Laporan Pendahuluan Closed Fracture [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Closed Fracture 1. Pengertian Fraktur Tertutup Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit



sehingga



tidak



mempunyai



hubungan



dengan



dunia



luar.



(Sjamsuhidajat,1997) 2. Penyebab A. Trauma Langsung Benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur pada area benturan. B. Trauma Tidak Langsung Fraktur tidak terjadi pada tempat benturan tapi di tempat lain oleh karena kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain. C. Etiologi lain : o Trauma tenaga fisik (tabrakan,benturan) o Penyakit pada tulang (proses.degeneratif,kanker tulang) o Degenerasi spontan 3.



Patofisiologi Trauma langsung dan tidak langsung serta faktor etiologi lain akan menyebabkan terjadinya tekanan eksternal pada tulang. Tekanan ini lebih besar dari kemampuan menahan yang dimiliki oleh tulang sehingga timbulah fraktur salah satunya fraktur tertutup. Pada tulang yang mengalami fraktur tertutup akan terdapat diskontinuitas tulang dan biasannya disertai cedera jaringan disekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan syaraf. Diskontinuitas tulang juga dapat mengakibatkan deformitas tulang.Dimana deformitas tulang dan juga cedera pada ligament, otot, dan tendon akan memunculkan masalah Kerusakan Mobilitas Fisik.Kerusakan atau cedera yang mengenai pembuluh darah sekitar akan menimbulkan masalah Risiko terhadap



Perubahan



Perfusi



Jaringan



Perifer



dan



PK(Potensial



Komplikasi): Emboli Lemak. Dan kerusakan atau cedera yang terjadi pada ligament, otot,dan tendon serta jaringan syaraf sekitar akan merangsang



1



reseptor nyeri sehingga dapat memunculkan masalah Nyeri Akut. Terjadinya fraktur tertutup itu sendiri akan membawa perubahan pada status kesehatan klien yang mengakibatkan masalah Ansietas. 4. Tanda Dan Gejala a) Deformitas b) Fungtiolaesia c) Nyeri tekan d) Nyeri bila digerakkan e) Bengkak akibat trauma jar lunak dan perdarahan f) Spasme otot g) Kadang ada krepitasi 5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, dan penilaian gerakan sendi baik aktif maupun pasif.Sbb : a) Inspeksi : melihat raut wajah klien apakah telihat kesakitan,cara berjalan, cara duduk dan cara tidur dan melihat kondisi fisik spt : kulit (warna,tekstur kulit), jaringan lunak (pendarah,otot, ligamen, tendon)



terhadap



adanya



bengkak,perdarahan,cekungan



atau



abnormalitas,warna kemerahan atau kebiruan dan deformitas (kelainan bentuk) b) Palpasi : suhu kulit,denyut nadi (apakah teraba atau tidak teraba), spasme atau atropi otot, nyeri tekan,pengukuran panjang tulang. c) Pergerakan : evaluasi gerakan sendi,stabilitas sendi, ROM 6. Pemeriksaan Penunjang a) Rontgen, CT Scan, MRI b) Anteragran/nanogram c) Lab : DL d) Kreatinin 7. Kreteria Diagnosis Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis yang muncul dan hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung. 8. Penatalaksanaan Medis a. Reposisi : pengembalian fragmen tulang keposisi semula 1. Reposisi tertutup : dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang reposisinya dgn memanipulasi dan traksi manual.



2



2. Reposisi terbuka : dilakukan dengan pendekatan bedah,fragmen tulang direposisi. b. Imobilisasi : mempertahankan reposisi sampai tahap penyembuhan. 1. Konservatif fiksasi eksterna : gips,bidai,traksi 2. ORIF(Open Reduction Internal Fixation): pen,flat,screw c. Rehabilitasi : pemulihan kembali/pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena. 9. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Data SubPengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:  Pengumpulan Data 1) Anamnesa a) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.



b) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: (1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. (2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.



3



(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. (4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan menerangkan



seberapa



jauh



skala nyeri atau klien



rasa



sakit



mempengaruhi



kemampuan fungsinya. (5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah



buruk



pada



malam



hari



atau



siang



hari.



(Ignatavicius, Donna D, 1995). c) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).



d) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).



4



e) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995). f) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995). g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan (1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995). (2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi



terhadap



menentukan



pola



penyebab



nutrisi masalah



klien



bisa



membantu



muskuloskeletal



dan



mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang



merupakan



faktor



predisposisi



masalah



5



muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. (3) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991) (4) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999). (5) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995). (6) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995). (7) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa



6



ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000). (8) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995). (9) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000). (10) Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995). (11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000). 2) Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi



dua,



yaitu



pemeriksaan



umum



(status



generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a) Gambaran Umum 7



Perlu menyebutkan: (1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tandatanda, seperti:  Kesadaran



penderita:



apatis,



sopor,



koma,



gelisah,



komposmentis tergantung pada keadaan klien.  Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.  Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. (2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin  Sistem Integumen: Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.  Kepala: Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.  Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.  Muka: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.  Mata: Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)  Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.  Hidung: Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.  Mulut dan Faring: Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.  Thoraks: Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada 



simetris. Paru: - Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. - Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. - Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. 8



- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau 











suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. Jantung: - Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung. - Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba. - Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. Abdomen - Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. - Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. - Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. - Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit. Inguinal-Genetalia-Anus: Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.



b) Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: 1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: (a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (b) Cape au lait spot (birth mark). (c) Fistulae (d) Warna



kemerahan



atau



kebiruan



(livide)



atau



hyperpigmentasi. (e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal). (f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) 2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya



ini merupakan pemeriksaan yang memberikan



informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.



9



Yang perlu dicatat adalah: (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. (b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. (c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,



maka



sifat



benjolan



perlu



dideskripsikan



permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. 3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,



agar



dapat



mengevaluasi



keadaan



sebelum



dan



sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995). 3) Pemeriksaan Diagnostik a) Pemeriksaan Radiologi: Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray



10



harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:  Bayangan jaringan lunak.  Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.



 



Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: (1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. (2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. (3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. (4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. b) Pemeriksaan Laboratorium (1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. (2) Alkalin



Fosfat



meningkat



pada



kerusakan



tulang



dan



menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. (3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. c) Pemeriksaan lain-lain



11



(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. (2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. (3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. (4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. (5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. (6) MRI:



menggambarkan



semua



kerusakan



akibat



fraktur.



(Ignatavicius, Donna D, 1995). 10. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pohon masalah pada patofisiologi di atas dapat dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan yang mngkin muncul : 1)



Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder terhadap: fraktur tertutup d.d klien mengatakan sakit pada bagian tubuh tertentu,sakit saat menggerakan anggota tubuh tertentu, wajah tampak meringis saat bergerak dan tampak hati2 dan melindungi bagian tubuh



2)



tertentu saat bergerak. Kerusakan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder terhadap : fraktur tertutup d.d klien mengatakan tidak dapat bergerak



leluasa



dan



memenuhi



kebutuhannya,aktivitasnya



dibantu,badannya terasa lemah, tulang tertentu tampak bengkok, tampak 3)



adanya deformitas tulang, tampak imobilisasi dan ADL dibantu. Ansietas b.d ancaman actual atau dirasakan adanya ancaman terhadap konsep diri sekunder terhadap : perubahan status kesehatan d.d klien mengatakan khawatir dengan keadaannya,dan ekspresi wajah tampak



4)



cemas dan tegang. Risiko perubahan Perfusi jaringan perifer b.d trauma atau kompresi



pembuluh darah. 5) PK(Potensial Komplikasi): Emboli Lemak



12



11. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN a. Prioritas Diagnosa keperawatan: Dari kelima Diagnosa Keperawatan yang muncul dapat ditentukan prioritas diagnsa keperawatan berdasarkan berat ringannya masalah sbb : 1. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder terhadap: fraktur tertutup d.d klien mengatakan sakit pada bagian tubuh tertentu,sakit saat menggerakan anggota tubuh tertentu, wajah tampak meringis saat bergerak dan tampak hati2 dan melindungi bagian tubuh tertentu saat bergerak. 2. Risiko perubahan Perfusi jaringan perifer b.d trauma atau kompresi pembuluh darah. 3. Kerusakan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder terhadap : fraktur tertutup d.d klien mengatakan tidak dapat bergerak



leluasa



dan



memenuhi



kebutuhannya,aktivitasnya



dibantu,badannya terasa lemah, tulang tertentu tampak bengkok, tampak adanya deformitas tulang, tampak imobilisasi dan ADL dibantu. 4. Ansietas b.d ancaman actual atau dirasakan adanya ancaman terhadap konsep diri sekunder terhadap : perubahan status kesehatan d.d klien mengatakan khawatir dgn keadaannya,dan ekspresi wajah tampak cemas dan tegang 5. PK(Potensial Komplikasi): Emboli Lemak b. Rencana keperawatan ( Carpenito,2000 dan Wilkinson 2007) 1. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder terhadap : Fraktur tertutup Tujuan



: nyeri teratasi dengan menunjukan tanda-tanda nyeri hilang atau terkontrol dan penggunaan keterampilan relaksasi



Intervensi : 1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi Rasional : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang dan jaringan yang cedera. 2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena 13



Rasional : meningkatkan aliran balik vena, menurunkan odem dan menurunkan nyeri 3) Hindari penggunaan sprei atau bantal plastik dibawah ekstremitas dalam gips Rasional : mengurangi ketidaknyamanan akibat produksi panas. 4) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas/skala nyeri (1-10) Rasional : mengetahui intensitas nyeri sehingga memudahkan intervensi. 5) Berikan alternatif



tindakan



kenyamanan



dengan



pemijatan



punggung atau perubahan posisi Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 6) Berikan kompres dingin sesuai keperluan Rasional:



menurunkan



odema,



pembentukan



hematoma,



menurunkan sensasi nyeri. 7) Delegatif dalam pemberian Analgetik sesuai indikasi Rasional : analgetik membantu menurunkan nyeri dan atau spasme otot. 2. Risiko terhadap Perubahan Perfusi Jaringan Perifer b.d trauma atau kompresi pembuluh darah Tujuan



: perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.



Intervensi : 1) Awasi vital sign,palpasi nadi perifer perfusi dan status sirkulasi. 2) Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit, dan suhu Rasional : balutan yang terlalu ketat pada gips atau bidai misal dapat mengganggu sirkulasi darah. 3) Kolaborasi dalam pengawasan pemeriksaan laboratorium Rasional : sebagai indicator keadekuatan perfusi jaringan. 4) Delegatif dalam pemasangan IVFD Rasional : mempertahankan volume sirkulasi dan memaksimalkan perfusi jaringan.



14



3. Kerusakan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder terhadap: fraktur tertutup Tujuan



: meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat



yang memungkinkan dan mampu memenuhi ADL secara bertahap. Intervensi : 1) Kaji derajat mobilitas yg dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan perhatikan persepsi klien terhadap imobilisasi Rasional : perlu untuk meningkatkan kemajuan kesehatan. 2) Latih ROM aktif dan ROM pasif pada area yang sakit ataupun tidak sakit Rasional : meningkatkan aliran darah sehingga meningkatkan tonus otot dan mempertahankan gerakan sendi. 3) Berikan papan kaki, bebat pergelangan,gulungan trokanter atau tangan yang sesuai. Rasional : mempertahankan posisi fungsional ekstremitas dan mencegah komplikasi. 4) Bantu/dorong perawatan diri Rasional : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung. 5) Awasi ttv saat beraktivitas Rasional : mencegah hipotensi postural akibat tirah baring lama dan Ubah posisi secara periodik Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit/pernafasan akibat tirah baring lama. 6) Kolaborasi dengan fisiotherapis untuk memberikan latihan ROM aktif dan ROM pasif serta latihan pemenuhan ADL bertahap Rasional : membantu mempercepat proses penyembuhan dan pemenuhan ADL mandiri. 4. Ansietas b.d ancaman actual atau dirasakan adanya ancaman terhadap konsep diri sekunder terhadap : perubahan status kesehatan. Tujuan



: Ansietas menurun bahkan dapat ditangani.



15



Intervensi



:



1) Dorong pengungkapan kecemasan atau masalah Rasional : mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi. 2) Akui kenyataan /normallitas perasaan termasuk marah Rasional : memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui penilaian awal juga selama pemulihan. 3) Beri penjelasan tentang perubahan status kesehatan yang dialami. Rasional : memberikan informasi yang jujur tentang apa yang dialami klien sehingga proses penerimaan situasi lebih efektif. 4) Dorong penggunaan manajemen stress spt : nafas dalam,bimbingan imajinasi, visualisasi Rasional : membantu memfokuskan perhatian, meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping. 5) Anjurkan pasien untuk berdoa Rasional : berdoa memberikan ketenangan. 5. PK(Potensial Komplikasi) : Emboli Lemak DAFTAR PUSTAKA Carpenito L. J. ( 2000 ) Diagnosa Keperawatan ,Edisi 6. Jakarta : EGC Muttaqin A. ( 2008 ) Askep Klien Ggn Sistem Muskuloskeletal.Jakarta : EGC Price A.S. (1998) Patofisiologi, Edisi 2. Jakarta : EGC Smeltzer



S.



C.



(2002



)Keperawatan



Medikal







Bedah



Brunner&Suddarth.Jakarta:EGC Sjamsuhidajat R.( 1997 ) Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC Wilkinson M. J. ( 2007 ) Buku Saku Diagnosis Keperawatan .Jakarta : EGC



16



Laporan Pendahuluan Mobilisasi



A. Pengertian Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat & penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995) Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2: - Mobilisasi pasif : dimana pasien dalam menggerakan tubuhnya -



dengan cara dibantu dengan orang lain secara totalatau keseluruhan Mobilisasi pasif : diman apasien dala menggerakan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain



B. Tujuan Mobilisasi Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Susan J. Garrison (2004) : 1. Mempertahankan fungsi tubuh 2. Memperalancar peredaran darah sehingga mempercepat 3. 4. 5. 6.



penyembuhan luka Membantu pernafasan menjadi lebih baik Mempertahankan tonus otot Memperlancar eliminasi Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga dapat kembali normal



dan atau dapat memenuhi gerak harian 7. Memberikan kesempatan kepada perawat dan pasien untuk berinteraksi C. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi (Barbara Kozier, 1995) 1. Gaya Hidup 2. Proses penyakit dan injuri 3. Kebudayaan 4. Tingkat energy 5. Usia dan status perkembangan D. Macam-Macam mobilisasi 1. Mobilisasi Penuh: menujukan syarat motorik dan sensorik mampu mengontrol seluruh area tubuh



17



2. Mobilisasi sebagian: umumnya mempunyai gangguan saraf sensorik maupun motorik pada area tubuh E. Kontra Indikasi Pada kasus tertentu istirahat di tempat tidur diperlukan dalam periode tidak terlalu lama seperti pada kasus infark miocard akut, disaritmia jantung, atau syok sepsis kontraindikasi lain dapat ditemukan pada kelemahan umum dengan tingkat energy yang kurang. Adanya: thrombus/ emboli pada pembuluh darah, kelainan sendi/tulang, klien fase mibilisasi karena kasus penyakit jantung F. Indiksi - Stroke,penurunan tingkat kesadaran - Kelenahan otot - Fase rehabilitasi fisik - Klien dengan tirah baring lama



G. Jenis Gerakan -



Fleksi Ekstensi Hiperekstensi Rotasi Sirkumduksi Supinasi Pronasi Abduksi oposisi



18