Laporan Pendahuluan DF [PDF]

  • Author / Uploaded
  • novi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK II PADA KLIEN DENGAN DENGUE FEVER (DF)



DISUSUN OLEH: NAMA



: DEWI NOVITA RAHMA F.



NIM



: 010116A022



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN TAHUN AJARAN 2018/2019 Jl. Gedongsongo, Kelurahan Candirejo - Kecamatan Ungaran Barat



A. Definisi Demam dengue (dengue fever/DF) adalah demam akut sebagai respon tubuh terhadap salah satu serotipe virus dengue yang masuk kedalam aliran darah bersama air liur nyamuk. Dengue adalah infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk bergenus Aedes. Respon tubuh terhadap virus dengue bermacam ragam mulai dari asimptomatik, demam yang sembuh dengan sendirinya, infeksi dengue yang parah seperti pada demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever/DHF), ataupun berlanjut sebagai dengue shock syndrome (DSS). Diagnosis ditegakkan dengan menanyakan riwayat penyakit, tinggal atau berkunjung ke daerah endemik, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Seperti infeksi virus pada umumnya, DF bersifat self-limiting disease, yaitu demam ini akan sembuh dengan sendirinya dengan penanganan dan perawatan yang baik serta kondisi tubuh yang cukup sehat untuk melawan virus dengue ini. DF yang berlanjut menjadi DHF memerlukan perawatan khusus di rumah sakit, dengan tujuan menyembuhkan sakitnya dan mencegah terjadinya DSS. Upaya preventif lebih diutamakan dalam penanggulangan penyakit ini, yaitu dengan cara memutus rantai penularan penyakit melalui pemberantasan nyamuk dan sarang nyamuk, menghindari gigitan nyamuk, dan imunisasi. Karenanya, partisipasi masyarakat dibutuhkan agar strategi pencegahan dan pengendalian penyakit yang dicanangkan oleh pemerintah dapat diwujudkan. A. Etiologi Etiologi demam dengue (dengue fever/DF) adalah virus dengue dengan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penularnya. Kata dengue berasal dari bahasa Spanyol. Kemungkinan kata ini diturunkan dari bahasa Swahili, Afrika Timur, dinga, atau sebagai frasa Ka-dinga pepo, yang melukiskan penyakit ini sebagai akibat dari roh jahat. Jaman dahulu kala, para budak di Hindia barat, daerah Atlantik utara samudera Karibia yang mengidap dengue



dikatakan memiliki postur dan cara berjalan seperti dandy sehingga kemudian penyakit ini dikenal dengan istilah “dandy fever”. Seiring dengan perkembangan dunia kedokteran istilah penyakit ini berubah dari waktu ke waktu. Istilah dengue fever secara umum mulai digunakan. 1. Agen DF disebabkan oleh virus dengue (DENV). DENV merupakan single-stranded RNA virus dengan panjang sekitar 11 kilobases, golongan family Flaviviridae, genus Flavivirus. DENV memiliki 4 serotipe yang berhubungan satu sama lain tapi secara antigen berbeda: DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Tiap serotipe ini mempunyai beberapa genotipe tersendiri. Jadi infeksi virus dengan genotipe dan serotipe tertentu, dan rentetan infeksi dengan serotipe yang berbeda akan memengaruhi tingkat keparahan penyakit. 2. Vektor Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies yang paling utama sebagai vektor penular dengue. Spesies nyamuk lain yang dapat menularkan penyakit ini adalah Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan Aedes scutellaris. Serangga penyebar penyakit ini masuk ke dalam klasifikasi ilmiah dalam filum Arthropoda, sehingga virus dengue ini juga dinamakan sebagai Arbovirus. B. Patofisiologi Patofisiologi demam dengue (dengue fever/ DF) dimulai dari gigitan nyamuk Aedes sp. Manusia adalah inang (host) utama terhadap virus dengue. Nyamuk Aedes sp akan terinfeksi virus dengue apabila menggigit seseorang yang sedang mengalami viremia virus tersebut, kemudian dalam kelenjar liur nyamuk virus dengue akan bereplikasi yang berlangsung selama 8─12 hari. Namun, proses replikasi ini tidak memengaruhi keberlangsungan hidup nyamuk. Kemudian, serangga ini akan mentransmisikan virus dengue jika dengan segera menggigit manusia lainnya. Orang yang digigit oleh nyamuk Aedes sp yang membawa virus dengue, akan berstatus infeksius selama 6─7 hari. Virus dengue akan masuk ke dalam peredaran darah orang yang digigitnya bersama saliva nyamuk, lalu virus akan menginvasi



