Laporan Pendahuluan Cedera Kepala Sedang (CKS) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • azmy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS JEMBER



ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN INTERVED PAPILLOMA DI RUANG 20 IRNA II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG



OLEH: Riska Indah Permatasari, S. Kep NIM 192311101124



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER JANUARI, 2020



LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG DI RUANG 20 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG



Oleh: Riska Indah Pematasari, S.Kep NIM 192311101124



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2020



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG A. Konsep Teori tentang Penyakit 1. Review Anatomi Fisiologi



Gambar 1. Anatomi Kepala



Gambar 2. Fungsi Otak



Tulang tengkorak merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak yang terdiri dari tulang cranium dan tulang muka (Pearce, 2008). Tulang kranium terdiri dari 3 lapiran: laporan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan lapisan dalam merupakan struktur yang kuat, sedangkan etmoid merupakan struktur yang mirip



dengan busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fossa; fossa anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fossa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fossa posterior berisi otak tengah dan sereblum. Lapisan penyusun tulang kranium antara lain: a. Meningen Menurut Pearce (2008) otak dan sumsum tulang belakang ditutupi atau diselimuti meningen untuk melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.



Gambar 3. Lapisan kranium



Selaput meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu: 1) Duramater Duramater merupakan selapit yang keras terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Duramater terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. 2) Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan tipis dan tembus pandang, selaput arakhnoid terletak diantara duramater dan pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar menutupi otak. 3) Pia mater Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, pia mater berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang disebut trebekel.



b.



Otak Menurut Price (2005) otak merupakan bagian organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual. Otak melaksanakan semua fungsi yang disadari dan bertanggung jawab terhadap pengalaman-pengalaman berbagai macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampua manusia untuk melakukan gerakangerakan yang disadari dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian. Secara anatomis otrak terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan limbic system (sistem limbik). c. Saraf-saraf otak Menurut Smeltzer dan Bare (2001) nervus kranialis dapat terganggu bila terjadi trauma kepala yang meluas ke batang otak karena edema atau pendarahan otak. Terdapat 12 fungsi saraf kranial (nervus), yaitu: 1) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I) Saraf pembau yang keluar dari otak di bawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. 2) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak 3) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris. 4) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata. 5) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V) Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang yang merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu: a) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput sopha kelopak mata dan bola mata. b) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.



c) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. 6) Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI) Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata. 7) Nervus Facialis (Nervus Kranialis VII) Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput sopha ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai soph wajah untuk menghantarkan rasa pengecap. 8) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII) Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar. 9) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak. 10) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, sophagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa. 11) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI) Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. 12)Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII) Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.



Gambar 4. Saraf Kranial Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial SARAF KRANIAL I Olfaktorius II Optikus III Okulomotorius IV Troklearis



V Trigeminus



VI Abdusens



VII Fasialis



VIII Cabang Vestibularis



KOMPONEN FUNGSI Sensorik Penciuman Sensorik Penglihatan Mengangkat kelopak mata atas, Motorik konstriksi pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular Gerakan mata ke bawah dan ke Motorik dalam Otot temporalis dan maseter Motorik (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral - Kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala, mukosa mata, mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan gigi Sensorik - Refleks kornea atau refleks mengedip, komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V, respons motorik melalui saraf kranial VI Motorik Deviasi mata ke lateral Otot-otot ekspresi wajah termasuk Motorik otot dahi, sekeliling mata serta mulut, lakrimasi dan salivasi Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa, Sensorik manis, asam, dan asin) Keseimbangan Sensorik



Cabang koklearis



Sensorik Motorik



IX Glossofaringeus Sensorik Motorik X Vagus Sensorik XI Asesorius



Motorik



XII Hipoglosus



Motorik



Pendengaran Faring: menelan, refleks muntah Parotis: salivasi Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit Faring: menelan, refleks muntah, fonasi; visera abdomen Faring, laring: refleks muntah, visera leher, thoraks dan abdomen Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius: pergerakan kepala dan bahu Pergerakan lidah



Sumber: Muttaqin, 2008:17



2. Definisi Cedera kepala merupakan trauma mekanik yang terjadi pada kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen (Perdossi, 2007). Cedera kepala merupakan suatu kerusakan yang bersifat kongenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan dapat menimbulkan kerusakan kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury Assosiation of America, 2006). Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif – non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi. Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2005). Cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Hudak dan Gallo, 2010). Menurut Masjoer (2000), trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) yang terdiri dari: a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15 1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.



2) Tidak ada kehilangan kesadaran. 3) Tidak ada inoksikasi alkohol atau obat terlarang. 4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing. 5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala. b. Cedera kepala sedang dengan nillai GCS 9-13 1) Pasien bisa atau todak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang diberikan. 2) Dapat kehilangan kesadara (amnesia) > 30 menit tapi < dari 24 jam. 3) Amnesia pasca trauma. 4) Muntah. 5) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotympanum, otorea atau rinorea cairan serebto spinal). 6) Kejang. c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8 1) Penurunan kesadaran secara progresif. 2) Tanda neurologis fokal. 3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium. 4) Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam. 5) Disertai kontusio cerebral, lasersi, hematoma intrakrania. Pendarahan intrakrania dapat terjadi karena pecahnya pembuluh darah pada jaringan otak. Lokasi paling sering adalah lobus frontasil dan temporalis. Lesi pendarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lain (countrecoup).



Gambar 5. Pendarahan Intrakranial



Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004). a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1) Cedera kepala tumpul Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak. 2) Cedera tembus Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004). b. Berdasarkan morfologi cedera kepala. Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi: 1) Laserasi kulit kepala Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak. 2) Fraktur tulang kepala Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi: a) Fraktur linier Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial. b) Fraktur diastasis



Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural. c)Fraktur kominutif Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur. d) Fraktur impresi Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat. e)Fraktur basis kranii Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur



basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tandatanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat. 3) Cedera kepala di area intrakranial. Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus. a) Cedera otak fokal yang meliputi: (1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH), Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis. (2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut, perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural. (3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik, subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di



ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack) disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang. (4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH), Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami. (5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH), perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri. b) Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011) Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan



bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme luas pembuluh darah dikarenakan adanya perdarahan subarahnoit traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak dengan manifestasi iskemia yang luas edema otak luas disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera kepala difus. Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut (Sadewa, 2011) maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi: (1) Cedera akson difus (difuse aksonal injury/DAI), Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan. (2) Kontsuio cerebri, kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala. (3) Edema cerebri, edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik. (4) Iskemia cerebri, iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik



progresif) dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak. 3. Epidemiologi Penyebab terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor, terpeleset dan jatuh, sebagian besar (80%) cedera kepala ringan sedangkan cedera kepala sedang sekitar 10% dan sisanya 10% cedera kepala berat (Jagoda dan Bruns, 2006). Latar Belakang Cedera kepala merupakan penyebab utama mortalitas dan disabilitas dan masalah sosioekonomi di India dan negara berkembang. Diperkirakan 1,5-2 juta orang terkena cedera kepala setiap tahunnya (Gururaj et al., 2005). Di Amerika diperkirakan terjadi 1,56 juta kasus cedera kepala, 290.000 pasien dirawat inap dan 51.000 pasien meninggal dunia pada tahun 2003 (Brown et al., 2006). Cedera kepala akan terus menjadi masalah yang sangat besar meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini (Perdossi, 2006). Epidemiologi cedera kepala di Indonesia belum tersedia secara nasional, data epidemiologi didapatkan antara lain dari bagian saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo bahwa pada tahun 2004 didapatkan 367 kasus cedera kepala ringan, 105 kasus cedera kepala sedang, dan 25 kasus cedera kepala berat, sedangkan pada tahun 2005 didapatkan 422 kasus cedera kepala ringan, 130 kasus cedera kepala sedang, dan 20 kasus cedera kepala berat (Akbar, 2008). 4. Etiologi Cedera orak dapat disebabkan oleh trauma pada kepala akibat benda tumpul dan benda tajam, yaitu: a. trauma tajam trauma oleh benda tajam menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi kontusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia. b. trauma tumpul trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi), kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil, multiple pada otak, koma terjadi karena



cedera menyebar pada hemisfer, cerebral, batang otak atau keduanya (Wijaya, 2013).



