Laporan Pendahuluan Acs Stemi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar ACS STEMI 1. Definisi IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Muttaqin, A. 2012). Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbtan aliran darah , ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita , 2010). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2013). 2. Etiologi Gangguan pada arteri koronaria – berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus. Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:



1) Faktor pembuluh darah Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh



darah



diantaranya:



atherosclerosis



(arteroma



mengandung



kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri). Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok. 2) Faktor Sirkulasi Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP) 3) Faktor darah Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan polisitemia.



Penurunan



aliran



darah



system



koronaria







menyebabkan



ketidakseimbangan antara myocardial O2 Supply dan kebutuhan jaringan terhadap O2. Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu, segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.



Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah. 1) Faktor yang tidak dapat dirubah a.



Usia Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007)



b.



Jenis kelamin Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).



c.



Ras Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.



d.



Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.



2) Faktor resiko yang dapat dirubah : a.



Hiperlipidemia



merupakan



peningkatan



kolesterol



dan/atau



trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar



kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini (Muttaqin, A. 2009). b.



Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%



dibandingkan



dengan



individu



normotensive.



Tanpa



perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007). c.



Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007).



d.



Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus



e.



Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.



f.



Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.



3. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER a) Anatomi Jantung Jantung



adalah



organ



berongga, berotot, yang terletak di tengah toraks, dan ia menempati rongga antara diafragma.



paru



dan Beratnya



sekitar 300 g (10,6 oz), meskipun ukurannya



berat



dan



dipengaruhi



oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme ( Brunner & Suddarth, 2002). Jantung terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum atau tulang dada di sebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior (Sherwood, Lauralee, 2001). Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling depan dalam rongga thorax. Apex cordis dapat diraba pada ruang intercostal 4-5 dekat garis medio-clavicular kiri. Batas cranial jantung dibentuk oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava superior (Aurum, 2007). Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm, dan lebar 9 cm, dengan berat 300 sampai 400 gram (Setiadi, 2007).



1) Ruang Jantung



Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik (ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas, atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001). a) Atrium Dextra Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian anterosuperior terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak sama. Posterior dan septal licin dan rata. Lateral dan auricle kasar dan tersusun dari serabutserabut otot yang berjalan paralel yang disebut Otot Pectinatus. Atrium Dextra merupakan muara dari vena cava. Vena cava superior bermuara pada dinding supero-posterior. Vena cava inferior bermuara pada dinding infero-latero-posterior pada muara vena cava inferior ini terdapat lipatan katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii. Pada dinding medial atrium dextra bagian postero-inferior terdapat Septum Inter-Atrialis. Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal berbentuk lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan tetap di bagian anterior dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara vena cava inferior dan katup tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang menampung darah vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada muara sinus coronaries terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter yang disebut Katup Thebesii. Pada dinding atrium dextra terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-Atrial terletak di



pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan auricle, tepat di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada anteromedial muara sinus coronaries, di bawah katup tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan penyalur darah dari venavena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel dextra dan kemudian ke paruparu. Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan katup atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan atrium dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan dikembalikan ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium dextra akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial Kick. Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel. b) Atrium Sinistra Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin dan otot pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari 4 vena pumonalis yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium sinistra membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui katup mitralis. c) Ventrikel Dextra



Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. Bentuk ventrikel kanan seperti ini guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal dinding ventrikel dextra hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini juga merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar daripada tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara fungsional, septum lebih berperan pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra. Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan satu sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran besar yang disebut Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right Ventricular Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin, terletak di bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista



Supraventrikularis yang terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis. Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara perlahan-lahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar meningkat secara akut (seperti pada emboli pulmonary massif) maka kemampuan ventrikel dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali diakhiri dengan kematian. d) Ventrikel Sinistra Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga menempati 75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel sinistra saat diastole adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus menghasilkan tekanan yang cukup



tinggi



untuk



mengatasi



tahanan



sirkulasi



sitemik,



dan



mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum interventrikulare yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra. Rentangan septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada daerah katup aorta. Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian Muskulare (menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus. Pada dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae dan sepertiga bagian endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini



membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada saat kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra meningkat sekitar 5x lebih tinggi daripada tekanan di ventrikel dextra; bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus robeknya septum pasca infark miokardium), maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan berkurang. 2) Katup Jantung Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilikbilik jantung (Aurum, 2007). Setiap katup berespon terhadap perubahan tekanan (Setiadi, 2007). Katup – katup terletak sedemikian rupa, sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa dengan pintu satu arah Sherwood, Lauralee, 2001). Katup jantung dibagi dalam dua jenis, yaitu katup atrioventrikuler dan katup semilunar. a) Katup Atrioventrikuler Letaknya



