Laporan Pendahuluan Close Fracture Femur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CLOSE FRACTURE FEMUR



A.



DEFINISI Fraktur merupakan suatu kondisi patahnya tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh cedera, baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat mengakibatkan tulang kehilangan fungsinya sebagai penyokong tubuh (E-Jurnal Medika, Vol 7, N.12 Desember, 2018) Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis. Fraktur adalah terputus kontinuitas jaringan tulang dan atau rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(3)) Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem rangka, khususnya pada ekstremitas bawah yang memiliki fungsi sebagai mobilisasi agar tubuh manusia dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Fraktur leher femur merupakan fraktur yang perlu mendapat perhatian khusus di mana leher femur adalah tulang persambungan antara tulang panggul dan tulang paha. Fraktur ekstremitas bawah memiliki prevalensi tinggi sebesar 46,2% dibandingkan dengan fraktur lainny (Kemenkes, 2014) Fraktur leher femur pada umumnya disebabkan oleh karena terjatuh. Namun ada beberapa faktor risiko yang ikut terlibat antara lain, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT),



etnik,



riwayat



cedera



pasien,



riwayat



penggunaan



obatobatan



seperti



kortiokosteroid, dan riwayat diabetes serta osteoporosis. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.



B.



ETIOLOGI Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2011): 1)



Fraktur femur terbuka Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.



2)



Fraktur femur tertutup Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis



C.



TANDA DAN GEJALA 1.



Nyeri Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.



2.



Bengkak Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.



3.



Memar Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.



4.



Spasme otot Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.



5.



Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.



6.



Mobilisasi abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan.



7.



Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.



8.



Deformitas



Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.



D.



PATOFISIOLOGI Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007). Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner & Suddarth, 2002)



E.



PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma 2. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. 4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel. 5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal. 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.



F.



KOMPLIKASI Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu: 1.



Syok Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.



2.



Emboli lemak Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk



emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan pireksia. 3.



Sindrom Kompertemen Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.



4.



Nekrosis avaskular tulang Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).



5.



Atropi Otot Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum, dkk, 2008).



G.



PENATALAKSANAAN 1.



Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi: a) Profilaksis antibiotik b) Debridemen Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi. c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.



2.



Fraktur femur tertutup Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan. a. Fraktur diafisis femur, meliputi: 1. Terapi konservatif 2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot. 3. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental. 4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis.



3.



Terapi Operasi 1. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur 2. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis. 3. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.



4.



Fraktur suprakondilar femur, meliputi: 1. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul. 2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif.



Terapi dilakukan dengan mempergunakan nailphorc dare screw dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2011).



H.



PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR SECARA UMUM Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi. 1. Rekognisi: mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum; riwayat kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus. 2. Reduksi: mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu: a) Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) b) Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang c) Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips 3. OREF Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota



gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan). 4. ORIF ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers 5. Retensi/Immobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. 6. Rehabilitasi Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.



Pathways



Trauma pada tulang (Kecelakaan)



Tekanan yang berulang (Kompresi)



Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)



FRAKTUR FEMUR Patah tulang tertutup



Patah tulang terbuka



Resiko tinggi infeksi



Pembedahan



Ansietas



Kerusakan struktur tulang Patah tulang merusak jaringan



Kemampuan pergerakan otot sendi menurun



Hambatan mobilitas fisik



Trauma jaringan post pembedahan



Terputusnya kontinuitas jaringan Menekan saraf perasa nyeri



Perubahan permeabilitas kapiler



Stimulus neurotransmitter nyeri



Kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak



Kerusakan integritas kulit



Pelepasan mediator prostaglandin Resiko syok hipovolemik Respon nyeri hebat dan akut



Nyeri akut (Sumber : Muttaqin, 2011)



ASUHAN KEPERAWATAN



A.



Pengkajian Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap pasien dengan fraktur femur yaitu : 1.



Identitas pasien a. Nama : Nama pasien b. Usia : usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik,



penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan, fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah c. Suku : Suku pasien d. Pekerjaan : Pekerjaan pasien e. Alamat : Alamat pasien



2.



Riwayat keperawatan 1. Riwayat perjalanan penyakit



a. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan : nyeri pada paha b. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa jam/menit yang lalu c. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll d. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan e. Kehilangan fungsi f. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis 2. Riwayat pengobatan sebelumnya a. Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam



jangka waktu lama b. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita c. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut d. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir 3.



Pemeriksaan fisik Mengidentifikasi tipe fraktur a) Inspeksi daerah mana yang terkena 1. Deformitas yang nampak jelas



2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera 3. Laserasi 4. Perubahan warna kulit 5. Kehilangan fungsi daerah yang cidera



b) Palpasi 1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran 2. Krepitasi 3. Nadi, dingin 4. Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur 4.



Pemeriksaan Penunjang a. Foto Rontgen 1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung 2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur b. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses



penyembuhan secara periodic c. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun



(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).



B.



Diagnosa keperawatan (NANDA NIC-NOC, 2015) 1. Pre operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder pada fraktur b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar/fraktur c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan



lunak d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan 2. Intra operasi



Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat pembedahan 3. Post operasi a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi



C.



Intervensi Keperawatan 1. Pre Operasi



No 1.



2.



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder pada fraktur



Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar/fraktur



NOC Tingkat nyeri Kontrol nyeri Tingkat kenyamanan Kriteria Hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal 1. Gerakan: aktif 2. Tingkat mobilitas 3. Perawatan diri: ADL Kriteria Hasil : 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2. Mengerti tujuan dari



NIC Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 4. Ajarkan tentang teknik non



Rasional 1. Mengetahui karakteristik



2. 3. 4.



farmakologi 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter jika



5.



ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil



6.



Latihan Kekuatan 1. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin Latihan untuk ambulasi 1. Ajarkan teknik ambulasi & perpindahan yang aman kepada



nyeri secara menyeluruh untuk menentukan intervensi selanjutnya Mengetahui perkembangan respon nyeri Mengurangi peningkatan nyeri Meniminalkan nyeri yang dirasakan Mengetahui keefektifan intervensi Pengobatan medis untuk mengurangi nyeri



1. Pasien dapat termotivasi



untuk melakukan program latihan 2. Mencegah resiko cedera



peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)



3



Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak



klien dan keluarga. 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker 3. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman. Latihan mobilisasi dengan kursi roda 1. Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya. 2. Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh 3. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda



1. Status imun Kontrol infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah 2. Kontrol resiko Kriteria Hasil : dipakai pasien lain 1. Klien bebas dari tanda dan 2. Gunakan sabun antimikrobia gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan untuk mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan 3. Jumlah leukosit dalam 4. Gunakan baju, sarung tangan batas normal sebagai alat pelindung 4. Menunjukkan perilaku 5. Pertahankan lingkungan aseptik hidup sehat selama pemasangan alat 6. Tingktkan intake nutrisi



3.



Memudahkan pasien untuk melakukan mobilisasi



4. Pasien terus termotivasi



untuk tetap melakukan ambulasi 5.



Klien dan keluarga memahami mobilisasi dengan benar



Klien termotivasi untuk memperkuat anggota tubuh 7. Klien tidak akan mengalami kekakuan sendi dan keluarga dapat membantu klien untuk mobilisasi 6.



1. Untuk mencegah infeksi



yang ditularkan oleh pasien lain 2. Memotong rantai infeksi 3. Memotong rantai infeksi 4. Tenaga kesehatan dapat



mencegah infeksi nosokomial 5. Resiko infeksi tidak terjadi 6. Diet makanan tinggi protein



7. Berikan terapi antibiotik bila



4



Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan



Kontrol ansietas Kriteria hasil: 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Menyikirkan tanda kecemasan 3. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan 4. Merencanakan strategi koping 5. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan 6. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas 7. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan 8. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan



untuk mempercepat penyembuhan luka 7. Untuk mencegah atau mengobati infeksi



perlu Penurunan kecemasan 1. Tenangkan klien 1. Kecemasan tidak meningkat 2. Berikan informasi tentang 2. Pasien dapat memahami diagnosa prognosis dan tindakan terkait keadaannya 3. Kaji tingkat kecemasan dan 3. Mengetahui tingkat reaksi fisik pada tingkat kecemasan untuk kecemasan menentukan intervensi selanjutnya 4. Gunakan pendekatan dan 4. Empati petugas kesehatan sentuhan dapat dirasakan pasien 5. Temani pasien untuk 5. Kecemasan tidak meningkat mendukung keamanan dan penurunan rasa takut 6. Sediakan aktifitas untuk 6. Pengalihan terhadap menurunkan ketegangan kecemasan yang dirasakan pasien 7. Intruksikan kemampuan klien 7. Mengurangi kecemasan untuk menggunakan teknik pasien relaksasi



2. Intra Operasi No 1.



Diagnosa Keperawatan Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat pembedahan



NOC Deteksi resiko Kriteria hasil: 1. Kenali tanda dan gejala yang mengindikasikan risiko



NIC Manajemen syok : volume 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan yang konsisten 2. Cegah kehilangan darah (ex : melakukan penekanan pada



Rasional 1. Mengetahui perkembangan perdarahan pasien 2. Resiko syok hipovolemik tidak terjadi



2. Cari validasi dari risiko yg dirasakan 3. Pertahankan info terbaru tentang riwayat keluarga 4. Pertahankan info terbaru tentang riwayat pribadi 5 5. Gunakan sumber informasi tentang risiko potensial



tempat terjadi perdarahan) 3. Berikan cairan IV



3. Memenuhi kebutuhan cairan pasien 4. Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah 4. Mengetahui perubahan kehilangan darah sesuai indikasi komponen darah 5. Berikan tambahan darah (ex : 5. Keseimbangan kebutuhan platelet, plasma) yang sesuai darah



3. Post Operasi No Diagnosa Keperawatan 1 Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan



NOC Tingkat nyeri Kontrol nyeri Tingkat kenyamanan Kriteria Hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa



NIC Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil



Rasional 1. Mengetahui karakteristik nyeri secara menyeluruh untuk menentukan intervensi selanjutnya 2. Mengetahui perkembangan respon nyeri 3. Mengurangi peningkatan nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang dirasakan 5. Mengetahui keefektifan intervensi 6. Pengobatan medis untuk mengurangi nyeri



2



Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan



3



Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi



nyaman setelah nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal Intergritas jaringan: kulit dan membran mukus Kriteria Hasil : 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 2. Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan 3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang 4. Mampumelindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami 1. Status imun 2. Kontrol resiko Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Menunjukkan perilaku



Manajemen tekanan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Tidak ada tekanan pada menggunakan pakaian yang luka longgar 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 2. Mencegah terbentuknya luka yang baru 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap 3. Terhindar dari infeksi bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi 4. Mencegah terjadinya pasien) setiap dua jam sekali dekubitus 5. Monitor kulit akan adanya 5. Mengetahui perkembangan kemerahan mobilisasi pasien 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi 6. Mengetahui nutrisi yang pasien dikonsumsi pasien 7. Monitor status nutrisi pasien 7. Pasien tetap terjaga 8. Memandikan pasien dengan perawatan dirinya sabun dan air hangat Kontrol infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung



1. Untuk mencegah infeksi yang ditularkan oleh pasien lain 2. Memotong rantai infeksi 3. Memotong rantai infeksi 4. Tenaga kesehatan dapat mencegah infeksi nosokomial



hidup sehat



5. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 6. Tingktkan intake nutrisi



7. Berikan terapi antibiotik bila perlu



5.



Resiko infeksi tidak terjadi



6. Diet makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka 7. Untuk mencegah atau mengobati infeksi



4.



Implementasi Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah diterapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam: 2001).



5.



Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2001).



DAFTAR PUSTAKA



Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC. Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Muttaqin, A. (2011). Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC. Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Mediaction. Rasjad, C. (2007). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.Yarsif Watampone. Siddiqui, Z. (2015). Rehabilitations Following Intramedullary Nailing Of Femoral Shaft Fracture: A Case Report. International Journal of Physical Therapy & Rehabilitation Science. Vol 1 (1): 30-35. E-Jurnal Medika, Vol 7, N.12 Desember (2018). Profil Kasus Fraktur Leher Femur Yang Dilakukan Tindakan Operasi Di RSUP Sanglah Denpasar Periode Maret 2016 – Agustus 2017.



https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/44355/26948/,



diakses



pada



Tanggal 22 Juli 2018, Pukul 16.00 Wita Jurnal Kesehatan Andalas, Volume 6 (2017). Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah



Sakit



Dr.



M.



Djamil,



Padang



(2010-2012)



http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/742/598, diakses pada Tanggal 22 Juli 2018, Pukul 16.10 Wita



LAPORAN PENDAHULUAN CLOSE FRAKTUR FEMUR



Disusun Oleh : Uswatun Hasanah, S. Kep JP018.02.004



CI INSTITUSI



CI LAHAN



_____________________



_____________________



PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA 2019



ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. N DENGAN CLOSE FRAKTUR FEMUR DI RUANG TERATAI RSUD. UNDATA PALU



Disusun Oleh : Uswatun Hasanah, S. Kep JP018.02.004



CI INSTITUSI



CI LAHAN



_____________________



_____________________



PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA 2019