Laporan Kunjungan Museum Sangiran SMK N 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KUNJUNGAN MUSEUM SANGIRAN



SMK NEGERI 1 WONOSOBO TAHUN PELAJARAN 2017/2018



KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari bahwa tanpa adanya dukungan serta bantuan dari berbagai pihak, kami tidak dapat melakukan kunjungan museum untuk menyelesaikan laporan ini. Maka dalam kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa. 2. Kepala SMK Negeri 1 Wonosobo , yang telah mengadakan program kunjungan museum. 3. Kedua orangtua, yang telah memberi doa restu serta melunasi pembayaran kunjungan museum. 4. Panitia, yang telah mempersiapkan segala kebutuhan sehingga kami dapat berangkat dan pulang dengan selamat. 5. Guru pembimbing, yang telah menjaga kami selama berada di sana. 6. Serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran sangat diperlukan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.



Wonosobo, 20 Januari 2017



Penyusun,



iii



DAFTAR ISI



1. Kata pengantar ........................................................................................... iii 2. Daftar isi .................................................................................................... iv 3. Bab. I Pendahuluan ..................................................................................... 5 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 5 1.2 Tujuan Kunjungan ................................................................................ 5 1.3 Manfaat kunjungan ............................................................................... 6 4. Bab. II Pembahasan .................................................................................... 7 2.1 Profil Tempat Kunjungan ..................................................................... 7 2.1.1



Wilayah Sangiran ................................................................ 7



2.1.2



Sejarah Situs Sangiran ........................................................ 8



2.1.3



Proses Terbentuknya Sangiran ............................................ 9



2.1.4



Pembagian Ruang di Museum Sangiran ........................... 15



2.2 Deskripsi Kegiatan .............................................................................. 17 5. Bab. III Penutup ........................................................................................ 19 3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 19 3.2 Saran ................................................................................................... 20 6. Referensi ................................................................................................... 21 7. Lampiran ................................................................................................... 22



iv



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pelaksanaan kunjungan museum merupakan kegiatan wajib sekolah. Kunjungan museum ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Kunjungan museum ini diikuti oleh kelas X karena pada agenda sekolah kunjungan museum dilaksanakan pada kelas X. Dipilihnya objek museum purbakala Sangiran karena untuk mengetahui lebih jelas gambaran evolusi nenek moyang peradaban manusia. Di sana kita semua dapat mengetahui secara jelas bagaimana nenek moyang kita ber-evolusi, di sana kita disuguhkan berbagai bukti sejarah. Mulai dari tulang belulang atau fosil-fosil manusia, tumbuhan ,dan hewan purba. Di museum kita juga disuguhkan video mengenai penelitian dan penggalian fosil-fosil makhluk purbakala oleh berbagai peneliti di penjuru dunia.



1.2 Tujuan Kunjungan Dalam pelaksanaan kunjungan museum, pastilah mempunyai tujuan yang menjadikan alasan diadakannya kegiatan ini. Adapun tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh informasi lebih jelas mengenai sejarah purbakala. 2. Mendapatkan pengetahuan lebih tentang sejarah purbakala. 3. Menambah pengalaman peserta didik dalam mendapatkan pendidikan secara langsung dan perjalanan yang menyenangkan.



5



1.3 Manfaat Kunjungan Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : A. Penulis : 1. Menambah wawasan siswa. 2. Menggali potensi siswa untuk dimanfaatkan sebagai sarana menambah nilai sosial dan rasa ingin tahu perkembangan sejarah Indonesia. 3. Untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air. 4. Meningkatkan ketaqwaaan atas ciptaan Tuhan YME.



B. Pembaca : 1. Penulisan ini diharapkan dapat membuka wawasan pembaca tentang sejarah evolusi nenek moyang di Indonesia. 2. Dapat membuka kepedulian pembaca tentang museum sejarah di Indonesia.



