 21 kali/menit



Suhu



: 36,4 ºC



Tensi : 170/90 mmHg



39



SpO2



: 98%



Kepala/Leher



: dbn



Thorax



: dbn



Abdomen



: tidak ada kelainan



Ekstremitas



: hemiparesis sinistra



Status psikiatri



: dbn



Status Neurologis: Kesadaran



: Compos mentis, GCS: E4V5M6



Refleks Pupil



: Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+



Tanda Meningeal



: tidak ada



Nervus Cranialis



:



N. I



: dbn



N. VII : dbn



N. II



: RCL (+/+)/ RTCL (+/+)



N. VIII : dbn



N. III : dbn



N. IX



: dbn



N IV : dbn



N. X



: dbn



N. V



N. XI



: M.Trapezius : +/↓



: Refleks Kornea (+/+)



N. VI : dbn Motorik



N. XII : dbn :



+5



+4



+5



+4



40



Sensorik



:



Otonom



:



Reflex Fisiologis



:



Reflex Patologis



+







+







normal 2



1



2



1



: (-)



D. DIAGNOSIS Diagnosis klinis



: Vertigo, Hemiparesis sinistra



Diagnosis Topis



: Lesi kanalith di dalam kanalis semisirkularis



Diagnosis Etiologis



: Benign Paroxysmal Positional Vertigo + Hipertensi Grade II + Diabetes Melitus tipe II + Dislipidemia



E. TERAPI Pengobatan di Rumah Sakit -



IVFD RL 20 tpm



-



Inj. Ranitidin 2x50 mg



-



Inj. Ketorolac 3x30 mg



-



Inj. Metoclopramide 3x10 mg



-



Inj. Difenhidramin 3x1 cc



-



Mertigo 3x1 PO



-



Flunarizin 2x5 mg PO



41



-



Amlodipin 1x10 mg PO



-



Metformin 3x500 mg PO



-



Simvastatin 1x20 mg PO



F. PROGNOSIS Death



: Dubia ad bonam



Disease



: Dubia ad bonam



Disability



: Dubia ad bonam



42



BAB IV PEMBAHASAN



Pasien yang dilaporkan pada laporan kasus ini adalah seorang perempuan berusia 61 tahun yang dirawat di ruang Seruni (bagian saraf) RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis Benign Paroxysmal positional Vertigo + Hipertensi Grade II + Diabetes Melitus tipe II + Dislipidemia. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.1,2 Serangan biasanya dipicu ketika pasien merubah posisi kepala ke sisi yang terkena kemudian berguling ke sisi berlawanan ataupun duduk dengan cepat.3,4 Pada kasus ini pasien mengeluhkan pusing berputar pada waktu rukuk dan bersujud. Pasien merasakan lingkungan disekelilingnya berputar berlangsung 1-2 menit, dengan diperberat dengan perubahan posisi tubuh. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah.4,5 Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang kerumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan 17-42% pasien didiagnosa BPPV. BPPV didominasi pada usia 50-70 tahun serta 10% persen terjadi pada usia 80 tahun dengan wanita memiliki faktor risiko dua kali lipat dapat mengakibatkan



43



BPPV daripada laki-laki.4,5 Pada kasus ini terjadi pada wanita dan usianya 61 tahun. Penyebab pasti dari BPPV belum banyak diketahui tetapi ada beberapa sumber yang mengatakan hipertensi dan diabetes melitus memiliki faktor risiko terjadinya BPPV, sesuai dengan pada pasien ini.6 Pasien ini memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol dan diabetes melitus. Untuk menegakkan diagnosis BPPV, maka diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori. Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus.5,8 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Dix-Hallpike dan didapatkan nistagmus sehingga Dix-Hallpike positif.



Nausea Berat



Sentral



Perifer



+



+++



Memburuk dengan pergerakan kepala non ++



-



spesifik Paroxysmal upbeating dan torsional nystagmus _



+++



dengan maneuver Dix-Halpike Nistagmus apogeotrofik)



horizontal dipicu



atau +



(geotrofik oleh



supine



++



head



turning/supine roll test Nistagmus downbeating persisten pada posisi +++



_



apapun Nistagmus



berkurang



(Fatigue)



dengan _



44



+++



pengulangan posisi Nistagmus dan vertigo sembuh mengikuti -



+++



maneuver terapi posisi Berikut merupakan perbedaan antara vertigo sentral dan perifer. Pada pasien ini memenuhi kriteria vertigo perifer yaitu mengalami muntah yang persisten, nistagmus berkurang (fatigue) dengan pengulangan posisi dan Nistagmus dan vertigo sembuh mengikuti maneuver terapi posisi.8,9 Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terdiri atas radiologi, vestibular testing dan audiometric testing.6,7 Pada pasien ini hanya melakukan pemeriksaan laboratorium dan tidak dilakukan ketiga pemeriksaan tersebut. Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.2 Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Terdapat beberapa maneuver



45



untuk reposisi BPPV, yaitu : Manuver epley, semont, lempert, dan Brandt-Daroff Exercises.2,9 Pada pasien ini dilakukan maneuver epley dan mengajarkan pasien untuk melakukan maneuver Brand-Daroff untuk dilakukan dirumah. Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,



clonazepam)



dan



antihistamine



(meclizine,



dipenhidramin).



Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.9 Pada pasien ini diberikan anti emetic dan antihistamine berupa Inj. Metoclopramide dan Inj. Dipenhidramin selain itu diberikan mertigo dan obat-obatan hipertensi, diabetes mellitus, serta dyslipidemia.



46



BAB V PENUTUP



Telah dilaporkan sebuah kasus Ny.M, umur 61 tahun yang datang dengan keluhan riwayat pusing berputar, didiagnosa dengan Benign Paroxysmal Posisitional Vertigo (BPPV) + Hipertensi Grade II + Diabetes Melitus Tipe II + Dislipidemia. Pasien dirawat di Rumah Sakit selama 2 hari dan kemudian dipulangkan dengan status diizinkan setelah mengalami perbaikan kondisi.



47



DAFTAR PUSAKA



1.



Edward Yan, Roza Yelvita. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Horizontal berdasarkan Head Roll Test. 2014; (3) : 1-6



2.



Paola Gnerre, Carlotta Casati, Mariella Frualdo, Maurizio Cavalleria et all. Management of vertigo : from evidence to clinical practice. Italian Journal of Medicine 2015; (9): 180-192.



3.



Atika Threenesia, Rekha Nova Iyos. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2016; (5): 1-5.



4.



Purnamasari Prida putu. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2015; (3) 1-9.



5.



Bill Gobson. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) : History, pathophysiologi, Office Treatment and Future Directions. International Journal of Otolaryngology. 2011; (6): 1-13.



6.



Amaliah. Hubungan antara hipertensi dengan gangguan keseimbangan di poli rawat jalan saraf. Fakultas Keodkteran Universitas Sebelas Maret. 2014.



7.



Roseane Maria Victorya, Fatah Satya, Susianti, et all. Vertigo Perifer pada Wanita usia 52 Tahun dengan Hipertensi Tidak Terkontrol. Fakultas Kedokteran Universitas Abdoel Moeloek Lampung. 2016; (6): 1-5.



8.



Neil Bhattacharyya, Samuel P Gubbles, Seth R. Schwatrz, et all. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) (Update). American Academy of Otolarhyngology. 2017; (156): 1-47.



9.



Roseli Savaira Moreira Bittar, Raquel Mezzalira, Paula Lobo, et all. Benign Paroxysmal Positional Vertigo : diagnosis and treatment. International Tinnitus Journal. 2011; (2): 135-45.



48