leukosit dan bereplikasi. Leukosit akan merespon adanya viremia dengan mengeluarkan protein cytokines dan interferon, yang bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala-gejala seperti demam, flu-like symptoms, dan nyeri otot. Masa inkubasi biasanya 4─7 hari, dengan kisaran 3─14 hari. Bila replikasi virus bertambah banyak, virus dapat masuk ke dalam organ hati dan sum-sum tulang. Selsel stroma pada sum-sum tulang yang terkena infeksi virus akan rusak sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah trombosit yang diproduksi. Kekurangan trombosit ini akan mengganggu proses pembekuan darah dan meningkatkan risiko perdarahan, sehingga DF berlanjut menjadi DHF. Gejala perdarahan mulai tampak pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis dan melena.



C. Tanda dan Gejala Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2-7 hari, disertai 2 atau lebih gejala klinik berikut : 



Sakit kepala







Nyeri retro orbital







Myalgia / arthralgia







Ruam







Manifestasi perdarahan, tourniquet test dan ptechiae







Leukopenia Pada penderita anak Dengue Fever biasanya tampil klinis ringan, sedang pada



orang dewasa dapat disertai nyeri berat pada tulang dan persendian serta otot, dan pada saat confalescence melalui periode prolong fatique, bahkan kadang disertai depresi. D. KLASIFIKASI WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : 1.



Derajat I. Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.



2.



Derajat II. Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.



3.



Derajat III. Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt), tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).



4.



Derajat IV. Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.



E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). a.



HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %. Normal : PCV / Hm = 3 x Hb. Nilai normal 



HB



=



L : 12,0 – 16,8 g/dl. P : 11,0 – 15,5 g/dl.







PCV /Hm



=



L : 35 – 48 %. P : 34 – 45 %.



b. Trombosit menurun £ 100.000 / mm3. Nilai normal c.



:



L



: 150.000 – 400.000/mm3.



P



: 150.000 – 430.000/mm3.



Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan. Nilai normal



:



L/P



: 4.600 – 11.400/mm3.



d. Waktu perdarahan memanjang. Nilai normal e.



:



1 – 5 menit.



Waktu protombin memanjang. Nilai normal



:



10 – 14 detik.



2. Faal Hepar dan Ginjal Pemeriksaan albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. 3. Pemeriksaan Laboratorium Secara umum ada dua macam pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis penyakit DBD secara laboratories, yaitu sebagai berikut. 



Deteksi virus, yang dapat dilakukan melalui metode pembiakan (kultur) dan tes PCR ( Polymerase Chain Reaction)







Deteksi serologis, yaitu untuk mendeteksi adanya antibody terhadap infeksi virus dengue ( antibodi antidengue)



4. Metode kultur Deteksi virus dengue dengan pemeriksaan kultur adalah tes diagnostic pasti (definitif), tetapi pertimbangan praktis membatasi penggunaannya. Yang harus diperhatikan adalah singkatnya periode ketika virus dengue dapat dideteksi dengan baik. Dalam 1 -2 hari setelah penurunan suhu tubuh, peningkatan kadar antibody antidengue mempengaruhi upaya untuk mengkultur virus. Selanjutnya seperti yang telah di sebut di atas virus dengue secara umum sangat labil terhadap panas karena itu kewaspadaan khusus di butuhkan untuk mencegah inaktivasi virus karena panas. Rumit dan mahalnya metode ini menyebabkan metode ini jarang digunakan kecuali untuk kepentingan penelitian. 5. Metode Deteksi Virus Dengan Tekhnik PCR Prinsip diagnosis labolatoris penyakit DBD dengan tekhnik PCR adalah untuk melacak susunan RNA virus dengue. RNA virus dengue diperoleh dari ekstraksi serum, plasma darah, atau sel dari jaringan tubuh yang terinfeksi virus dengue. Jika, kita dibandingkan dengan tekhnik multiplex RT-PCR, deteksi secara konvensional melalui media kultur sel setidaknya diperlukan waktu 1 minggu untuk mengidentifikasi tipe virus dengue yang menginfeksi pasien, apakah virus dengue 1, 2, 3 atau 4, yang masing – masing memerlukan penanganan yang berbeda. Hal ini tentu merugikan karena memperlambat diagnosis dan pemberian terapi yang cepat dan . Namun, sayangnya biaya pemeriksaan multiplex RT-PCR dirasakan masih terlalu mahal bagi sebagian masyarakat. 6. Metode Deteksi Serologis Saat ini ada lima metode deteksi serologis yang dapat dilakukan sebagai pemeriksaaan penunjang penyakit DBD, yaitu : 



