Laporan KLT Full [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA “KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ( EKSTRAK DAUN DELIMA)”



Disusun Oleh : Kelompok 1



Alifia Utami Della Chyntia Nurul I Alma Meidina Ditha Rizqi Aulia Utami Depa Putri Prasantia Ahmad Tantowi Anis Khoerunnisa Dewi Ratina Sutardi Delis Suryani Anggi Anggriani W Azi Ilham Firdaus Dwi Lista Ligarsari



31119001 31119002 31119019 31119024 31119025 31119037 31119038 31119041 31119045 31119047 31119048 31119049



PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2021



KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat, karunia, dan kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum mengenai KLT Konvensional Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpah kepada tuntunan kita Nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk membahas hasil dari praktikum pada mata kuliah Fitokimia, selain itu laporam ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pemisahan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak kulit buah delima bagi para pembaca dan juga penulis Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuanya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. kami menyadari laporan ini masih banyak kekurangan dan juga kesalahan baik itu dalam materi pembahasan maupun tekhnik pengetikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami nantikan demi kesempurnaan laporan ini.



Tasikmalaya, 2 Mei 2021



Kelompok 1



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN



1



1.1. Latar Belakang



1



1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. Tujuan Penelitian



2



1.4. Manfaat Penelitian



2



1.5. Hipotesis Penelitian



3



BAB II LANDASAN TEORI



4



2.1 Kromatografi Lapis Tipis



4



BAB III METODE PENELITIAN



6



3.1 Jenis Penelitian



6



3.2 Alat dan Bahan



6



3.3 Prosedur Penelitian



6



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



8



4.1 Hasil Pengamatan



8



4.2 Pembahasan



8



BAB V PENUTUP



11



5.1 Kesimpulan



11



5.2 Saran



11



5.3 Lampiran



11



Daftar Pustaka



12



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoffdan Schraiber. Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram.Metode ini sederhana, cepat dalampemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawayang terpisahkan.Pada dasarnya kromatografi lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastic sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa Flavonoida dan isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk kedelai dan tauco serta Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea. Pada senyawa isoflavon memiliki banyak manfaat. Beberapa kelebihan senyawa isoflavon yang potensial bagi kesehatan manusia, di antaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker, antikolesterol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Dan semua kromatografi bekerja berdasarkan metode kromatografi. Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbedadapat dianalisis dengan benar. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada system dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya dinamakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan. Prosedur kromatografi masih dapat digunakan, jika metode klasik tidak dapat dilakukan karena jumlah cuplikan rendah, kompleksitas campuran yang hendak dipisahkan atau sifat berkerabat zat yang dipisah. Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan merupakan hasil kecocokan antara fasa diam dan fasa gerak. Dalam KLT, fasa diam harus mudah didapat. Keistimewaan KLT adalah lapisan tipis fasa diam dan kemampuan pemisahannya. Pada umunya sebagai fasa diam digunakan silika gel. Fasa diam dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, misalnya berdasarkan sifat kimianya dapat dikelompokkan dalam senyawa organik dan anorganik. Jika



1



dilihat dari mekanisme pemisahan, fasa diam dapat dikelompokkan menjadi kromatografi serapan, kromatografi partisi, kromatografi penukar ion, kromatografi gel. Ada beberapa fasa diam yang sukar dikelompokkan, misalnya poliamida, polimer organik berpori seperti Porapak. Setiap jenis fasa diam sangat bervariasi, hal ini disebabkan oleh struktur fasa diam, ukuran, kemurnian, zat tambahan sebagai pengikat dan sebagainya 1.2 Rumusan Masalah 1.



Apakah golongan metabolit sekunder yang terkandung dalam 3 fraksi kulit delima?



2.



Bagaimana pemilihan eluen yang cocok untuk proses pemisahan ?



3.



Bagaimana tingkat kepolaran dari fraksi-fraksi yang digunakan?



4.



Berapa nilai Rf yang didapatkan?



1.3 Tujuan Penelitian 1.



Mengetahui kandungan golongan metabolit sekunder dalam fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air kulit buah delima.



2.