Gambar 6. Penyebab Cedera Kepala Adapun mekanisme terjadinya cedera kepala berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi beberapa menurut Nurarif dan Kusuma (2013), yaitu: a. Cedera akselerasi Jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak (seperti kepala tertembak peluru). b. Cedera deselerasi Kepala yang membentur objek diam (seperti kepala yang membentur kaca mobil saat kecelakaan lalu lintas). c. Cedera akselerasi-deselerasi Terjadi pada kecelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan kendaraan yang berjalan. d. Cedera coup-counter coup Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan yang terbentur dan area yang pertama terbentur. e. Cedera rotasional Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak. 5. Patofisiologi Sebagian besar cedera orak tidak diakibatkan oleh cedera langsung terhadap jaringan otak, tetapi terjadi akibat kekuatan luar yang membenrut sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak. Pada cidera deselerasi, kepala biasanya terbentur oleh suatu objek atau benda ceperti kaca depan mobil,



sehingga terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak kearah depan, membentur bagian dalam tengkorak tepat dibawah titik bentur kemudian berbalik arah membentur sis yang berlawanan dengan titik bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup). Sisi dalam tengkorak merupakan permukaan yang tidak rata. Gesekan jaringan otak tehadap daerah ini dapat menyebabkan berbagai kerusakan terhadap jaringan otak dan pembuluh darah. Respon awal otak yang mengalami cedra adalah ”swelling”. Memar pada otak menyebabkan vasoliditasi dengan peningkatan aliran darah ke daerah tersebut, menyebabkan penumpukan darah dan menimbulkan penekanan terhadap jaringan otak sekitarnya. Karena tidak terdapat ruang lebih dalam tengkorak kepala maka ‘swelling’ dan daerah otak yang cedera akan meningkatkan tekanan intraserebral dan menurunkan aliran darah ke otak. Peningkatan kandungan cairan otak (edema) tidak segera terjadi tetapi mulai berkembang setelah 24 jam hingga 48 jam. Usaha dini untuk mempertahankan perfusi otak merupakan tindakan penyelamatan hidup. Kadar CO2 dalam darah mempengaruhi aliran darah serebral. Level normal CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan kadar CO2 (Hipoventilasi) menyebabkan vasodilatasi dan bengkak otak, sedangkan penurunan kadar CO2 (Hiperventilasi) menyebabkan vasokontruksi dan serebral iskemia. Pada saat lampau, diperkirakan bahwa dengan menurunkan kadar CO2 (hiperventilasi) pada penderita cedera kepala akan mengurangi bengkak otak dan memperbaiki aliran darah otak. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa hiperventilasi hanya memberikan peranan kecil terhadap bengkak otak, tetapi berpengaruh besar dalam menurunkan aliran darah otak karena vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan hipoksia serebral. Otak yang mengalami cedera tidak mampu mentoleransi hipoksia. Hipoventilasi atau hipoksia meningkatkan angka kematian dengan mempertahankan ventilasi yang baik pada frekuensi nafas berkisar 15 kali permenit dan aliran oksigen yang memadai merupakan hal yang sangat penting. Hiperventilasi profilaksis pada cedera kepala sudah tidak direkomendasikan. Tekanan intrakranial dalam rongga tengkorak dan selaput yang membungkus otak terdapat jaringan otak, liquor serebrospinal. Dan peningkatan volume darah salah satu komponen akan diikuti dengan pengurangan atau penekanan terhadap masing-



masing volume komponen yang lain karena tengkorak kepala orang dewasa (suatu kotak yang kaku) tidak dapat mengembang (membesar). Walaupun CSF memberikan toleransi, namun ruang yang diberikan tidak mampu mentoleransi bengkak otak yang terjadi dengan cepat. Aliran darah tidak boleh terganggu karena otak membutuhkan suplai darah yang konstan (oksigen dan glukosa) untuk bertahan hidup. Tidak satu pun dari komponen yang mendukung otak dapat mentoleransi hal ini, oleh sebab itu, bengkak otak yang terjadi akan cepat menyebabkan kematian. Tekanan yang ditimbulkan oleh isi tengkorak disebut tekanan intracranial (ICP). Tekanan ini biasanya sangat rendah. Tekanan intra kranial dinilai berbahaya jika meningkat hingga 15mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan di atas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekanan perfusi serebral (CPP). Nilai CPP diperoleh dengan mengurangkan MABP terhadap ICP. Tekanan perfusi harus dipertahankan 70 mmHg atau lebih. Jika otak membengkak atau terjadi pendarahan dalam tengkorak, tekanan intrakranial akan meningkat dan tekanan perfusi akan menurun. Tubuh memiliki refleks perlindungan (respons atau refleks cushing) yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intraserebral meningkat, tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah otak. Saat keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun (bradikardia) dan bahkan frekuensi respirasi berkurang. Tekanan dalam tengkorak terus meningkat hingga titik kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan semua tanda vital terganggu, dan berakhir dengan kematian penderita. Jika terdapat peningkatan intrakranial, hipotensi akan memperburuk keadaan. Harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistolik 100-110 mmHg pada penderita cedera kepala. Sindroma herniasi, saat otak membengkak, khususnya setelah benturan pada kepala, peningkatan tekanan intrakranial yang tiba-tiba dapat terjadi. Hal ini dapat mendorong bagian otak ke arah bawah, menyumbat aliran CSF dan menimbulkan tekanan besar terhadap batang otak. Hal ini merupakan keadaan yang mengancam hidup di tandai dengan penurunan tingkat kesadaran yang secara progresif menjadi koma, dilatasi pupil dan deviasi mata ke arah bawah dan lateral pada mata sisi kepala yang mengalami cedera, kelemahan pada tungkai dan lengan sisi tubuh berlawanan terhadap sisi yang



mengalami cedera, dan postur deserebrasi (dijelaskan berikut ini) penderita selanjutnya akan kehilangan semua gerakan, berhenti nafas dan meninggal. Sindroma ini sering terjadi setelah perdarahan subdural akut. Sindroma herniasi merupakan satu-satunya keadaan di mana hiperventilasi masih merupakan indikasi. Cedera otak anoksia, Cedera pada otak akibat kurangnya oksigen (misal henti jantung, obstruksi jalan nafas) mempengarui otak secara serius. Jika otak tidak mendapatkan oksigen selama 4 hingga 6 menit, kerusakan irreversible hampir selalu terjadi. Setelah episode anoksia, perfusi korteks akan terganggu akibat spasme yang terjadi pada arteri kecil pada serebral. Setelah anoksia 4 hingga 6 menit, perbaikan oksigenasi dan tekanan darah tidak akan memperbaiki perfusi korteks (tidak ada fenomena reflow) dan cedera anoksia akan terus berlangsung dalam sel otak. Sepertinya hipotermia mampu melindungi otak terhadap efek tersebut dan terdapat laporan kasus pasien hipotermia yang diresusitasi setelah mengalami hipoksia selama 1 jam.



6. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang muncul pada penderita cedera kepala diantaranya adalah gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, perubahan tanda vital, kejang otot, sakit kepala, kejang (Smeltzer dan Bare, 2001). Manifestasi klinis lain yang bisa timbul pada kasus cedera kepala di antaranya: a. Hilangnya kesadaran. b. Perdarahan dibelakang membrane timpani. c. Ekimosiis pada periorbital. d. Mual dan muntah. e. Pusing kepala. f. Terdapat hematom. g. Bila terjadi fraktur mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidunh (rhimorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal. Komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah: a. Perluasan hematoma intrakranial. b. Edema serebral dan herniasi, edema serebral adalah penyebab paling umum dari peningkatan tekanan intracranial pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi



pada cedera kepala kurang lebih 72 jam pasaca cedera. Tekanan intrkranial meningkat akibat ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak akibat trauma. Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg. Akibat dari peningkatan TIK dan edema adalah penyebaran tekanan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada area pembengkakan, perubahan posisi ke bawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kakau akan mengakibatkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel dan kematian. Sedangkan komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera kepala meliputi: a. Koma Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh. b. Kejang/Seizure Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy. c. Infeksi Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain. d. Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah kesadaran. e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera. 7. Pemeriksaan Penunjang



a. CT-Scan CT Scan mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan awal yang paling umum dilakukan karena pemeriksaan ini dapat dengan cepat dilakukan dan sensitif terhadap perdarahan. b. Foto tengkorak atau Kranium Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak. c. MRI (Magnetic Resonan Imaging) Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang elektomagnetik. Bermanfaat karena artifak tulang diminimalkan sehingga struktur pada dasar tengkorak dan medulla spinalis dapat divisualisasikan lebih baik dan perubahan neuronal dapat diamati. Selain itu MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi cedera vascular serebral dengan cara noninvasive. d. Laboratorium Kimia darah Untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit. 1) Kadar Elektrolit, untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial. 2) Screen Toxicologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. e. Cerebral Angiography Alat yang berguna dalam mengkaji diseksi dalam pembuluh darah dan tidak adanya aliran darah serebral pada pasien yang dicurigai mengalami kematian batang otak. Risiko prosedur tersebut meliputi rupture pembuluh darah, stroke akibat debris emboli, reaksi alergi akibat terpajan pewarna radiopak, gagal ginjal akut akibat pewarna IV, dan perdarahan retroperitoneal dari area pemasangan selubung setelah infus dilepaskan. f. Serial EEG Mengukur aktivitas gelombang otak disemua regio korteks dan berguna dalam mendiagnosis kejang serta mengaitkan pemeriksaan neurologis abnormal dengan fungsi kortikal abnormal. Pemeriksaan yang penting dalam mengeliminasi kejang subklinis atau non konvulsif. Temuan yang paling umum pada pasien cedera kepala adalah perlambatan aktivitas gelombang listrik pada area cedera. g. X-Ray Untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang. h. BAER (brainsteam auditory evoked responses) dan SSEP (somatosensory evoked potential)



Pemeriksaan prognostik yang bermanfaat pada pasien cedera kepala. Hasil abnormal dari salah satu pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakkan diagnosis disfungsi batang otak yang tidak akan menghasilkan pemulihan fungsional yang bermakna. i. PET Untuk mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak. j. CSF Lumbal Punksi Lumbal punksi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. k. ABGs Untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial 8. Penatalaksanaan a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit 1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi suportif dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah. 2) Berikan O2 dan monitor. 3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang dari 90 mmHg. 4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler. 5) Stop makanan dan minuman. 6) Imobilisasi. 7) Kirim kerumah sakit. b. Perawatan di bagian Emergensi 1) Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg. 2) Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-obatan sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan. 3) Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk menambah drainase vena. 4) Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90 mmHg dengan gejala klinis yang



berkelanjutan akibat adanya peningkatan tekanan intra kranial. 5) Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP). 6) Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang sebelumnya. c. Terapi obat-obatan 1) Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang – kejang pada awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH 2O, dapat digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas 90 mmHg. 2) Diuretik Osmotik, misalnya Manitol: Dosis 0,25-1 gr/kgBB iv. Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru, dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang progresiv. Fungsinya untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan  tekanan intrakranial, dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan oksigen. 3) Antiepilepsi, misalnya Phenitoin: Dosis 17 mg/kgBB iv, tetesan tidak boleh berlebihan dari 50 (Dilantin) mg/menit. Kontraindikasi; pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan blok sinoatrial, sinus bradikardi, dan sindrom AdamStokes. Fungsinya untuk mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma. d. Terapi yang perlu diperhatikan 1) Airway dan Breathing Perhatikan adanya apneu. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. Tindakan



hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg. 2) Circulation Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada cedera otak sedang. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari. 3) Disability (pemeriksaan neurologis) Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dinilai sebagai data akurat, karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil. GCS diukur untuk menilai respon pasien yang menunjukkan tingkat kesadaran pasien. GCS didapat dengan berinteraksi dengan pasien, secara verbal atau dengan rangsang nyeri pada pangkal kuku atau anterior ketiak. Pada pasien dengan cedera otak sedang perlu dilakukan pemeriksaan GCS setiap setengah jam sekali idealnya. Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis, somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3 macam indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, reaksi verbal, reaksi motorik. Tabel 2. Glasgow Coma Scale (GCS) Glasgow Coma Scale (GCS) Respon membuka mata (E) Buka mata spontan Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara Buka mata bila diransang nyeri Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun Respon verbal (V) Komunikasi baik, jawaban tepat Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang



Nilai 4 3 2 1 5 4



Kata-kata tidak teratur Suara tidak jelas Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun Respon motorik (M) Mengikuti perintah Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksibel abnormal Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi



3 2 1 6 5 4 3 2 1



B. Clinical Pathway Non Trauma



Trauma



Pelepasan mediator nyeri (histamine, bradikin, dll)



Tulang kranial



Ekstra kranial Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, dan vaskuler Perdarahan Risiko Syok



Gangguan suplai darah



Perubahan sirkulasi CSS



Herniasi unkus



Mesenfalon tertekan Gangguan kesadaran



Jaringan otak rusak (kontusio laserasi)



Merangsang reseptor nyeri



Kontak langsung dengan benda asing



- Perubahann autoregulasi - Oedem serebral



Nyeri Akut



Risiko Infeksi Iskemia Hipoksia



Peningkatan TIK Gilus medialis lobus temporalis tergeser



Intra kranial



-



Mual Papilodema Pandangan kabur Penurunan fungsi pendengaran - Nyeri kepala



Risiko Cedera



Imobilisasi



Kejang



Hambatan Memori



Kerusakan memori Gangguan neurologis vokal



Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak



Defisit neurologis Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan



Tonsil cerebrum bergeser Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur



Gangguan persepsi sensori



Kompresi medula oblongata Supine terlalu lama



- Obstruksi jalan nafas - Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas - Dispnea - Henti nafas - Ketidakefektifan Pola Nafas



Kerusakan Integritas Kulit



Penekanan pada bagian tulang yang menonjol



Intra Operatif Prosedur Pembedahan



Agen Farmaseutik



Lingkungan bersuhu rendah



Penurunan suhu tubuh



Post Operatif Agen farmaseutik a Gangguan sensorik/persepsi E Sensori tulang punggung dan fungsi motorik



Hipotermia Risiko Cedera Akibat Posisi Perioperatif



Insisi Jaringan, Kode entri kuman



Risiko Infeksi Area Pembedahan



Prosedur bedah yang lama Risiko Perlambatan Pemulihan Pasca-Bedah



C. Konsep Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe, lokasi dan keparahan cedera meliputi: a. Identitas klien meliputi: 1) Nama 2) Umur: Remaja berumur 15-19 tahun, orang dewasa berumur 65 tahun dan lebih. 3) Jenis kelamin:  laki-laki di semua kelompok umur paling mungkin mendapatkan cedera otak berat. 4) Agama 5) Pendidikan 6) Alamat 7) Pekerjaan 8) Status perkawinan b. Riwayat kesehatan: 1) Diagnosa medis. 2) Keluhan utama: keluhan utama biasanya nyeri kepala setelah kecelakaan. 3) Riwayat penyakit sekarang: adanya penurunan kesadaran, letargi, mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bisa beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan. 4) Riwayat kesehatan terdahulu, terdiri dari penyakit yang pernah dialami, pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik/pernafasan, kardiovaskuler dan metabolik Genogram c. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon) d. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum, tanda vital 2) Breathing Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,



wheezing (kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. 3) Blood Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia). 4) Brain Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi: a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. Pengkajian saraf kranial: Pengkajian saraf kranial yang ditemui pada Epidural Hematom: a) Saraf I: klien akan mengalami gangguan penciuman/anosmia unilateral dan bilateral.



b) Saraf II: klien yang mengalami hematom palpebra akan mengalami penurunan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus. c) Saraf III, IV, dan VI: klien mengalami gangguan anisokoria. d) Saraf V: klien mengalami gangguan koordinasi kemampuan dalam mengunyah. e) Saraf VII: persepsi pengecapan mengalami perubahan. f) Saraf VIII: pendengaran mengalami perubahan. g) Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam membuka mulut. h) Saraf XI: klien tidak mampu mobilisasi. i) Saraf XII: indra pengecapan mengalami perubahan. 5) Bladder Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi. 6) Bowel Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi. 7) Bone Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot. 2. Diagnosa Keperawatan a. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak (00201), berhubungan dengan kondisi terkait cedera otak ditandai dengan gangguan suplai darah dan hipoksia. b. Risiko Syok (00205), berhubungan dengan kondisi terkait hipovolemia ditandai dengan adanya perdarahan. c. Ketidakefektifan Pola Nafas (00032), berhubungan dengan kondisi terkait disfungsi neuromuskular dan hiperventilasi ditandai dengan pola nafas abnormal, bradipnea, dyspnea, ortopnea, takipnea, dan penggunaan otot bantu pernafasan.



d. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas (00031), berhubungan dengan kondisi terkait disfungsi neuromuskular dan sekresi yang tertahan ditandai dengan tidak ada batu, suara nafas tambahan, perubahan pola nafas, perubahan frekuensi pernafasan, dyspnea, sputum dalam jumlah berlebih, batuk tidak efektif, ortopnea, dan gelisah. e. Nyeri Akut (00132), berhubungan dengan kondisi terkait agens cedera fisik ditandai dengan perilaku distraksi, perilaku ekspresif, ekspresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi area nyeri, dilatasi pupil, dan perilaku protektif . f. Risiko Infeksi (00004), berhubungan dengan kondisi terkait supresi respons inflamasi ditandai dengan gangguan integritas kulit. g. Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan (00025), berhubungan dengan kondisi terkait trauma ditandai dengan peningkatan tekanan intracranial dan intake serta output yang tidak seimbang. h. Risiko Cedera (00035), berhubungan dengan kondisi terkait gangguan fungsi kognitif, gangguan psikomotor, dan hipoksia jaringan ditandai dengan penurunan kesadaran dan hambatan fisik. i. Mual (00134), berhubungan dengan kondisi terkait peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan sensai muntah, peningkatan saliva dan ansietas. j. Kerusakan Integritas Kulit (00046), berhubungan dengan kondisi terkait gangguan turgor kulit dan tekanan pada tonjolan tulang ditandai dengan gangguan integritas kulit, area panas lokal, kemerahan, dan imobilasasi fisik. k. Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur (00091), berhubungan dengan kondisi terkait gangguan fungsi kognitif dan gangguan neuromuskular ditandai dengan hambatan kemampuan bergerak dan gangguan kesadaran. l. Hambatan Memori (00131), berhubungan dengan kondisi terkait cedera otak dan gangguan kognititf ringan ditandai dengan ketidakmampuan mengingat informasi atau kejadian faktual. m.Hipotermia (00006), berhubungan dengan kondisi terkait agens farmaseutika ditandai dengan akrosianosis, bradikardia, dasar kuku sianotik, hipertensi, hipoksia, menggigil, kulit dingin, dan takikardia. n. Risiko Infeksi Area Pembedahan (00266), berhubungan dengan kondisi terkait durasi pembedahan, prosedur invasive, dan tipe prosedur pembedahan ditandai dengan gangguan integritas kulit.



o. Risiko Cedera Akibat Posisi Perioperatif (00087), berhubungan dengan kondisi terkait imobilisasi dan gangguan sensorik/persepsi akibat anestesia ditandai dengan penurunan sensori dan fungsi motorik.



3. Perencanaan Keperawatan DIAGNOSIS NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC) KEPERAWATAN Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK) 1. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak (00201)



pasien menunjukkan hasil: Perfusi Jaringan Serebral (0406) No Indikator Awal . Tekanan intracranial 1. (040602) Tekanan darah sistolik 2. (040613) Tekanan darah diastolik 3. (040614) Nilai rata-rata tekanan 4. darah (040617) Hasil serebral angiogram 5. (040615) No Indikator Awal . 6. Sakit kepala (040603) 7. Bruit karotis (040604) 8. Kegelisahan (040605) 9. Kelesuhan (040606) Kecemasan yang tidak 10. dijelaskan (040607) 11. Agitasi (040608) 12. Muntah (040609)



1



2



Tujuan 3 4



5



1



Tujuan 2 3 4



5



(2590) 1. Rekam pembacaan tekanan TIK. 2. Monitor tekana aliran darah otak. 3. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan 4. Monitor kualitas dan karakteristik TIK. 5. Monitor status neurologis. 6. Monitor jumlah, nilai, dan karakteristik pengeluaran cairan serebrospinal (CSF). 7. Monitor intake dan output. 8. Monitor suhu dan julah WBC. 9. Periksa klien untuk adanya gejala kaku kuduk. 10. Monitor efek rangsangan lingkungan pada TIK. 11. Beritahu kepada dokter adanya peningkatan TIK. NIC: Manajemen Edema Serebral (2540) 1. Monitor tanda-tanda vital 2. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, dan pingsan. 3. Monitor karakteristik cairan serebrospinal: warna, kejernihan, konsistensi. 4. Catat cairan serebrospinal.



13.



Cegukan (040610) Keadaan pingsan 14. (040611) 15. Demam (040616) Kognisi terganggu 16. (040618) Penurunan tingkat 17. kesadaran (040619) Refleks saraf terganggu 18. (040620) Keterangan no. 1-5: 1. Deviasi berat dari kisaran normal 2. Deviasi cukup besar dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal Keterangan no. 6-18: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada



2.



Resiko Syok (00205)



5. Monitor CVP dan TIK. 6. Analisa pola TIK. 7. Monitor pernafasa frekuensi, irama, kedalaman pernafasan PaO2, PCO2, PH, bikarbonat. 8. Berikan sedasi sesuai dengan kebutuhan. 9. Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien. 10. Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan periode istirahat. 11. Sering percakapan kepada pasien. 12. Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada lutut/ panggul posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih. 13. Batasai cairan. 14. Batasi suction kurang dari 15 detik. 15. Lakukan latihan ROM pasif. 16. Monitor intake dan output. 17. Pertahankan suhu normal. 18. Lakukan tindakan pencegahan kejang.



NIC: Monitor Neurologi (2620) 1. Monitor tingkat kesadaran. 2. Monitor tingkat orientasi. 3. Monitor kecenderungan Skala Koma Gasglow. 4. Monitor reflek batuk dan muntah. 5. Monitor bentuk otot, gerakan motorik, gaya berjalan, dan proprioception. 6. Monitor respon terhadap obat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Syok Prevention (4260) pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu



Keparahan Syok: Hipovolemik (4260) Awa No Indikator l Penurunan tekanan nadi 1. perifer (041901) Penurunan tekanan arteri 2. rata-rata (041902) Penurunan tekanan darah 3. sistolik (041903) Penurunan tekanan darah 4. diastolik (041904) Melambatnya waktu 5. pengisian kapiler (041905) Meningkatnya laju 6. jantung (041906) Nadi lemah dan halus 7. (041907) 8. Aritmia (041908) 9. Nyeri dada (041909) Meningkatnya laju nafas 10. (041910) Pernafasan dangkal 11. (041911) Ronkhi pada paru 12. (041912) Penurunan oksigen arteri 13. (041913) 14. Meningkatnya



1



2



Tujuan 3 4



5



kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill. 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan. 3. Monitor suhu dan pernafasan. 4. Monitor input dan output. 5. Pantau nilai labor: HB, HT, AGD dan elektrolit. 6. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai. 7. Monitor tanda dan gejala asites. 8. Monitor tanda awal syok. 9. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkata npreload dengan tepat. 10. Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas. 11. Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat. 12. Berikan vasodilator yang tepat. 13. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok. 14. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok. NIC: Syok Management (4250) 1. Monitor fungsi neurologis. 2. Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr: Level). 3. Monitor tekanan nadi. 4. Monitor status cairan, input, output. 5. Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan. 6. Monitor EKG. 7. Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk meningkatkan akurasi pembacaan tekanan



karbondioksida arteri (041914) Akral dingin, kulit 15. lembab/basah (041915) 16. Pucat (041916) Memanjangnya waktu 17. pembekuan darah (041917) Bising usus menurun 18. (041918) 19. Kehausan (041919) Menurunnya urin output 20. (041920) 21. Kebingungan (041921) 22. Lesu (041922) Penurunan tingkat 23. kesadaran (041923) Respon pupil melambat 24. (041924) Asidosis metabolic 25. (041925) 26. Hiperbilirubin (041926) Keterangan no. 6-18: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada Tanda-tanda Vital (0802)



darah. 8. Menggambar gas darah arteri dan memonitor jaringan oksigenasi. 9. Memantau tren dalam parameter hemodinamik (misalnya, CVP, MAP, tekanan kapiler pulmonal/arteri). 10. Memantau faktor penentu pengiriman jaringan oksigen (misalnya, PaO2 kadar hemoglobin SaO2, CO), jika tersedia. 11. Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan/atau tonometry lambung. 12. Memonitor gejala gagal pernafasan (misalnya, rendah PaO2 peningkatan PaCO2 tingkat, kelelahan otot pernafasan). 13. Monitor nilai laboratorium (misalnya, CBC dengan diferensial) koagulasi profil, ABC, tingkat laktat,  budaya, dan profil kimia). 14. Masukkan dan memelihara besarnya kobosanan akses IV.



No . 1.



3.



Ketidakefektifan Pola Napas (00032)



Indikator



Awa l



1



2



Tujuan 3 4



5 Suhu tubuh (080201) Denyut jantung apikal 2. (080202) Irama jantung apikal 3. (080208) Denyut nadi radial 4. (080203) Tingkat pernafasan 5. (080204) Irama pernafasan 6. (080210) Tekanan darah sistolik 7. (080205) Tekanan darah diastolik 8. (080206) 9. Tekanan nadi (080209) Kedalaman inspirasi 10. (080211) Keterangan no. 1-10: 1. Deviasi berat dari kisaran normal 2. Deviasi cukup besar dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Monitor Pernafasan (3350) pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor tingkat, irama kedalaman dan usaha nafas. Status Pernafasan (0415) 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan.



No . 1. 2. 3. 4. 5. No .



Indikator



Awa l



1



2



Tujuan 3 4



5



Frekuensi pernafasan (041501) Irama pernafasan (041502) Kedalaman inspirasi (041503) Suara auskultasi nafas (041504) Kepatenan jalan nafas (041532) Indikator



Penggunaan otot bantu 8. pernafasan (041510) Retraksi dinding dada 9. (041511 Pernafasan bibir dengan mulut mengerucut 10. (04151 ) Dyspnea saat istirahat 11. (041514) Dyspnea dengan 12. aktivitas ringan (041515) Pernafasan cuping 13. hidung (041528) Keterangan no. 1-5:



Awa l



1



Tujuan 2 3 4



5



3. 4. 5. 6. 7. 8.



Monitor kebisingan respirasi. Palpasi ekpansi dada. Auskultasi suara nafas. Membuka jalan napas. Memberi terapi oksigen. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. 9. Monitor pernapasan lewat hidung. NIC: Terapi Oksigen (3320) 1. Berikan oksigen seperti yang diperintahkan. 2. Monitor aliran oksigen. 3. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan telah diberikan. 4. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk bernapas. NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140) 1. Posisikan pasien dengan semi fowler atau fowler untuk memaksimalkan ventilasi. 2. Lakukan fisioterapi dada. 3. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk. 4. Instruksikan pasien untuk melakukan batuk efektif. 5. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan



4.



Ketidakefektifan Bersihan Jalan (00031)



1. Deviasi berat dari kisaran normal adanya suara tambahan. 2. Deviasi cukup dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal Keterangan no. 8-13: 1. Sangat berat 2. Berat 3. Cukup 4. Ringan 5. Sedang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140) pasien menunjukkan hasil: 1. Posisikan pasien dengan semi fowler atau fowler untuk memaksimalkan ventilasi. Status Pernafasan (0415) 2. Motivasi pasien untuk bernafas pelan dan dalam. Tujuan No Awa Indikator 3. Auskultasi suara nafas, catat area yang . l 1 2 3 4 5 ventilasinya menurun atau tidak ada dan Frekuensi pernafasan 1. adanya suara tambahan. (041501) Irama pernafasan 2. NIC: Monitor Pernafasan (3350) (041502) 1. Monitor tingkat, irama kedalaman dan Kedalaman inspirasi 3. kesulitan bernafas. (041503) 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan Suara auskultasi nafas 4. penggunaan otot bantu pernafasan. (041504) 3. Auskultasi suara nafas. Kepatenan jalan nafas 5. 4. Monitor suara nafas dan suara nafas (041532) tambahan. 5. Monitor pola nafas. 6. Monitor pernapasan lewat hidung. No Indikator Awa Tujuan



. 8. 9.



l Penggunaan otot bantu pernafasan (041510) Retraksi dinding dada (041511



Pernafasan bibir dengan mulut mengerucut 10. (04151 ) Dyspnea saat istirahat 11. (041514) Dyspnea dengan 12. aktivitas ringan (041515) Pernafasan cuping 13. hidung (041528) Keterangan no. 1-5: 1. Deviasi berat dari kisaran normal 2. Deviasi cukup dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal Keterangan no. 8-13: 1. Sangat berat 2. Berat 3. Cukup 4. Ringan 5. Sedang



1



2



3



4



5



7. Kelola pemberian sebagaimana mestinya.



bronkodilator



NIC: Terapi Oksigen (3320) 1. Berikan oksigen seperti yang diperintahkan. 2. Monitor aliran oksigen. 3. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan telah diberikan. 4. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk bernapas.



Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas (0410) Tujuan No Awa Indikator . l 1 2 3 4 Frekuensi pernafasan 1. (041004) Irama pernafasan 2. (041005) Kedalaman inspirasi 3. (041017) Kemampuan 4. mengeluarkan sekret (041012) Tujuan No Awa Indikator . l 1 2 3 4 5. Ansietas (041002) 6. Ketakutan (041011) 7. Tersedak (041003) Suara nafas tambahan 8. (041007) Pernafasan cuping 9. hidung (041013) 10. Mendesah (041014) Dyspnea saat istirahat 11. (041515) Dyspnea dengan 12. aktivitas ringan (041516) Batuk 13. (041019)



5



5



Akumulasi sputum (041020) Keterangan no. 1-4: 1. Deviasi berat dari kisaran normal 2. Deviasi cukup dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal Keterangan no. 5-14: 1. Sangat berat 2. Berat 3. Cukup 4. Ringan 5. Sedang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Nyeri (1400) pasien menunjukkan hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, Kontrol Nyeri (1605) dan intensitas nyeri). 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri. Tujuan No Awa Indikator 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat. . l 1 2 3 4 5 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang Mengenali kapan nyeri 1. dirasakan. terjadi (160502) Menggambarkan faktor 2. NIC: Terapi Relaksasi (6040) penyebab (160501) 1. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi Menggunakan tindakan 3. seperti nafas dalam dan music. pencegahan (160503) 2. Dorong pasien mengambil posisi nyaman. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) 4. NIC: Pemberian Analgesik (2210) tanpa analgesik 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan (160504) 14.



5.



Nyeri Akut (00132)



keparahan nyeri sebelum mengobati pasien. 2. Cek adanya riwayat alergi obat. 3. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan.



Menggunakan analgesic yang direkomendasikan (160505) Melaporkan perubahan terhadap gejal nyeri 6. pada professional kesehatan (160513) Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada 7. professional kesehatan (160507) Mengenali apa yang 8. terkait dengan gejala nyeri (160509) Melaporkan nyeri yang 9. terkontrol (160511) Keterangan: 1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang-kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Secara konsisten menunjukkan 5.



Tingkat Nyeri (2102) No Indikator . Nyeri yang dilaporkan 1. (210201) Panjang episode nyeri 2. (210204)



Awa l



NIC: Monitor Tanda Tanda Vital (6680) 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat. 2. Monitor pola pernapasan abnormal. 3. Identifikasi keumngkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital.



1



2



Tujuan 3 4



5



3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. No . 16. 17. 18.



Menggerang dan menangis (210217) Ekspresi wajah nyeri (210206) Tidak bisa beristirahat (210208) Agitasi (210222) Iritabilitas (210223) Mengernyit (210224) Mengeluarkan keringat (210225) Berkeringat berlebihan (210226) Fokus menyempit (210219) Ketegangan otot (210209) Kehilangan nafsu makan (210215) Mual (210227) Intoleransi makanan (210228) Indikator Frekuensi nafas (210210) Denyut jantung radial (210220) Tekanan darah (210212)



Awa l



1



Tujuan 2 3 4



5



6.



Risiko Infeksi (00004)



19. Berkeringat (210214) Keterangan no. 1-15: 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada Keluhan no. 16-19: 1. Deviasi yang berat dari kisaran normal 2. Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan hasil: Kontrol Risiko: Proses Infeksi ( 1924) No Awa Indikator . l 1 Mencari informasi 1. terkait kontrol infeksi (192425) Mengidentifikasi faktor 2. risiko infeksi (192426) Mengenali faktor risiko 3. individu terkait infeksi (192401) 4. Mengetahui perilaku yang berhubungan dengan risiko infeksi



2



Tujuan 3 4



5



NIC: Kontrol Infeksi (6540) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunkan untuk setiap pasien. 2. Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi. 3. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan pasien. 4. Batasi jumlah pengunjung. 5. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat. NIC: Perlindungan Infeksi (6550) 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local. 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi. 3. Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko. 4. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau



5.



6.



7.



8.



9.



10.



11.



12. 13.



(192402) Mengidentifikasi risiko infeksi dalam aktivitas sehari-hari (192403) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi (192404) Mengklarifikasi risiko infeksi yang didapat (192406) Mengidentifikasi strategi untuk melindungi diri dari orang lain yang terkena infeksi (192407) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan risiko infeksi (192408) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan risiko infeksi (192409) Memonitor masa inkubasi penyakit infeksius (192410) Mempertahankan lingkungan yang bersih (192411) Menggunakan strategi untuk disinfeksi barang-



luka. 5. Tingkatkan asupan nutrisi. 6. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic yang direspkan. 7. Jaga penggunaan antibiotic dengan bijaksana. NIC: Monitor Tanda Tanda Vital (6680) 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat. 2. Monitor pola pernapasan abnormal. 3. Identifikasi keumngkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital.



14.



15. 16. 17.



18.



19.



20.



21. No . 22.



barang (192412) Mengembangkan strategy efektif untuk mengontrol infeksi (192413) Menggunakan alat pelindung diri (192414) Mencuci tangan (192415) Mempraktikkan strategi mengontrol infeksi (192416) Menyesuaikan strategi dalam mengontrol infeksi (192417) Memonitor perubahan status kesehatan (192420) Melakukan tindakan segera untuk mengurangi risiko (192421) Memanfaatkan sumber informasi yang terpercaya (192423) Indikator Menggunakan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan



Awa l



1



Tujuan 2 3 4



5



7.



Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan (00025)



(192424) Keterangan no. 1-22: 1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang-kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Secara konsisten menunjukkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Cairan (4120) pasien menunjukkan hasil: 1. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien. Keparahan Hiperkalemia (0609) 2. Hitung atau timbang popok dengan baik. 3. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat Tujuan No Awa Indikator output [pasien]. . l 1 2 3 4 5 4. Masukkan kateter urin. Peningkatan serum 1. 5. Monitor status hidrasi (misalnya, membran potassium (060901) mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan Perubahan EKG 2. tekanan darah ortostatik). (060902) 6. Monitor hasil laboratorium yang relevan Peningkatan denyut nadi 3. dengan retensi cairan (misalnya, peningkatan (060903) berat jenis, peningkatan BUN, penurunan Penurunan tekanan 4. hematokrit, dan peningkatan kadar darah (060904) osmolalitas urin). 5. Aritmia (060905) 7. Monitor status hemodinamik, termasuk CVP, 6. Ansietas (060906) MAP, PAP, dan PCWP, jika ada. Ke lemahan otot 7. 8. Monitor tanda tanda vital pasien. (060907) 9. Monitor indikasi kelebihan cairan/retensi Paralisis yang lemah 8. (misalnya, crackles, elevasi CVP atau tekanan (060908) kapiler paru-yang terganjal, edema, distensi 9 Paresthesia (060909) vena leher, dan asites). 10 Mual (060910) 10. Monitor perubahan berat badan pasien 11 Kolik intestinal (060911)



Nyeri abdomen (060912) 13 Diare (060913) Iritabilitas 14 neuromuscular (060914) Tidak dapat beristirahat 15 (060915) 16 Sakit kepala (060916) 17 Kejang (060917) 18 Koma (060918) Keterangan no. 1-18: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada 12



Keparahan Hiperkloremia (0608) No Awa Indikator . l Peningkatan serum 1. klorida (060801) Peningkatan serum 2. sodium (060802) Penurunan pH serum 3. (060803) Penurunan serum 4. bikarbonat (060804) Peningkatan urin klorida 5. (060805)



1



2



Tujuan 3 4



5



sebelum dan setelah dialysis. 11. Kaji lokasi dan luasnya edema, jika ada. 12. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan kalori harian. 13. Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan. 14. Monitor status gizi. 15. Berikan cairan, dengan tepat. 16. Berikan diuretik yang diresepkan. 17. Berikan cairan IV sesuai suhu kamar. 18. Tingkatkan asupan oral (misalnya, memberikan sedotan, menawarkan cairan di antara waktu makan, mengganti air es secara rutin, menggunakan es untuk jus favorit anak, potongan gelatin ke dalarn kotak yang menyenangkan, menggunakan cangkir obat kecil) , yang sesuai. 19. Arahkan pasien mengenai status NPO. 20. Berikan penggantian nasogastrik yang diresepkan berdasarkan output [pasien]. 21. Distribusikan asupan cairan selama 24 jam. 22. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalarn pemberian makan dengan baik. 23. Tawari makanan ringan (misalnya, minuman ringan dan buah buahan segar/jus buah). 24. Batasi asupan air pada kondisi pengenceran hiponatremia dengan serum Na



di bawah 130 mEq per liter. 25. Monitor reaksi pasien terhadap terapi elektrolit yang diresepkan. 26. Konsultasikan dengan dokter jika tandatanda dan gejala kelebihan volume cairan menetap atau memburuk. 27. Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi, jika perlu. 28. Persiapkan pemberian produk-produk darah (misalnya, cek darah dan mempersiapkan pemasangan infus). 29. Berikan produk-produk darah (misalnya, trombosit dan plasma yang baru).