6



BAB II PEMBAHASAN



2.1 PROFIL TEMPAT KUNJUNGAN



2.1.1



Wilayah Sangiran



Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Sangiran memiliki area sekitar 48 km². Secara fisiografis sangiran terletak pada zona Central Depression, yaitu berupa dataran rendah yang terletak antara gunung api aktif, Merapi dan Merbabu di sebelah barat serta Lawu di sebelah timur. Secara administratif Sangiran terletak di Kabupaten Sragen (meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Kalijambe, Gemolong dan Plupuh serta Kecamatan Gondangrejo) dan kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sangiran terletak di desa Krikilan, Kec. Kalijambe ( + 40 km dari Sragen atau + 17 km dari Solo) situs ini menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan pleistocen ( + 2 juta tahun lalu). Situs Sangiran merupakan daerah perbukitan yang mencakup kawasan seluas 32 km² dengan bentangan arah dari utara ke selatan kurang lebih 8 km dan dari barat ke timur kurang lebih 4 km². Daerah ini meliputi 12 kelurahan di 4 kecamatan, yaitu kecamatan kalijember, gemolong, plupuh, dan godangrejo. Daerah sangiran memiliki sebuah sungai yang membelah daerah tersebut menjadi dua yaitu kali cemara yang bermuara di bengawan solo. Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid purba di Indonesia dan 50 % di seluruh dunia. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5 Maret 1977. Selanjutnya keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage UNESCO pada peringatannya yang ke-20 di Merida, Mexico yang menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan World Heritage (warisan dunia) No. 593. 7



2.1.2



Sejarah Situs Sangiran



Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu.Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa = tulang raksasa).Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka.Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba yang terawetkan di dalam bumi. Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk bahan penelitian Von Koeningswald, maupun para ahli lainnya.Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan. Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin melimpah.Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum Sangiran. Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut diberi nama “Museum Pestosen”. Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian dipindahkan ke Museum tersebut.Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah dirombak dan dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan. Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan pada tahun 1977 dibangun juga sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan Godangrejo, Kabupaten Karanganyar. Museum ini difungsikan sebagai basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil penelitian lapangan di wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi



89



selatan.Saat ini museum tersebut sudah dibongkar dan bangunannya dipindahkan dan dijadikan Pendopo Desa Dayu. Tahun 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang lebih besar di



Desa



Ngampon,



Desa



Krikilan,



Kecamatan



Kalijambe,



Kabupaten



Sragen.Kompleks Museum ini didirikan di atas tanah seluas 16.675 m². Bnagunannya antara lain terdiri dari Ruang Pameran, Ruang Pertemuan/ Seminar, Ruang Kantor/ Administrasi, Ruang Perpustakaan, Ruang Storage, Ruang Laboratorium, Ruang Istirahat/ Ruang Tinggal Peneliti, Ruang Garasi, dan Kamar Mandi. Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan Koleksi di Museum Dayu dipindahkan ke museum yang baru ini.Museum ini selain berfungsi untuk memamerkan fosil temuan dari kawasan Sangiran juga berfungsi untuk mengkonservasi temuan yang ada dan sebagai pusat perlindungan dan pelestarian kawasan Sangiran. Tahun 1998 Dinas Praiwisata Propinsi Jawa Tengah melengkaspi Kompleks Museum Sangiran dendan Bnagunan Audio Visual di sisi timur museum.Dan tahun 2004 Bupati Sragen mengubah interior Ruang Knator dan Ruang Pertemuan menjadi Ruang Pameran Tambahan. Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap.Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain. 2.1.3



