Laporan Pembuatan Yoghurt [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN ALAM PEMBUATAN YOGHURT



Nama



: Yunia S/ Karina Ika D/ Nastiti Dyah S



NIM



: D500180047 / D500180086 / D500180091



Kelompok



: 10



Hari/Tgl Percobaan : Jum’at/ 26 Maret 2021 Asisten



: Anggun Azis M



Dosen



: Akida Mulyaningtyas, ST, M.Eng



LABORATORIUM TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020



DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii BAB I TUJUAN PERCOBAAN .............................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................1 A. Pengertian Yoghurt ..................................................................................1 B. Prinsip Pembuatan Yoghurt .....................................................................2 C. Macam-macam Yoghurt............................................................................3 D. Manfaat Yoghurt ......................................................................................4 E. Standar Mutu Yoghurt .............................................................................6 F. Pengaruh Waktu Fermentasi pada Yoghurt .............................................6 BAB III ALAT DAN BAHAN ...............................................................................8 A. Alat ............................................................................................................8 B. Bahan ........................................................................................................8 C. Gambar Alat .............................................................................................9 BAB IV CARA KERJA ........................................................................................10 DIAGRAM ALIR ..................................................................................................11 BAB V HASIL PERCOBAAN ..............................................................................12 A. Hasil Percobaan ......................................................................................12 B. Pembahasan ............................................................................................ 13 BAB VI KESIMPULAN .......................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 16 LAMPIRAN .......................................................................................................... 18



ii



I.



TUJUAN PERCOBAAN 1. Membekali mahasiswa keterampilan membuat yoghurt 2. Mengamati perubahan struktur yang terjadi selama proses fermentasi berlangsung



II.



TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Yoghurt Susu adalah cairan yang bergizi berwarna putih dengan nutrient yang lengkap seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Susu mengandung seluruh asam amino esensial dan non esensial, mengandung vitamin yang lengkap A,B,C,D,E,K dan mengandung mineral utama Ca, P, KCl, Mg, Na. selain



itu susu memiliki



karakteristik salah satunya adalah produk yang mudah rusak (Perisable). Sifat perisable yang mudah rusak tersebut dikarenakan susu adalah media yang baik pertumbuhan mikroorganisme. Tetapi masyarakat Indonesia terhadap konsumsi susu murni masih banyak yang tidak menyukai hal ini disebabkan rasa yang hambar dan tidak manis. Alternatif susu agar disukai masyarakat adalah dengan melakukan proses pengolahan terhadap susu. Salah satu produk olahan susu adalah yoghurt (Edianingsih and Christi, 2020). Yoghurt adalah produk yang diperoleh dari susu yang dipasteurisasi, kemudian difermentasikan dengan bakteri tertentu sampai diperoleh keasaman, bau, dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Yoghurt terbuat dari susu sapi segar atau produk susu olahan, bakteri starter, pemberi cita rasa dan penambahan susu skim sebagai pengental (Rusmiati et al., 2008). Susu mentah yang digunakan untuk memproduksi yoghurt tidak boleh mengandung lebih dari 400.000 sel/cm3. Bahwa kualitas sensorik yoghurt lebih unggul dari susu dengan SCC rendah untuk yoghurt terbuat dari susu dengan SCC tinggi. Penurunan kualitas sensorik



1



2



yoghurt yang dihasilkan dari susu dengan lebih dari 800.000 sel/cm3. Penggunaan susu dengan SCC tinggi dalam produksi yoghurt menyebabkan peningkatan asam lemak, yang memiiki efek negatif pada sifat sensorik dari yoghurt (Ivanov et al., 2020). Yoghurt adalah hasil olahan susu dengan proses fermentasi oleh Bakteri Asam Laktat (BAL), yang mengubah laktosa susu menjadi asam laktat. Yoghurt banyak mengandung nutrisi berupa



protein,



lemak, kalsium, potassium, vitamin B (B1,B2, B6, asam nicotinic dan pantothenic) tetapi sedikit zat besi, vitamin C, karetenoid dan serat pangan.



BAL



yang



sering



digunakan



adalah



Streptococcus



thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus, kadang ditambah dengan Lactobacillus acidophilus (Zulaikhah and Fitria, 2020) . Yoghurt didefinisikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam. Selain berasa asam, yoghurt juga bisa ditambahkan perasa seperti buah, jus buah, ekstrak buah atau selai (Widodo, 2002).



B. Prinsip Pembuatan Yoghurt Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan penambahan bakteri asam laktat (BAL) seperti Streptococcus thermophiles dan Lactobacillus bulgaricus. Penambahan bakteri asam laktat akan mengubah lakttosa pada susu menjadi asam laktat sehingga pH akan turun. Penurunan pH atau meningkatnya asam akan menyebabkan protein susu mengalami koagulasi membentuk tekstur yang kental dengan aroma dan cita rasa yang khas. Kedua kultur ini saling menstimulir pertumbuhan satu dengan yang lainnya dan memberikan flavor pada kondisi yang optimum (Wisesa Diputra, Puspawati and Indri Hapsari A., 2017). Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus



3



thermophillus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan cita rasa. Lactobacillus bulgaricus berperan pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophillus berperan pada pembentukan pada cita rasa yoghurt. Pembentukan asam laktat terjadi melalui jalur Embden Meyerhoff Parnas (EMP) di mana glukosa akan diubah menjadi asam laktat(Yuli, Handayani and Harismah, 2017)



C. Macam-Macam Yoghurt Sekarang ini banyak dijumpai berbagai jenis yoghurt antara lain (Widodo, 2002): 1. Berdasarkan komposisinya a. Yoghurt berkadar lemak penuh yaitu dengan kandungan lemak di atas 3 % b. Yoghurt berkadar lemak medium yaitu dengan kandungan lemak antar 0,5 – 3% c. Yoghurt berkadar lemak rrendah yaitu dengan kandungan lemak di bawah 0,5% 2. Berdasakan metode pembuatannya a. Set Yoghurt Yoghurt yang dibuat dari fermentasi atau inkubasi susu dalam kemasan kecil sehingga gumpalan susu yang terbentuk tetap utuh dan tidak berubah sewaktu akan didinginkan atau sampai siap dikonsumsi. Umumnya merupakan plain yoghurt. b. Stirred Yoghurt Yoghurt yang dibuat dari fermentasi dalam wadah yang besar. Setelah fermentasi, yoghurt dikemas dalam kemasan kecil sehingga gumpalan susu dapat berubah atau pecah sebelum pengemasan dan pendinginan selesai.



4



3. Berdasarkan cita rasa a. Yoghurt alami atau sederhana adalah yoghurt yang tidak ditambah perasa sehingga rasa asamnya sangat tajam. b. Yoghurt buah adalah yoghurt yang ditambahkan dengan perasa lain seperti buah – buahan, sari buah, dan zat pewarna. D. Manfaat Yoghurt Manfaat mengonsumsi yoghurt yang mengandung probiotik antara lain meningkatkan pencernaan laktosa dan mencegah gangguan pencernaan. Yoghurt juga meningkatkan system kekebalan tubuh, mencegah infeksi Helicobacter pylori, mencegah osteoporosis, mengurangi



sembelit,



meningkatkan



penyerapan



nutrisis,



dan



mengurangi kolestrol (Utami et al., 2020) Yoghurt mempunyai banyak manfaat bagi tubuh antara lain mengatur saluran pencernaan, antidiare, antikanker, meningkatkan pertumbuhan, membantu penderita Lactose intolerance dan mengatur kadar kolestrol dalam darah (Hidayat,dkk,2013). Yoghurt dapat menurunkan kadar kolestrol darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah penyakit kanker saluran pencernaan. Manfaat yang terakhir ini dikarenakan yoghurt mengandung bakteri hidup sebagai probiotik dari makanan yang menguntungkan bagi mikroflora dalam saluran pencernaan. Selain itu mengkonsumsi yoghurt membolehkan seseorang yang menderita kelainan lactoce intolerance seolah mengkonsumsi susu. Lactoce intolerance adalah suatu kelainan dari seseorang yang akan diare setiap minum susu dikaenakan memiliki kekurangan laktosa dalam usus kecilnya(Thadani and Novak, 1996) Beberapa manfaat yoghurt yang ditimbulkan oleh bakteri asam laktat dalam yoghurt yaitu (Rusmiati et al., 2008) : 1. Mengatasi laktosa Intoleran