Mengetahui eluen yang cocok (baik) dalam proses pemisahan senyawa yang diinginkan



3.



Mengetahui tingkat kepolaran fraksi untuk mendapatkan eluen yang sesuai.



4.



Mengetahui nilai Rf yang di dapatkan



1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu: a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lainnya b. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pemisahan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak kulit buah delima 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :



2



a. Bagi Penulis 2 Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang cara pemisahan (isolasi) senyawa metabolit sekunder b. Bagi Pembaca 3 Dapat menambah pengetahuan dan sumbangan pemikiran tentang cara pemisahan senyawa kimia menggunakan KLT konvensional 3.1 Hipotesis Penelitian Salah satu metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak kulit buah delima adalah senyawa golongan flavonoid, dimana pada saat dilakukan pengecekan dengan sinar UV akan menampakkan bercak berwarna merah muda ke orange-an



3



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kromatografi Lapis Tipis Hari, Tanggal : Jumat,23 April 2021 2.1.1 1.



Tujuan Praktikum Memahami metode pemisahan campuran senyawa dengan kromatografi lapis tipis



2.



Menentukam banyaknya komponen senyawa dan efektivitas pemurnian dengan metode kromatografi lapis tipis



3. 2.1.2



Menentukan harga Rf pada sampel denagan metode kromatografi lapis tipis Dasar Teori Kromatografi merupakan Teknik pemisahan campuran didasarkan atas



perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya perbedaan migrasi dan masing -masing komponen. Kromatografi lapis tipis (Thin Layer Chromatography) merupakan salah satu contoh kromatografi planar. Fase diamnya (Seationary phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada gelas atau kaca, palstik, aluminium. Sedangkan fase geraknya (mobile phase) berupa cairan atau campuran cairan. Buiasanya pelarut organik dan masing-masing kadang-kadang berupa air. Fase diam yang berupa lapisamn tipis ini dapat dibuat dengan membentangkan/meratalkan fase diam, diatas plat/lempeng kaca plastik atau aluminium. Prinsif kerja dari kromatografi lapis tipis adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak. Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom,analis fraksi yang diperoleh dan dan kromatografi kolom, identifikasi senyawa secaera kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil. Sedangkan kelemahannnya 4



adalah pada prosedur pembuatan lempengnya memerlukan tambahan waktu kecuali bila tersedia lempeng yang diproduksi secara komersial. Nilai Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada permukaan fase diam dibagi denga jarak yang ditempuh pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plot kromatografi lapis tipis. SRaat membanding 2 sampe yang berbeda dibawah koindisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan benar jika senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorben polar dari plot kromatografi lapis tipis. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dan fase diam (faktor retensi). Nilai Rf yang baik berkisar antara 0,2 hibgga 0,8. Rf=



Jarak Yang Ditempuh Oleh komponen Jarak Yang Ditempuh Oleh Pelarut



5



BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian Kuantitif 3.2 Alat dan Bahan A.



Alat  Chamber  Plat KLT GF 254  Kertas saring (yang telah di Oven sebelumnya)  Pipet kapiler  Seperangkat alat penampang bercak  Gunting



B.



Bahan  Ekstrak daun  Fraksi ekstrak (n-heksana, etil asetat, air)  Eluen  Penampang bercak (FeCl₃ untuk folifenol, sitroborat/AlCl₃ untuk flavonoat)  Penampang bercak universal H₂SO₄ 10 %



3.3 Prosedur Kerja Mengaktivasi plat KLT (3) dan kertas saring dengan oven 105°C selama 30 menit.



Menyiapkan chamber, lalu dibersihkan. Chamber dilapisi kertas saring.



Setelah itu chamber dijenuhkan dengan eluen yang terdiri dari kloroform dan methanol 7 : 3



6



Proses penjenuhan dilakukan hingga kertas saring terbasahi seluruhnya.



Memberi tanda batas atas dan bawah 0,5 cm dari tepi plat KLT menggunakan pensil ( 3 plat ).