Peningkatan frekuensi pernafasan (060806) Peningkatan kedalaman 7. pernafasan (060807) 8. Hipertensi (060808) 9. Dyspnea (060809) 10. Lethargy (060810) 11. Kelemahan (060811) Gangguan kognisi 12. (060812) Peningkatan denyut nadi 13. (060813) 14. Aritmia (060814) 15. Pitting edema (060815) 16. Koma (060816) Keterangan no. 1-16: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada 6.



Keparahan Hipernatremia (0611) No Awa Indikator . l Peningkatan serum 1. sodium (061101) Peningkatan urin output 2. (061102)



1



Tujuan 2 3 4



5



NIC: Monitor Cairan (4130) 1. Tentukan jumlah clan jenis intake/asupan cairan serta kebiasaan eliminasi. 2. Tentukan faktor-faktor risiko yang mungkin menyebabkan ketidakseimbangan cairan (misalnya, kehilangan albumin, Iuka bakar, malnutrisi, sepsis, sindrom nefrotik, hipertermia, terapi diuretik, patologi ginjal, gaga! jantung, diaforesis, disfungsi hati, olahraga berat, paparan panas, infeksi, paska operasi, poliuria, muntah, dan diare). 3. Tentukan apakah pasien mengalami kehausan atau gejala perubahan cairan (misalnya, pusing, sering berubah pikiran, melamun, ketakutan, mudah tersinggung, mual, berkedut).



Penurunan sodium urin (061103) Peningkatan gravitasi 4. urin spesifik (061104) Peningkatan tekanan 5. darah (061105) Peningkatan denyut nadi 6. (061106) Kulit dan membran 7. mukosa kering (061107) 8. Haus (061108) 9. Anoreksia (061109) 10. Mual (061110) 11. Muntah (061111) 12. Sakit kepala (061112) 13. Gelisah (061113) 14. Pusing (061114) 15. Konfusi (061115) 16. Otot berkedut (061116) 17. Kejang (061117) 18. Edema paru (061118) Peningkatan berat badan 19. (061119) 20. Papilledema (061120) 21. Koma (061121) Keterangan no. 1-21: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 3.



4. Periksa isi ulang kapiler dengan memegang tangan pasien pada tinggi yang sama seperti jantung dan menekan jari tengah selama lima detik, lalu lepaskan tekanan dan hitung waktu sampai jarinya kembali merah (yaitu, harus kurang dari 2 detik). 5. Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti tangan atau tulang kering, mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan kedua tangan dan lepaskan (di mana, kulit akan turun kembali dengan cepat jika pasien terhidrasi dengan baik). 6. Monitor berat badan. 7. Monitor asupan dan pengeluaran. 8. Monitor nilai kadar serum dan elektrolit urin. 9. Monitor kadar serum albumin dan protein total. 10. Monitor kadar serum dan osmolalitas urin. 11. Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status pernapasan. 12. Monitor tekanan darah ortostatik dan perubahan irama jantung, dengan tepat. 13. Monitor parameter hemodinamik invasive. 14. Catat dengan akurat asupan dan pengeluaran (misalnya, asupan oral, asupan pipa makanan, asupan IV, antibiotik, cairan yang diberikan dengan obat-obatan, tabung nasogastrik (NG), saluran air, muntah,



4. Ringan 5. Tidak ada Keparahan Hipokalemia (0615) No Awa Indikator . l Penurunan serum 1. potassium (061501) Hipotensi ortostatik 2. (061502) Penurunan tekanan 3. darah (061503) 4. Aritmia (061504) Perubahan EKG 5. (061505) 6. Kelelahan (061506) 7. Lethargy (061507) 8. Apatis (061508) 9. Depresi mental (061509) 10. Konfusi (061510) 11. Anoreksia (061511) 12. Mual (061512) 13. Muntah (061513) Penurunan motilitas 14. usus (061514) 15. Konstipasi (061515) 16. Poliuria (061516) Distensi abdomen 17. (061517)



1



2



Tujuan 3 4



5



tabung dubur, pengeluaran kolostomi, dan air seni). 15. Cek kembali asupan dan pengeluaran pada semua pasien dengan terapi intravena, infus subkutan, makanan enteral, tabung NGT, kateter urin, muntah, diare, drainase Iuka, drainase dada, dan kondisi medis yang mempengaruhi keseimbangan cairan (misalnya, gagal jantung, gagal ginjal, malnutrisi, Iuka bakar, sepsis). 16. Rekam inkontinensia pada pasien yang membutuhkan asupan dan pengeluaran akurat. 17. Perbaiki alat medis yang bermasalah (misalnya, kateter tertekuk atau terblokir) pada pasien yang mengalami berhenti mendadak mengeluarkan urin.



Kelemahan otot (061518) Penurunan tonus otot 19. (061519) Paralisis yang lemah 20. (061520) 21. Parestesia (061521) 22. Kram kaki (061522) Hipoaktif refleks tendon 23. dalam (061523) 24. Koma (061524) Keterangan no. 1-23: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada 18.



Keparahan Hipokloremia (0614) No Awa Indikator . l Penurunan serum 1. klorida (061401) Penurunan serum 2. sodium (061402) Peningkatan pH serum 3. (061403) Peningkatan serum 4. bikarbonat (061404) 5. Peningkatan konten



1



2



Tujuan 3 4



5



serum karbondioksida (061405) Penurunan urine klorida 6. (061406) 7. Agitasi (061407) Iritabilitas 8. neuromuscular (061408) 9. Tremor (061409) 10. Kram otot (061410) Hiperaktifitas refleks 11. tendon dalarn (061411) 12. Tetani (061412) Penurunan pernafasan 13. (061413) Pernafasan dangkal 14. (061414) 15. Aritmia (061415) 16. Kejang (061416) 17. Koma (061417) Keterangan no. 1-17: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada



Keparahan Hiponatremia (0617) No Awa Indikator . l



1



2



Tujuan 3 4



5



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.



Penurunan serum sodium (061701) Penurunan sodium urin (061702) Penurunan berat jenis urine (061703) Hipertensi ortostatik (061704) Penurunan tekanan darah (061705) Peningkatan denyut nadi (061706) Kulit dan membran mukosa kering (061707) Anoreksia (061708) Mual (061709) Muntah (061710) Sakit kepala (061711) Apatis (061712) Gangguan konsentrasi (061713) Lethargy (061714) Kelelahan (061715) Pusing (061716) Konfusi (061717) Kram otot (061718) Kelemahan otot (061719) Otot berkedut (061720)



21. 22.



8.



Risiko Cedera (00035)



Kejang (061721) Edema (061722 Peningkatan berat badan 23. (061723) Keterangan no. 1-23: 1. Berat 2. Besar 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan hasil: Kejadian Jatuh (0410) No Indikator . Jatuh saat berdiri 1. (191201) Jatuh saat berjalan 2. (191202) Jatuh saat duduk 3. (191203) Jatuh dari tempat tidur 4. (191204) Jatuh saat 5. dipindahkan(191205) Jatuh saat naik tangga 6. (191206) Jatuh saat turun tangga 7. (191207)



Awa l



1



Tujuan 2 3 4



5



NIC: Manajemen Lingkungan: Keselamatan (6486) 1. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan. 2. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan. 3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan berisiko 4. Monitor lingkungan terhadap terjadinya perubahan status keselamatan. 5. Bantu pasien saat melakukan pindahan yang lebih aman. NIC: Pencegahan Jatuh (6490) 1. Kaji riwayat jatuh. 2. Monitor gaya berjalan, kesimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi. 3. Dukung pasien untuk menggunakan tongkat atau walker. 4. Ajarkan pasien jika jatuh untuk



8. 9.



meminimalkan cedera. 5. Monitor kemampuan untuk berpindah. 6. Lakukan program latihan fisik rutin yang meliputi berjalan. 7. Kolaborasi untuk meminimalkan efek samping dari pengobatan yang berkontribusi pada kejadian jatuh.



Jatuh saat ke kamar mandi (191209) Jatuh saat membungkuk (191210)



Keterangan no. 1-9: 1. 10 dan lebih 2. 7-9 3. 4-6 4. 1-3 5. Tidak ada Keparahan Cedera Fisik (1913) No Awa Indikator . l Lecet pada kulit 1. (191301) 2. Memar (191302) Ekstremitas keseleo 3. (191305) Fraktur ekstremitas 4. (191307) 5. Fraktur pelvis (191308) Fraktur panggul 6. (191309) Fraktur tulang punggung 7. (191310) 8. Fraktur muka (191312) 9. Cedera gigi (191313) 10. Cedera kepala terbuka



1



2



Tujuan 3 4



5



9.



