Laporan Limbah Cair [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Industri tekstil adalah salah satu industri yang berkembang dengan pesat dan memiliki peran penting di Indonesia. Selama proses produksi berlangsung, industri tekstil menghasilkan limbah. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu: limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, serta limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) (Alex, 2011). Limbah yang dihasilkan industri tekstil salah satunya adalah limbah cair batik. Limbah cair batik merupakan limbah cair yang berasal dari proses persiapan proses pembatikan, proses pembatikan, proses pelepasan lilin dan finishing yang limbah cairnya mengandung bahan kimia, seperti naptol, indigol, zat reaktif dan soda abu (Moertinah, 2010). Pada proses pencelupan tekstil lebih banyak menggunakan zat warna sintetik dibandingkan zat warna alam karena zat warna sintetik warnanya lebih bervariasi dan pemakaiannya lebih praktis. Dampak negatif dari limbah cair batik adalah sebagai sumber pencemaran lingkungan apabila air limbahnya langsung dibuang ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Air selokan menjadi berwarna dan merubah kualitas air selokan atau air sungai sehingga tidak sesuai peruntukannya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari limbah cair batik yang dihasilkan oleh industri tekstil, adalah dengan penyediaan teknologi pengolahan limbah yang efektif dan efisien serta ramah lingkungan. Siregar (2008), menyatakan bahwa pengolahan limbah cair batik secara sederhana dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan percobaan tentang pengolahan limbah cair batik dengan menggunakan metode sederhana yaitu menggunakan bantuan mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus yang kemudian dilakukukan uji menggunakan berbagai



B.



parameter (kimia, fisika dan biologi). Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakan prosedur pengolahan limbah cair batik secara sederhana? 2. Bagaimanakan hasil pengolahan limbah cair batik berdasarkan hasil uji secara biologi, kimia dan fisika?



Pengolahan limbah cair batik



Page 1



C.



D.



Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari percobaan ini adalah: 1. Untuk mengetahui prosedur pengolahan limbah cair batik secara sederhana. 2. Untuk mendeskripsikan hasil pengolahan limbah cair batik berdasarkan hasil uji secara biologi, kimia dan fisika? Manfaat Berdasarkan percobaan pengolahan limbah cair batik, manfaat yang didapat yaitu: 1. Bagi Mahasiswa Memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa, sehingga mampu 2.



mengaplikasikan ilmu pengolahan limbah cair batik. Bagi Pemilik Industri Batik Memberikan sumbangan ilmiah sebagai pedoman industri dalam mengaplikasikan



3.



pengolahan limbah cair pewarna batik. Bagi Masyarakat Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengolahan limbah cair pewarna batik.



BAB II KAJIAN PUSTAKA A.



Limbah Cair Batik 1. Definisi



Pengolahan limbah cair batik



Page 2



Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Karakteristik



limbah



adalah



berukuran



mikro,



dinamis,



penyebarannya



berdampak luas dan antar generasi akan berdampak dalam jangka panjang. Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah (Alex, 2011). Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian yaitu : limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, serta limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi pengolahan menurut tingkatan perlakuan dan pengolahan menurut karakteristik limbah (Alex, 2011). Limbah cair batik adalah limbah cair yang berasal dari proses persiapan proses pembatikan, proses pembatikan, proses pelepasan lilin dan finishing yang limbah cairnya mengandung bahan kimia, seperti naptol, indigol, zat reaktif dan soda abu. Menurut Kusno Putranto limbah cair adalah cairan yang berasal dari rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainnya yang biasanya mengandung bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Limbah cair adalah air yang tidak bersih dan mengandung zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan yang lazimnya muncul karena aktivitas manusia termasuk industri. Industri batik merupakan salah satu usaha industri yang terdapat dalam kehidupan masyarakat kita, adapun proses industri batik meliputi proses persiapan, proses pembatikan, proses pelepasan lilin dan finishing. Dari proses pembatikan tersebut dihasilkan limbah cair yang umumnya dibuang begitu saja tanpa mengalami pengolahan sehingga akan mengganggu dan menimbulkan Pengolahan limbah cair batik



Page 3



pencemaran lingkungan. Untuk menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan, perlu diupayakan suatu proses pengolahan limbah cair industri batik sehingga diperoleh limbah cair yang memenuhi persyaratan/baku mutu. Kualitas limbah cair industri batik sangat tergantung jenis proses yang dilakukan, pada



umumnya limbah cair bersifat basa dan kadar organik yang



tinggi yang disebabkan oleh sisa-sisa pembatikan. Pada proses pencelupan (pewarnaan) umumnya merupakan penyumbang sebagian kecil limbah organik, namun menyumbang wama yang kuat, yang mudah terdeteksi, dan hal ini dapat mengurangi keindahan sungai maupun perairan. Pada proses persiapan, yaitu proses nganji atau penganjian, menyumbang zat organik yang banyak mengandung zat padat tersuspensi. Zat padat tersuspensi apabila tidak segera diolah akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat digunakan untuk menilai kandungan COD dan BOD. Kebanyakan penggunaan bahan pencelup dengan struktur molekul organik yang stabil tidak dapat dihancurkan dengan proses biologis, untuk menghilangkan warna air limbah yang efisien dan efektif adalah dengan perlakuan secara biologis, fisika dan kimia (Alaerts, 1984 dalam Purwaningsih, 2008). 2.



Karakteristik Air limbah Batik Karakteristik air limbah dapat digolongkan dalam sifat fisika, kimia dan biologi. Dengan mengetahui jenis polutan yang terdapat dalam air limbah, dapat ditentukan unit proses yang dibutuhkan: a.



Karakter Fisika Karakter fisika air limbah meliputi temperatur, bau, warna, dan padatan. Temperatur menunjukkan derajat atau tingkat panas air limbah yang diterakan kedalam skala. Bau merupakan parameter yang subyektif. Pengukuran bau tergantung pada sensitivitas indera penciuman seseorang. Adanya bau yang lain pada air limbah, menunjukkan adanya komponen-komponen lain di dalam air tersebut. Misalnya, bau seperti telur busuk menunjukkan adanya hidrogen sulfida. Pada air limbah, warna biasanya disebabkan oleh adanya materi disolved, suspended, dan senyawa-senyawa koloidal, yang dapat dilihat dari spektrum warna yang terjadi. Padatan yang terdapat di dalam air limbah dapat diklasifikasikan menjadi floating, settleable, suspended atau dissolved.



b.



Karakter kimia



Pengolahan limbah cair batik



Page 4



Karakter kimia air limbah meliputi senyawa organik dan senyawa anorganik. Senyawa organik adalah karbon yang dikombinasi dengan satu atau lebih elemen-elemen lain (O, N, P, H). Saat ini terdapat lebih dari dua juta senyawa organik yang telah diketahui. Senyawa anorganik terdiri atas semua kombinasi elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon anorganik dalam air limbah pada umumnya terdiri atas sand, grit, dan mineral-mineral, baik suspended maupun dissolved. Misalnya: klorida, ion hidrogen, nitrogen, fosfor, logam berat dan asam. c. Karakter Biologis Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 organisme/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi). Secara tradisional, mikroorganisme dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan.



Namun,



keduanya



sulit



dibedakan.



Oleh



karena



itu,



mikroorganisme kemudian dimasukkan kedalam kategori protista, status yang sama dengan binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan secara terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting untuk mengevaluasi kualitas air (Purwaningsih, 2008). 3.



Pengaruh Limbah Industri Batik Terhadap Lingkungan Pengelolaan lingkungan adalah usaha atau upaya agar tanah, air dan udara tidak tercemar oleh air buangan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran potensial lebih lanjut pada penderita pencemaran potensial yaitu manusia dan mahluk hidup lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan lingkungan adalah terkendalinya dan terpeliharanya kesehatan secara menyeluruh (Sumarwoto, 1993 dalam Purwaningsih, 2008). Lingkungan hidup adalah kesatuan dengan kesemua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Rusidana, 2006 dalam Purwaningsih, 2008). Air bekas cucian pembuatan batik yang menggunakan bahan-bahan kimia banyak mengandung zat pencemar/racun yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap lingkungan, kehidupan manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan.



Pengolahan limbah cair batik



Page 5



Zat warna dapat mengakibatkan penyakit kulit dan yang sangat membahayakan adalah dapat mengakibatkan kanker kulit (Sugiharto, 1987 dalam Purwaningsih, 2008). Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut dalam air. Hal ini mengakibatkan matinya ikan dan bakteri-bakteri di dalam air, juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air, sehingga proses self purification yang seharusnya dapat terjadi pada air limbah menjadi terhambat (Sugiharto, 1987 dalam Purwaningsih, 2008). Semakin banyak zat organik dalam perairan akan mengalami pembusukan akibat selanjutnya adalah timbulnya bau hasil penguraian zat organik. Di samping bau yang ditimbulkannya, maka menumpuknya ampas akan memerlukan tempat yang banyak dan mengganggu keindahan tempat di sekitarnya. Dan selain bau dan tumpukan ampas yang mengganggu, maka warna air limbah yang kotor akan menimbulkan gangguan pemandangan (Purwaningsih, 2008). B.



Parameter kualitas air 1. Parameter Kimia a. pH (Derajat Keasaman) pH adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan. Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air memiliki pH antara 7,0-8,2 namun beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang tinggi pada umumnya mempunyai konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali karbonat menimbulkan noda alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan yang keras. Nilai pH air yang normal adalah netral antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnnya limbah cair berbeda – beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahannya sebelum dibuang (Barus, 2003)



b. DO (Disolved Oxigent) Oksigen adalah unsur vital yang di perlukan oleh semua organisme untuk respirasi dan sebagai zat pembakar dalm proses metabolisme. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya Pengolahan limbah cair batik



Page 6



daur kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme (Barus, 2003). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam air (Effendi, 2003). c. BOD Merupakan sebagai jumlah oksigen terlarut dalam air buangan yang dipakai untuk menguraikan sejumlah senyawa organik oleh mikroorganisme pada suhu dan waktu tertentu (Sugiharto,1987) d. COD Didefinisikan



sebagai



sejumlah



oksigen



yang



diperlukan



oleh



mikroorganisme anaerobik untuk menguraikan senyawa-senyawa yang ada dalam air buangan secara kimia. 2.



Parameter Fisika a. Warna Bahan-bahan yang dipergunakan dalam proses membatik banyak menggunakan bahan-bahan hasil aktivitas tumbuhan dan hewan seperti lendir maupun getah. Sehingga industri banyak mengandung kadar warna. b.



Suhu Umumnya suhu air limbah lebih tinggi dari pada suhu air minum dan merupakan parameter yang sangat penting karena efeknya pada aquatic life, meningkatkan reaksi dan menambah spesies ikan dalam air (Sugiharto,1987). Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan



kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai



dengan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen. c.



Kekeruhan Menurut (Rahma, 2009) Kekeruhan disebabkan oleh adanya zat padat tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik,



Pengolahan limbah cair batik



Page 7



baiasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan – lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga menyebabkan sumber kekeruhan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung perkembangbiakannya. Bakteri ini juga merupakan zat tersuspensi, sehingga pertambahannya akan menambah pula kekeruhan air. Demikian pula dengan algae yang berkembang biak karena adanya zat hara N, P, K akan menambah kekeruhan air. Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu patogen. Air menjadi keruh karena adanya benda-benda lain yang tercampur atau larut dalam air seperti tanah liat, lumpur, benda-benda organik halus dan plankton. Kekeruhan didefinisikan sebagai suatu istilah untuk menggambarkan butiran-butiran tanah liat, pasir, pasir, bahan mineral dan sebagainya yang menghalangi cahaya atau sinar masuk kedalam air. Kekeruhan air didalam air permukaan pada umumnya ditimbulkan oleh bahan-bahan dalam suspensi (ukuran lebih besar 1 milimikron dan 1 mikron). Kekeruhan yang ditimbulkan oleh bahan-bahan dalam suspensi sangat mudah di hilangkan dengan cara pengendapan, bentuk ini terdiri antara lain bakteria, bahan-bahan anorganik seperti pasir dan lempeng serta bahan-bahan organik seperti daun-daunan. Bahan-bahan koloid hanya dapat dihilangkan dengan proses penyaringan dengan saringan pasir. Kekeruhan sebenarnya tidak mempunyai efek langsung terhadap kesehatan tetapi tidak disukai masyarakat karena masalah estetika kurang baik. Persyaratan mutu dari kekeruhan air bersih maksimum yang diperoleh menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/SK/2002 adalah 5 NTU. Kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan pembiasan cahaya kedalam air. Kekeruhan membatasi masuknya cahaya ke dalam air. Kekeruhan ini terjadi karena adanya bahan yang terapung dan terurainya zat tertentu, seperti bahan anorganik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan baenda lain yang melayang atau terapung dan sangat halus. Semakin keruh air, semakin tinggi daya hantar listriknya dan semakin banyak pula padatannya. Partikel yang terkandung dalam air dapat terjadi karena adanya erosi tanah yang dilalui oleh aliran air. Kation-kation yang terdapat dalam partikel lempung adalah Na+ , Ca2+, H+, K+, Al2+ dan Fe2-, berurutan menurut besarnya Pengolahan limbah cair batik



Page 8



gaya adsorbsi yang dialami. Dari urutan kation tersebut, terlihat partikel yang mengandung Na+ dan K+ sangat stabil dan sukar mengendap karena hanya sedikit yang mengalami gaya adsorbsi, sedangkan partikel yang mengandung 3.