Melakukan penotolan praksi pada KLT pada bagian batas bawah. Plat 1 → Fraksi n-heksana (non polar) Plat 2 → Fraksi etil asetat (semi polar) Plat 3 → Fraksi aquadest (polar)



Masukkan plat KLT yang telah ditotoli fraksi ke dalam chamber yang telah dijenuhkan eluen. Proses elusi dilakukan hingga eluen mencapai batas atas.



Mengamati bercak yang terbentuk, mengukur jarak tempuh bercak menggunakan penggaris.



7



BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN 4.1 Hasil Pengamatan   



Jarak tempuh bercak etil asetat = 7,2 cm Jarak tempuh eluen = 7 cm Jarak tempuh bercak flavonoid = 0,8 cm



-



Rf =



-



= 1,02 cm Jarak tempuh bercak etil asetat Rf = Jarak tempuh eluen 0,8 = 7



Jarak tempuh bercak etil asetat Jarak tempuh eluen 7,2 = 7



= 0,114 cm 4.2 Pembahasan Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya. KLT ini salah satu analisis yang cepat dan sederhana karena tidak memerlukan banyak bahan baik sampel maupun eluennya. Adapun prinsip kerja dari KLT yaitu menggunakan silika gel sebagai fase diam dan fase geraknya merupakan pelarut atau campuran pelarut yang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang diperoleh. Pada praktikum ini dilakukan pemisahan senyawa flavonoid dari ekstrak daun delima dengan metode kromatografi lapis tipis. Fase diam yang digunakan yaitu silika gel GF254 yang artinya silika tersebut dapat dideteksi dengan sinar UV pada panjang gelombang 254nm, Fase diam ini bersifat polar maka apabila senyawa ada yang bersifat polar maka akan terjadi pemisahan lebih awal, sebaliknya kalau ada senyawa yang bersifat nonpolar maka proses pemisahannya terjadi di akhir. Sebelum digunakan, plat silika gel ini harus diaktivasi terlebih dahulu melalui proses oven dengan suhu 105° dalam waktu 30 menit dan disimpan di dalam desikator yang bertujuan untuk menghilangkan absorpsi air oleh plat. Selanjutnya fase geraknya digunakan pelarut campuran antara kloroform dengan metanol (4:6) yang berarti pelarut ini bersifat polar. Sebelum melakukan proses elusi, dilakukan penjenuhan chamber dengan kertas saring supaya semua bagian chamber terkondisikan oleh fase gerak yang digunakan. Eluen sendiri terdiri dari pelarut



8



dengan titik didih rendah dan sangat mudah menguap dapat menyebaban terjadinya efek tepi dan melengkungnya bentuk garis depan eluen. Hal ini dikarenakan penguapan tidak hanya terjadi dari atas kebawah tapi juga dari samping tepi chamber ke tengah chamber. Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa harus dilakukan penjenuhan terlebih dahulu sebeluk dimasukkannya plat KLT yang berisi sampel. Penjenuhan dilakukan dengan menggunakan kertas sorben (kertas saring). Penjenuhan dapat dilakukan selama 2-15 menit tergantung pelarut yang digunakan. Penjenuhan ditandai dengan berhentinya fase gerak mengenai kertas saring dan kertas saring mengering. Setelah proses penjenuhan maka dilakukan proses pemisahan menggunakan KLT. Adapun proses selanjutnya yaitu penotolan ekstrak pada batas elusi dengan menggunakan pipa kapiler. Penotolan ini harus dilakukan dengan secara baik dan benar, ekstrak yang ditotolkan tidak boleh terlalu kental dan terlalu cair karena akan berpengaruh kepada proses elusi. Setelah terjadi proses penotolan selanjutnya masuk kedalam tahap elusi didalam chamber yang telah dijenuhkan oleh pelarutnya. Pada tahap elusi ini kita dapat melihat fase gerak mengelusi senyawa yang ada pada ekstrak tersebut. Pada awal elusi dengan penotolan ekstrak terdapat pemisahan berwarna jingga, namun bercaknya tidak terlalu kentara dan terbentuk feling (ekor). Fenomena awal yang terjadi dalam chamber adalah terjadinya keseimbangan antara fase eluen dan fase uap eluen dalam chamber. Ketika lempeng dimasukkan ke dalam chamber, lempeng langsung kontak dengan uap eluen, terjadi interaksi antara sorben lempeng KLT dengan molekul uap pelarut. Interaksi yang terjadi tergantung dari kejenuhan chamber. Secara bersamaan pelarut bergerak melewati sorben lempeng KLT melalui gaya kapilaritas dan berinteraksi dengan uap eluen secara simultan. Pada proses pemisahan, di bagian atas chamber terjadi adsorbsi uap eluen oleh lempeng KLT kering (bagian lempeng yang tidak terbasahi eluen) sehingga uap eluen semakin tak jenuh. Penguapan dari eluen yang ada dalam lempeng menuju ruangan dalam chamber menyebabkan kecepatan alir eluen berkurang. Setelah proses pemisahan selesai, plat KLT diangkat dan dikeringkan. Kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui bentuk kromatogramnya. Analisis dilakukan menggunakan lampu UV. Dari hasil kromatogram akan terlihat noda senyawa kurkumin yang terpisahkan dari analit dan selanjutnya dihitung nilai Rf-nya. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan pergerakan suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Rf = Jarak titik tengah noda dari titik awal/Jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Nilai Rf yang diperoleh pada plat KLT yaitu pada etil asetat 1.02, dan untuk flavonoid adalah 0.114. Nilai Rf yang baik adalah sekitar 0,2. Namun dari hasil



