Laporan Pendahuluan DM Pada Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MILITUS



OLEH ALIMUDDIN 016.01.3283



PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM



LAPORAN PENDAHULUAN DM PADA LANSIA A.     Konsep Dasar Penyakit 1.      Definisi Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Adapun Pemeriksaan gula darah yaitu : a. Tes Kadar Gulah Darah Sewaktu (GDS Tes ini bisa Anda lakukan kapan saja dan di mana saja, sehingga biasa dilakukan oleh orang dengan diabetes. Tes ini mengukur kadar gula darah terlepas dari kapan terakhir Anda makan. b. Tes gula darah 2 jam post-prandial (GD2PP) Tes gula darah ini dilakukan 2 jam setelah Anda makan. Tes ini berguna untuk mengetahui apakah seseorang dengan diabetes sudah tepat dengan pola makannya. c. Tes Gula Darah Puasa (GDP) Tes gula darah ini dilakukan setelah Anda berpuasa selama 8 jam. d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) Ini merupakan serangkaian tes yang dilakukan setelah Anda minum cairan manis yang mengandung gula. Tes ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis diabetes yang terjadi selama kehamilan (diabetes gestasional). e. Hemoglobin A1c (HbA1c) atau glikohemoglobin. Tes ini mengukur seberapa banyak glukosa (gula) yang menempel pada sel darah merah. Tes HbA1c biasanya dilakukan pada penderita diabetes untuk mengetahui seberapa baik ia dapat mengontrol penyakitnya dalam dua sampai tiga bulan terakhir.



Nilai kadar gula darah normal pada tubuh: a.



Sebelum makan: sekitar 70-130 mg/dL



b.



Dua jam setelah makan: kurang dari 140 mg/dL



c.



Setelah tidak makan (puasa) selama setidaknya delapan jam: kurang dari 100 mg/dL



d.



Menjelang tidur: 100 – 140 mg/dL Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang



ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). 2.      Epidemiologi Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia.    3.      Etiologi Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut. Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor. Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan



penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat dirubah : a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik). b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll. c. Banyak makan gula (Jika makan manis dikonsumsi secara berlebihan dalam waktu yang lama, makanan manis bisa jadi penyebab diabetes mellitus). d. Malas gerak (Tak dipungkiri, kini segala aktivitas Anda kian dipermudah dengan adanya berbagai aplikasi online yang menawarkan layanan pembelian barang, makanan, atau jasa lainnya). Penyebab yang tidak dapat dirubah pada lansia : a. Faktor genetic Salah satu penyebab diabetes yang tidak bisa dielakkan adalah factor genetik. Inilah mengapa penyakit diabetes sering disebut sebagai penyakit keturunan. b. Faktor usia Selain genetik, faktor usia juga jadi penyebab diabetes melitus yang tak bisa dicegah. Seiring dengan bertambahnya usia, maka risiko Anda terkena penyakit diabetes pun akan meningkat. Sebenarnya tak hanya diabetes saja, tapi juga berbagai penyakit kronis lainnya, seperti penyakit jantung dan stroke. c. Resistensi insulin Kombinasi



antara



bawaan



genetik



dan



gaya



hidup



dapat



menyebabkan resistensi insulin. Apalagi jika tubuh Anda kebal terhadap insulin (resisten), artinya tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan benar.



4.      Klasifikasi a.       Diabetes melitus tipe I : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I: 1)      Mudah terjadi ketoasidosis 2)      Pengobatan harus dengan insulin 3)      Onset akut 4)      Biasanya kurus 5)      Biasanya terjadi pada umur yang masih muda 6)      Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4 7)      Didapatkan antibodi sel islet 8)      10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga b.      Diabetes melitus tipe II : Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II : 1)      Sukar terjadi ketoasidosis 2)      Pengobatan tidak harus dengan insulin 3)      Onset lambat 4)      Gemuk atau tidak gemuk 5)      Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun 6)      Tidak berhubungan dengan HLA 7)      Tidak ada antibodi sel islet 8)      30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga 9)      ± 100% kembar identik terkena 5.      Manifestasi Klinis



Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah : a.       Katarak b.      Glaukoma c.       Retinopati d.      Gatal seluruh badan e.       Pruritus Vulvae f.       Infeksi bakteri kulit g.       Infeksi jamur di kulit h.      Dermatopati i.        Neuropati perifer j.        Neuropati viseral k.      Amiotropi l.        Ulkus Neurotropik m.    Penyakit ginjal n.      Penyakit pembuluh darah perifer o.      Penyakit koroner



p.      Penyakit pembuluh darah otak q.      Hipertensi 6.      Patofisiologi Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat. Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.



7.      Pathway



8.      Penatalaksanaan Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : a.       Diet Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin. b.      Latihan Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan. c.       Pemantauan Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia. d.      Terapi (jika diperlukan) Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang  telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.



e.       Pendidikan 1)      Diet yang harus dikomsumsi 2)      Latihan 3)      Penggunaan insulin 9.      Pemeriksaan Diagnostik a.       Glukosa darah sewaktu b.      Kadar glukosa darah puasa c.       Tes toleransi glukosa Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : a.       Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) b.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) c.       Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl 10.  Prognosis Prognosis DM usia tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Pasien



tua dengan tipe II (DMTTI) yang terawat dengan baik



prognosisnya baik. Pada pasien DM yang jatuh dalam koma hipoglikemia prognosisnya kurang baik. 11.  Komplikasi Diabetes Melitus Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi. a.       Komplikasi akut 1)      Diabetes ketoasidosis



Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit) b.      Komplikasi kronis 1)      Retinopati diabetic Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen. 2)      Nefropati diabetic Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom KommelstielWilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM. 3)      Neuropati Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic. 4)      Displidemia Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia. 5)      Hipertensi Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular. 6)      Kaki diabetic Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada



kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi. 7)      Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.



B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian



a. Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. c. Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. d. Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah e. Integritas Ego Stress, ansietas f. Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare g. Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. h. Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan. i. Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat j. Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) k. Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit.



2. Diagnose Keperawatan a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan  penurunan fungsi penglihatan 3. Intervensi Keperawatan a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : 1) Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat 2) Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya Intervensi : 1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. 2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien. 3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. 4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan



elektrolit



dengan



segera



mentoleransinya melalui oral.



jika



pasien



sudah



dapat



5) Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi. 6) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala. 7) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah. 8) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. 9) Kolaborasi dengan ahli diet. b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : 1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik 2) Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul 3) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas 4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa 5) Pantau masukan dan pengeluaran 6) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung 7) Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung. 8) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur 9) Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)



c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) Tujuan



:



gangguan



integritas



kulit



dapat



berkurang



atau



menunjukkan    penyembuhan. Kriteria Hasil : Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi Intervensi : 1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut. 2) Kaji tanda vital 3) Kaji adanya nyeri 4) Lakukan perawatan luka 5) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi. 6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan  penurunan fungsi penglihatan Tujuan : pasien tidak mengalami injury Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury Intervensi : 1) Hindarkan lantai yang licin. 2) Gunakan bed yang rendah. 3) Orientasikan klien dengan ruangan. 4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari 5) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi



4. Implementasi



Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan



yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien.



Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. 5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: a. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau



tanggal yang ditetapkan di tujuan. b. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik



yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. c. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan



prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.



DAFTAR PUSTAKA



1.  Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999. 2.  Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika 3.  Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997. 4.  Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002. 5.  www.google.com/file:///E:/ASKEP%20GERONTIK/DIABETES %20MELITUS/askep-gerontik-diabetes-melitus.html