Al2+ dan Fe2- kurang stabil dan mudah mengendap. Parameter Biologi a. Bioremediasi 1). Definisi Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko (2001), bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2), metan, dan air. Bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat. Bioremediasi



adalah



pemanfaatan



mikroorganisme



khamir,



fungi



(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen (bioremediator) untuk membersihkan senyawa pencemar



(polutan) dari



lingkungan. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali. bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair (misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Bioremediasi yang dimanfaatkan dalam praktikum ini yaitu tanaman air yaitu Hydrilla verticillata dan hewan yaitu ikan mas. Pengolahan limbah cair batik



Page 9



2). Jenis-jenis bioremediasi Jenis-jenis bioremediasi dibagi menjadi 2 yaitu: a). Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu: 1. Biostimulasi Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar. 2. Bioaugmentasi Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi. 3. Bioremediasi Intrinsik Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami (tanpa campur tangan manusia) dalam air atau tanah yang tercemar. b. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu: 1. In-situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar (proses bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).



Pengolahan limbah cair batik



Page 10



Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi. 2. Ex-situ : bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam. C.



Tanaman Air Tanaman air merupakan bagian dari vegetasi penghuni bumi ini, yang media tumbuhnya adalah perairan. Penyebaranya meliputi perairan air tawar, payau sampai ke lautan dengan beraneka ragam jenis, bentuk dan sifatnya. Jika memperhatikan sifat dan posisi hidupnya di perairan, tanaman air dapat dibedakan dalam 4 jenis, yaitu ; tanaman air yang hidup pada bagian tepian perairan, disebut marginal aquatic plant ; tanaman air yang hidup pada bagian permukaan perairan, disebut floating aquatic plant ; tanaman air yang hidup melayang di dalam perairan, disebut submerge aquatic plant ; dan tanaman air yang tumbuh pada dasar perairan, disebut the deep aquatic plant. Kemampuan tanaman air menjernihkan limbah cair akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian. Berbagai penemuan tentang hal tersebut telah dikemukakan oleh para peneliti, baik yang menyangkut proses terjadinya penjernihan limbah, maupun tingkat kemampuan beberapa jenis tanaman air. Hal tersebut antara lain dikemukakan oleh Stowell (2000) yang menyatakan bahwa tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair. Selanjutnya Suriawiria (2003) mengemukakan bahwa penataan tanaman air di dalam suatu bedengan-bedengan kecil dalam kolam pengolahan dapat berfungsi sebagai saringan hidup bagi limbah cair yang dilewatkan pada bedengan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan tanaman air untuk menyaring bahan-bahan yang larut di dalam limbah cair potensial untuk dijadikan bagian dari usaha pengolahan limbah cair. Demikian pula yang dikemukakan oleh Reed (2005) bahwa proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya



Pengolahan limbah cair batik



Page 11



matahari dan suhu. Salah satu contoh tanaman air adalah Hydrilla verticillata yang akan dibahas pada sub bab dibawah ini. a. Hydrilla verticellata Hydrilla verticillata adalah tumbuhan air yang merupakan bagian dari ekosistem danau dan berperan sebagai sumber daya baik langsung maupun tidak langsung (Tanor, 2004). Tumbuhan air adalah tumbuhan yang tumbuh di air atau sebagian siklus hidupnya berada di air. Keberadaan tumbuhan air di perairan terbuka tidak selalu menimbulkan kerugian. Hydrilla verticillata hidup secara submersum dan sering terdapat pada perairan-perairan tergenang seperti danau atau waduk. Menurut Sugiharto (2003) Hydrilla verticillata memiliki ciri-ciri yaitu, daun berukuran kecil berbentuk lanset yang tersusun mengelilingi batang. Batangnya bercabang dan tumbuh mendatar sebagai stolon yang pada tempat tertentu membentuk akar serabut. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang seluruh bagian tubuhnya tenggelam di bawah permukaan air. Perkembangbiakan Hydrilla verticillata terjadi dengan pesat dengan adanya stolon. Hydrilla verticillata merupakan vegetasi akuatik yang mendominasi di perairan Danau Toba. Berikut adalah klasifikasi dari tanaman Hydrilla verticillata Kingdom



: Plantae



Super Divisi : Spermatophyta Divisi



: Magnoliophyta



Kelas



: Liliopsida



Ordo



: Hydrocharitales



Famili



: Hydrocharitaceae



Genus



: Hydrilla



Spesies



: Hydrilla verticillata (L. f.) Royle



1. Ciri-ciri Tanaman Hydrilla verticillata Hydrilla adalah tumbuhan Spermatophyta yang selalu hidup di dalam air, sehingga adaptasi tumbuhan ini berbeda dengan Spermatophyta darat. Hydrilla merupakan tumbuhan yang selalu tenggelam, biasanya berakar, hidup selamanya di air dengan panjang batang mencapai 9 m (30 kaki). Berasal dari rimpang dan berujung dengan umbi kecil. Daun berukuran kecil berbentuk lanset yang tersusun mengelilingi batang. Batangnya bercabang dan tumbuh mendatar Pengolahan limbah cair batik



Page 12



sebagai stolon yang pada tempat tertentu membentuk akar serabut. Dinding selnya tebal untuk mencegah osmosis air yang dapat menyebabkan lisisnya sel. Sel Hydrilla berbentuk segi empat beraturan yang tersusun seperti batu bata. Memiliki kloroplas dan klorofil yang terdapat didalamnya. Pada daun Hydrilla, dapat pula diamati proses aliran sitoplasma, yaitu pada bagian sel – sel penyusun ibu tulang daun yang memanjang di tengah – tengah daun. Pada hydrilla juga terdapat



trikoma



yang



berfungsi



untuk



mencegah



penguapan



yang



berlebihan.Hydrilla memiliki resistensi yang tinggi terhadap salinitas (> 9-10 ppt) dibandingkan dengan tanaman air lain yang terkait di air tawar. Hydrilla mirip beberapa tanaman air lainnya, termasuk Egeria dan Elodea. 2. Fungsi Hydrilla verticillata a) Hydrilla verticillata memiliki fungsi sebagi zat hara dan dapat menurunkan kadar Cr dalam limbah. Penyerapan Cu dengan tanaman air jenis Hydrilla verticillata cenderung meningkat sampai hari ke-15. b) Sebagai sumber hara pada pertanian kacang tanah. Unsur hara pada hydrilla verticillata dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik yang berguna untuk kegiatan pertanian c) Kandungan gizi dari Hydrilla verticillata adalah : 1,74 % protein; 0,54 % lemak; 1,82 % serat kasar; 1,51 % abu; 3,97 % karbohidrat; dan 90,42 % air. d) Menjadi tempat untuk pemijahan Ikan hias, biasanya digunakan untuk ikan-ikan ukuran kecil. e) Sumber makanan ikan. 3. Dampak Hydrilla verticillata a) Dapat mengubah kualitas air dengan menurunkan kadar oksigen dan peningkatan pH dan suhu air. b) Cabang lebat yang ada dipermukaan air mengganggu dan menghambat masuknya cahaya matahari ke tanaman lain, yang pada gilirannya dapat secara signifikan mengurangi tanaman air dan keanekaragaman hayati hewan. c) Dapat mempengaruhi ukuran ikan dan jumlah populasi karena predator tidak dapat berburu efektif dalam tikar tanaman yang tebal. Pengolahan limbah cair batik