Proses Terbentuknya Sangiran



Pada awalnya sangiran merupakan lautan dangkal.Pada saat itu keadaan bumi masih belum stabil seperti sekarang, di beberapa bagian bumi seringkali mendapatkan pergerakan di dalam perut bumi yang disebabkan adanya dorongan tekanan endogen.Sangiran juga mengalami hal serupa, karena adanya dorongan tenaga endogen (dari dalam bumi) terjadi pengankatan dan pelipatan pada 9



permukaan laut sangiran. Akibat dn pelipatan permukaan maka terbentuklah daratan-daratan yang mengisolasi sebagaian lautan tersebut sehingga menjadi danau dan rawa-rawa. Saat terjadinya masa glacial (pembekuan), permukaan air laut menyusut, itu disebabkan karena adanya pembekuan es di kutub utara maka muncullah daratan di permukaan bumi. Danau dan rawa sangiran yang terbentuk dari lautan dangkal juga menjadi daratan kering. Proses pembentukan situs sangiran erat kaitannya dengan aktivitas gunung lawu tua. Kubah sangiran diperkirakan terbentuk akibat gaya kompresi dari runtuhan gunung Lawu tua, gaya endogen berupa pengakatan dan pelipatan tanah serta gaya gravitasi bumi. Gaya kompresi yang sama juga menyebabkan terbentuknya kubah-kubah lain seperti: Kubah Gemolong, Kubah Gamping, Kubah Bringinan, Kubah Gesingan, dan Kubah Munggur. Tenaga endogen yang terjadi berulang-berulang mengakibatkan permukan tanah di sangiran naik akibatnya adanya dorongan di dalam dan membentuk bukit.Kemudian karena aktivitas gunung lawu membuat tanah perbukitan longsor dan membentuk kubah, tanah di sekitar sungai cemarapun ikut longsor.Akibat dari hal tersebut, terbentuklah lapisan tanah yang berbeda dari lapisan tanah permukaan.Lapisan tanah yang terbentuk adalah lapisan dari jaman purbakala dimana hsil dari terbentuknya tanah sangiran membuat para ahli purbakala dan masyarakat sekitar menemukan bukti-bukti kehidupan masa prasejarah.Higga kini lapisan tanah (stratigrafi) yang dapat ditemukan dan diteliti terdapat 4 lapis. Situs sangiran merupakan daerah perbukitan yang terbentuk dari fragmenfragmen batu gamping foraminifera dan batu pasir yang tercampur dengan Lumpur saat masa halosen. Juga yang endapan alivial yang terdiri dari campuran lempung, pasir, kerikil, dan krakal dengan ketebalan kurang lebih 2 meter yang dapat terlihat di sungai cemara. Sungai cemara yang mengalir didaerah sangiran merupakan sungai anteseden yang menyayat kubah sangiran.Hal ini menyebabkan struktur kubah dan stratifigrafi tanah daerah sangiran dapat dipelajari dengan baik.



10



Tersingkapnya tanah di tepi sungai cemara menunjukan aktivitas erosi dan sedimentasi yang intensif pada masa sekarang. Proses erosi tersebut mengakibatkan munculnya fosil-fosil binatang maupun manusia purba di permukaan tanah sehingga sering ditemukan fosil-fosil setelah turun hujan. Akibat dari dorongan tenaga endogen pada awalnya, aktivitas erosi dan sedimentasi yang tinggi maka menyebabkan pengangkatan dan pelipatan tanah sangiran, sehingga lapisan tanah sangiran terbagi dari 4 lapisan (dari lapisan teratas) yaitu Formasi Notopuro, Formasi Kabuh, Formasi Pucangan dan Formasi Kalibeng. Formasi Lapisan Sangiran Secara



struktural



Sangiran



merupakan



daerah



yang



mengalami



pengangkatan dan perlipatan yang kemudian membentuk struktur kubah terbalik, yang seiring berjalannya waktu mengalami erosi. Adanya pengangkatan ini terjadi karena proses penekanan dari kiri ke kanan oleh tenaga eksogen dan dari bawah ke atas oleh tenaga endogen. Erosi menyebabkan tersingkapnya lapisan-lapisan tanah secara alamiah. Dimana di dalamnya terkandung informasi tentang kehidupan sejarah manusia purba dengan segala yang ada di sekelilingnya (pola hidup dan binatang-binatang yang hidup bersamanya). Keistimewaan Sangiran, berdasarkan penelitian para ahli Geologi dulu pada masa purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran menjadi daratan. Hal tersebut dibuktikan dengan lapisan-lapisan tanah pembentuk wilayah Sangiran yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat lain. Tiaptiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya. Misalnya, Fosil binatang laut banyak diketemukan di Lapisan tanah paling bawah, yang dulu merupakan lautan. Adapun lapisan tanah yang tersingkap di wilayah Sangiran terbagi menjadi 4 lapisan (dari lapisan terbawah) yaitu Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan Formasi Notopuro.



