Laporan Manajemen Apotik Aldhy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN MANAJEMEN



September 2018



MANAJEMEN APOTIK PUSKESMAS KAWATUNA



Disusun Oleh : Aldhy Wijayakusuma Ananda



Pembimbing : Dr. dr. M. Sabir, M.Si dr. Anastasia Christine



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2018



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatnya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut telah diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu dengan menempatkan Puskesmas sebagai penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan tingkat pertama.( Permenkes RI, 2016) Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas.( Permenkes RI, 2016) Manajemen



adalah



serangkaian



proses



yang



terdiri



atas



perencanaan,



pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating, Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu, berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi yang akurat (evidence based). Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan.( Permenkes RI, 2016) Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan 1



berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. ( Permenkes RI, 2014) Menurut Permenkes RI, (2014) Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Praktik kefarmasian dilakukan berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di Apotek, yang ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek.(Mulyagustina, 2017) Pelayanan kefarmasian memiliki peran penting dalam terlaksananya kesehatan yang optimal. Pelayanan farmasi berdasarkan pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, dan lain sebagainya. Sehingga pelayanan farmasi dianggap sangat penting dalam terlaksananya pelayanan kesehatan yang optimal.(Permenkes RI, 2014) Berikut akan dibahas mengenai pelayanan farmasi yang berada di puskesmas Kawatuna. 1.2. Identifikasi Masalah Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait Program Pelayanan kesehatan di ruang kefarmasian yang akan dibahas antara lain : 1.



Bagaimana pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kawatuna?



2.



Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kawatuna?



1.3. Tujuan Tujuan pada penulisan laporan manajemen ini, terkait pelayanan apotik antara lain : 1. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kinerja apotik di wilayah Puskesmas Kawatuna. 2. Sebagai pemenuhan syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2



3



BAB II PERMASALAHAN



2.1. Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota. (Permenkes, 2016) Pemahaman akan pentingnya manajemen Puskesmas, telah diperkenalkan sejak tahun 1980, dengan disusunnya buku-buku pedoman manajemen Puskesmas, yang terdiri atas Paket Lokakarya Mini Puskesmas (tahun 1982), Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984) dan Pedoman Microplanning Puskesmas (tahun 1986). Paket Lokakarya Mini Puskesmas menjadi pedoman Puskesmas dalam melaksanakan lokakarya Puskesmas dan rapat bulanan Puskesmas. Pada tahun 1988, Paket Lokakarya Mini Puskesmas direvisi menjadi Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas dengan penambahan materi penggalangan kerjasama tim Puskesmas dan lintas sektor, serta rapat bulanan Puskesmas dan triwulanan lintas sektor. Pada tahun 1993, Pedoman Lokakarya Mini dilengkapi cara pemantauan pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan dengan menggunakan instrument Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984), digunakan sebagai acuan Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota, untuk dapat meningkatan peran dan fungsinya dalam pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. (Permenkes, 2016)



4



Dengan adanya perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga yang berbasis siklus kehidupan, Sustainable Development Goals (SDG’s), dan dinamika permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat, maka pedoman manajemen Puskesmas perlu disesuaikan dengan perubahan yang ada. Melalui pola penerapan manajemen Puskesmas yang baik dan benar oleh seluruh Puskesmas di Indonesia, maka tujuan akhir pembangunan jangka panjang bidang kesehatanyaitu masyarakat Indonesia yang sehat mandiri secara berkeadilan, dipastikan akan dapat diwujudkan.(Permenkes, 2016) Pedoman Manajemen Puskesmas diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada kepala, penanggungjawab upaya kesehatan dan staf Puskesmas di dalam pengelolaan sumber daya dan upaya Puskesmas agar dapat terlaksana secara maksimal. Pedoman Manajemen Puskesmas ini juga dapat dimanfaatkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan bimbingan teknis manajemen kepada Puskesmas secara berjenjang. (Permenkes, 2016) Untuk menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas berjalan secara efektif dan efisien, ditetapkan Tim Manajemen Puskesmas yang juga dapat berfungsi sebagai penanggungjawab manajemen mutu di Puskesmas. Tim terdiri atas penanggung jawab upaya kesehatan di Puskesmas dan didukung sepenuhnya oleh jajaran pelaksananya masing-masing. Tim ini bertanggung jawab terhadap tercapainya target kinerja Puskesmas, melalui pelaksanaan upaya kesehatan yang bermutu. (Permenkes, 2016) 2.2.Pelayanan Kefarmasian Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Permenkes, 2014) 5



Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. (Permenkes, 2014) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. (Permenkes, 2014) Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. (Permenkes, 2014) Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar Pelayanan Kefarmasian. (Permenkes, 2014) Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan Obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian 6



tidak saja sebagai pengelola Obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan Obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan Obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan. (Permenkes, 2014)



7



BAB III PEMBAHASAN 1. Input Man Untuk sumber daya manusia (SDM) pada pelayanan kefarmasian di puskesmas terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Berdasarkan Permenkes No. 74, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi. Sedangkan untuk SDM di Puskesmas Kawatuna terdiri dari 1 orang apoteker sekaligus penanggung jawab dan 2 tenaga teknis kefarmasian.



Methode Ada beberapa item yang dipenuhi dalam pemenuhan pelayanan kesehatan yang paripurna dalam bidang kefarmasian puskesmas. Hal-hal tersebut antara lain: 1. Melakukan pemenuhan kebutuhan obat dan bahan habis pakai di puskesmas. 2. Melakukan penyimpanan dan pendataan obat dan bahan habis pakai di puskesmas. Money Sumber pendanaan berasal BOK (Bantuan operasional kegiatan). Material Di ruang peracikan disediakan peralatan peracikan, Timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, thermometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label Obat, buku catatan pelayanan resep, bukubuku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Pada Puskesmas kawatuna belum tersedia timbangan obat. Machine 8



Tersedinya alat penghalus obat untuk membuat obat-obatan yang dipuyer. 2. Procces Planning Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.[2] Berdasarkan atas hal tersebut diatas, maka apotik melakukan pemenuhan obat-obatan dan bahan habis pakai dengan cara mencatat semua kebutuhan yang akan digunakan oleh puskesmas melalui LPLPO (Lembar Pencacatan dan Lembar Permintaan Obat) yang kemudian akan diajukan ke bagian gudang obat kemudian nantinya permintaan obat tersebut akan disalurkan ke pihak puskesmas. Pelayanan dan permintaan obat yang dianut oleh apotik berdasarkan pada sistim satu pintu, dimana semua permintaan pada satu gudang pokok kemudian nantinya dari gudang pokok yang akan mendistribusikan langsung kepada puskesmas. Sebagian besar pelayanan yang dilakukan oleh puskesmas Kawatuna berbasis pada pengelolaan obat dan bahan habis pakai yang semua dilakukan secara sistematis dan terarah. Semua pelayanan apotik didasarkan kepada peraturan no. 30 tahun 2014 yaitu, perencanaan kebutuhan,



permintaan



penerimaan,



penyimpanan,



pendistribusian,



pengendalian,



pencatatan, pelaporan,pengarsipan dan pemantauan dan evaluasi pengelolaan.



Organizing Pelayanan lain yang dilakukan oleh apotik adalah pelayanan dalam hal penyimpanan obat-obatan. Penyimpanan obat-obatan disimpan dalam lemari kaca yang tidak memiliki lubang disetiap sudutnya. Penyimpanan tersebut dimaksudkan agar obat-obatan tidak mudah 9



rusak karena ketidak seimbangan lingkungan sekitar penyimpanan. Standar penyimpanan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana penyimpanan harus aman, terjamin dan baik mutunya. Setelah disimpan dalam tempat dan wadah yang sesuai, obat-obatan disusun secara alfabetis dan memakai sistim FIFO & FEFO (First in First Out & First Expayer Date First Out) dimana obat yang datang pertama kali akan keluar pertama kali dan obat yang memiliki tanggal masa berlaku mendekati habis akan keluar pertama kali. Pemakaian FIFO & FEFO tersebut disesuaikan dengan keadaan obat dan kondisi dilapangan saat dilakukan penyimpanan setiap bulannya. penyimpanan obat-obatan di Puskesmas Kawatuna semua disusun secara alfabetis.



Actuating Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi: a. Ruang penerimaan resep Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien. b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas) Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label Obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi atau standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup.Jika memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan. Pada ruang pelayanan resep dan peracik di Puskesmas Kawatuna ini berada dalam satu ruangan. Pada perlatan peracik terdapat satu buah penggerus obat, timbangan obat belum ada dan tidak dilengkapi dengan komputer ataupun pendingin ruangan. 10



c. Ruang penyerahan Obat Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku pencatatan penyerahan dan pengeluaran Obat.Ruang penyerahan Obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep. d. Ruang konseling Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi Obat (lampiran), formulir catatan pengobatan pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Pada Puskesmas Kawatuna belum tersedianya ruang konseling secara khusus pada puskesmas. e. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas.Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu. f. Ruang arsip Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik. Pada puskesmas Kawatuna, ruang arsip bersatu dengan ruang pengelolaan obat.



Controlling Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu: a. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan b. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.



11



Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan. Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang melakukan proses. Aktivitas monitoring perlu direncanakan untuk mengoptimalkan hasil pemantauan.



3. Output Secara garis besar, tidak ada program kerja tertentu yang ditargetkan oleh pelayanan apotik, melainkan melakukan pemenuhan yang memadai guna berjalannya pelayanan kesehatan yang paripurna. Semua obat yang dikeluarkan oleh apotik berdasarkan pada resep yang diberikan oleh dokter, sehingga hal tersebut sudah sesuai dengan peraturan pemerintah. Salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pelayanan kefarmasian di apotek adalah dengan studi kepuasan pelanggan.Kepuasan tercapai apabila jasa dan produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.(Narendra, 2017)



12



BAB IV PENUTUP



a.



Kesimpulan Berdasarkan atas pengamatan dan pemantauan dari puskesmas Kawatuna, dapat ditarik kesimpulan, antara lain: 1. Pelayanan kefarmasian yang dalam hal ini dibawahi oleh apotik puskesmas Kawatuna memiliki lingkup kerja dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan penyimpanan obat dan barang habis pakai. 2. Sistim pelayanan satu pintu yang dianut oleh apotik membuat adanya transparansi dan kemudahan dalam pengelolaan obat di puskesmas Kawatuna. 3. Pelayanan apotik telah berjalan dengan baik dan tidak ditemukan adanya gangguan dalam proses pemenuhan obat-obatan dan bahan habis pakai puskesmas.



b.



Saran Berdasarkan atas pengamatan dan pemantauan dari puskesmas Kawatuna, dapat diberikan saran, antara lain: 1. Pelayanan kefarmasian yang ada di puskesmas Kawatuna sebaiknya melakukan koordinasi dengan gudang obat sebelumnya untuk memastikan stok obat yang ada. 2. Lebih ketat dilakukan pencatatan obat yang telah tersimpan lama, guna memaksimalkan pemakaian obat dengan baik. 3. Pemenuhan sarana yang belum lengkap salah satunya pendingin ruangan, lemari obat, guna mempertahankan kondisi obat dalam kondisi yang baik. 4. Perlunya ruang konseling untuk peningkatan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kawatuna terutama pada pemberian obat yang memiliki efek samping dan cara penggunaan yang khusus agar informsi yang diterima pasien mengenai obatnya dapat lebih maksimal.



13



DAFTAR PUSTAKA



Mulyagustina, Wiedyaningsih, C, Kristina, S.A. 2017. Implementasi Standar Pelayanan Kefermasian Diapotek Kota Jambi. Jurnal Fakultas Farmasi UGM, Vol 7, No2 : Yogyakarta. Narendra, M.P, Skarayadi, O, Duda, M, Adirestuti, P. 2017. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Di Apotek Kimia Farma Gatot Subroto Bandung. Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi Vol.5. No 1: Bandung. Permenkes RI.2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Permenkes RI.2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 30 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. .



14



Dokumentasi



15



16