5



Bakteri asam laktat dalam yoghurt dapat enguraikan laktosa susu menjadi monosakarida yaitu glukosa dan galaktosa, sehingga susu mudah dicerna dan diserap tubuh. Selama pembuatan proses pembuatan yoghurt diperkirakan terdapat 30% laktosa susu yang diurai menjadi glukosaa dan galaktosa. 2. Menyeimbangkan sistem pencernaan Bakteri dalam yoghurt akan menjaga keseimbangan flora normal usus, sehingga dapat memperbaiki dan menyempurnakan fungsi pencernaan. Selain itu, yoghurt juga memiliki daya antibiotika yang dapat menghindarkan pembusukan dini dalam usus halus. 3. Menurunkan kadar kolestrol Bakteri asam laktat dalam yoghurt dapat menghasilkan sejumlah asam organic seperti asam propionat, dan asam orotat yang berperan dalam penurunan kadar kolestrol. Asam propionat akan menghambat sintesis kolestrol dalam hati dengan cara menekan aktivitas enzim 3-hidroksi-3-metil glutaril CoA reduktase sebagai salah satu pemicu sintesis kolestrol. 4. Mencegah kanker Senyawa yang tergandung salam yoghurt akan memacu sistem pertahanan tubuh, seperti interferon dan sel NK (Natural Killer Cell) yang akan melawan tumor dan kanker. Selain itu unsur probiotik dalam yoghurt akan menekan pertumbuhan dan aktiviitas mikroba usus halus yang mempoduksi senyawa racun atau asam lemak berantai pendek. 5. Mengatasi infeksi jamur dan bakteri Bakteri asam laktat dalam yoghurt akan menghasilkan suatu senyawa antimikroba yang disebut bakteriosin yang akan melawan infeksi mikroba pathogen dalam tubuh, seperti infeksi karena jamur Candida albicans dan bakteri Helicobacter pylori.



6



6. Kaya kalsium Dalam satu gelas yoghurt rata – rata terkandung sekitar 450 mg kalsium. Mineral ini sangat bermanfaat bagi kesehatan kolon. 7. Sumber protein Satu gelas yoghurt mengandung 10 – 14 gram protein atau sekitar 20 persen dan kebutuhan protein harian. Proses fermentasi membuat protein yang ada pada yoghurt lebih mudah dicerna. Keberadaan protein yang mudah dicerna serta asam laktat yang meningkatkan penyerapan mineral, membuat yoghurt



baik



dikonsumsi oleh anak dengan gangguan penyerapan di saluran cerna. E. Standar Mutu Yoghurt Syarat mutu susu segar adalah kadar protein 2,7%, lemak minimal 3%, dan berat kering tanpa lemak 8%. Yoghurt yang baik memiliki kadar protein minimal 3,5 %. Kadar protein yoghurt ditentukan oleh kualitas susu segar sebagai bahan dasarnya. Semakin tinggi kadar protein susu semakin baik kualitas yoghurt yang dihasilkan (Wahyudi, 2006). F. Pengaruh Waktu Fermentasi Pada Yoghurt Fermentasi adalah proses mengubah karbohidrat menjadi alcohol. Zat yang bekerja dalam proses fermentasi adalah enzim yang dibuat oleh sel bakteri. Yoghurt adalah makanan yang berasal dari susu sapi dan bisa dibuat dari susu skim yang memiliki rasa asam sebagai hasil fermentasi oleh bakteri tententu. Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermopillus (Noprianto et al., 2020). Lama fermentasi dan jenissusu juga berpengaruh terhadap karakteristik yoghurt yang dihasilkan. Penyimpanan yang terlalu lama dapat membuat yoghurt mengalami kerusakan fisik berupa terpisahnya yoghurt. Hal ini dikarenakan penurunan pH hingga sekitar pH



7



fioelektrik kasein (4,6) yang membuat penurunan daya iikat air. Semakin lama susu disimpan pada suhu rendah maka glubula-grobula lemak bergerak ke permukaan dan membentu suatu lapisan di permukaan susu dalam yoghurt (Tursina, Irfan and Haryani, 2019).



III.



ALAT DAN BAHAN A. Alat Berikut ini merupakan alat yang digunakan dalam praktikum teknologi bahan pangan : Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum teknologi bahan pangan No



Nama Alat



1.



Gelas



2.



Kompor



3.



Panci



4.



Sendok



5.



Botol



Ukuran



Jumlah



200 ml



1



-



1



1000 mL



1



-



1



200 mL



4



B. Bahan Berikut ini merupakan bahan yang digunakan dalam praktikum teknologi bahan pangan : Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum teknologi bahan pangan No



Nama Bahan



Jumlah



1.



Air



Secukupnya



2.



Susu Bubuk Skim



25 Gram



3.



Susu Segar Cair



1000 mL



4.



Plain Yoghurt



8 sdt



8



9



C. Gambar Alat Berikut merupakan alat yang digunakan dalam pembuatan plain yogurt.



3



2



1



Keterangan : 1. Kompor 2. Panci 1000 mL 3. Sendok



Gambar 1. Proses Pemanasan.



IV.



CARA KERJA Susu segar cair sebanyak 1000 ml dan susu bubuk 25 gram dituangkan ke dalam panci dan dipanaskan menggunakan kompor dengan api kecil sambil diaduk perlahan. Saat proses pemanasan pastikan susu jangan sampai mendidih dan hangus pada bagian bawah (suhu berkisar antara 70-80oC). Setelah susu sudah cukup panas, angkat susu dan dinginkan sambil diaduk secara perlahan hingga susu dingin dan tidak berasap (suhu 43oC). Pindahkan susu kedalam botol dan tambahkan plain yogurt ke dalam botol sebanyak 1 sdt, 1 ½ sdt, 2 sdt dan 2 ½ sdt. Letakkan botol yang berisi susu ke sudut ruangan yang suhunya stabil dan diselimuti menggunakan kain hangat, kemudian didiamkan selama 11 jam. Setelah didiamkan selama 11 jam, dilakukan uji organoleptik.



10



11



Gambar 2. Diagram alir pembuatan yogurt.



V.



HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Percobaan Berikut ini merupakan data hasil percobaan teknologi bahan pangan Tabel 3. Analisis organoleptic pada percobaan teknologi bahan pangan No



1.



Uji



Rasa



Variasi Penambahan Starter 1 sdt



1,5 sdt



2 sdt



2,5 sdt



Hambar



Hambar



Sedikit



Asam



Asam 2.



Warna



Putih



Putih



Sedikit



Kuning



Kuning 3.



Aroma



Susu



Sedikit



Asam



Sangat



Asam 4.



Tekstur



Sangat



Kental



Asam Kental



Sangat



Encer



Kental



Tabel 4. Skala Uji Organoleptik No.



Uji



Skala Uji Organoleptik 1



1.



Rasa



Hambar



2 Sedikit



3 Asam



Asam 2.



Warna



Putih



Sedikit



Aroma



Susu



Sedikit



Kuning



Tekstur



Sangat



Encer



Encer



Sangat Kuning



Asam



Asam 4.



Sangat Asam



Kuning 3.



4



Sangat Asam



Kental



Sangat Kental



12



13



B. Pembahasan Yoghurt didefinisikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam. Selain berasa asam, yoghurt juga bisa ditambahkan perasa seperti buah, jus buah, ekstrak buah atau selai. Pada praktikum teknologi bahan pangan ini menggunakan bahan yaitu susu segar dan susu bubuk skim dengan variasi penambahan starter yaitu (1 : 1,5 : 2 : 2,5) sdt. Percobaan ini dilakukan dengan memanaskan susu segar yang di tambah dengan 25 gram susu bubuk skim serta pemanasan berlangsung sekitar suhu 70°C - 80°C. Setelah susu mulai panas dan tidak sampai mendidih, maka proses pemanasan di hentikan lalu di dinginkan sampai tidak ada asap atau suhu berkisar 43°C. Setelah dingin tuangkan ke dalam wadah yang telah di siapkan yang berjumlah 4 wadah, kemudian masukkan penambahan variasi starter yaitu (1 : 1,5 : 2 : 2,5) sdt dalam setiap wadahnya. Kemudian letakkan botol atau wadah tersebut ke sudut ruangan dengan botol atau wadah di selimuti lap yang hangat agar suhu nya tetep stabil (suhu berkisar 38ºC) dan diamkan selama 11 jam. Hal ini bertujuan untuk membentuk senyawa asam laktat, asetildehida, diasetil, dan senyawa yang mudah menguap yang di hasilkan dari bakteri pada starter serta senyawa tersebut akan memberikan cita rasa pada yogurt. Pada saat proses pemanasan juga memiliki tujuan yaitu melarutkan susu dan mematikan organisme pencemar atau zat pengotor yang ada di dalam bahan. Salah satu faktor keberhasilan dari praktikum teknologi bahan pangan ini adalah pada proses fermentasi karena pada proses ini terbentuk karakteristik produk akhir. Proses fermentasi terjadi proses hidrolisis enzimatis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Lalu glukosa di uraikan menjadi beberapa tahapan dekomposisi sehingga menghasilkan asam lakatat. Pada proses ini bakteri Lactobacillus bulgaricus berperan dala pembentukan aroma sedangkan bakteri Strepcocus thermophillus berperan dalam pembentukan cita rasa. Kegagalan yang sering terjadi pada proses