Mual (00134)



(191314) Cedera kepala tertutup 11. (191315) Gangguan imobilitas 12. (191316) Kerusakan kognisi 13. (191319) Penurunan tingkat 14. kesadaran (191320) 15. Perdarahan (191323) Keterangan no. 1-15: 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan hasil: Keparahan Mual & Muntah (2107) Awa No Indikator l 1. Frekuensi mual (210701) 2. Intensitas mual (210702) 3. Distres mual (210703) 4. Frekuensi muntah (210704) 5. Intensitas muntah



1



2



Tujuan 3 4



5



NIC: Manajemen Mual(1450) 1. Dorong pasien untuk memantau pengalaman diri terhadap mual. 2. Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi mual sendiri. 3. Lakukan penilaian lengkap terhadap mual, termasuk frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan faktor-faktor pencetus, dengan menggunakan alat [pengkajian] seperti Self-Care journal,Visual Analog Scales, Timbangan Analog Visual, Duke Descriptive Scales, dan Rhodes Index of Nausea and Vomiting (INV) Form 2. 4. Observasi tanda-tanda nonverbal dari



(210705) Distres muntah (210706) 7. Frekuensi muntah (210707) 8. Intensitas muntah (210708) 9. Distres muntah (210709) 10. Sekresi air ludah yang banyak (210710) 12. Perubahan pengecapan (210711) 13. Intoleransi bau (210712) 14. Kehilangan berat badan (210713) 15. Rasa panas dalam perut (210714) 16. Nyeri lambung (210715) 17. Muntah proyektil (210716) 18. Darah dalam muntahan (210717) 19. Muntahan serbuk kopi (210718) 20. Muntahan bau feses (210719) 21. Ketidakseimbangan elektrolit (210720) Keterangan no. 1-21: 6.



ketidaknyamanan, terutama pada bayi, anakanak, dan orang-orang yang tidak mampu untuk berkomunikasi secara efektif, seperti individu dengan penyakit Alzheimer. 5. Evaluasi pengalaman masa lalu individu terhadap mual (misalnya, kehamilan dan mabuk darat). 6. Dapatkan riwayat lengkap perawatan sebelumnya. 7. Dapatkan riwayat diet pasien seperti [makanan] yang disukai dan yang tidak disukai serta preferensi [ makanan J terkait budaya. 8. Evaluasi dampak dari pengalaman mual pada kualitas hidup (misalnya, nafsu makan, aktivitas, prestasi kerja, tanggung jawab peran, dan tidur). 9. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap mual (misalnya, obat-obatan dan prosedur). 10. Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif diberikan untuk mencegah mual bila memungkinkan (kecuali untuk mual yang berhubungan dengan kehamilan). 11. Kendalikan faktor-faktor lingkungan yang mungkin membangkitkan mual (misalnya, bau yang tidak menyenangkan, suara, dan stimulasi visual yang tidak menyenangkan). 12. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor



1. 2. 3. 4. 5.



10.



Kerusakan Integritas Kulit (00046)



Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada



Setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 3 x 24 jam pasien menunjukkan hasil:



Integritas Kulit & Membrane Mukosa (1101) Tujuan No Awa Indikator . l 1 2 3 4 1. Suhu (110101) 2. Sensasi (110102) 3. Elastisitas (110103) 4. Hidrasi (110104) 5. Keringat (110106) 6. Tekstur (110108) 7. Ketebalan (110109)



5



yang bersifat personal yang memicu atau meningkatkan mual (kecemasan, takut, kelelahan, dan kurangnya pengetahuan). 13. Identifikasi strategi yang telah berhasil [dilakukan] dalam. 14. [upaya] mengurangi mual. 15. Tunjukkan penerimaan diri terhadap mual dan berkolaborasi dengan pasien ketika memilih strategi pengendalian mual. 16. Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon mual ketika mengimplementasikan intervensi. 17. Dorong pasien untuk tidak mentolerir mual tapi bersikap asertif dengan penyedia layanan kesehatan dalam memperoleh bantuan farmakologi dan nonfarmakologi. NIC: Manajemen Tekanan (3500) 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. 2. Hindari kerutan pada tempat tidur. 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali. 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan. 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan. 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. 8. Monitor status nutrisi pasien. 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air



8. 9. 10. No . 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.



hangat.



Perfusi jaringan (110111) Pertumbuhan rambut pada kulit (110112) Integritas kulit (110113) Indikator Pigmentasi abnormal (110105) Lesi pada kulit (110115) Lesi mukosa membrane (110116) Jaringan parut (110117) Kanker kulit (110118) Pengelupasan kulit (110119) Penebalan kulit (110120) Eritema (110121) Wajah pucat (110122) Nekrosis (110123) Pengerasan (kulit) (110124)



Keterangan no. 1-10: 1. Sangat tergganggu 2. Banyak tergganggu 3. Cukup tergganggu 4. Sedikit tergganggu 5. Tidak terganggu



Awa l



1



2



Tujuan 3 4



5



NIC: Perawatan Daerah (Area) Sayatan (3440) 1. Membersihkan memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples. 2. Monitor proses kesembuhan area insisi. 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi. 4. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril. 5. Gunakan preparat antiseptik sesuai program. 6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program.



Keterangan no. 11- 21: 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada Penyembuhan Luka: Primer (1102) No Awa Indikator . l Memperkirakan 1. (kondisi) kulit (110201) Memperkirakan 2. (kondisi) tepi luka (110213) Pembentukan bekas luka 3. (110214) No Awa Indikator . l Drainase purulent 4. (110202) Drainase serosa 5. (110203) Drainase sanguinis 6. (110204) Drainase serosanguinis 7. (110205) Drainase sanguinis dari 8. drain (110206) 9. Drainase serosanguinis



1



Tujuan 2 3 4



5



1



2



Tujuan 3 4



5



11.



Hambatan Mobilitas Di Tempat Tidur (00091)



dari drain (110207) Eritema di kulit 10. sekitarnya (110208) Lebam di kulit 11. sekitarnya (110215) Periwound edema 12. (110209) Peningkatan suhu kulit 13. (110210) 14. Bau luka busuk(110211) Keterangan no. 1-3: 1. Tidak ada 2. Terbatas 3. Sedang 4. Besar 5. Sangat besar Keterangan no. 4-14: 1. Sangat besar 2. Besar 3. Sedang 4. Terbatas 5. Tidak ada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan hasil: Pergerakan sendi (0206) No Indikator . 1. Leher (020601) 2. Rahang (020602)



Awa l



1



Tujuan 2 3 4



5



NIC: Perawatan Tirah Baring (0740) 1. Jelaskan alasan diperlukan tirah baring. 2. Posisikan sesuai body alignmnt yang tepat. 3. Jaga linen tetap bersih. 4. Hindari memakai linen kasar. 5. Tinggikan teralis tempat tidur. 6. Balikkan pasien sesuai kondisi kulit. 7. Balikkan pasin yang tidak dapat mobilisasi



3. 4. 5. 6. 7. No .



setiap 2 jam. 8. Monitor kondisi kulit. 9. Berikan stoking antiemboli. 10. Bantu jaga kebersihan pasien.



Punggung (020620) Jari (kanan) (020603) Jari (kiri) (020604) Jempol (kanan) (020605) Jempol (kiri) (020606) Indikator



Awa l



1



Pergelangan tangan 8. (kanan) (020607) Pergelangan tangan 9. (kiri) (020608) 10. Siku (kanan) (020609) 11. Siku (kiri) (020610) 12. Bahu (kanan) (020611) 13. Bahu (kiri) (020612) Pergelangan kaki 14. (kanan) (020613) Pergelangan kaki 15. (kanan) (020614) 16. Lutut (kanan) (020615) 17. Lutut (kiri) (020616) Panggul (kanan) 18. (020617) 19. Panggul (kiri) (020618) Keterangan no. 1-19: 1. Deviasi berat dari kisaran normal 2. Deviasi cukup besar dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal



2



Tujuan 3 4



5



NIC: Peningkatan Mekanika Tubuh (0140) 1. Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur tubuh yang benar. 2. Kaji pemahaman pasien mengenai mekanika tubuh dan latihan (misalnya: mendemonstrasikan kembali teknik melakukan aktivitas/latihan yang benar). 3. Edukasi pasien tentang pentingnya postur (ubtubuh) yang benar. 4. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki terlebih dahulu kemudian badan untuk memulai berdiri. 5. Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangkan peningkatan mekanika tubuh, sesuai indikasi. NIC: Terapi Latihan: Kontrol Otot (0226) 1. Tentukan kesiapan pasien untuk terlibat dalam aktivitas atau latihan. 2. Evaluasi fungsi sensori (penglihatan, pendengaran, dan perabaan). 3. Bantu menjaga stabilitas sendi tubuh dan atau proksimal selama latihan. 4. Bantu pasien untuk dalam berada pada posisi duduk/berdiri untuk melakukan protokol



4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal



12.



Hambatan Memori (00131)



Setelah dilakukan tindakan keperawatan hambatan memori pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:



latihan. 5. Berikan petunjuk langkah demi langkah untuk setiap aktivitas motorik selama latihan. 6. Sediakan lingkungan yang baik.



NIC: Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201) 1. Lakukan skrining kesehatan sebelum memulai latihan untuk mengidentifikasi risiko dengan menggunakan skala kesiapan latihan fisik. 2. Sediakan informasi mengenai fungsi otot, latihan fisiologis dan konsekuensi dari penyalahgunaannya. 3. Bantu mengembangkan program latihan kekuatan yang sesuai dengan tingkat kebugaran otot, hambatan musculoskeletal. 4. Instruksikan untuk istirahat sejenak setiap selesai latihan. 5. Demonstrasikan sikap tubuh yang baik dan tingkatkan bentuk latihan dalam setiap kelompok otot. 6. Modifikasi gerakan dan metode dalam mengaplikasikan resistensi untuk paisen yang harus tetap duduk dikursi maupun ditempat tidur. NIC: Latihan Memori (4760) 1. Kenangkan kembali mengenai pengalaman pasien dengan cara yang tepat.