11



1.



Formasi Kalibeng



Formasi Kalibeng berumur 3.000.000-1.800.000 tahun yang lalu. Formasi tanah ini hanya tersingkap pada bagian Kalibeng atas (Pliocene atas). Formasi ini terdiri dari 4 lapisan. Untuk lapisan terbawah ketebalan mencapai 107 meter merupakan endapan laut dalam berupa lempung abu-abu kebiruan dan lempung lanau dengan kandungan moluska laut. Lapisan kedua ketebalan 4-7 meter merupakan endapan laut dangkal berupa pasir lanau dengan kandungan fosil moluska jenis Turitella dan foraminifera. Lapisan ketiga berupa endapan batu gamping balanus dengan ketebalan 1-2,5 meter. Lapisan keempat berupa endapan lempung dan lanau hasil sedimentasi air payau dengan kandungan moluska jenis corbicula. Adanya kalkarenit dan kalsirudit menunjukkan bahwa formasi Kalibeng merupakan hasil endapan laut yang amat dangkal. Formasi kalibeng merupakan endapan tertua di kubah sangiran, terdiri dari batu Napal Pasiran warna abu-abu kehitaman dan disisipi bau gamping balanus dan korbikula. Ketebalan formasi kalibeng lebih dari 130 meter, kandungan fosilnya antara lain foraminifera, molusca laut. Dismaping itu juga banyak ditemukan gastropoda dan molusca air payau, ini menunjukan bahwa lingkungan pengendapannya adalah air payau (peralihan antara air asin dan air tawar). Makin keatas lapisan tersebut berubah menjadi semakin pasiran. Mengandung ostrea berkulit tebal yang menunjukaan organisme ini hidup di pinggir laut. Lapisan berfasies pasiran diatas ditutupi oleh batu gamping balanus. Hewan ini hidup dizona anatar laut pasang dan surut. Sehingga dapat diperkirakan batu gamping ini diendapkan di lingkunagn tersebut. Lapisan teratas terdapat batu pasir yang mengandung korbuline, yaitu paleoypoda yang sering hidup di air tawar. Daru urutan fasies tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada waktu pengendapannya berbagai lapisan tersbut yaitu formasi kalibeng mengalami susut laut (regresi) berubah menjadi daratan. 2.



Formasi Pucangan



Formasi Pucangan berumur 1.800.000-800.000 tahun yang lalu. Formasi ini terbagi menjadi dua yaitu lahar bawah dan lempung hitam. Formasi Pucangan lahar bawah ketebalannya berkisar 0,7-50 meter berupa endapan lahar dingin atau breksi 12



vulkanik yang terbawa aliran sungai dan mengendapkan moluska air tawar di bagian bawah dan diatome di bagian atas. Pada lapisan ini juga terdapat fragmen batu lempung gampingan dari formasi Kalibeng. Formasi Pucangan Atas ketebalan mencapai 100 meter berupa lapisan napal dan lempung yang merupakan pengendapan rawa-rawa, pada formasi ini terdapat sisipan endapan molusca marine yang menunjukkan bahwa pada waktu itu pernah terjadi transgresi laut. Formasi ini banyak mengandung fosil binatang vertebrata seperti gajah (Stegodon trigonocephalus), banteng (Bibos paleosondaicus), kerbau (Bubalus paleokarabau, Hippopotamidae dan Cervidae. Pada formasi Pucangan ini juga ditemukan fosi Homo erectus , fosil karapaks dan plastrón kura-kura. Dua pasies pokok yang terdapat pada formasi ini adalah pasies batu lempung hitam laut dan pasies breksi yang terdiri dari vulkanik tufaan sampai pasiran. Pada pasies ini banyak ditemukan fosil vertebrata. Fragmen batuan berupa batu pasir gampingan dari formasi kalibeng jug dijumpai pada pasies breksi kalibeng bagian bawah. Keadaan ini menunjukan bahwa formasi kalibeng. Susunan tanah menurut J. Duyfjes, dari atas sampai kebawah sebagai berikut: a.