14



fermentasi yaitu pda suhu inkubasi yang terlalu rendah, karena dapat mengakibatkan laju sintesis asam laktat menjadi lambat. Dalam praktikum pembuatan yogurt ini menggunakan uji organoleptik yang di lakukan pada sampel 7 orang. Analisis organoleptic ini menguji rasa, warna, aroma, dan tekstur. Pada saat variasi penambahan starter 1 sendok teh dihasilkan rasa hambar yaitu pada skala 1, berwarna putih pada skala 1, beraroma susu pada skala 1, dan bertekstur sangat encer pada skala 1. Pada saat variasi penambahan starter 1,5 sendok teh dihasilkan rasa hambar yaitu pada skala 1, berwarna putih pada skala 1, beraroma sedikit asam pada skala 2, dan bertekstur kental pada skala 3. Pada saat variasi penambahan starter 2 sendok teh dihasilkan rasa sedikit asam yaitu pada skala 2, berwarna sedikit kuning pada skala 2, beraroma asam pada skala 3, dan bertekstur kental pada skala 3. Dan pada saat variasi penambahan starter 2,5 sendok teh dihasilkan rasa asam yaitu pada skala 3, berwarna kuning pada skala 3, beraroma sangat asam pada skala 4, dan bertekstur sangat kental pada skala 4. Saat uji rasa dipeorleh rasa yang berbeda-beda hal ini dikarenakan ada perbedaan nilai pH dari masing-masing sampel. Sedangkan saat uji warna yang dihasilkan dari kandungan lemak susu segar, jika semakin tinggi kadar lemak maka akan semakin berwarna. Perbandingan hasil percobaan pembuatan yogurt dari kelompok 14. Pada yogurt dengan penambahan starter 1 sdt diperoleh rasa hambar pada skala 1, warna putih pada skala 1, aroma susu sapi pada skala 1, dan tekstur sangat encer skala 1. Pada yoghurt dengan penambahan starter 2 sdt diperoleh rasa sedikit asam pada skala 2, warna putih pada skala 1, aroma susu pada skala 1, dan tekstur encer pada skala 2. Pada yoghurt dengan penambahan 3 sdt starter diperoleh rasa asam pada skala 3, warna sedikit kuning pada skala 2, aroma sedikit asam pada skala 2, dan tekstur encer pada skala 2. Pada yoghurt dengan penambahan 4 sdt starter diperoleh rasa sangat asam pada skala 4, warna sedikit kuning pada skala 2, aroma asam pada skala 3, dan tekstur kental pada skala 3.



VI. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang dilakukan yaitu pembuatan yogurt dengan menggunakan bahan susu segar dan susu skim di tambah starter dapat di peroleh kesimpulan yaitu hasil analisis organoleptic untuk setiap variasi penambahan starter pada uji rasa , diperoleh rasa semakin asam. Uji warna seluruhnya berwarna sedikit kuning. Uji aroma di peroleh aroma yogurt seperti susu sedikit asam dan ada yang asam. Uji pada setiap penambahan starter yaitu semakin asam. Dan uji tekstur pada setiap penambahan starter semakin kental. Pada uji rasa starter 1 sdt dan 1,5 sdt di dapatkan rasa hambar, pada starter 2 sdt di dapatkan rasa sedikit asam dan pada starter 2,5 sdt di dapatkan rasa asam. Pada uji warna untuk starter 1 sdt dan 1,5 sdt masih berwarna putih susu, pada starter 2 sdt di hasilkan warna sedikit kuning dan pada starter 2,5 sdt di hasilkan warna kuning. Pada uji aroma untuk starter 1 sdt di hasilkan aroma susu, untuk starter 1,5 sdt di hasilkan aroma sedikit asam, untuk starter 2 sdt di hasilkan aroma asam dan untuk starter 2,5 sdt di hasilkan aroma sangat asam. Pada uji tekstur untuk starter 1 sdt di hasilkan sangat encer, untuk starter 1,5 sdt dan 2 sdt di hasilkan kental dan untuk starter 2,5 sdt di hasilkan sangat kental.



15



DAFTAR PUSTAKA Edianingsih, P. and Christi, R. F. (2020) ‘Pengenalan Berbagai Olahan Susu Sebagai Alternatif Usaha yang Menjanjikan di Masyakarat Desa Cisempur Jatinangor Sumedang Jawa Barat’, JPKMI (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia), 1(4), pp. 299–305. doi: 10.36596/jpkmi.v1i4.122. Ivanov, G. et al. (2020) ‘Volatile organic compound profiles of yoghurt produced from cow’s milk with different somatic cell counts’, International Journal of Dairy Technology, 73(3), pp. 563–569. doi: 10.1111/1471-0307.12702. Noprianto, R. et al. (2020) ‘The Effect Of Addition Of Fruit Sari ( Dimorcarpus Longan ) To Skim Milk In Yoghurt Drink’, 1(1), pp. 18–24. Rusmiati, D. et al. (2008) ‘Penyuluhan Pentingnya Konsumsi Yoghurt dan Metode Pembuatannya dengan Cara Sederhana dalam Rangka Peningkatan Derajat Kesehatan dan Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Sukaluyu Kota Bandung’, pp. 36–40. Thadani, S. G. and Novak, M. (1996) ‘Non-Stationary stochastic modeling techniques for reservoir description: An application from the Alaskan North Slope’, Society of Petroleum Engineers - SPE Annual Technical Conference and Exhibition, 1(2), pp. 67–82. doi: 10.2118/36502-ms. Tursina, T., Irfan, I. and Haryani, S. (2019) ‘Tingkat Penerimaan panelis Terhadap Yoghurt Dengan Perlakuan Lama Fermentasi, Jenis susu dan Lama penyimpanan yang Berbeda’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 4(3), pp. 65– 74. doi: 10.17969/jimfp.v4i3.11637. Utami, M. M. D. et al. (2020) ‘Teknologi Pengolahan Yoghurt Sebagai Diversifikasi Produk Susu Kambing pada Kelompok Ternak Desa Wonoasri Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember’, PRIMA: Journal of Community Empowering and Services, 4(1), p. 30. doi: 10.20961/prima.v4i1.39531.



Widodo, W. (2002) ‘Bioteknologi fermentasi susu’, pp. 1–29. Wisesa Diputra, K., Puspawati, N. and Indri Hapsari A., N. (2017) ‘Pengaruh penambahan susu skim terhadap karakteristik yoghurt jagung manis (Zea Mays L. Saccharata)’, Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (Itepa), 5(2), pp. 142–152. Yuli, J. P., Handayani, Z. and Harismah, K. (2017) ‘Pembuatan yoghurt kulit semangka dengan pemanis stevia dan uji sifat kimia - fisika’, The 6th University Research Colloquium, pp. 171–176. Zulaikhah, S. R. and Fitria, R. (2020) ‘Pengaruh Penambahan Sari Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca) sebagai Perisa Alami terhadap Warna, Total Padatan Terlarut dan Sifat Organoleptik Yogurt’, Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 15(4), pp. 434–440. doi: 10.31186/jspi.id.15.4.434-440.



LAMPIRAN A. DATA PERCOBAAN Susu segar cair : 1000 mL Susu SKIM : 25 gram Suhu Pemanasan : 70-80oC Suhu pendinginan : 40oC Suhu di diamkan : 38oC Variasi Starter : 1 sdt; 1,5 sdt; 2 sdt; 2,5 sdt Table 5. Data Uji Organoleptik No.



Nama



Variasi Rasa



Warna



Aroma



Tekstur



sdt



1



3



1



2



1,5 sdt



1



2



2



3



2



sdt



2



3



3



4



2,5 sdt



3



4



4



4



1



sdt



1



2



1



1



1,5 sdt



1



1



2



3



2



sdt



1



1



3



4



2,5 sdt



3



3



4



4



1



sdt



1



1



1



1



1,5 sdt



1



2



2



4



2



sdt



2



2



3



3



2,5 sdt



3



3



4



4



1



sdt



1



1



2



1



1,5 sdt



1



2



3



3



2



sdt



2



2



4



3



2,5 sdt



3



3



4



4



Starter 1.



2.



3.



4.



Ita



Lusi



Warsiti



Agus



Uji Organoleptik



1



18



19



5.



6.



7.