Kognisi (0900) No Indikator . Pemahaman tentang 1. makna situasi (090013) 2. Perhatian (090003) 3. Konsentrasi (090004) Orientasi kognisi 4. (090005) Memori langsung 5. (090006) 6. Memori baru (090007) Memori masa lalu 7. (090008) Pengambilan keputusan 8. (090011) Keterangan no. 1-8: 1. Sangat tergganggu 2. Banyak tergganggu 3. Cukup tergganggu 4. Sedikit tergganggu 5. Tidak terggangggu Status Sirkulasi (0401) No Indikator . Tekanan darah sistol 1. (040101) Tekanan darah diastol 2. (040102)



Awa l



Awa l



1



1



Tujuan 2 3 4



Tujuan 2 3 4



5



5



2. Implementasikan teknik mengingat yang tepat, misalnya visual imagery, alat yang membantu ingatan, permainan ingatan, tanda-tanda ingatan, teknik asosiasi, menggunakan daftar, menggunakan papan nama. 3. Beri latihan orientasi misalnya pasien berlatih mengenai informasi pribadi dan tanggal dengan tepat. 4. Monitor perilaku pasien selama terapi.



NIC: Stimulasi Kognisi (4720) 1. Orientasikan klien terhadap waktu, tempat dan orang 2. Dorong penggunaan program multi stimulasi (misalnya, bernyanyi dan mendengar musik, aktivitas-aktivitas kreatif, latihan, percakapan, interaksi sosial atau pemecahan masalah) untuk meningkatkan dan melindungi kapasitas kognisi. 3. Berikan stimulasi sensori yang terencana. 4. Berikan jeda untuk istirahat 5. Tempatkan objek dan foto yang familiar di lingkungan klien. 6. Tingkatkan atau ulang informasi. NIC: Perawatan jantung (4040) 1. Secara rutin mengecek pasien baik secara



3. 4. 5. 6. No . 7. 8. 9. 10. 11. 12.



13.



Hipertemi (00007)



Tekanan nadi (040103) Saturasi oksigen (040137) Urin Output (040140) Capilary refill (040151) Indikator Suara nafas tambahan (040113) Distensi vena leher (040119) Edema perifer (040120) Asites (040121) Kelelahan (040123) Wajah pucat (040121)



2.



Awa l



1



Tujuan 2 3 4



5



3. 4. 5. 6. 7.



fisik dan psikologis sesuai dengan kebijakan tiap agen/penyedia layanan. Lakukan penilaian komprehensif pada sirkulasi perifer (misalnya.. cek nadi perifer, edema, pengisian ulang kapiler, warna dan suhu ekstrimitas) secara rutin sesuai kebijakan agen. Monitor tanda-tanda vital secara rutin. Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung. Monitor status pernafasan terkait dengan adanya gejala gaga! jantung. Monitor abdomen jika terdapat indikasi penurunan perfusi. Monitor keseimbangan cairan (masukan dan keluaran sertaberat badan harian).



Keterangan no. 1-6: 1. Deviasi berat dari kisaran normal 2. Deviasi cukup besar dari kisaran normal 3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Deviasi ringan dari kisaran normal 5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal Keterangan no. 7-12: 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Perawatan Demam (3740) pasien menunjukkan hasil: 1. Pantau suhu dna tanda-tanda vital lainnya.



Termoregulasi (0800) No Indikator . Berkeringat saat panas 1. (080010) Menggigil saat dingin 2. (080011) Denyut nadi radial 3. (080017) Tingkat pernapasan 4. (080013) Melaporkan kenyamanan 5. suhu (080015) No Indikator . Peningkatan suhu kulit 6. (080001) 7. Hipertermia (080019) 8. Sakit kepala (080003) 9. Sakit otot (080004) Sifat lekas marah 10. (080005) Perubahan warna kulit 11. (080007) 12. Dehidrasi (080014) Keterangan no. 1-5: 1. Sangat terganggu 2. Banyak tergganggu 3. Cukup tergganggu



Awa l



1



2



Tujuan 3 4



5



2. Monitor warna kulit dan suhu. 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan yang dirasakan. 4. Beri obat atau cairan IV (Misal antipiretik). 5. Dorong konsumsi cairan. NIC: Pengaturan Suhu (3900) 1. Monitor suhu setidaknya setiap 2 jam, sesuai kebutuhan. 2. Monitor suhu dan warna kulit. 3. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat. 4. Sesuaikan suhu lingkungan. 5. Berikan pengobatan antipiretik.



Awa l



1



2



Tujuan 3 4



5



14.



Risiko Infeksi Area Pembedahan (0266)



4. Sedikit tergganggu 5. Tidak tergganggu Keterangan no. 6-12: 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Kontrol Infeksi (6540) pasien menunjukkan hasil: 1. Manajemen lingkungan yang baik dengan cara rutin dibersihkan. Kontrol Risiko: Proses Infeksi ( 1924) 2. Ajarkan cuci tangan yang baik dan benar pada perasat dan juga keluarga. Tujuan No Awa Indikator 3. Gunakan sabun selama proses pelaksanaaan . l 1 2 3 4 5 cuci tangan. Mencari informasi 4. Jaga lingkungan agar tetap bersih dan rapi. 1. terkait kontrol infeksi 5. Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup. (192425) 6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang Mengidentifikasi faktor 2. lain dalam pemberian antibiotic. risiko infeksi (192426) Mengenali faktor risiko NIC: Perlindungan Infeksi (6550) 3. individu terkait infeksi 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi (192401) sistemik dan local. Mengetahui perilaku 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi. yang berhubungan 4. 3. Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko. dengan risiko infeksi 4. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau (192402) luka. Mengidentifikasi risiko 5. Tingkatkan asupan nutrisi. 5. infeksi dalam aktivitas 6. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sehari-hari (192403) yang direspkan. 6. Mengidentifikasi tanda



7.



8.



9.



10.



11.



12.



13.



14.



dan gejala infeksi (192404) Mengklarifikasi risiko infeksi yang didapat (192406) Mengidentifikasi strategi untuk melindungi diri dari orang lain yang terkena infeksi (192407) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan risiko infeksi (192408) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan risiko infeksi (192409) Memonitor masa inkubasi penyakit infeksius (192410) Mempertahankan lingkungan yang bersih (192411) Menggunakan strategi untuk disinfeksi barangbarang (192412) Mengembangkan strategy efektif untuk mengontrol infeksi (192413)



7. Jaga penggunaan antibiotic dengan bijaksana. NIC: Monitor Tanda Tanda Vital (6680) 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat. 2. Monitor pola pernapasan abnormal. 3. Identifikasi keumngkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital.



15. 16. 17.



18.



19.



20.



21.



22. No . 23. 24.



Menggunakan alat pelindung diri (192414) Mencuci tangan (192415) Mempraktikkan strategi mengontrol infeksi (192416) Menyesuaikan strategi dalam mengontrol infeksi (192417) Memonitor perubahan status kesehatan (192420) Melakukan tindakan segera untuk mengurangi risiko (192421) Melakukan imunisasi yang direkomendasikan (192422) Memanfaatkan sumber informasi yang terpercaya (192423) Indikator Menggunakan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan (192424) Mencari informasi



Awa l



1



2



Tujuan 3 4



5



15.



Resiko Cedera Akibat Posisi Perioperatif (00087)



terkait risiko kesehatan sebelum jalan-jalan (192427) Keterangan no. 1-24: 1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang-kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Secara konsisten menunjukkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Perlindungan Infeksi (6550) pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor sistem dan lokasi tanda dan gejala dari infeksi. Keparahan Infeksi (0703) 2. Monitor perubahan tingkat energi/malaise. 3. Batasi jumlah pengunjung. Tujuan No Awa Indikator 4. Kaji keadaan kulit dan membran mucus . l 1 2 3 4 5 adanya kemerahan, ekstermitas yang panas. 1. Kemerahan (070301) 5. Penyuluhan pada pasien/keluarga. Drainase purulent 2. 6. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda (070305) dan gejala dari infeksi serta melaporkan Piuria/nanah dalam 3. kepada petugas keseharan. urin(070306) 7. Ajarkan pasien dan keluarga mengingat cara 4. Demam (070307) bagaimana menghindari infeksi. 5. Hipotermia (070329) 8. Kolaborasi dengan dokter. Ketidakstabilan suhu 6. 9. Laporkan tanda infeksi kepada petugas (070330) pengawas infeksi. 7. Nyeri (070333) 8. 9. 10. 11.



Jaringan lunak (070334) Malaise (070311) Menggigil (070312) Lethargy (070331)



Peningkatan jumlah sel darah putih (070326) Depresi jumlah sel darah 13. putih (070327) Keterangan no. 1-13: 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada 12.



DAFTAR PUSTAKA Brain Injury Assosiation of American. 2006. Types of Brain Injury. http://www.biuasa.org/pages/typeofbraininjury.html. Diakses pada 04 Januari 2020. Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.Pearce, E.C. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia. Jakarta: Erlangga. Pearce, E.C. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia. Jakarta: Erlangga. Perdossi. 2007. Konsensus Nasional III, Diagnosa dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala, Kelompok Studi Nyeri Kepala. Surabaya: Airlangga University Press. Price, S. & Wilson, L. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. Smeltzer & Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1, 8th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.