Endapan batu pasir tufaan setebal 35 meter



b.



Batu pasir tufaan yang mengandung tanah liat dan napal yang berisis kerang laut setebal 10 meter.



c.



Lapisan lempung berwarna kehijauan setebal 5 meter.



d.



Batu pasir kasar, konglomerat atau batu adesit setebal 100 meter. Pada lapisan ini ditemukan fosil Pithecantropus (homo erectus).



e.



Endapan batu pasir tufaan dengan diselingi batu lempung.



f.



Napal dan batu pasir tufaan yang mengandung lempung dan molusca laut setebal 25 meter. Pada formasi pucangan fosil tengkorak Pithecantropus Erectus, kemudian



ditemukan juga fosil tengkorak Megantropus Paleojavanicus. Asosiasi hewan lain yang hidup berdampingan dengan kedua manusia purba adalah gajah, penyu, ikan hiu, badak, dll.



13



3.



Formasi Kabuh



Formasi Kabuh merupakan lapisan yang berumur 800.00-250.000 tahun yang lalu dan merupakan formasi yang paling banyak ditemukan fosil mamalia, manusia purba dan alat batu. Formasi ini terbagi menjadi dua yaitu grenzbank yang metupakan lapisan pembatas antara formasi Pucangan dengan Kabuh. Terdiri dari lapisan batu gamping konglomeratan yang berbentuk lensa-lensa dengan ketebalan 2meter. Di grenzbank banyak ditemukan fosil mamalia (Stegodon trigonocephalus, Bubalus paleokarabau, Duboisia santeng dll) dan fosil Hominidae. Formasi Kabuh atas ketebalan lapisannya sekitar 3-16 meter merupakan batu pasir dengan struktur silang siur yang menunjukkan hasil endapan sungai. Terjadi pada kala Pleistocene tengah. Endapan kala plastosen tengan terkenal dengan nama formasi kabuh. Formasi ini memperlihatkan endapan yang berasal dari gunung Lawu tua,berupa: batu tufa, batu pasir, dan konglomerat. Ketebalan formasi sangat bervariasi antara 10-16 meter. Alat-alat dari batu telah ditemukan pada formasi ini. Dengan ditemukan alat-alat batu tersbut menunjukan bahwa pithecanthropus pada saat itu sudag mengenal alat-alat perburuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Formasi kabuh terdiri dari spesies fluviatil yang terdiri dari batu pasir dengan struktur silang-siur dan konglemaratrt. Formasi kabuh ini terletak di atas formasi pucangan secara tidak selaras. 4.



Formasi Notopuro



Formasi Notopuro terletak di di atas formasi Kabuh dan tersebar di bagian tas perbukitan di sekeliling Kubah Sangiran. Formasi ini tersusun oleh material vulkanis seperti batu pasir vulkanis, konglomerat dan breksi dengan fragmen batuan beku andesit yang berukuran brangkal hingga bonkah. Ketebalan lapisan mencapai 47 meter dan terbagi menjadi tiga lapisan yaitu lapisan Formasi Notopuro bawah dengan ketebalan 3,2-28,9 meter, Formasi Notopuro tengah dengan ketebalan maksimal 20 meter dan Formasi Notopuro atas dengan ketebalan 25 meter. Pada Formasi Notopuro ini sangat jarang dijumpai fosil. Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil pengendapan darat yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dan terjadi pada kala Pleistocene atas. 14