antara



atrium



dan



ventrikel,



maka



disebut



katup



atrioventrikular. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah katup disebut katup trikuspid (Setiadi, 2007). Terdiri dari 3 otot yang tidak sama, yaitu: 1) Anterior, yang merupakan paling tebal, dan melekat dari daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju infero-lateral dinding ventrikel dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua bagian septum muskuler maupun membraneus. Sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. 3) Posterior, yang merupakan paling kecil, Melekat pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-inferior (Aurum, 2007). Sedangkan katup yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral (Setiadi, 2007). Terdiri dari 2 bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior. Daun katup



anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari basal ventrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum, 2007). b) Katup Semilunar Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari 3 daun katup, yang masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan separuh (Sherwood, Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan ventrikel dengan arteri yang berhubungan. Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katup semilunar ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel (Setiadi, 2007). 3) Lapisan Jantung Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun secara spiral dan saling berhubungan  melalui diskus interkalatus (Sherwood, Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu: a) Perikardium (Epikardium) Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung. Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007): 



Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.







Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering



disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan jantung. b) Miokardium Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood, Lauralee, 2001). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner (Setiadi, 2007). c) Endokardium Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium. Suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi (Sherwood, Lauralee, 2007). 4) Persarafan Jantung Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis ke jantung, yaitu saraf vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV. Saraf-saraf simpatis jantung juga mempersarafi atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta banyak mempersarafi ventrikel (Sherwood, Lauralee, 2001). 5) Vaskularisasi Jantung (Pembuluh Darah) Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara garis besar peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran darah besar yaitu dari jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (sirkulasi sistemik),



dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung ke paru-paru, kembali ke jantung (sirkulasi pulmonal). a) Arteri Suplai darah ke miokardium berasal dari dua arteri koroner besar yang berasal dari aorta tepat di bawah katub aorta. Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner kanan memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan (Setiadi, 2007). b) Arteri Koroner Kanan Berjalan ke sisi kanan  jantung, pada sulkus atrioventrikuler kanan. Pada dasarnya arteri koronarian kanan memberi makan pada atrium kanan, ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri. Bercabang menjadi Arteri Atrium Anterior Dextra (RAAB = Right Atrial Anterior Branch) dan Arteri Coronaria Descendens Posterior (PDCA = Posterior Descending Coronary Artery). RAAB memberikan aliran darah untuk Nodus Sino-Atrial. PDCA memberikan aliran darah untuk Nodus AtrioVentrikular (Aurum, 2007). c) Arteri Koroner Kiri Berjalan di belakang arteria pulmonalis sebagai arteri coronaria sinistra utama (LMCA = Left Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm. Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx = Left Circumflex Artery) dan Arteri Descendens Anterior Sinistra (LAD = Left Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada Sulcus Atrio-Ventrcular mengelilingi permukaan posterior jantung. LAD berjalan pada Sulcus Interventricular sampai ke Apex. Kedua pembuluh darah ini bercabangcabang dan memberikan aliran darah diantara kedua sulcus tersebut (Aurum, 2007). d) Vena Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner. Sistem vena jantung mempunyai 3 bagian, yaitu (Setiadi, 2007) :



 Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang menyalurkan sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan.  Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke atrium kanan.  Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang paling besar dan paling penting, berfungsi menyalurkan pengembalian darah vena miokard ke dalam atrium kanan melalui ostinum sinus koronaruis yang bermuara di samping vena kava inferior. b) Fisiologi Jantung 1) Metabolisme Otot Jantung Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia untuk berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa. Proses metabolisme jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen. 2) Pengaruh Ion pada Jantung a. Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat. b. Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung berkontraksi spastis. c. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.



3) Elektrofisiologi Sel Otot Jantung Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:



1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan bagian luar bermuatan positif. 2) Fase



depolarisasi



(cepat):



Disebabkan



meningkatnya



permeabilitas membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam. 3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif dalam sel menjadi berkurang. 4) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard. 5) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsurangsur tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.



4) Sistem Konduksi Jantung Sistem konduksi jantung meliputi: a.



SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada di dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.



b.



AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum atrium dekat muara sinus koronari.



c.



Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.



d.



Serabut penghubung terminal (Purkinje): Anyaman yang berada pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.



5) Curah Jantung Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama



satu menit disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung yaitu: 1)



Beban awal



2)



Kontraktilitas



3)



Beban akhir



4)



Frekuensi jantung



Periode pekerjaan jantung yaitu: 1) Periode systole 2) Periode diastole 3) Periode istirahat



6) Bunyi Jantung Tahapan bunyi jantung: a.