Eni



Endar



Dyah



1



sdt



1



1



1



2



1,5 sdt



1



2



1



3



2



sdt



2



2



3



3



2,5 sdt



3



3



4



4



1



sdt



1



1



1



1



1,5 sdt



1



2



1



3



2



sdt



1



2



3



3



2,5 sdt



2



4



4



4



1



sdt



1



1



1



2



1,5 sdt



1



2



2



2



2



sdt



2



2



3



3



2,5 sdt



3



4



4



4



20



Berikut ini hasil gambar masing-masing yoghurt dengan variasi starter berbeda:



Gambar 2. Yoghurt dengan starter 1 sdt Gambar 3.Yoghurt dengan starter 1,5 sdt



Gambar 4. Yoghurt dengan starter 1 sdt Gambar 5.Yoghurt dengan starter 1,5 sdt



LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN ALAM



I. Judul Percobaan Hari/tanggal



: Teknologi Bahan Pangan : Jum’at, 26 Maret 2021



Anggota Kelompok : 1. Yunia Sayekti (D500180047) 2. Karina Ika Damayanti (D500180086) 3. Nastiti Dyah Sekarini (D500180091) Asisten Pembimbing : Anggun Azis Mulyanti



II.



Data Percobaan Dari percobaan yang telah di lakukan dapat di peroleh data hasil percobaan teknologi bahan pangan sebagai berikut Tabel 1. Analisis organoleptic pada percobaan teknologi bahan pangan No



1.



Uji



Rasa



Variasi Penambahan Starter 1 sdt



1,5 sdt



2 sdt



2,5 sdt



Hambar



Hambar



Sedikit



Asam



Asam 2.



Warna



Putih



Putih



Sedikit



Kuning



Kuning 3.



Aroma



Susu



Sedikit



Asam



Asam 4.



Tekstur



Sangat



Kental



Encer



Sangat Asam



Kental



Sangat Kental



21



Table 2. Skala Uji Organoleptik No.



Uji



Skala Uji Organoleptik 1



1.



Rasa



2



Hambar



3



Sedikit



4



Asam



Asam 2.



Warna



Putih



Asam



Sedikit



Kuning



Kuning 3.



Aroma



Susu



Sedikit



Tekstur



Sangat



Sangat Kuning



Asam



Asam 4.



Sangat



Sangat Asam



Encer



Kental



Encer



Sangat Kental



Table 3. Data Uji Organoleptik No.



Nama



Variasi Rasa



Warna



Aroma



Tekstur



sdt



1



3



1



2



1,5 sdt



1



2



2



3



4



sdt



2



3



3



4



2,5 sdt



3



4



4



4



3



sdt



1



2



1



1



1,5 sdt



1



1



2



3



4



sdt



1



1



3



4



2,5 sdt



3



3



4



4



Starter 1.



2.



Ita



Lusi



Uji Organoleptik



3



23



3.



4.



5.



6.



7.



Warsiti



Agus



Eni



Endar



Dyah



3



sdt



1



1



1



1



1,5 sdt



1



2



2



4



4



sdt



2



2



3



3



2,5 sdt



3



3



4



4



3



sdt



1



1



2



1



1,5 sdt



1



2



3



3



4



sdt



2



2



4



3



2,5 sdt



3



3



4



4



3



sdt



1



1



1



2



1,5 sdt



1



2



1



3



4



sdt



2



2



3



3



2,5 sdt



3



3



4



4



3



sdt



1



1



1



1



1,5 sdt



1



2



1



3



4



sdt



1



2



3



3



2,5 sdt



2



4



4



4



3



sdt



1



1



1



2



1,5 sdt



1



2



2



2



4



sdt



2



2



3



3



2,5 sdt



3



4



4



4



Review Jurnal Internasional Judul



Volatile Organic Coumpound Profiles of Yoghurt Produced From Cow’s Milk With Different Somatic Cell Counts



Jurnal



International Journal of Dairy Technology



Volume & Halaman



Vol 0 Hal 1-7



Tahun



2020



Penulis



Galin Ivanov, Ertugrul B, Ivelina I, dan Milena D



Tujuan Penelitian



Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah sel somatic (SCC) susu sapi mentah terhadap senyawa organic volatile (VOC) yoghurt.



Teori dan Isi Penelitian



Menurut Rogers dan Mitchell (2014) bahwa kualitas sensorik yoghurt dari susu SCC rendah lebih unggul dari[ada yoghurt dari susu dengan SCC tinggi. Analisis senyawa organic volatile dalam sampel yoghurt diekstraksi dengan ekstraksi mikro fase padat (SPME) untuk analisis kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS). Tiga batch susu mentah yang digunakan untuk produksi yoghurt ditandai dengan L,M,H. Pada analysis senyawa karbonil dan berat molekul rendah dalam yoghurt, Secara signifikan (P 0.05).



Table 2 Physicochemical characteristics of yoghurt samples. Characteristics Yoghurt samples



Dry matter, %



Fat, %



Batch L (n = 5) Batch M (n = 5) Batch H (n = 5)



13.20  0.38 13.26  0.40a 13.25  0.41a



3.8  0.24 3.7  0.19a 3.8  0.17a



a



a



Proteins, %



Lactose, %



3.28  0.20 3.27  0.18a 3.35  0.22a



3.77  0.21 3.87  0.15a 3.75  0.23a



a



a



4.40  0.06 4.35  0.05a 4.38  0.07a a



0.680  0.024a 0.682  0.032a 0.684  0.029a



Within same column bearing a common superscript alphabets did not differ significantly (P > 0.05).



In the present study, no statistically significant differences (P > 0.05) were established in the concentrations of the investigated carbonyl compounds and low molecular weight fatty acids between the yoghurts from batches L and M. This showed that the SCC variations of raw cow’s milk up to 500,000 cells/cm3 did not affect significantly the biochemical processes concerning the production of the above compounds. Significantly (P < 0.05) lower concentrations of the carbonyl compounds and higher concentrations of butanoic and hexanoic acids were established in the yoghurt of batch H compared to batches L and M. These data show that the SCC of milk had significant influence on the biochemical processes resulting in the formation of substances contributing to the yoghurt aroma. It is well known that diacetyl and acetone have a positive effect on the aroma of fermented milk. Together with acetaldehyde, they are responsible for the formation of the characteristic aroma of yoghurt (Tamime and Robinson 1999; Cheng 2010). From this point of view, their lower content in milks with high SCC could be considered the reason for obtaining yoghurts with slightly expressed aroma. On the other hand, the higher butanoic and hexanoic acid content in these yoghurts is a precondition for the appearance of some taste defects. The increased content of low molecular weight fatty acids in milk is normally associated with the occurrence of lipolytic processes. These processes are considerably more intensive in mastitis milk (Le Marechal et al. 2011). This could also explain the significantly higher (P < 0.05) butanoic and hexanoic acid content established in the present study in the yoghurts obtained from milk with a high SCC. It is known that somatic cells 4



are a source of lipases, which are released into the milk during its processing and storage (Richoux et al. 2014). These processes are among the main reasons for the appearance of organoleptic defects and the respective reduction in the shelf life of dairy products obtained from milks with high SCCs (Fernandes et al. 2007; Le Marechal et al. 2011). The results in the present study showed that a SCC in milk exceeding 500,000 cells/cm3 was related to negative changes in the carbonyl compound profile of yoghurt, which were the basis for the appearance of some sensory defects.



Sensory analysis of yoghurt The results from the sensory analysis of the yoghurt test samples at the end of the cold storage are presented in Figure 2. No statistically significant (P > 0.05) differences were established in the scores for colour, thickness, taste and aroma of yoghurts obtained from raw milk with a low or medium SCC (batches L and M). This showed that the variations in the SCC of cow’s milk within up to 500 000 cells/cm3 had no significant (P > 0.05) effect on the sensory characteristics of the fermented milks. This conclusion was in agreement with the results from the analysis of the carbonyl compounds in the test samples, which demonstrated the similarity in the profiles of the carbonyl compounds and low molecular fatty acids in the yoghurts from the L and M batches. The carbonyl compounds played an important role in the formation of the specific flavour complex of yoghurt; hence, the similarities in their composition in samples L and M were the main prerequisite for their similar organoleptic characteristics. © 2020 Society of Dairy Technology



Colour online, B&W in print



Vol 0 Abundance 4



700 000



TIC: YRT3.D\data.ms



1



650 000 600 000 550 000 500 000 450 000



2



400 000 350 000 300 000 250 000 200 000



3



10 9



150 000



11



5



100 000



7



6 50 000



12



8 2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



Time-->



(1)Acetone; (2)Diacetyl; (3)2,3-Pentanedione; (4)Acetoin; (5)Butanoic acid; (6)Hexanal; (7)2-Heptanone; (8)Heptanal; (9)2-Methyl-3-Heptanone; (10)2-Methyl-Pentanoic acid; (11)Hexanoic acid; (12)2-Nonanone. Figure 1



Chromatogram of carbonyl compounds and low molecular weight fatty acids in yoghurt samples.