Formasi Notopuro adalah lapisan tanah dikala plastosen atas yang berumur 10.000-125.000 tahun yang lalu. Formasi Notopuro adalah lapisan yang terbentuk oleh endapan lahar dan terdiri atas breksi andesit dan konglomerat. Pada formasi ini dijumpai Frakmen dari mineral kaledon, kaursa susu, carnelian, agate, kerikil andesit, tufa dan pasiran yang merupakan penyusun utama dari breksiden konglomerat. Pada endapan kerikil banyak ditemukn serpih bilah, yaitu alat pada tingkat perkembangan menjadi konglomerat dan batu pasir silang siur dengan ketebalan sekitar 2-45 meter tersebut menunjukan bahwa kala plastosen akhir telah terjadi banjir lahar yang besar. Secara stratigrafis situs ini merupakan situs manusia purba berdiri tegak terlengkap di Asia yang kehidupannya dapat dilihat secara berurutan dan tanpa terputus sejak 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu yaitu sejak Kala Pliocene Akhir hingga akhir Pleistocene Tengah. Situs Sangiran menurut penelitian geologi muncul sejak Jaman Tersier akhir Pada kala Pliocene atas kawasan Sangiran masih berupa lautan dalam yang berangsur berubah menjadi laut dangkal dengan kehidupan foraminifera dan moluska laut. Pendangkalan berjalan terus sampai akhir kala Pliocene.



2.1.4



Pembagian Ruang Di Museum Sangiran



A. Ruang Pamer 1 Ruang Pamer 1 bertema kekayaan Sangiran dan berbagai fosil yang ditemukan di daerah Sangiran oleh Prof. Dr. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald dan sejumlah peneliti lainnya. Di Ruang ini banyak fosil yang berhasil ditemukan, antara lain fosil binatang darat (gajah, harimau, dll), binatang air (kudanil, buaya, dll), bebatuan dan berbagai peralatan yang terbuat dari batu yang dulu pernah dibuat dan digunakan manusia purba yang tinggal di Sangiran. Di Ruang Pamer 1, juga terdapat buku kegiatan digital yang berisi tentang Evolusi Manusia Purba. Buku ini berisi tentang Teori Darwin, Teori Migrasi dan tokoh lainnya lengkap dengan penjelasan mengenai temuan.



15



B. Ruang Pamer 2 Ruang Pamer 2, bertema Langkah-Langkah Kemanusiaan dan berisi diorama manusia purba serta profil para peneliti Indonesia setelah merdeka. Langkah-langkah kemanusiaan dijelaskan pada teori evolusi.Mulai dari Seleksi Alam, Adaptasi danVariasi. Seleksi Alammenjelaskan tentang keturunan suatu makhluk tampaknya sama dengan induk atau saudaranya, kemudian makhluk yang mampu menyesuaikan diri (adaptasi) akan bertahan hidup dan hingga bisa menciptakan suatu variasi.Setiap makhluk yang dilahirkan itu mempunyai unsur keturunan masing-masing, unik. Di Ruang Pamer 2, di sini terdapat beberapa diorama lain dari yang lain. Terdapat diorama G.H.R. von Koenigswald .Seorang geolog dan salah satu penemu tengkorak “Sangiran II” yang kemudian disebut sebagai Pithecanthropus erectus. Koenigswald terlihat gagah, tapi bajunya sepertinya terlalu kecil.Selain diorama para penetili, terdapat patung manusia purba. Patung Manusia purba disajikan seakan-akan menggambarkan kegiatan mereka ketika masa itu. Disana tampak menggambarkan menyalakan api dengan sebuah alat. Menurut keterangan dari pemandu, meski ada patung yang menggambarkan sedang menyalakan api, namun sampai sekarang belum ditemukan fosil alat yang digunakan untuk menyalakan api. Entah itu menggunakan batu atau sejenisnya, tapi sampai sekarang belum ditemukan.Masih banyak patung yang menggambarkan kegiatan mereka pada jaman dahulu, misalnya; berburu, masak dan makan bersama.