Page 13



(Suriawiria, 2003). 4. Hydrilla verticillata Sebagai Bioremediator Selama ini dikembangkan alternatif pengolahan limbah secara alamiah yang lebih sederhana dan lebih murah, yaitu pengolahan limbah dengan menggunakan tumbuhan air (aquatic plant). Pengolahan ini dikenal dengan nama Bioremediasi. Bioremediasi merupakan suatu sistem yang menggunakan tumbuhan, dimana tumbuhan tersebut bekerjasama dengan mikroorganisme dalam media untuk mengubah, menstabilkan, atau menghancurkan zat kontaminan menjadi kurang atau tidak berbahaya sama sekali, bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Kajian penanganan limbah dengan menggunakan tanaman air sudah banyak dilakukan, diantaranya dengan menggunakan tanaman enceng gondok, kayu apu, paku air, kiambang, dan lainlain.,Namun, tanaman air melayang (Hydrilla verticillata) juga mampu menurunkan konsentrasi N Total dan P Total pada limbah cair industri. Hydrilla verticillata merupakan tanaman air melayang di air, dimana bagian daun, batang, dan akar terendam di air yang memudahkan pendegradasian bahan pencemar (BOD, COD, N, P dan logam berat). Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan manfaat beberapa tumbuhan dalam menurunkan konsentrasi pencemar pada limbah cair. (Artiyani, 2011) D.



Ikan Mas Ikan mas merupakan salah satu ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis penting, sehingga ikan ini banyak dibudidayakan. Selain dipelihara dalam kolam-kolam tertentu, ikan mas sering dipelihara di sawah bersama-sama dengan tanaman padi. Kelangsungan hidup ikan sangat tergantung dari kondisi perairan tempat hidupnya. Mengingat besarnya potensi pencemaran dari limbah dalam perairan, dan adanya perbedaan kepentingan tersebut, maka pembuangan limbah kiranya perlu dilakukan secara cermat. (Rudiyanti dan Ekasari, 2009). Berikut adalah klasifikasi dari ikan mas Kingdom



: Animalia



Phyllum



: Chordata



Class



: Osteichthyes



Ordo



: Ostariophysi



Famili



: Cyprinidae



Pengolahan limbah cair batik



Page 14



Genus



: Cyprinus



Spesies



: Cyprinus carpio, L.



1. Ciri-ciri Ikan Mas Ciri ciri yang telah banyak dikenali masyarakat di Indonesia adalah badan ikan mas berbentuk memanjang dan sedikit pipih ke samping (compresed). Mulut ikan mas terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protaktil), dibagian mulut terdapat dua pasang sungut, didalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang terdiri atas tiga baris berbentuk geraham. Sirip punggung ikan mas berbentuk memanjang yang bagian permukaannya berseberangan dengan sirip perut (Ventral). Sisik ikan mas berukuran cukup besar dengan tipe sisik lingkaran dan terletak beraturan. Garis rusuk atau gurat sisi (linea lateralis) yang dimiliki lengkap dan berada di pertengahan tubuh dengan posisi melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Narantaka, 2012). 2.



Kualitas Air Bagi Perkembangan Ikan a) Suhu Suhu air yang ideal untuk tempat hidup ikan mas adalah terletak pada kisaran antara 25 – 30 0C, dan pertumbuhan akan menurun apabila suhu rendah di bawah 13 0C . Pertumbuhan akan menurun dengan cepat dan akan berhenti makan pada suhu di bawah 5 0C (Narantaka, 2012). b) Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besartingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Kisaran pH yang cocok untuk kehidupan ikan mas (Cyprinus carpio L) adalah berkisar antara pH 6 – 9. Kondisi pH yang menyebabkan ikan mas pada titik kematian terjadi pada pH 4 untuk asam dan 11 untuk basa (Husni, 2012). c) Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)



Pengolahan limbah cair batik



Page 15



Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Oksigen terlarut (DO) yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan mas berkisar antara 3,40 – 5,19 mg/ L, sedangkan DO yang dapat mematikan ikan mas adalah 1,5 -2,0 (Rudiyanti, 2009). d) Kekeruhan Tingkat kekeruhan akan mempengaruhi kemampuan daya ikat air terhadap oksigen. Semakin keruh air yang digunakan, ikan semakin sulit bernapas karena kekurangan oksigen. Selain itu, insang akan tertutup oleh partikel – partikel lumpur, batas pandang ikan berkurang, dan nafsu makan berkurang (Pribadi, 2002). 3. Ikan Mas Sebagai Penguji Toksisitas Salah satu jenis hewan yang direkomendasikan oleh EPA sebagai hewan uji adalah Cyprinus carpio L., karena ikan tersebut memenuhi persyaratan yaitu penyebarannya cukup luas, (Rand, 1980 dalam Muhammad, 2002). Ikan mas adalah salah satu ikan yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat ditentukan kadar limbah yang menyebabkan efek toksik terhadap ikan mas. Uji toksisitas dengan menggunakan ikan mas juga dijadikan sebagai salah satu aspek monitoring pencemaran terhadap kualitas air (Husni, 2012). 4. Dampak Limbah Bagi Ikan Mas Limbah cair baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mengganggu kualitas air, sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu. Menurut Thompson (1971) pengaruh secara langsung disebabkan oleh akumulasi limbah dalam organ-organ tubuh akibat tertelan bersama-sama makanan yang terkontaminasi atau akibat rusaknya organ-organ pernafasan sehingga dapat mematikan ikan mas dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan secara tidak langsung adalah menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya pertumbuhan.