9



percobaan terlihat nilai Rf nya jauh di atas 0,2. Hal ini dapat dipengaruhi dari berbagai macam kesalahan. Dalam tahap elusi ini, kami melakukan kesalahan (human error) dimana fraksi n-heksana, etil asetat, dan air setelah ditotolkan langsung dimasukan kedalam chamber tanpa mengganti perbandingan eluen, sehingga hasil dari pemisahan ini terbentuk feling (ekor) seperti percobaan pada ekstrak dan terjadi kelalaian praktikan dimana pemisahan ini terjadi melewati batas akhir. Selain itu, pada proses pembuatan eluen pun kami melakukan kesalahan yakni salah memasukkan perbandingan yang seharusnya 4:6 itu adalah 4 untuk metanol dan 6 untuk kloroform. Tapi saat di semprot dengan penampak bercak Al Cl3 dan dilihat di bawah sinar UV dapat dilihat bercak berwarna merah yang menandakan flavonoid terpisah, hanya saja bercak itu ada di luar garis batas akhir. Hal ini berbanding terbalik dengan literatur yang ada, karena jika dilihat dari literature warna yang seharusnya keluar ialah warna orange.



10



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa nilai Rf sampel senyawa hasil isolasi kulit delima pada plat KLT untuk etil asetat adalah 1.02 cm, dan untuk flavonoid adalah 0.114 cm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemurnian sampel sangat rendah atau terjadi pemisahan tidak sempurna. 5.2 Saran Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bias lebih baik lagi, atas perhatiannya penkami ucapkan terimakasih. 5.3 Lampiran



11



DAFTAR PUSTAKA Wulandari, S., Mulkiya, K., & Syafnir, L. (2005). Pengujian Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi terhadap Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Delima (Punica granatum L.) serta Penetapan Kadar Flavonoid Total. 500–506. Purwantini, I., & Wahyuono, S. (2017). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antijamur (Candida albicans) dari Kulit Buah Delima (Punica granatum L.). Majalah Farmasi Indonesia, 1–10. Insanu, M., Mutia, C., & Artarini, A. A. (2017). Pengujian Toksisitas in Vitro Ekstrak Dan Fraksi Dari Daun Jambu Air (Syzygium Aqueum) Dan Kulit Buah Delima (Punica Granatum) Terhadap Sel Vero. Acta Pharmaceutica Indonesia, 42(2), 76–83. Nasional, S., Snkp, P., & Lipase, I. (2019). Prosiding Isolasi , Identifikasi , dan Uji Aktivitas Flavonoid dari Buah Delima ( Punica Prosiding. November, 69–81.



12