C. Ruang Pamer 3 Ruang Pamer 3, bertema tentang Homo Erectus dan berisi replika kehidupan species Homo erectus. Pada tahun 2004, ditemukan sisa-sisa prasejarah dari goa Leang Boa di Flores yang kemudian terkenal dengan namaHomo Floresiensis. Temuan ini menggemparkan dunia, karena dia merupakan individu dewasa tetapi berpostur pendek, dengan tinggi bandan kira-kira 106 cm. Hidup pada 18.00013.000 tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian perkakas yang ditemukan, Homo Floresiensis tergolong manusia yang cerdas, mampu menggunakan alat kayu dan bambu sebagai alat utama untuk mengadakan pemburuan.



16



2.2 DESKRIPSI KEGIATAN Sebelum berangkat ke Museum Sangiran, para siswa berkumpul di SMK Negeri 1 Wonosobo terlebih dahulu sambil menunggu temannya yang belum hadir dan juga bersiap-siap. Adapun kegiatan selama kunjungan ke Museum Sangiran adalah sebagai berikut: Pukul 6.00: siswa-siswi peserta kunjungan museum mulai menaiki bus yang sudah ditentukan sebelumnya oleh panitia. Pukul 6.15: Bapak/Ibu guru pembimbing mengabsen peserta kunjungan museum guna pengecekan jumlah peserta agar tidak ada yang tertinggal atau salah menaiki bus. Pukul 6.30: Bus berangkat menuju lokasi secara bersama-sama dimulai dari bus 1 dan seterusnya sampai bus terakhir. Saat dalam perjalanan, biro dari bus yang kami naiki membagikan snack. Dalam perjalanan para siswa duduk rapi dan tertib. Pukul 10.50: kami tiba di Museum Sangiran. Kami berkumpul di depan museum untuk makan siang. Kami makan bersama-sama. Setelah selesai makan siang kami bersiap-siap untuk memasuki museum. Pukul 11.12: Kami mulai memasuki museum. Karena museum tidak memungkinkan apabila seluruh siswa masuk secara bersamaan, maka dari pihak panitia membagi siswa menjadi 3 kloter. Kloter pertama oleh jurusan AKL dan TKJ, kloter kedua oleh jurusan OTP dan RPL, dan kloter ketiga oleh jurusan BDP dan MM. Disana siswa siswi mengamati dan melewati 3 ruang. Setelah melewati 3 ruang tersebut. Para siswa diarahkan untuk berfoto bersama sesuai jurusan masingmasing. Setelah selesai foto. Siswa dipersilahkan untuk berganti pakaian dan bagi yang muslim untuk melaksanakan sholat. Bagi siswa yang sudah berganti pakaian dan selesai melaksanakan sholat bisa bersantai di dalam bus atau berfoto dengan teman lainnya sambil menunggu siswa lain yang sedang bersiap. Pukul 12.49: kami mulai meninggalkan lokasi menuju Pusat Grosir Solo (PGS). Perjalanan dari Sangiran menuju PGS dapat ditempuh sekitar 30 menit.



17



Pukul 13.11: bus dampai di tempat tujuan. Bus parkir di tempat parkir bus yang jaraknya sekitar 100m, maka siswa harus berjalan menuju gedung PGS. Di sana siswa diperbolehkan berbelanja sepuasnya dengan membayar sendiri. Namun, siswa tidak diperbolehkan berbelanja sendiri dan minimal 3 anak. PGS menyediakan berbagai macam batik, mulai dari baju, kemeja, daster, kain batik, sampai kebaya. Disana juga menyediakan berbagai macam cinderamata. Pukul 16.00: siswa kembali ke bus masing-masing bersiap untuk perjalanan selanjutnya yaitu ke Pusat Oleh-Oleh. Disana siswa dapat berbelanja oleh-oleh khas kota Solo. Pukul 16.54: siswa siswi telah sampai di tempat tujuan dan berbelanja sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing. Pukul 18.36: para siswa mulai memasuki bus masing-masing dan melakukan perjalanan selanjutnya menuju rumah makan. Pukul 18.58: siswa telah sampai di rumah makan untuk melakukan ishoma. Disana, bagi yang sedang berhalangan sholat atau non muslim bisa makan terlebih dahulu. Untuk yang muslim, bisa melaksanakan sholat terlebih dahulu lalu makan, atau sebaliknya. Setelah semua selesai, kami melakukan perjalanan menuju Wonosobo. Pukul 19.47: siswa-siswi beserta para guru pembimbing melakukan perjalanan menuju Wonosobo. Karena rute perjalanan yang cukup jauh, siswa siswi banyak yang beristirahat di dalam bus. Sebelumnya kami telah memberi kabar kepada orang tua masing-masing. Setelah sampai di sekitar Kledung, dari pihak Biro Perjalanan memberi salam perpisahan. Dan siswa juga dihimbau untuk bersiap-siap untuk turun. Bagi siswa yang rumahnya dilewati bus bisa turun di jalan dekat rumahnya dengan syarat yang menjemput adalah dari pihak keluarga. Sedangkan sisanya turun di SMK 1 Wonosobo sekitar pukul 23.48. Sesampainya di SMK sudah banyak orang tua yang sudah sampai untuk menjemput anaknya. Lalu kami semua pulang kerumah masing-masing.



19 18



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Museum merupakan suatu tempat yang ideal sebagai wadah kegiatan pendidikan sekaligus hiburan. Dengan demikian museum diharapkan mampu menyajikan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana yang menyenangkan. Peran museum sebagai mitra pendidik dapat merujuk pada Empat Tiang Pendidikan Abad ke-21 yang merupakan hasil rumusan Komisi Internasional untuk tahu (learn to know), belajar untuk melakukan (learn to do), belajar untuk menjadi (learn to be) dan belajar untuk hidup bersama (learn to live together). Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia.Sangiran memiliki area sekitar 48 km². Secara fisiografis sangiran terletak pada zona Central Depression, yaitu berupa dataran rendah yang terletak antara gunung api aktif, Merapi dan Merbabu di sebelah barat serta Lawu di sebelah timur. Ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5 Maret 1977. Selanjutnya keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage UNESCO pada peringatannya yang ke-20 di Merida, Mexico yang menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan World Heritage (warisan dunia) No. 593. Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu. Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa = tulang raksasa). Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba yang terawetkan di dalam bumi.



19



3.2



SARAN Saran dari kelompok kami, pertama, sebaiknya para pembimbing lebih aktif



dalam membimbing para peserta kegiatan kunjungan wisata. Kedua, sebaiknya para peserta kegiatan diberi pengarahan terlebih dahulu mengenai situs sangiran. Ketiga, sebaiknya pada saat memandu para pembimbing dapat menjelaskan dengan detail tentang situr purbakala tersebut. Yang terakhir, fasilitas serta sarana dan prasarana untuk lebih di tingkatkan lagi kualitasnya. Karena ada beberapa fasilitas yang butuh perbaikan.



20



REFERENSI 1. http://h-argio-no.blogspot.com/2012/12/makalah-situs-sangiran.html 2. http://id.wikipedia.org/wiki/Sangiran 3. http://gozalirohmat.blogspot.com/2013/10/tugas-2-laporan-kunjungan-kesangiran.html 4. http://isnakurniawati.blogspot.co.id/2014/04/contoh-laporan-kunjunganmuseum.html 5. http://dwiswastri98.blogspot.co.id/2014/05/laporan-kunjungan-situs-museumsangiran.html 6. Laporan Widyawisata Kelas IX



21



LAMPIRAN



22