Uji penghambatan penggumpalan darah atau hemaglutination inhibition test ( uji HI)







Uji pengikatan kompelemen ( Complemment Fixation Test)







Uji netralisasi







Uji Mac.Elisa







Uji IgG Elisa tidak langsung (indirect)



7. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan demam dengue (dengue fever/DF) karena bersifat self-limited hanya membutuhkan rehidrasi dan antipiretik. Walau demikian, jika kondisi memburuk, diperlukan monitoring dan bahkan pasien terkadang perlu dimasukkan dalam ICU pada kondisi dengue shock syndrome. Pada awalnya demam dengue (dengue fever/DF) sukar dibedakan dengan infeksi virus lainnya seperti flu umpamanya sehingga kebanyakan orang akan mengobatinya sendiri di rumah, dengan membeli obat-obatan yang dijual bebas untuk menurunkan demam dan gejala lain yang dirasakan. Pasien yang terinfeksi virus dengue, yang datang ke ruang gawat darurat, atau ke klinik praktek dokter bisa jadi sudah dalam keadaan fase lanjut dari sekedar demam. Penatalaksanaan penderita dengan DF adalah sebagai berikut : 1. Tirah baring atau istirahat baring. 2. Diet makan lunak. 3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. 4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.



5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. 6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen. 7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. 9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tandatanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. 10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20



30 ml/kg



BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila : a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi. b. Hematokrit yang cenderung mengikat. G. PENCEGAHAN. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu : 1.



Lingkungan. Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.



2.



Biologis. Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).



3.



Kimiawi. Pengendalian kimiawi antara lain : a.



Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.



b.



Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas : umur, alamat (daerah endemis, lingkungan rumah/sekolah ada yang terkena DB) b. Riwayat kesehatan 



Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi







Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas?







Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)







Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak)







Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?







Riwayat imunisasi



c. Pemeriksaan fisik 



Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia)







Pemeriksaan system persepsi sensori  Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal  Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering







System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing







System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem pulmo, krakles







System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada







System gastrointestinal :  Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi  Perut : turgor, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut.  Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena



 System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi?  System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria d. Pola fungsi kesehatan 



Pola persepsi dan pemeliharaan kesenian : sanitasi







Pola nutrisi dan metabolism : anoreksi, mual, muntah







Pola eliminasi  Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah  Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria







Pola aktifitas dan latihan







Pola tidur dan istirahat







Pola kognitif dan perceptual







Pola toleransi dan koping stress







Pola nilai dan keyakinan







Pola hubungan dan peran







Pola seksual dan reproduksi







Pola percaya diri dan konsep diri



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit viremia. 2. Keseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah,anoreksia & sakit saat menelan. 3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.



N O 1



Diangnosa keperawata hipertermia sehubungan dengan proses penyakit (viremia).



Rencana Tindakan Keperawatan Hasil yang Rencana tindakan diharapkan Suhu tubuh normal 1.Mengkaji saat (36 - 37 OC). timbulnya demam -Pasien bebas dari 2. Mengobservasi tandademam tanda vi-tal: suhu, nadi, tensi, pernapasan seti-ap 3 jam atau lebih sering. 3. Memberikan penjelasan tentang penyebab demam atau pening- katan suhu tubuh. 4.Memberikan penjelasan pada pasi-en/keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam & menganjurkan pasien /keluarga untuk kooperatif.



rasional 1. Untuk mengidentifikasi polade-mam pasien. 2. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. 3. Penjelasan tentang kondisi yang dialami pasiendapat membantu pasien/keluarga mengurangi kecema-san yang timbul.