Table 3 Carbonyl compounds and low molecular weight fatty acid content in yoghurt test samples (batches L, M and H). Carbonyl compound concentration in yoghurt samples, µg/kg Carbonyl compounds



Ret. time, Min



Batch L (n = 5) mean  SD



Acetone Diacetyl 2,3-Pentanedione Acetoin Butanoic acid Hexanal 2-Heptanone Heptanal Hexanoic acid 2-Nonanone



1.423 1.698 2.457 2.598 4.021 4.142 6.568 6.893 9.964 13.417



1750 2413 761 2489 8214 423 263 30 10300 22



         



52.5a 72.4a 30.4a 74.7a 246.4a 21.2a 13.2a 1.9a 309a 1.8a



Batch M (n = 5) mean  SD 1700 2452 754 2433 7917 398 278 27 9905 25



         



51a 73.6a 30.2a 73a 237.5a 19.9a 13.9a 1.6a 297.2a 2.1a



Batch H (n = 5) mean  SD 1619  1944  736  1275  14243  344  427  0b 16718  21 



48.6a 58.3b 29.4a 63.8b 427.3b 17.2b 21.4b 401.5b 1.6a



Within same row bearing a common superscript alphabets did not differ significantly (P > 0.05).



© 2020 Society of Dairy Technology



5



Vol 0



Taste



Colour 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0



Aroma



Batch L Batch M Batch H Thickness (by spoon)



Thickness (by taste of mouth)



Figure 2 Sensory evaluation scores of the test yoghurt samples according to the following hedonic scale: 1 very bad; 2 bad; 3 not bad not good; 4 good; and 5 very good.



The results obtained (Figure 2) showed that the sensory evaluation scores of the yoghurts produced from raw milk with a high SCC (batch H) were considerably lower (P < 0.05) than those of batches L and M. The colour scores were an exception since no statistically significant (P > 0.05) differences were established for this characteristic in all test samples. The most significant effect of the SCC was observed with the thickness and aroma characteristics. The batch H samples had the lowest scores for these indicators. A possible explanation could be the negative effect of the increased SCC on the carbonyl compound profile of the yoghurt, demonstrated mainly in the poorly expressed aroma of the finished product. The looser coagulum of the yoghurt made from milk with a higher SCC is also a common defect (Oliveira et al. 2002; Fernandes et al. 2007). This was also the reason for the lower organoleptic score on this characteristic for the batch H test samples. The increased SCC had a negative effect on the taste and texture of the yoghurt (Figure 2). The results obtained showed that the SCC of the raw cow’s milk exceeding 1 000 000 cells/cm3 affected the organoleptic characteristics of the yoghurt. Oliveira et al. (2002) also reported lower organoleptic scores for yoghurt made from raw cow’s milk with a SCC above 800 000 cells/cm3. For a complete sensory analysis of the yoghurt test samples, further sensory characterisation is required in terms of projective methods (Judacewski et al. 2019) and descriptive tests (Oliveira et al. 2017; Torres et al. 2017). CONCLUSIONS The results obtained in the present study showed that the SCC variations of raw cow’s milk up to 500 000 cells/cm3 did not affect the yoghurt composition significantly. The increase in the SCC in milk above 500 000 cells/cm3 had a considerable impact on the profile of the carbonyl compounds and low molecular weight fatty acids in yoghurt.



6



Significantly (P < 0.05) lower concentrations of diacetyl, 2,3-pentanedione, acetoin, hexanal, 2-heptanal, heptanal, and 2-nonanone, and higher concentrations of butanoic and hexanoic acids were established in the yoghurt produced from cow’s milk with a high SCC (1 000 000 cells/cm3). These changes in the profile of the carbonyl compounds of yoghurt had considerable effect on its sensory characteristics. The sensory evaluation scores of the yoghurts produced from raw milk with a higher SCC were significantly lower (P < 0.05) than those of the other batches. It can be concluded that the increase in the SCC of the raw cow’s milk negatively affected the profile of the volatile organic compounds and the organoleptic characteristics of the yoghurt, respectively. The results of the present study will aid the better evaluation of the effect of raw caw’s milk SCC on yoghurt quality. REFERENCES Bobbo T, Penasa B M and Cassandro M (2019) Genetic aspects of milk differential somatic cell count in Holstein cows: A preliminary analysis. Journal of Dairy Science 102 4275–4279. Cheng H (2010) Volatile flavor compounds in yogurt: A review. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 50 938–950. Coelho V, Chr Rodrigues, Corassin C, Balthazar C, Cappato L, Vinicius M, Ferreira S, Cruz A and Oliveira C (2017) Milk with different somatic cells counts and the physicochemical, microbiological characteristics and fatty acid profile of pasteurised milk cream: is there an association. International Journal of Food Science & Technology 52 2631–2636. Draper N and Smith H (1998) Applied Regression Analysis, 3rd edn, pp. 135–149. A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons, Inc., Toronto. El-Hajjaji S, Gerard A, De Laubier J, Di Tanna S, Laine A, Patz V and Sindic M (2019) Overview of the local production process of raw milk butter in Wallonia (Belgium). International Journal of Dairy Technology 72 466–471. Fernandes A, Moretti T, Bovo F, Lima C and Oliveria C (2007) Effect of somatic cell count on lipolysis, proteolysis and apparent viscosity of UHT milk during storage. International Journal of Dairy Technologies 61 327–332. Guichard E (2002) Interactions between flavor compounds and food ingredients and their influence on flavor perception. Food Reviews International 18 49–70. Hekmat S and Reid G (2006) Sensory properties of probiotic yogurt is comparable to standard yogurt. Nutrition Research 26 163–166. Hernandez-Ramos P A and Vivar-Quintana A M (2019) Estimation of somatic cell count levels of hard cheeses using physicochemical composition and artificial neural networks. Journal of Dairy Science 102 1014–1024. Judacewski P, Los P R, Lima L S, Alberti A, Zielinski A A F and Nogueira A (2019) Perceptions of Brazilian consumers regarding white mould surface-ripened cheese using free word association. International Journal of Dairy Technologies 72 585–590. Kenward R (1987) Wildlife Radio-Tagging Equipment, Field Techniques and Data Analysis. Academic Press, London.



© 2020 Society of Dairy Technology



Vol 0



Le Marechal C, Thiery R, Vautor E and Le Loir Y (2011) Mastitis impact on technological properties of milk and quality of milk products—a review. Dairy Science & Technology 91 247–282. Nielsen S S (2003) Food Analysis, 4th edn. Springer Science+Business Media LLC, New York, NY. https://doi.org/10.1007/978-1-44191478-1 Oliveira C, Fernandes A, Neto O, Fonseca L, Silva E and Balian S (2002) Composition and sensory evaluation of whole yogurt produced from milk with different somatic cell counts. Australian Journal of Dairy Technology 57 192–196. Oliveira E W, Esmerino E A, Thomas Carr B, Pinto L P F, Silva H L A, Pimentel T C, Bolini H M A, Cruz A G and Freitas M Q (2017) Reformulating Minas Frescal cheese using consumers’ perceptions: Insights from intensity scales and check-all-that-apply questionnaires. Journal of Dairy Science 100 6111–6124. Rainard P, Foucras G, Boichard D and Rupp R (2018) Invited review: Low milk somatic cell count and susceptibility to mastitis. Journal of Dairy Science 101 6703–6714. Richoux R, Boutinaud M, Martin P and Gagnaire V (2014) Role of somatic cells on dairy processes and products. Dairy Science and Technology 94 517–538. Rogers S A and Mitchell G E (1994) The relationship between somatic cell count, composition and manufacturing properties of bulk milk 6. Cheddar cheese and skim milk yoghurt. Australian Journal of Dairy Technology 49 70–74.



© 2020 Society of Dairy Technology



Rysanek D V and Babak Zouharova M (2007) Bulk tank milk somatic cell count and sources of raw milk contamination with mastitis pathogens. Veterinarniy Medicana 52 223–230. Santos A B, Fernandes A S, Wagner R, Jacob-Lopes E and Zepka L Q (2016) Biogeneration of volatile organic compounds produced by Phormidium autumnale in heterotrophic bioreactor. Journal of Applied Phycology 28 1561–1570. Tamime A and Robinson R (1999) Yoghurt, science and technology. International Journal of Dairy Technology 61 112–113. T€ opel A (2004) Chemie und physik der milch, pp. 369–434. Behr’s Verlag GmbH & Co. KG, Hamburg, DE. Torres R, Esmerino E A, ThomasCarr B, Ferr~ao L L, Granato D, Pimentel T C, Bolini H M A, Freitas M Q and Cruz A G (2017) Rapid consumer-based sensory characterization of requeij~ao cremoso, a spreadable processed cheese: Performance of new statistical approaches to evaluate check-all-that-apply data. Journal of Dairy Science 100 6100–6110. Van Durme J, Goiris K, De Winne A, De Cooman L and Muylaert K (2013) Evaluation of the volatile composition and sensory properties of five species of microalgae. Journal of Agricultural and Food Chemistry 61 10881–10890. Zhang Z, Li T L, Wang D, Zhang L and Chen G (2009) Study on the volatile profile characteristics of oyster Crassostrea gigas during storage by a combination sampling method coupled with GC/MS. Food Chemistry 115 1150–1157.



7



Jurnal Sain Peternakan Indonesia Available at https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jspi/index DOI: https://doi.org/10.31186/jspi.id.15.4.434-440



P-ISSN 1978-3000 E-ISSN 2528-7109 Volume 15 Nomor 4 edisi Oktober-Desember 2020



Pengaruh Penambahan Sari Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca) sebagai Perisa Alami terhadap Warna, Total Padatan Terlarut dan Sifat Organoleptik Yogurt The Effect of Additional Ambon Banana Juice (Musa paradisiaca) as a Natural Flavour Toward Color, Total Dissolved Solid and Organoleptic Properties of Yogurt S. R. Zulaikhah, dan R. Fitria Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto Jln. Sultan Agung No. 42 Karangklesem Purwokerto Selatan, Banyumas Corresponding e-mail: [email protected]



ABSTRACT The purpose of this study was to obtain data on the effect of additional natural Ambon banana fruit juice toward the color, total solution solids and organoleptic properties (color and viscocity) of yogurt. The experimental design used was a non factorial randomized block design with the addition of levels of natural Ambon banana fruit juice (0%, 2%, 4% and 6%) with blocks of 3 times. Data for color and total dissolved solids of yogurt if there was a significant effect (P 0.05). The effect of the addition of banana juice treatment did not have a significant effect on the organoleptic test for viscosity of yogurt. Key words: Yogurt, ambon banana, color, total dissolved solids, organoleptic properties



ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk memperoleh data mengenai pengaruh penambahan sari buah alami pisang Ambon terhadap warna, total padatan terlarut dan sifat organoleptik (warna dan kekentalan) yogurt. Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan perlakuan level penambahan sari buah alami pisang Ambon (0%, 2%, 4% dan 6%) dengan blok sebanyak 3 kali. Data untuk warna dan total padatan terlarut yogurt apabila terjadi pengaruh yang nyata (P0,05). Perlakuan penambahan sari buah pisang tidak terjadi pengaruh yang nyata terhadap uji organoleptik kekentalan yogurt. Kata kunci: Yogurt, pisang ambon, warna, total padatan terlarut, sifat organoleptik



PENDAHULUAN Pengolahan susu segar menjadi yogurt adalah salah satu usaha diversifikasi pangan



fungsional. Yogurt merupakan hasil olahan susu dengan proses fermentasi oleh Bakteri Asam Laktat (BAL), yang mengubah laktosa susu menjadi asam laktat. Gahruie et al. (2015) dalam



434 | Pengaruh penambahan sari buah pisang ambon... (Zulaikhah dan Fitria, 2020)



Ismawati et al. (2016) menyatakan bahwa yogurt banyak mengandung nutrisi berupa protein, lemak, kalsium, potassium, vitamin B (B1, B2, B6, asam nicotinic dan pantothenic) tetapi sedikit zat besi, vitamin C, karotenoid dan serat pangan. BAL yang sering digunakan adalah Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus, kadang ditambah dengan Lactobacillus acidophilus. Ada suatu istilah yogurt sinbiotik, karena memadukan yogurt probiotik dengan tambahan prebiotik. Probiotik merupakan mikroorganisme yang dalam jumlah banyak akan menghasilkan dampak positif bagi kesehatan tubuh. Prebiotik merupakan bahan makanan yang terfermentasi yang memberikan perubahan khas, baik pada komposisi (Gibson et al., 2004 dalam Karlin et al., 2014). Salah satu sumber prebiotic adalah FOS (Frukto-oligosakarida) yang merupakan golongan oligosakarida yang tidak tercerna, sehingga digolongkan menjadi serat pangan. Sumber FOS yang relative tinggi dan banyak ditemukan di Indonesia adalah pisang, terutama pada pisang matang. Menurut Bouhnik et al. (2007) dalam Karlin et al. (2014) menyatakan bahwa penambahan 1% frukto-oligosakarida dapat meningkatkan jumlah BAL (Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus, dan Bifidobacterium sp.). Kandungan gizi pisang ambon dalam 100 g bahan yaitu protein 1,2%, lemak 0,3%, mineral 0,8%, serat 0,4% dan karbohidrat 27,2%. Pisang Ambon mengandung vitamin dan mineral seperti vitamin C, B kompleks, B6, serotonin, kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium (Almatsier, 2001 dalam Asih et al., 2018). Pisang Ambon adalah salah satu jenis pisang yang banyak dan mudah didapatkan di Indonesia, dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan manfaat potensi lokal dari pisang Ambon. Penelitian ini juga diharapkan memperoleh data mengenai pengaruh penambahan sari buah alami pisang Ambon terhadap warna, total padatan dan sifat organoleptik yogurt.



MATERI DAN METODE Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Menggunakan susu sapi segar sebagai bahan utama membuat yogurt, kultur starter menggunakan kultur konvensional dengan kandungan 3 bakteri yaitu Streptococcus



thermophillus, Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus acidophilus, dan pisang Ambon sebagai perisa alami. Rancangan penelitian untuk menggunakan rancangan acak kelompok non factorial dengan perlakuan penambahan sari buah pisang Ambon sebanyak 0% (T0), 2% (T1), 4% (T2) dan 6% (T3), untuk bloknya dilakukan sebanyak 3 kali. Apabila terjadi pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan. Uji organoleptik menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis, bila terjadi pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut Man Whitney. Panelis sebanyak 30 orang tergolong agak terlatih yang terdiri dari mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Purwokerto. Pembuatan Sari Buah Pisang Ambon Pembuatan sari buah pisang Ambon mengacu pada Ichwansyah (2014) dengan modifikasi. Modifikasi dilakukan dengan pemanasan atau pasteurisasi pada suhu 88oC selama 15 detik, setelah pisang Ambon matang penuh diblender dan disaring. Pembuatan Yogurt Buah Pisang Pembuatan yogurt buah pisang Ambon ini mengacu pada Ichwansyah (2014) dengan modifikasi. Susu segar dipasteurisasi pada suhu 75oC selama 15 detik, kemudian sari buah pisang dimasukkan sesuai dengan level perlakuan penambahan sari buah pisang (0, 2, 4 dan 6%) dihomogenkan dan dimasukkan starter sebanyak 5% (v/v) setelah itu diinkubasi pada suhu 42oC selama 4 jam. Setelah itu yogurt buah tersebut dimasukkan ke refrigerator, kemudian dilakukan pengujian. Uji Warna Pengujian warna yogurt dilakukan dengan menggunakan alat Colorimeter CS-10 Serial No. A1111980798. CHN Spec. Sampel yogurt dimasukkan Erlenmeryer dimasukkan pada alat sebanyak 50 ml, kemudian color reader ditempelkan pada permukaan sampel. Tombol pembacaan diatur pada L*(lightness), a* (redness) dan b* (yellowness) dan tombol target ditekan. Hasil dari pembacaan alat dicatat (Wibawanti dan Rinawidiastuti, 2018). Pengujian Total padatan Pengukuran total padatan terlarut mengacu metoda yang dilakukan oleh Ismawati, et al. (2016) menggunakan refraktometer menurut SNI 01-3546-2004. Total padatan terlarut yogurt diukur dengan refraktometer



Jurnal Sain Peternakan Indonesia 15 (4) 2020 Edisi Oktober-Desember | 435



genggam (Master Refractometer Manual ATAGO, Tokyo Japan) pada suhu 25 oC dan dilakukan kalibrasi menggunakan aquades. Sebanyak 1-2 tetes sampel diletakkan pada prisma refraktometer, kemudian hasil langsung bisa dibaca. Jumlah kandungan padatan terlarut dinyatakan sebagai Brix. Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis agak terlatih. Panelis diminta untuk menilai warna dan kekentalan yogurt buah pisang Ambon. Metode yang digunakan adalah dengan mempersiapkan sampel terlebih dahulu dengan menempatkan sampel pada cup kecil ukuran 50 ml. Tabel penilaian disediakan dalam bentuk form kuisioner. Untuk uji warna dengan rentang nilai 1 sampai 5, nilai 5 yaitu sangat menarik, nilai 4 yaitu menarik, nilai 3 yaitu agak menarik, nilai 2 yaitu tidak menarik dan nilai 1 yaitu sangat tidak menarik. Uji kekentalan yogurt dengan rentang nilai 1 sampai 5, nilai 5 yaitu sangat kental, nilai 4 yaitu kental, nilai 3 yaitu biasa, nilai 2 yaitu agak kental dan nilai 1 yaitu tidak kental.



HASIL DAN PEMBAHASAN Total Padatan Terlarut Total padatan adalah banyaknya padatan yang terdapat pada yogurt sari buah pisang Ambon. Proses fermentasi bakteri asam laktat menghasilkan metabolit berupa asam laktat. Menurut Fardiaz (2003) dalam Ismawati et al., (2016) menyatakan bahwa metabolit tersebut (asam laktat) akan tersekresikan keluar sel dan akan terakumulasi dalam cairan hasil fermentasi. Total padatan terlarut berupa sisa hasil total gula, asam laktat dan asam organik yang terbentuk. Hasil total padatan yogurt dapat dilihat di Table 1.



Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap pengukuran total padatan terlarut yogurt, ternyata penambahan sari buah pisang dengan level 2, 4 dan 6% tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Total padatan yang diperoleh yaitu antara 8,667 – 9,667 Brix. Dilihat dari rerata menunjukkan nilai total padatan terlarut yang semakin meningkat. Hasil analisis yang tidak nyata ini diduga karena rentang penambahan level sari buahnya terlalu sedikit, sehingga perubahannya tidak nyata walaupun rerata menunjukkan kenaikan. Terjadi kenaikan walaupun sedikit ini dikarenakan peningkatan sari buah menyebabkan jumlah total padatan terlarut (TPT) yang dihasilkan semakin meningkat pula, karena selama berlangsungnya proses fermentasi laktosa dan sukrosa akan dirombak oleh kultur starter. Hal ini dikarenakan pisang Ambon memiliki sejumlah padatan terlarut sehingga apabila ditambahkan dalam pembuatan yoghurt, padatan terlarut dalam yoghurt meningkat. Hal ini sesuai penelitian dari Novidahlia et al. (2018) semakin meningkatnya penggunaan jumlah pisang, maka jumlah total padatan terlarut (TPT) semakin tinggi dikarenakan pada buah matang termasuk pisang, gula merupakan komponen utama padatan terlarut. Gula yang terbentuk merupakan hasil pemecahan pati, sehingga akan meningkatkan kandungan gula dan pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan TPT. Uji Warna Lightness (L) Warna Yogurt Nilai kecerahan atau lightness (L) dinyatakan dalam kisaran 0-100, nilai menuju ke angka 0 menunjukkan warna menuju ke hitam, sedangkan nilai menuju ke angka 100 menunjukkan warna ke putih atau cerah (Wibawanti dan Riniwidiastuti, 2018). Rerata nilai lightness atau kecerahan warna yogurt dapat dilihat dalam table 1.



Tabel 1. Rata-rata total padatan terlarut yogurt sari buah pisang Ambon Blok Perlakuan Rataan 1 2 3 T0 8 9 9 8,67 T1 9 9 8 8,67 T2 9 10 8 9,00 T3 10 10 9 9,67 Rataan 9 9,5 8,5 9,00



Tabel 2. Uji lightness (L) warna yogurt dengan penambahan sari buah pisang Ambon Blok Perlakuan Rataan 1 2 3 T0 61,63 66,45 73,92 67,33 T1 57,12 76,67 73,21 69,00 T2 49,88 70,34 77,98 66,06 T3 55,24 77,06 71,63 67,98 Rataan 55,97 72,63 74,18 67,59



Keterangan: Tidak terdapat pengaruh perlakuan penambahan level pisang terhadap kimia yogurt (P>0,05)



Keterangan: Perlakuan penambahan sari buah tidak berpengaruh nyata (P>0.05)



436 | Pengaruh penambahan sari buah pisang ambon... (Zulaikhah dan Fitria, 2020)



Data hasil penelitian ini menunjukan bahwa rerata nilai kecerahan (L) pada yoghurt akibat penambahan sari buah pisang berkisar antara 67,33 – 69. Hasil analisis ragam pengukuran tingkat kecerahan (L) bahwa yogurt buah yang diberikan sari buah pisang Ambon menunjukkan adanya pengaruh yang tidak nyata (P>0.05), yang berarti dengan penambahan level sari buah pisang sampai level 6% belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kecerahan yogurt. Hal ini diduga karena homogenisasi saat penambahan sari buah pisang dilakukan dengan baik sehingga semua partikel tersebar dengan baik dan tingkat reaksi browning enzimatis saat pembuatan sari buah sangat kecil kemungkinan karena ditambahkan vitamin C saat pengolahan. Azzahra dan Nisa (2016) menyatakan bahwa pisang yang dipotong-potong menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat berupa asam amino tirosin dan komponen-komponen fenolik sehingga dapat terjadi reaksi oksidasi dan warna pisang berubah menjadi kecoklatan. Uji Warna Redness atau merah-hijau (a*) Yogurt Warna kemerahan direpresentasikan oleh nilai a yang menunjukan tingkat kemerahan dengan kisaran nilai -100 sampai +100, nilai positif (+) menyatakan kecenderungan warna kemerahan, sedangkan nilai negatif (-) menyatakan kecenderungan warna kehijauan (Pomeranz dan Meloan, 1994 dalam Widagdha dan Nisa, 2015). Rerata nilai Redness atau kemerahan warna yogurt dapat dilihat dalam table 3. Tabel 3. Uji Redness (a*) warna yogurt dengan penambahan sari buah pisang Ambon Perlakuan



Blok 1



2



3



Rerata



P1



-7,595



-6,66



-6,215 -6,8233



P2



-7,23



-5,46



-6,435 -6,375



P3



-6,885



-6,33



-5,535 -6,25



P4



-6,835



-5,745



-6,495 -6,3583



Rerata -7,1363 -6,0488 -6,17 -6,4517 Keterangan: Perlakuan penambahan sari buah tidak berpengaruh nyata (P>0.05)



Berdasarkan analisis variansinya menunjukkan bahwa penambahan sari buah pisang Ambon tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna kemerahan yogurt. Rerata nilai kemerahan (a) yoghurt akibat penambahan sari



buah pisang berkisar antara -6,25 sampai -6,8233. Hal ini menunjukkan bahwa yogurt yang dihasilkan berada pada warna kehijauan, namun dengan penambahan sari buah pisang (2, 4 dan 6%) menunjukkan ke arah warna merah karena nilai warna hijaunya berkurang. Hal ini disebabkan karena dalam buah pisang mengandung saponin, glikosida, tanin, alkaloid, dan flavonoid (Ariani dan Linawati, 2016 dalam Haryatmi et al. 2017). Pengaruh penambahan sari buah pisang terhadap redness atau merahhijau (a*) yogurt dapat dilihat pada gambar 2, karena hasil menunjukkan negatif (-) maka gambar diberi keterangan dengan kehijauan. Uji Warna Yellowness atau Kuning-biru (b*) Warna kekuningan direpresentasikan oleh nilai b yang menunjukan tingkat kekuningan dengan kisaran nilai -100 sampai +100, nilai positif menyatakan kecenderungan warna kekuningan, sedangkan nilai negatif menyatakan kecenderungan warna kebiruan (Pomeranz dan Meloan, 1994 dalam Widagdha dan Nisa, 2015). Rerata nilai warna Yellowness atau Kuning-biru (b*) yogurt dapat dilihat dalam table 3. Tabel 4. Rerata nilai Yellowness atau Kuningbiru (b*) warna yogurt dengan penambahan sari buah pisang Ambon Perlakuan



Blok



Rerata



1



2



3



T0



7,95



10,57



9,61



9,37



T1



8,56



10,03



9,46



9,35



T2



7,15



10,20



9,41



8,92



T3



8,48



9,11



9,21



8,93



Rerata 8,04 9,98 9,42 9,14 Keterangan: Perlakuan penambahan sari buah tidak berpengaruh nyata (P>0.05)



Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh rerata nilai kekuningan (b*) yoghurt akibat penambahan sari buah pisang berkisar antara 8,92-9,37. Nilai tertinggi warna kekuningan ini pada T0 atau tanpa penambahan sari buah pisang, hal ini diduga karena warna beta karoten susu masih tinggi. Uji Organoleptik terhadap Warna Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan pangan, karena menurut Wahyudi (2006) dalam Aprilia et al. (2019) kesan yang baik terhadap suatu produk bahan pangan karena memiliki warna



Jurnal Sain Peternakan Indonesia 15 (4) 2020 Edisi Oktober-Desember | 437



yang menarik, walaupun belum tentu memiliki rasa yang enak . Uji organoleptik warna pada penelitian ini tersaji dalam Tabel 5. Tabel



5.



Analisis uji organoleptik warna penambahan sari buah pisang pada yogurt Perlakuan Rataan +/- SD Nilai P a T0 3.48 ± 0.753 0.017* ab T1 3.23 ± 0.849 T2 3.21 ± 0.814 b T3 3.13 ± 0.706 b



Keterangan: (*) Terdapat pengaruh perlakuan pada uji Kuskal Wallis pada taraf signifikansi 5% dan angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Man Whitney



Berdasarkan analisis data organoleptik tentang warna, menunjukkan bahwa penambahan sari buah berpengaruh terhadap warna. Uji lanjut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada yogurt yang tanpa penambahan sari buah pisang Ambon (T0) dengan T1, T2 dan T3. Namun pada penambahan 2, 4 dan 6% tidak terjadi perbedaan yang nyata. Hal ini karena pada pada T0 yogurt berwarna lebih putih sehingga penilaian panelis membuat lebih menarik karena terlihat lebih cerah dibanding yang dilakukan penambahan sari buah pisang dengan warna krem atau lebih pekat. Hal ini terbukti dengan hasil uji kalorimeter, yogurt T0 (tanpa penambahan pisang) L* mempunyai nilai yang paling tinggi, yang berarti kecerahannya paling tinggi. Penelitian Aprilia et al. (2019) juga menghasilkan warna yang agak kecoklatan pada cocogurt dengan penambahan pisang, hal ini disebabkan prebiotik pisang mengalami proses pencoklatan (browning). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Azzahra dan Nisa (2016) panelis lebih menyukai yogurt dengan penampilan yang lebih cerah (dengan sedikit penambahan pisang), karena dengan penambahan pisang akan memekatkan warna. Warna pekat tersebut hasil dari reaksi browning enzimatik yang terjadi pada pengolahan pisang, karena enzim dapat kontak dengan substrat berupa asam amino tirosin dan komponen fenolik sehingga dapat teroksidasi dan merubah warna menjadi kecoklatan. Uji Organoleptik Kekentalan Hasil analisis uji organoleptik kekentalan dapat dilihat di Tabel 6.



Tabel 6. Hasil anailis uji organoleptik kekentalan yogurt Perlakuan Rataan +/- SD Nilai P P1 3.2 ± 0.864 0.735 P2 3.27 ± 0.776 P3 3.17 ± 0.768 P4 3.2 ± 0.851 Keterangan: Perlakuan penambahan sari buah pisang tidak berpengaruh nyata pada kekentalan yogurt (P>0,05)



Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) pada penambahan sari buah pisang Ambon. Hasil uji kekentalan panelis menilai yogurt berada pada kekentalan yang biasa menuju ke kental seperti yogurt pada umumnya di pasaran. Begitu pula dilihat dari rataan hasil nilai uji organoleptik, panelis menilai semua yogurt kekentalannya hampir sama atau tidak ada pengaruh yang nyata dari perlakuan penambahan sari buah pisang Ambon. Menurut Ichwansyah (2014) SNI Mutu Yoghurt (Badan Stadarisasi Nasional 2009), tidak terdapat nilai baku kekentalan produk yoghurt, sehingga uji kekentalan hanya dibandingkan dengan konsistensi dan penampakan yoghurt pada SNI Mutu Yoghurt. Roberfroid (2005) dalam Ichwansyah (2014), penambahan inulin ke dalam yoghurt dapat meningkatkan viskositas dan penggumpalan curd, dapat menghasilkan flavor dan tekstur yang lembut, meningkatkan kekentalan yoghurt, mempertahankan warna, dan dapat mengurangi terjadinya sineresis.



KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perlakuan penambahan sari buah pisang Ambon sebanyak 0, 2, 4 dan 6% tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisik warna (L*a*b*) dan total padatan yogurt. Apabila dilihat dari nilai rataannya dengan kenaikan penambahan sari buah pisang Ambon akan mengurangi kecerahan yogurt, warna dari kehijauan berkurang dan menuju ke merah, dan warna semakin menuju kekuningan, total padatan juga mengalami kenaikan. Hasil uji analisis organoleptik terhadap warna terjadi pengaruh yang nyata antara perlakuan T0 (tanpa penambahan sari buah pisang Ambon) dengan T1, T2 dan T3, namun antara penambahan sari buah pisang Ambon 2, 4, dan 6% tidak terdapat pengaruh yang nyata. Perlakuan penambahan



438 | Pengaruh penambahan sari buah pisang ambon... (Zulaikhah dan Fitria, 2020)



tidak terjadi pengaruh yang nyata terhadap uji organoleptik kekentalan yogurt.



DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S., 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Aprilia, D., S. Hermalia, R. Rahayu, I. D. Destiana. 2019. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Pisang sebagai Prebiotik Alami dan Pektin terhadap Karakteristik Cocogurt. 10th Industrial Research Workshop and National Seminar, 2019. Jurnal.Polban.ac.id. Asih, W. R., K. R. Kuswanto, Y. A. Widanti, 2018. Penambahan Puree Daun Kelor (Moringa oleifera) dan Puree Pisang Ambon untuk Formula MPASI (Makanan Pendamping ASI). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 3 (1): 1017. Azzahra, F. dan C. Nissa, 2017. Karakteristik Mutu dan Sensorik Pangan Fungsional: Stirred Yoghurt Tersubstitusi Madu dan Pure Pisang Ambon (Musa paradisiaca) dengan Menggunakan Inokulum Lactobacillus rhamnosus. Undergraduate thesis, Diponegoro University. http://eprints.undip.ac.id/62132/ Bouhnik, Y., L. Achour, D. Paineau, M. Riottot, A. Attar, dan F. Bornet. 2007. Fourweek short chain fructo oligosaccharides ingestion leads to increasing fecal bifidobacteria and cholesterol excretion in healthy elderly volunteers. Nutr. J; 6:42, doi:10.1186/1475-2891-6-42. Fardiaz, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gahruie, H. H., M. H. Eskandaria., G. Mesbah., and M. A. Hanifpour. 2015. Scientific and technical aspects of yogurt fortification: a review. Food Science and Human Wellness. 4(1): 1-8. Gibson, G. R., H. M. Probert, J. Van Loo, R.A. Rastall and M. Roberfroid. 2004. Dietary modulation of the human colonic microbiota: updating the concept of



prebiotics. Nutrition Research Reviews. 17: 259–275. Haryatmi, D., O. P. Astirin, T. Widiyani, 2017. Aktivitas Versimidial dan Ovisidal dari Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) terhadap Cacing Ascarissuum secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2017. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 26 Oktober 2017. Ichwansyah, R. 2014. Pengembangan Yogurt Sinbiotik Plus Berbasis Puree Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) Dengan Penambahan Inulin sebagai Alternatif Pangan Fungsional. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Ismawati, N., Nurwantoro, Y. B. Pramono, 2016. Nilai pH, Total Padatan Terlarut, dan Sifat Sensoris Yogurt dengan Penambahan Ekstrak Bit (Beta vulgaris L.). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5 (3): 89-93. DOI : http://dx.doi.org/10.17728/jatp.181. Karlin, R., A. Rahayuni, 2014. Potensi Yogurt Tanpa Lemak dengan Penambahan Tepung Pisang dan Tepung Gembili Sebagai Alternatif Menurunkan Kolesterol. Journal of Nutrition College 3 (2): 16-25. Novidahlia, N., G. P. Pangandian, dan Aminullah. 2018. Karakteristik Red smoothies dari Buah Pisang Ambon dan Naga Merah dengan Penambahan CMC (Carboxymethyl cellulose). Jurnal Agroindustri Halal. 4 (2): 183-191. Robefroid, M., 2005. Inulin-type fructans : Functional food ingredients. CRC Press, Florida. Wahyudi, 2006. Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin Teknik Pertanian 11 (1): 12-16. Wibawanti, J. M. W., dan Rinawidiastuti, 2018. Sifat Fisik dan Organoleptik Yogurt Drink Susu Kambing Dengan Penambahan Ekstrak Kulit Manggis



Jurnal Sain Peternakan Indonesia 15 (4) 2020 Edisi Oktober-Desember | 439



(Garcinia mangostana L.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 13 (1) :2737. DOI : 10.21776/ub.jitek.2018.013.01.3.



L.) dan Lama Fermentasi terhadap Karakteristik Fisiko Kimia Yogurt. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (1): 248-258.



Widagdha, S., dan F.C. Nisa. 2015. Pengaruh Penambahan Sari Anggur (Vitis vinifera



440 | Pengaruh penambahan sari buah pisang ambon... (Zulaikhah dan Fitria, 2020)