Pengolahan limbah cair batik



Page 16



Sudarmo (1992) dalam Rudiyanti dan Ekasari (2009) menyatakan ikan yang terkena racun bahan pencemar dapat diketahui dengan gerakan hiperaktif, menggelepar, lumpuh dan kemudian mati. Secara klinis hewan yang terkontaminasi racun memperlihatkan gejala stress bila dibandingkan dengan kontrol, ditandai dengan menurunnya nafsu makan, gerakan kurang stabil, dan cenderung berada di dasar. Hal ini diduga sebagai suatu cara untuk memperkecil proses biokimia dalam tubuh yang teracuni, sehingga efek lethal yang terjadi lebih lambat. Clarke dan Clarke (1975) dalam Rudiyanti dan Ekasari (2009) menyatakan limbah yang masuk dalam tubuh organisme akan mengalami proses-proses yang sama dengan benda-benda asing. Proses-proses tersebut yaitu absorpsi, distribusi, dan akumulasi. limbah masuk dalam tubuh ikan dapat melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan dan kulit. Pada saluran pencernaan, limbah yang ada dalam usus akan mengalami proses absorpsi dan distribusi, dengan adanya proses ini mengakibatkan kerusakan pada jaringan ikan. Proses distribusi terjadi dimana limbah yang ada di usus dibawa oleh peredaran darah vena portal hepatis menuju ke hepar. Di hepar akan terjadi detoksikasi dan akumulasi racun. Pada saluran pernafasan limbah dapat menyebabkan kerusakan pada bagian insang dan organ-organ yang berhubungan dengan insang. Masuknya pestisida dalam insang melalui kontak langsung, karena letaknya di luar. Alasbaster dan Lloyd (1980) dalam Rudiyanti dan Ekasari (2009) menyatakan kerusakan insang dapat berupa penebalan lamella, degradasi sel atau bahkan kerusakan dan kematian jaringan insang. Hal ini menyebabkan fungsi insang menjadi tidak wajar dan mengganggu proses respirasi, akibatnya mengganggu pernafasan dan akhirnya menyebabkan kematian.



Pengolahan limbah cair batik



Page 17



BAB III METODE PENELITIAN A.



B.



Jenis Praktikum Praktikum ini bersifat observasi karena dalam penelitian ini tidak membutuhkan variabel. Waktu dan tempat penelitian Praktikum pengolahan limbah cair batik ini dilaksanakan pada tanggal



17



sampai 28 Desember 2015, untuk pengambilan limbah cair batik diambil pada hari Kamis tanggal 17 Desember 2015 pukul 09.00 WIB di Karah Surabaya, sedangkan proses pengendapan, fermentasi aerob, dan bioremidiasi dilakukan di Green House, FMIPA Universitas Negeri Surabaya. C.



D.



Alat dan Bahan 1. Bioremidiasi Limbah Cair Batik a. Alat 1. Toples 2 buah 2. Selang 1 meter 3. Botol UC 250 ml 4 buah b. Bahan 1. Limbah cair batik 2. Ikan mas (sudah diaklimatisasi) 3. Tanaman Hydrilla (sudah diaklimatisasi) 4. Indikator universal 5. Yakult 5 botol 2. Uji BOD dan CO2 a. Alat 1. Botol Winkler terang 1 buah 2. Botol Winkler gelap 1 buah 3. Erlenmeyer 250 ml 1 buah 4. Pipet ukur 5 ml 1 buah b. Bahan 1. Larutan MnSO4 2. Larutan KOH-KI 3. Larutan H2SO4 pekat 4. Larutan amilum 1% 5. Larutan Na2S2O3 0,025 N 6. Larutan NaOH 7. Larutan PP 8. Sampel air Langkah Kerja 1. Bioremediasi limbah cair batik a. Mengambil limbah cair batik sebanyak 1 toples b. Mengambil sampel limbah batik cair sebanyak 1 botol UC untuk uji DO awal.



Pengolahan limbah cair batik



Page 18



c. Melakukan tahap pengendapan dengan meletakkan toples berisi limbah cair batik di green house FMIPA kemudian didiamkan selama 48 jam (2 hari). d. Mengambil limbah cair batik yang telah diendapkan ke toples berikutnya menggunakan selang tanpa menyertakan endapan. e. Melakukan uji toksisitas dengan ikan mas dan tanaman Hydrilla f. Mengambil sampel limbah batik cair sebanyak 1 botol UC kemudian dibungkus plastik hitam (diletakkan dilemari pendingin sampai 5 hari untuk uji DO akhir). g. Menuangkan 2 botol yakult ke dalam toples berisi limbah cair batik, kemudian dilakukan fermentasi dengan bakteri Lactobacillus secara aerob selama 48 jam (2 hari). h. Mengambil sampel limbah batik cair sebanyak 1 botol UC kemudian dibungkus plastik hitam (diletakkan dilemari pendingin sampai 5 hari untuk uji DO akhir). i. Mengambil limbah cair batik yang telah diendapkan ke toples berikutnya menggunakan selang kemudian menuangkan kembali yakult sebanyak 3 botol. j. Melakukan fermentasi secara aerob selama 48 jam (2 hari). k. Mengambil sampel limbah batik cair sebanyak 1 botol UC kemudian dibungkus plastik hitam (diletakkan dilemari pendingin sampai 5 hari untuk uji DO akhir). l. Melakukan uji bioremediasi pada limbah cair batik dengan memasukkan tanaman hydrilla dan ikan mas pada air limbah kemudian menghitung waktu sampai tanaman layu dan ikan lemas (mati). m. Melakukan uji BOD dan pH



2. Pengukuran DO a. Mengambil sampel air pada botol winkler tiap masing- masing perlakuan, 1 botol untuk DO awal dan 1 botol terang yang dibungkus plastic dan disimpan selama 5 hari. b. Mengukur kadar DO 1) Memberi 2 ml MnSO4 dan KOH-KI kemudian membolak-balik atau mengkocok kedua botol tersebut selama 5 menit. 2) Mendiamkan botol selama 10 menit sampai terdapat endapan 3) Memberi H2SO4 2 ml dan membolak-balik botol sampai larutan homogen. 4) Mengamati warna air sampel, apabila berwarna kuning muda maka akan dititrasi dengan cara:



Pengolahan limbah cair batik



Page 19



a) Menuang larutan pada tabung erlenmeyer sebanyak 100 ml dan memberi larutan 10 tetes amilum 1% sampai larutan berubah warna menjadi biru b) Meneteskan larutan Na2S2O3 hingga larutan tersebut menjadi larutan yang jernih kembali 5) Apabila warna air sample berwarna kuning tua, maka adan dilakukan titrasi dengan cara: a) Menuang larutan pada tabung erlenmeyer sebanyak 100 ml dan memberi Limbah cair batik larutan amilum 1% 10 tetes sampai warna larutan menjadi biru b) Meneteskan larutan Na2S2O3 hingga larutan tersebut menjadi larutan Toples 1 jernih kembali yang 6) Mencatat volume larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan selama proses titrasi Diambil sampel 1 botol UC untuk uji DO awal 3. Pengukuran CO2 Diendapkan 2 hari a. Mengambil sampel air pada botol gelap winkler b. Menuang air pada erlenmeyer sebanyak 100 ml kedalam tabung erlenmeyer Toples 2 c. Memberi larutan PP sampai larutan berubah, untuk volume pertama dibutuhkan 5 tetes PP, jika menggunakan tidak berubahselang warnatanpa maka volume PPendapan dapat ditambahkan. Diambil menyertakan Perubahan warna larutan menjadi merah muda, maka kandungan CO 2 = 0, tapi Diambil sampel 1 botol UC dibungkus plastik hitam untuk uji DO jika warna air tetap jernih maka dilakukan titrasi dengan NaOH sampai Dilakukan uji toksisitas dengan ikan mas dan tanaman hydrilla berwarna merah muda. Kandungan CO2 bebas dalam air didapat dengan jumlah Dimasukkan 2 botol yakult lalu difermentasi selama 2 hari titrasi larutan NaOH dikalikan 10. 4. Pengukuran BOD Toples 3 a. Menghitung kadar DO awal dari sample air yang akan di uji kualitasnya b. Menghitung kadarmenggunakan DO setelah 5selang hari menuju toples berikutnya Diambil c. Menghitung kadar BOD dengan cara menghitung selisih DO awal dengan DO Diambil sampel 1 botol UC dibungkus plastik hitam untuk uji DO setelah 5 hari, hasilnya dikalikan dengan lima. Dimasukkan 3 botol yakult 5. Alur Percobaan - Bioremediasi limbah selama cair batik Difermentasi 2 hari Toples 4 Diambil sampel 1 botol UC dibungkus plastik hitam untuk uji DO Dimasukkan tanaman hydrilla, dihitung waktu hingga tanaman layu Dimasukkan ikan mas, dihitung waktu hingga ikan lemas (mati). Pengolahan limbah cair batik



Hasil Uji kualitas limbah cair batik secara kimia dan biologi



Page 20



- Pengukuran DO Sampel air Botol UC tiap perlakuan



Ditetesi 2 mL MnSO4



Ditetesi 2 mL KOH- KI



Ditutupi, dibolak-balik selama 5 menit



Mengendap



2 ml H2SO4 pekat



Kuning tua



Dititrasi dengan Na2S2O3



Kuning muda



Diberi 10 tetes Amilum 1% Page 21



Pengolahan limbah cair batik



Kuning muda



Dititrasi dengan Na2S2O3 Menghitung DO



- Pengukuran CO2 Botol gelap



100 ml dalam Erlenmeyer



5 tetes PP Tidak berwarna



Merah muda CO2= 0 ppm



Titrasi dengan NaOH



Menghitung kadar CO2



Pengolahan limbah cair batik



Page 22



BAB IV PEMBAHASAN A.



Hasil Pengamatan Berdasarkan praktikum pengolahan limbah cair batik yang telah dilakukan maka diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut: Tabel 1. Uji Toksisitas limbah cair batik No. 1.



Perlakuan Pengendapan



Hari 1 dan 2



Waktu 2x24 jam



Pemberian Hydrylla



2



Ikan



2



Menit ke-2



3 dan 4



Menit ke-5 2 x 24 jam



2. Pengolahan limbah cair batik



Keterangan Sebelum pengendapan : - Coklat kehitaman (++++) - DOawal : 106,25 - pH : 10 - Suhu : 310C Setelah pengendapan : - Cokelat kehitaman (+++) - DOakhir : 75 - BOD : 156,25 - pH : 10 - Suhu : 310C Warna sebelum perlakuanhijau Setelah perlakuan - cokelat kehitaman Tekstur : Layu 6 ikan mati 4 ikan masih hidup namun insang mulai melemah Semua ikan mati



Page 23



No.



Perlakuan



Hari



Waktu



Pemberian Bakteri Lactobacillus casei dan Pengendapan



3.



Pemberian Bakteri Lactobacillus casei dan Pengendapan



5 dan 6



Penambahan Hydrylla



6



Ikan



6



2 x 24 jam



Menit ke-2 Menit ke-4 Menit ke-6



B.



Keterangan Setelah perlakuan (yakult 195 ml) : - Coklat kehitaman (+++) - DOawal : 106,25 - DOakhir : 85,42 - BOD : 104,15 - pH : 9 - Suhu : 310 Setelah perlakuan (yakult 195 ml) : - Coklat kehitaman (++) - DOawal : 106,25 - DOakhir : 97,92 - BOD : 41,65 - pH : 8 - Suhu : 310 Warna: Sebelum perlakuan – hijau Setelah perlakuan - coklat Tekstur : agak layu 3 ikan mati 7 ikan mati, lainnya insang melemah ikan mati mati semua



Analisis Data Berdasarkan tabel pengamatan uji toksisitas limbah cair batik pada hari pertama limbah berwarna coklat kehitaman (++++) dengan pH 10, kemudian setelah dilakukan pengendapan selama 2x24 jam tingkat kekeruhan berkurang menjadi cokelat kehitaman (+++) dan didapatkan hasil BOD sebesar 156,25 mg/l. Kemudian dilakukan uji toksisitas dengan memberikan tanaman Hydrylla, hasilnya diketahui tanaman yang sebelum dimasukkan berwarna hijau berubah menjadi cokelat kehitaman dan keadaannya layu. Sedangkan ketika dimasukkan ikan mas ke dalam air limbah, dalam 2 menit sebanyak 6 ikan yang mati sedangkan 4 ikan lainnya masih hidup namun kondisi insang melemah, 3 menit berikutnya baru semua ikan mati. Sedangkan pada tahap kedua, dimasukkan 2 botol yakult pada limbah kemudian dilakukan fermentasi secara aerob selama 2x24 jam. Hasilnya setelah diberi perlakuan pemberian yakult yang didalamnya berisi bakteri Lactobacillus casei dan pengendapan, pH menurun menjadi 9 sedangkan BOD juga menurun dibandingkan tahap 1 yaitu sebesar 104,15 mg/l, namun suhunya masih sama yaitu 31 0 C. Pada tahap ketiga, dilakukan fermentasi yang kedua dengan kembali menambahkan 3 botol yakult pada



Pengolahan limbah cair batik



Page 24



air limbah serta pengendapan. Hasilnya, warna limbah menjadi coklat kehitaman (++), pH kembali menurun menjadi 8, dan BOD juga kembali turun 41,65 mg/l, sedangkan suhunya masih tetap. Setelah dilakukan uji toksisitas tanaman berwarna coklat dengan kondisi yang agak layu, sedangkan untuk ikan mas setelah 2 menit sebanyak 3 ikan mas mati, kemudian 2 menit selanjutnya 4 ikan lainnya mati dan sisanya melemah, 2 menit selanjutnya baru semua ikan mati. Dibandingkan dengan tahap 1, setelah fermentasi ini dapat disimpulkan bahwa tingkat toksisitas pada limbah cair batik mengalami penurunan. C.



Pembahasan Dari hasil analisis data yang telah dilakukan mengenai uji toksisitas limbah cair batik yang berasal dari ketintang Regency, Gayungan Surabaya didapatkan pH sebesar 9, DO sebesar 106,25 mg/l. Hasil tersebut belum memenuhi standar sesuai yang tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Baku mutu air limbah untuk industri tekstil. Di dalam peraturan tersebut, rentang pH yang diperbolehkan 6-9 sedangkan hasil penelitian ini diperoleh pH awal 10. Selanjutnya kadar baku BOD maksimal sebesar 60 mg/L sedangkan hasil pada limbah cair yang didapatkan sebesar 156,25 setelah diendapkan selama 2 hari. Dengan demikian, limbah cair batik ketintang regency tidak memenuhi standar baku mutu limbah cair provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian tersebut selanjutnya dilakukan proses remediasi menggunakan bakteri Lactobacillu casei dari minuman yakult sebanyak 195 ml. Perlakuan pertama setelah pengambilan sampel limbah, sampel kemudian dilakukan uji toksisitas lalu diendapkan selama 2 hari. Pengendapan dilakukan untuk mengurangi bahan organik yang tidak terlarut oleh air. Setelah diendapkan, sampel diuji kualitas air sampel menggunakan hydrylla dan ikan mas. Dalam praktikum ini alasan menggunakan ikan mas adalah karena ikan mas salah satu ikan yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat ditentukan kadar limbah yang menyebabkan efek toksik terhadap ikan mas. Sehingga uji toksisitas dengan menggunakan ikan mas juga dijadikan sebagai salah satu aspek monitoring pencemaran terhadap kualitas air (Husni, 2012). Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa sampel limbah cair tidak memenuhi standar baku mutu limbah tekstil yang sudah ditetapkan. Kisaran pH yang cocok untuk kehidupan ikan mas (Cyprinus carpio L) adalah berkisar antara pH 6 – 9. Kondisi pH yang menyebabkan ikan mas pada titik kematian terjadi pada pH 4 untuk



Pengolahan limbah cair batik



Page 25



asam dan 11 untuk basa (Husni, 2012). Hal tersebut terbukti ketika uji toksisitas ikan mas pada tahap 1, ikan hanya mampu bertahan hidup selama beberapa menit saja. Selain itu suhu air yang ideal untuk tempat hidup ikan mas adalah terletak pada kisaran antara 25 – 30 0C, sedangkan pada limbah batik ini suhu konstan 31 0C sehingga suhu tidak terlalu berpengaruh. Setelah dilakukan uji toksisitas dan kualitas air limbah, pada perlakuan 2 dan 3 sampel ditambahkan yakult (Lactobacillus casei) sebanyak 195 ml lalu diendapkan selama dua hari, menghasilkan nilai pH dan BOD yang semakin menurun. Menurunnya BOD pada limbah cair yang telah diperlakukan dikarenakan pada proses observasi ditambahkan



pula tanaman



hydrylla. Beberapa penelitian sebelumnya telah



menunjukkan manfaat bahwa beberapa tumbuhan termasuk hydrylla dapat menurunkan konsentrasi pencemar pada limbah cair. (Artiyani, 2011). Sehingga tanaman hydrylla berfungsi untuk mereduksi kandungan BOD dalam limbah industri tekstil, yang mampu mencapai efisiensi penyisihan 86,2% oleh tanaman uji yang menggunakan aerasi. Serta melalui proses fisik, seperti pengendapan, adsorpsi dan lain sebagainya. Air limbah batik yang telah mengalami perlakuan juga memberikan dampak pada turunnya pH yang mendekati pH netral hal tersebut dikarenakan adanya aktifitas mikroba yaitu bakteri Lactobacillus casei yang terdapat pada minuman yakult yang diberikan. Lactobacillus casei merupakan bakteri asam laktat yang dapat melakukan fermentasi dari akibat aktivitas metabolisme tubuhnya. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, tetapi akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut. Bakteri asam laktat penting dalam pencapaian produk yang stabil. Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, ester dan CO2 (Rukmana, 1994). Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang bersifat gram positif, tidak membentuk spora, dan dapat terbentuk koki, kokobasili atau batang, katalase negatif, non-motil atau sedikit motil, mikroaerofilik sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik, dan membutuhkan suhu mesofilik (Salminen, 1998). Perubahan total BAL, pH dan keasaman terjadi selama fermentasi. Selama proses fermentasi, laktosa diubah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Semakin besar gula yang dimanfaatkan untuk menghasilkan asam laktat maka semakin besar aktivitas BAL. Menurut Winarno dan Fernandez (2007), asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan citarasa dan meningkatkan keasaman atau



Pengolahan limbah cair batik



Page 26



menurunkan pHnya. Akibat terbentuknya asam laktat dan hasil metabolit BAL pada proses fermentasi. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data uji toksisitas dengan menggunakan tanaman hydrylla dan ikan emas menunjukkan bahwa kualitas air limbah kurang baik untuk lingkungan perairan hal ini ditunjukkan dengan matinya ikan mas saat dimasukkan kedalam limbah cair yang telah mengalami pengolahan, sesuai dengan pernyataan Sugiarto, (1987 dalam Purwaningsih, 2008) bahwa banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut dalam air. Hal ini mengakibatkan matinya ikan dan bakteri-bakteri di dalam air, serta dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air, sehingga proses self purification yang seharusnya dapat terjadi pada air limbah menjadi terhambat. Salah satu indikator lain yang dapat ditunjukkan untuk mengetahui kualitas air adalah derajat keasaman (pH), derajat keasaman (pH) pada limbah cair yang diuji pada awal pengambilan sebesar 10 (basa), kemudian setelah dilakukan perlakuan pada tahap pertama pH mengalami penurun menjadi 9 (netral), dan setelah dilakukan perlakuan ketiga atau terakhir pH mengalami penurunan kembali menjadi 8 (basa).



Pengolahan limbah cair batik



Page 27



BAB V PENUTUP A.



Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat dibuat suatu simpulan sebagai berikut: 1.



Prosedur pengolahan limbah cair batik secara sederhana, adalah pertama dengan melakukan tahap pengendapan selama 2x24 jam, kemudian melakukan uji toksisitas dengan menggunakan ikan mas dan tanaman hydrylla. Tahap kedua melakukan fermentasi menggunakan starter yakult selama 2x24 jam. Tahap ketiga dilakukan fermentasi kembali menggunakan starter yakult (konsentrasinya ditambah) kemudian diuji toksisitas kembali dengan ikan mas dan tanaman hydrylla. Setiap tahap perlakuan selalu diambil sampel untuk DO, pengukuran suhu, serta PH air limbah. Dari proses pengolahan kualitas limbah cair batik dapat diperbaiki.



2.



Pengolahan limbah cair batik berdasarkan hasil uji secara biologi, dan kimia adalah secara biologi terjadi penurunan tingkat toksisitas sebelum dan sesudah perlakuan karena jumlah ikan mas yang mati rentang waktu lebih lama setelah perlakuan. Secara kimia, kualitas air limbah kurang baik karena pH terlalu basa (10) namun kemudian dapat menurun mendekati netral setelah perlakuan. Hasil uji BOD juga menunjukkan limbah kurang baik namun dapat diturunkan dengan penambahan tanaman hydrylla.



B.



Saran Berdasarkan proses praktikum yang telah dilakukan saran yang saya berikan adalah prosedur praktikum yang diberikan sebaiknya lebih jelas, waktu yang diberikan juga lebih diperpanjang karena dari hasil praktikum prosedur yang dilakukan ternyata dapat mengurangi tingkat toksisitas limbah dan kualitasnya membaik dari pada awal sebelum perlakuan. Namun kualitas limbah belum mencapai standar karena perlakuan yang dilakukan kurang sehingga untuk praktikum selanjutnya proses remidiasi lebih berjalan lama agar kualitas air limbah yang dihasilkan lebih baik.



Pengolahan limbah cair batik



Page 28



DAFTAR PUSTAKA Aci.



2012. Bioremediasi. Diakses Pada 31 Desember http://www.scribd.com/doc/144437101/Bioremediasi#scribd



2015



Melalui:



Alex. 2011. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Artiyani, Anis. 2011. Penurunan Kadar N-Total dan P-Total Pada Limbah Cair Tahu Dengan Metode Fitoremediasi Aliran Batch dan Kontinyu Menggunakan Tanaman Hydrilla Verticillata. Nomor 18 Volume Ix Juli 2011: 9-14. ITN: Malang. Barus, T. A, 2003. Pengantar Limnologi. Medan: Jurusan Biologi FMIPA USU Effendi, H., 2003. Telaahan Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Institut Pertanian Bogor Press., Bogor. 259 hal Husni. H. 2012. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap IkanMas (Cyprinus carpio Lin). Skripsi. Universitas Andalas. Padang. Limbah Cair Industri Batik Diakses Pada 31 Desember 2015 Melalui: http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/29480/2/Pemetaan-Limbah-Cair-IndustriBatik-(kandungan-Logam)-di-Kabupaten-Bangkalan-dengan-Sistem-InformasiGeografis-(SIG).pdf Moertinah, Sri, et. al. 2010. Peningkatan Kinerja Lumpur Aktif dengan Penambahan Karbon Aktif dalam Pengolahan Air Limbah Industri Tekstil Pewarnaan dengan Zat Warna Indigo dan Sulfur. Jurnal Riset Industri Vol IV (1): 23-33. Muhammad, F. 2002. Penentuan Toksisitas Air Limbah dengan Indikator Ikan Tombro (Cyprinus carpio). Majalah Ilmiah Biologi BIOMA, 4 (2): 54-58. Munir, Erman. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Diakses Pada 31 Desember 2015 Melalui: http://library.usu.ac.id/download/e-book/erman%20munir.pdf Narantaka, A,M,M. 2012. Pembenihan Ikan Mas. Javalitera: Yogyakarta Pribadi, S.T. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Agromedia Pustaka. Tanggerang. Purwaningsih, H., Kristamtini, dan S. Widyanti. 2008. Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik Padi Merah Varietas Lokal (Cempo merah, Mandel, danSegreng) sebagai Plasma Nutfah Padi Provinsi DIY. Makalah disampaikan pada Seminar Pekan Padi Nasional (PPN) III di Sukamandi. Purwaningsih, I. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau dari Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta. Rahma, Aldila. 2009. Makalah Pencemaran Air. UNNES; FMIPA Biologi Rasif.M., 2011. Uji Efisiensi Removal Adsorpsi Arang Batok Kelapa Untuk Mereduksi Warna Dan Permanganat Value Dari Limbah Cair Industri Batik. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian KLH, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya Pengolahan limbah cair batik



Page 29



Reed, S.C., E.J. Midlebrooks and R.W Crites. 2005. Natural System of Waste Management and Treatment. McGraw Hill Book Company, New York Rudiyanti, Siti dan Ekasari, Astri Diana. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009 39 - 47. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro: Semarang. Rukmana, 1994. Pengolahan Produk. Buletin Teknopro Hortikultura Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura. Salmin, 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara. Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran. Oseana. 3, 2005 : 21 -26. Salminen dan Von Wright. 1998. Bakteri Asam Laktat. http://puguh.com/healthmedicine/bakteri-asam-laktat/. Siregar, Dwi. 2008. Kajian Pengolahan Limbah Cair Industri Batik, Kombinasi AerobAnaerob. Semarang: UNDIP Press. Stowel, R.R., J.C. Ludwig and G. Thobanoglous. 2000. Towad the Rational Design of Aquatic Treatments of Wastewater. Departement of Civil Engineering and Land, Air and Wastewater Resources. University of California: California. Sugiharto. 2003. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia: Jakarta Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis, Penerbit Alumni. Bandung. Tanor, M, N. 2004. Hydrilla verticillata Sebagai Sumber Hara Pada Sistem Budidaya Kacang Tanah. Eugenia 10(1): 92-101 Winarno, F. G. dan I. E. Fernandez. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. M-brio Press, Bogor



Pengolahan limbah cair batik



Page 30



LAMPIRAN



1. Proses Percobaan Pemberian Perlakuan



Gambar 1. Setelah didiamkan selama 2 hari, limbah di salurkan ke tabung lain (tabung 2) menggunakan selang untuk menghilangkan endapannya



Gambar 2. Limbah batik yang sudah berada di tabung 2 kemudian diberi 3 botol yakult



Gambar 3. Limbah pada tabung 2 siap di endapkan kembali



Pengolahan limbah cair batik



Page 31



2. Uji BOD, DO dan pH Pasca Perlakuan



Gambar 1. Alat dan bahan yang digunakan untuk uji BOD, DO dan pH



Gambar 2. Uji pH indikator universal sampel lombah batik cair



Gambar 3. Hasil uji pH indikator universal sampel lombah batik cair



Gambar 4. Sampel limbah batik cair



Gambar 5. Persiapan uji BOD dan DO



Gambar 6. Menambahkan KOH-KI



Gambar 7. Menambahkan MnSO4



Gambar 8. Didiamkan



Pengolahan limbah cair batik



Page 32



Gambar 9. Proses pengendapan saat uji BOD



Gambar 10. Proses uji BOD



Gambar 11. Proses uji BOD (2)



Gambar 12. Hasil akhir uji DO



LAMPIRAN PERHITUNGAN



Perlakuan 1:



Pengolahan limbah cair batik



Page 33



Perlakuan 2:



Perlakuan 3



Pengolahan limbah cair batik



Page 34