5. Menjelaskan pentingnya tirah ba-ring bagi pasien & akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan. 6. Menganjurkan pasien untuk ba-nyak minum± 2,5 l/24 jam & jelaskan manfaatnya bagi pasien. 7. 7. Memberikan kompres dingin (pada daerah axila & lipat paha). 8. Menganjurkan untuk tidak mema-kai selimut & pakaian yang tebal. 9. Mencatat asupan & Keluaran 10. Memberikan terapi cairan in-travena & obatobatan sesuai dengan program dokter (masalah kolaborasi)



4. Keterlibatan keluarga sangatberarti dalam proses penyembuhan pasien di rumah sakit. 5. Penjelasan yang diberikan pada pasien/keluarga akan memotivasi pasien untuk kooperatif. 6.Peningkatansuhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 7. Kompres dingin akan membantu menurunkan suhu tubuh. 8. Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh. 9. Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh. 10. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat



perluberkolaborasi dalam hal ini.



2



Keseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah,an oreksia & sakit saat menelan.



Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi; pasien mampu meng-habiskan makanan sesuai dengan porsi yangdiberikan/dibu tuhkan.



1. Mengkaji keluhan mual, sakit me-nelan & muntah yang dialami oleh pasien. 2.Mengkaji cara/bagaimana makanan dihidangkan. 3.Memberikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur, tim & dihi-dangkan saat masih hangat. 4.Memberikan makanan dalam porsi kecil & frekuensi sering. 5. Menjelaskan manfaat makanan/ nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit. 6. Memberikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya. 7.Mencatat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien se-tiap hari. 8. Memberikan nutrisi parenteral (kolaborasi dengan dokter). 9. emberikan obat-obat antasida (anti emetik) sesuai program dokter.



10. Mengukur berat badan pasien se-tiap hari (bila mungkin).



1.Untuk menetapkan cara mengatasi-nya. 2. Cara menghidangkan makanan d-pat mempengaruhi nafsu makan pasien. 3. Membantu mengurangi kelelahan pasien & meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. 4. Untuk menghindari mual & muntah. 5. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat. 6.Memotivasi & meningkatkan se-mangat pasien. 7.Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien. Nutrisi parenteral sangat bermanfaat/dibutu hkan pasien terutama jika intake per oral sangat kurang. Jenis & jumlah pemberian nutrisi



3



Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.



Pengetahuan pasien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan & obatobatan bagi penderita DHF meningkat serta pasien/keluarga mampu menceritakannya kembali



1.Mengkaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DHF. 2.Mengkaji latar belakang pendidikan pasien/keluarga. 3. Menjelaskan tentang proses penya-kit, diet, perawatan & obat-obatan pada pasien dengan bahasa & ka-ta- kata yang mudah dimengerti/ dipahami. 4.Menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan & manfaat nya bagi pasien. 5.Memberikan kesempatan Pada pa-ien/keluarga untuk menanyakan halhal yang ingin diketahui sehu-ungan dengan penyakit yang di-alami pasien. 6. Menggunakan leaflet atau Gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada/memungkinkan)



Parenteral merupakan wewenang dokter. Obat antasida (anti emetik) membantu pasien mengurangi rasa mual & muntah. Dengan pemberian obat tersebut diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. Untuk mengetahui status gizi pasien. Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana Informasi atau pengetahuan tentang penyakit yang diketahui pasien serta kebenaran in- formasi yang telah didapatkan sebelumnya.Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan mereka sehingga penje-lasan dapat dipahami & tujuan yang direncanakan tercapai. Agar informasi dapat diterima de-ngan mudah & tepat sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman. Dengan mengetahui prosedur atau



tindakan yang akan dialami, pasien akan lebih kooperatif & kecema-annya menurun. Mengurangi kecemasan & memo-tivasi pasien untuk kooperatif selama masa perawatan atau penyembuhan. Gambar-gambar atau media cetak seperti leaflet dapat membantu me-ngingat penjelasan yang telah dibe-rikan karenadapat dilihat atau di baca berulang kali.



DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Pelayanan Kesehatan oleh anomin, Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2005 Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia : Role of Cytokine in Plasma Leakeage, Coagulation and Fibrinolys oleh Suharti C Nejmegen, University Press, 2002 Rezeki Sri H. Hadinegoro, Soegeng Soegijanto, 2004. Tatalaksana Demam Dengue /Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Jakarta : FKUI. Surosa Thomas, Ali Imran Umar, 2004. Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI.



Sutaryo, 2004. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI. Soedarmo Sumarno Poorwo, 2004. Masalah Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta : FKUI. Tumbelaka Alan R, 2004. Diagnosis Demam Dengue /Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI. Tucker SM, dkk, 1998. Standar Perawatan Klien Edisi V, Volume 4. Jakarta, EGC. Wartona Tarwoto, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika