Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI / PENGERTIAN Menurut WHO, Diabetes Mellitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel – sel beta Langehans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsipnya sel – sel tubuh terhadap insulin (Depkes,2008). Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi



yang



berhubungan



dengan



abnormalitas



metabolisme



karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan naeuropati (Yuliana elin, 2009). 2. EPIDEMIOLOGI / INSIDEN KASUS Diabetes mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes. Terdapat 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penderita DM di Indonesia sebanyak 4,5 juta pada tahun 1995, terbanyak ketujuah di dunia. Sekarang angka ini meningkat menjadi 8,4 juta dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 atau urutan kelima di dunia (Tandra,2008).



Provinsi Lampung tercatat pada tahun 2005 – 2006 jumlah penderita DM mengalami peningkatan 12% dari periode sebelumnya yaitu sebanyak 6.256 penderita (Riskesdas, 2007). Angka kejadian DM di provinsi Lampung untuk rawat jalan pada tahun 2009 mencapai 365 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 sejumlah 1103 orang (Dinkes Lampung, 2011). Laporan lain Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2007, menunjukkan prevalensi DM paling tinggi di Kota Bandar Lampung sebesar 0,9% dan terendah di Lampung Utara 0,1%, baik berdasarkan diagnosis maupun gejala. Lampung apabila dihitung dengan angka pravelensi 1,2% dari seluruh populasi penduduk hampir 500.000 jiwa, maka terdapat lebih dari 5000 penderita DM yang tersebar di Lampung Barat (Rikesdas,2007). 3. ETIOLOGI 1) DM tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes



mellitus



yang



tergantung



insulin



ditandai



dengan



penghancuran sel – sel beta pankreas yang disebabkan oleh : -



Faktor genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.



-



Faktor imunologi (autoimun) : adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah – olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel – sel pulau Langerhans dan insulin endogen.



-



Faktor lingkungan : Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel β.



2) DM tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.



Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor – faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II : -



Usia (Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).



-



Obesitas.



-



Riwayat keluarga.



4. PATOFISIOLOGIS TERJADINYA PENYAKIT a. DM tipe I. Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel – sel beta pankreas telahh dihancurkan oleh proses autoimun. Hiper-glikemia – puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polipagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal,



insulin mengendalikan glikogenolisis



(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan



glukosa baru dari asam – asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan Keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam – basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda – tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Brunner & Suddarth, 2002 : 1223). b. DM tipe II. Pada DM tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Nomalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagi skibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebih dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan



kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK) (Brunner & Suddarth, 2002 : 1223).



5. KLASIFIKASI Menurut Corwin (2000) etiologi pada masing-masing tipe Diabetes Mellitus yaitu : a. DM tipe I -Insulin Dependen Diabetes melitus (IDDM) Sangat tergantung poada insulin. DM tipe ini diperkirakan timbul karena destruksi autoimun sel-sel beta langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan, serangan autoimun dapat timbul setelah infeksi virus misalnya Mumps, Rubella, Sitomegalo, atau setelah pajanan obat atau toksin. b. DM tipe II- Non Insulin Dependen Diabetes Melitus Tidak bergantung pada insulin. DM ini disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati : -



Tipe II dengan obesitas



-



Tipe II tanpa obesitas



DM tipe ini berkaitan dengan faktor genetik dan faktor-faktor resiko tertentu : usia (resistensi insulin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun), obesitas, riwayat keluarga. c. DM Gestasional Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak menutup



kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita. 6. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin (Priece & Wilson) : a) Kadar glukosa puasa tidak normal. b) Hiperglikemia berat berkaitan glukosuria yang akan menjadi dieresis osmosic yang meningkatkan pengeliuaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). c) Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang. d) Kehilangan selera makan. e) Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki, akibat kerusakan sirkulasi perifer; tugor kulit buruk dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi. f) Konstipasi atau kembung pada lambung. g) Retinopati atau pembentukan katarak. h) Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek dan kebas. i) Lelah dan mengantuk. j) Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemuatan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas vulva. Kriteria diagnosa DM : (Sudoyo Aru, dkk : 2009) a) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) b) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu. c) Gejala klasik DM + glukosa plasma ≥ 126 mg/dL (7,0 mmo/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. d) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg /dL (11,1 mmol/L)



TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan ke dalam air.



7. PEMERIKSAAN PENUNJANG / DIAGNOSTIK a. Kadar glukosa darah Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring. Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl) Kadar



Glukosa DM



Belum pasti DM



Darah Sewaktu Plasma vena



>200



100 – 200



Darah kapiler



>200



80 - 100



Kadar Glukosa darah Puasa (mg/dl) Kadar Glukosa



DM



Belum Pasti DM



Plasma vena



>120



110 – 120



Darah kapiler



>110



90 – 110



Darah Puasa



b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : - Glukosa plasma sewaktu >200 mg / dl (11,1 mmol / L) - Glukosa plasma puasa > 140 mg / dl (7,8 mmol /L) - Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg / dl). c. Tes laboratosium DM



Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan



terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.



d. Tes saring Tes – tes saring pada DM adalah : -



GDP, GDS



-



Tes Glukosa Urin: 



Tes konvensional (metode reduksi / Benedict)







Tes carik celup (metode glucose oxidase / hexokinase)



e. Tes diagnosis Tes – tes diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (glukosa Darah 2 jam Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO. f. Tes monitoring terapi Tes – tes monitoring terapi DM adalah : -



GDP : plama vena, darah kapiler



-



GD2 PP : plasma vena



-



A1c : darah vena, darah kapiler. Manfaat pemeriksaan A1C 



Menilai kualitas pengendalian DM







Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu dijalankan



Tujuan Pemeriksaan A1C Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena : 



A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi diabetes.







Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah terus menerus tinggi dalam jangka panjang.



g. Tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :



-



Mikroalbuminuria : urin



-



Ureum, Kreatinin, Asam Urat



-



Kolesterol total : plasma vena (puasa)



-



Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)



-



Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)



-



Trigliserida : plasma vena (puasa)



8. THERAPY / TINDAKAN PENANGANAN Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu: a.



Obat hipoglikemik oral Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula



darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin. b. Terapi Insulin Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).



Penderita diabetes tipe 1 umumnya, menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet). Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda: I.



Insulin kerja cepat Contohnya adalah insulin regular, yang bekerja paling sebentar.



Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 68 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit sebelum makan. II.



Insulin kerja sedang Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimum dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.



III. Insulin kerja lambat Contohnya adalah insulin suspensi sengyang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana. 9. KOMPLIKASI Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan



keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek.



Ketiga komplikasi tersebut adalah hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan



sindrom HNNK (Hiperglikemik Hiperosmoler Nonketotik atau HONK / Hiperosmoler Nonketotik).



a. Hipoglikemia (Reaksi Insulin) Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dL (2,7 hingga 3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu gejala adrenergik dan gejala system saraf pusat. Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, system saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi system saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan rasa ingin pingsan. Kombinasi semua gejala ini (disamping gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang. Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.



b. Diabetes Ketoasidosis Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis: dehidrasi, kehilangan elektrolit, asidosis. Ketosis dan asidosis merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Napas pasien mungkin berbau aseton (bau manis spereti buah) sebagai akibat dari peningkatan kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi (disertai pernafasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit). Pernafasan kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton. Perubahan status mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi antara pasien yang satu dan yang lainnya. Pasien dapat terlihat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif -osmotis). c. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK) Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness). Salah satu perbedaan utama antara sindrom HHNK dan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat dalam masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial diatas. Pada hakikatnya, insulin tidak terdapat pada DKA. Dengan demikian terjadi penguraian simpanan glukosa, protein, lemak (penguraian nutrient yang disebut terakhir ini akan menghasilkan badan keton dan selanjutnya akan terjadi ketoasidosis). Pada sindrom HHNK, kadar insulin tidak rendah, meskipun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia (dan selanjutnya dieresis osmotik). Namun, sejumlah kecil insulin ini cukup untuk mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom HHNK tidak akan mengalami gejala sistem gastrointestinal yang berhubungan dengan



ketosis seperti pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom HHNK biasanya dapat mentoleransi poliuria dan polidipsia selama berminggu-minggu dan setelah terjadi perubahan neurologis atau setelah penyakit yang mendasarinya semakin berat, barulah pasien (atau yang lebih sering lagi, anggota keluarga atau petugas perawatan kesehatan primer) datang untuk meminta pertolongan medis. Jadi, keadaan hiperglikemia dan dehidrasi yang lebih parah pada sindrom HHNK, terjadi akibat penanganan yang lambat. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang, hemiparesis). Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas yang berkisar dari 5% hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya. d. Komplikasi Makrovaskular dan Mikrovaskular Komplikasi Makrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah



arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan



atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke dan gangren pada kaki. 3 jenis komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit – penyakit komplikasi makrovaskular dengan berbagai nama antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.



Karena penyakit – penyakit jantung sangat besar resikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung sangat penting



dilakukan, termasuk



pengendalian tekanan darah,



kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mmHg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolahraga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stres dan sebagainya. Komplikasi Mikrovaskular adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil, diantaranya : -



Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk kerusakan yang sering terjadi adalah bentuk renopati yang dapat menyebabkan kebutaan.



-



Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan oleh penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup lama.



-



Neuropati diabetika, yaitu gangguan sistem saraf pada penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.



-



Selain itu ada juga komplikasi gastripati (pada lambung), kardiomiopati (pada jantung). Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe I. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh – pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi – komplikasi diatas. Disamping karena kondisi hiperglikemia, komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik.



B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN (DATA SUBJEKTIF & OBJEKTIF) Data subjektif Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaaan, ide klien tentang status kesehatan. Data objektif Adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh (dilihat, di dengar, dicium, dan diraba) selama pemeriksan fisik. Pengkajian Fokus Keperawatan Pengkajian focus yang disusun berdasarkan pada Gordon : a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, NO. Register, diagnosa medis, penanggung jawab. Biasanya pasien datang dengan keluhan: pusing, lemas, letih, luka yang tidak sembuh. b. Riwayat penyakit sekarang 



Perubahan pola berkemih, makan, minum.







Mual, muntah.







Pusing.



c. Riwayat penyakit dahulu



Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. d. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan pada pasien, apakah dari keluarga pasien ada yang memiliki penyakit DM sebelumnya. e. Pemeriksaan fisik 



Keadaan umum



:



penampilan



pasien



pasien,



tanda



vital,kesadaran, TB, BB. 



Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor kulit, edema, lesi, memar.







Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada masa, apakah ada rambut yang rontok.







Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap cahaya.







Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman.







Telinga : kesimetrisannya, ada nyeri tekan atau tidak, apakah ada cairan yang keluar dari telinga, peradangan.







Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan.







Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid.







Dada / pernafasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi nafas, apa ada bunyi tambahan, gerakan dinding dada.







Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada sites.



f. Kebutuhan biologis 



Aktivitas/ Istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan,kram otot,tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.



Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. latergi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot. 



Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : Urin encer, pucat, kuning ; poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urin berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun ; hiper aktif (diare).







Nutrisi : bagaimana pola makan pasien, berapa porsi makan pasien perhari, dapat dihabiskan seberapa, minum per hari berapa.



2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d nafsu makan menurun. 2) Keletihan b.d malnutrisi d.d fisik lemah. 3) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah dan lemas. 4) Resiko ketidakstabilan gula darah b.d kurang terpapar informasi tentang manajemen diabetes. 5) Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangancairan volume cairan aktif. 3. RENCANA TINDAKAN Terlampir 4. EVALUASI Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan, Doenges M.E, MoorhouseM, F, Geissler A. C, (2012).



1.



Nutrisi pasien adekuat.



2.



Kemampuan fisik pasien meningkat.



3.



Pasien dapat beraktivitas dengan mandiri.



4.



Gula darah pasien kembali stabil.



5.



Volume cairan pasien dapat terpenuhi.



DAFTAR PUSTAKA Kusuma, Hardhi, Amin Huda Nurarif. 2015. NANDA Jilid 1. Jogjakarta : MediAction Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI Bulechek, Gloria M. dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia : Moco Media Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Indonesia : Moco Media Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta Timur : CV. Trans Info Media