Bunyi pertama: lup



b.



Bunyi kedua : Dup



c.



Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda



d.



Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama



4. Patofisiologi STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus,



infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural. Namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung: a) daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi b) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak c) durasi oklusi koroner d) kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang terkena e) kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-tiba



f)



faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan



g) keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas. Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.



5. Manifestasi klinis a) Anamnesis Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan akan mati. b)



Pemeriksaan fisik Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.



c)



EKG Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.



d)



Pemeriksaan laboratorium



Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin,



carbonic anhydrase III (CA III), myosin



light chain



(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard. 6. Komplikasi a. Disfungsi ventrikel



Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark. b. Gagal pemompaan (pump failure)



Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru. c. Aritmia



Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik. d. Gagal jantung kongestif



Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.



e. Syok kardiogenik



Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium. f. Edema paru akut



Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat. g. Disfungsi otot papilaris



Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. h. Defek septum ventrikel



Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. i. Rupture jantung



Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung. j. Aneurisma ventrikel



Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. k. Tromboembolisme



Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. l. Perikarditis



Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan. m. Gangguan Hemodinamik



Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.



7. Pemeriksaan Penunjang Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi. a. Electrocardiograf (ECG)



Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu 1) Lead II, III, aVF : Infark inferior 2) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal 3) Lead V2-V4 : Infark anterior 4) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral 5) Lead I, aVL : Infark high lateral 6) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas 7) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral 8) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu b. Serum Cardiac Biomarker



Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi. 1) cTnT dan cTnI



Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI. 2) CKMB Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum. c. Cardiac Imaging



1) Echocardiography Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan,



seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI. 2) High resolution MRI Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI. 3) Angiografi Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri. 8. Penatalaksanaan a. Pre Hospital



Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI : 1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis 2) Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi



3) Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih 4) Terapi REPERFUSI Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. b. Hospital



1) Aktivitas Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari. 2) Diet Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 5055% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.



3) Bowel Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi c. Farmakoterapi



1) Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik 94%



Edukasi -



Anjurkan aktivitas fisik sesuai anjuran toleransi



-



Anjurkan aktivitas fisik secara bertahap



-



Anjurkan untuk berhenti merokok



-



Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengukur berat badan harian



-



Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian



Kolaborasi -



Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu



-



ssRujuk ke program rehabilitasi jantung



2.



Nyeri akut



NOC :



NIC :



berhubungan



 Pain Level,



1. Lakukan pengkajian nyeri secara



dengan:



 Pain control,



komprehensif termasuk lokasi,



Agen injuri



 Comfort level



karakteristik, durasi, frekuensi,



(biologi,



Kriteria Hasil:



kualitas dan faktor presipitasi



kimia, fisik,







Mampu mengontrol nyeri



psikologis),



(tahu penyebab nyeri,



kerusakan jaringan



mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 







mencari dan menemukan dukungan 4. Kontrol lingkungan yang dapat



Melaporkan bahwa nyeri



ruangan, pencahayaan dan



berkurang dengan



kebisingan



menggunakan manajemen



5. Kurangi faktor presipitasi nyeri



nyeri



6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk



Mampu mengenali nyeri



Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal







3. Bantu pasien dan keluarga untuk



mempengaruhi nyeri seperti suhu



dan tanda nyeri)







ketidaknyamanan



mencari bantuan)



(skala, intensitas, frekuensi 



2. Observasi reaksi nonverbal dari



Tidak mengalami gangguan tidur



menentukan intervensi 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,kompres hangat/ dingin) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 9. Tingkatkan istirahat 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi



ketidaknyamanan dari prosedur 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik 3.



Intoleransi



NOC :



pertama kali NIC :



Aktivitas b/d



 Self Care : ADLs



Observasi



kelelahan /fatigue



 Toleransi aktivitas  Konservasi eneergi Kriteria Hasil :  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR  Mampu melakukan



-



yang mengakibatkan kelelahan -



 Keseimbangan aktivitas



Monitor kelelahan fisik dan emosional



-



Monitor pola dan jam tidur



-



Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas



-



Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas



aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri



Identifikasi gangguan fungsi tubuh



tertentu -



Monitor respons emosional,fisik,sosial,dan spiritual



dan istirahat



terhadap aktivitas Terapeutik -



Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (misalnya: cahaya,suara,kunjungan)



-



Lakukan latihan latihan rentang gerak pasif dan/atau pasif



-



Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan



-



Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan



-



Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu



-



Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari



-



Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai



Edukasi -



Anjurkan tirah baring



-



Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap



-



Anjurkan mengunjungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang



-



Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan



-



Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih



-



Anjurkan melakukan aktivitas fisik,sosial,spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan



-



Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu



Kolaborasi -



Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



4.



Ansietas



NOC



berhubungan



- Anxiety Level



dengan stress



- Social Axiety level



Observasi -



berubah (misalnya:



Kriteria Hasil:



kondisi,waktu,stresor)



- Klien mampu mengidentifikasi dan



-



-



Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non-verbal)



mengungkapkan serta menunujukan teknik untuk



Identifikasi kemampuan mengambil keputusan



mengungkapkan gejala cemas - Mengidentifikasi dan



Identifikasi saat tingkat ansietas



-



Identifikasi penurunan tingkat



mengontrol cemas



energi, ketidakmampuan



- Vital sign dalam mengontrol



berkonsentrasi, atau gejala lain yang



cemas



mengganggu kemampuan kognitif



- Postur tubuh, expresi wajah



-



dan tingkat aktifitas menunjukan berkurangnya



Identifikasi teknik relaksasi yang penah efektif digunakan



-



kecemasan



Identifikasi ketersediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya



-



Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu sebelum latihan



-



Monitor respon terhadap terapi relaksasi



Terapeutik -



Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan



-



Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi



-



Gunakan pakaian longgar



-



Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama



-



Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain,jika perlu



-



Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan



-



Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan



-



Pahami situasi yang membuat ansietas



-



Dengarkan dengan penuh perhatian



-



Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan



-



Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan



-



Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan



Edukasi -



Jelaskan prosedur,termasuk sensasi yang mungkin dialami



-



Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu



-



Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi



-



Latih teknik relaksasi



-



Latih penggunaan mekanismen pertahanans diri yang tepat



-



Jelaskan dengan jelas intervensi relaksasi yang di pilih



-



Anjurkan mengambil posisi nyaman



-



Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi



-



Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih



-



Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (misal : nafas dalam,peregangan atau imajinasi terbimbing)



Kolaborasi -



Koaborasi dalam pemberian obat antiansietas, jika perlu



5.



Gangguan perfusi jaringan berhubungan



NOC : - Circulation status - Tissue Prefusion : cerebral Kriteria Hasil



NIC : Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)



dengan kerusakan transport



oksigen



melalui membrane alveolar



dan



membrane kapiler



mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :  Tekanan systole Dan diastole dalam rentang yang diharapkan  Tidak ada ortostatikhipertensi  Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan  menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi  memproses informasi  membuat keputusan dengan benar



- Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadapmpanas/dingin/tajam/tumpul - Monitor adanya paretese - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi - Gunakan sarun tangan untuk proteksi - Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung - Monitor kemampuan BAB - Kolaborasi pemberian analgetik - Monitor adanya tromboplebitis - Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi



menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh :  tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunte 6.



Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan intake berlebih output berkurang



NOC :  Electrolit and acid base balance  Fluid balance  Hydration Kriteria Hasil:  Terbebas dari edema, efusi,anaskara  Bunyi nafas bersih,tidak ada dyspneu/ortopneu  Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)  Memelihara tekanan vena sentral tekanan kapiler paru,output jantung dan  vital sign dalam batas normal



NIC : Fluid management - Timbang popok/pembalut jika diperlukan - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat - Pasang urin kateter jika diperlukan - Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin) - Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP - Monitor vital sign - Monitor indikasi retensi /kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,asites) - Kaji lokasi dan luas edema



 



Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan Menjelaskan indikator kelebihan cairan



-



-



-



-



7



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi



NOC :  Respiratory Status : Gas exchange  Respiratory Status : ventilation  Vital Sign Status Kriteria hasil  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan



Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian Monitor status nutrisi Berikan diuretik sesuai interuksi Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk Fluid Monitoring Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll ) Monitor berat badan Monitor serum dan elektrolit urine Monitor serum dan osmilalitas urine Monitor BP, HR, dan RR Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung Monitor parameter hemodinamik infasif Catat secara akutar intake dan output Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB Monitor tanda dan gejala dari odema Beri obat yang dapat meningkatkan output urin



NIC : Airway Management - Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan - Pasang mayo bila perlu - Lakukan fisioterapi dada jika perlu - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction















Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu Mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda tanda vital dalam rentang normal



Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. - Monitor respirasi dan status Respiratory Monitoring - Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan retraksi otot supraclavicular dan intercostal - Monitor suara nafas, seperti dengkur - Monitor pola nafas bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot - Catat lokasi trakea - Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) - Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan - Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama - auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya -