9 0 370 KB
LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI I.
KONSEP TEORI A. Anatomi Fisiologi
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi
kognisi
manusia.
Pengetahuan
mengenai
otak
mempengaruhi
perkembangan psikologi kognitif. 1.
Otak Depan Bagian yang paling menonjol dari otak depan adalah otak depan (serebrum), yang terdapat di bagian otak depan. Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri dan kanan. Setiap belahan mengatur dan melayani tubuh yang berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur dan melayani tubuh bagain kanan, sebaliknya belahan kanan 1
mengatur dan melayani tubuh bagian kiri Jika otak belahan kiri mengalami gangguan maka tubuh bagian kananakan mengalami gangguan, bahkan kelumpuhan. Tiap-tiap belahan otak besar yang disebutkan di atas dibagi menjadi empat lobus yaitu frontal, pariental, okspital, dan temporal. Antara frontal dan lobus pariental dipishkan oleh sulkussentralis atau celah Rolando. Otak depan tersusun atas dua lapisan yaitu, lapisan luar (korteks) dan lapisan dalam. a. Lapisan luar Lapisan luar merupakan lapisan tipis bewarna abu-abu. Lapisan ini berisi badan sel saraf. Permukaan lapisan korteks berlipat-lipat, sehingga permukaanya menjadi lebih luas. Lapisan korteks terdapat berbagai macam pusat saraf. b. Lapisan dalam Lapisan dalam merupakan lapisan yang bewarna putih. Lapisan dalam banyak mengandung serabut saraf, yaitu dendrit dan neurit Otak depan merupakan pusat saraf utama, karena memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengaturan semua aktivitas tubuh, khususnya berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Seacara terperinci, aktivitas tersebut dikendalikan pada daerah yang berbeda. Di depan celah tengah (sulkus sentralis) terdapat daerah motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar. Bagian paling bawah pada korteks motor tersebut mempunyai hubungan dengan kemampuan bicara. Daerah anterior pada lobus frontalis berhubungan dengan kemampuan berpikir. Di belakang (posterior) sulkus entralis merupakan daerah sensori. Pada daerah ini berbagai sifat perasaan dirasakan kemudian ditafsirkan. Daerah pendengaran (auditori) terletak mpada lobus temporal. Di daerah ini, kesan atau suara diterima dan diinterpretasikan. Daerah visual (penglihatan) terletak pada ujung lobus oksipital yang menerima bayangan dan selanjutnya bayangan itu ditafsirkan. Adapun pusat pengecapan dan pembau terletak di lobus temporal bagian ujung anterior. Area di otak depan yang juga penting adalah hipotalamus dan talamus. Hipotalamus merupakan daerah kecil yang terletak di dasar otak depan dan memiliki berat beberapa miligram. Hipotalamus berberan sebagai pusat pengatur homeostasis 2
tubuh, misalnya berkaitan dengan pengaturan suhu tubuh, rasa haus, rasa lapar dan kenyang, pengeluaran urin, pengaturan pengeluaran hormon dari kelenjar pituitari bagian anterior dan posterior, serta perilaku reproduktif. Talamus terletak di sebelah atas hipotalamus, berperan sebagai stasiun relay untuk informasi sensori yang dikirim ke otak besar. Jasi, talamus akan menyeleksi dan menyalurkan implus-implus sensori yang penting menuju ke otak besar. 2. Otak Tengah Otak tengah (diensefalon) manusia cukup kecil dan tidak menyolok, terletak di depan otak kecil dan jembatan Varol (plus Varolii). Bagian terbesar dari otak tengah pada sebagian besar Vertebrata adalah lobus optikus yang ukrannya berbeda-beda. Pada mamalia (termasuk manusia) terdapat korpora kuadrigemina (sebgai lokus optikus pada Vertebrata tingkatan rendah) yang berfungsi membantu koordinasi gerak mata, ukuran pupil mata (melebar/menyempit), dan refleks pendengaran tertentu. Selain itu, otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan serabut saraf yang menghubungkan bagian otak belakang dengan bagian otak depan, juga antara otak depan dan mata. Otak tengah merupakan baguan atas batang otak. Semua berkas serabut saraf yang membawa informasi sensori sebelum memasuki talamus akan melewati otak tengah. 3. Otak belakang Otak belakang meliputi jembatan Varol (pons Varoli), sumsum lanjutan (medula oblongata), dan otak kecil (serebelum). Ketiga bagian ini membentuk batang otak. a. Jembatan varol (pons Varoli) Jembatan Varol berisi serabut saraf yang menghubungkan lobus kiri dan kanan otak kecil, serta menghubungkan otak kecil dengan konteks otak besar. b. Sumsum lanjutan (medula oblongata) Sumsum lanjutan atau medula oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons Varoli dengan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Sumsum lanjutan berperan sebagai pusat pengatur pernapasan dengan cara meneruskan implus saraf yang merangsang otot antara tulang rusuk dan diafragma. Selain itu juga berperan sebgai pusat pengatur refleks fisiologi, seperti detak jantung, tekanan udara, suhu tubuh, pelebaran atau penyempitan pembuluh darah, gerak alat pencernaan, dan
3
sekrresi kelenjar pencernaan. Fungsi lainnya ialah mengatur gerak refleks, seperti batuk, bersin, dan berkedip. Di antara sumsum lanjutan terdapat talamus yang terdiri atas dua tonjolan. Peranan talamus ini sebagai tempat meneruskan implus ke daerah sensori pada korteks otak besar untuk disatukan. Selain itu, talamus memiliki hubungan ke berbagai bagian otak sehiingga merupakan tempat lalu lintas implus di antara bagian-bagian otak dan srebrum. Di sebelah anterior talamus terdapat hipotalamus yang berperan mengatur fungsi organ dalam (visceral). Hipotalamus mengatur bermacam-macam fungsi, seperti suhu tubuh, tidur, minum (rasa haus), emosi (marah, senang, gusar), serta perilaku reproduktif. Selain itu, hipotalamus juga merupakan tempat neurosekresi yang mempengaruhi pengeluaran hormon pada hipofisis. Otak kecil (serebelum) merupakan bagian terbesar otak belakang. Otak kecil ini terletak di bawa lobus oksipital serebrum. Otak kecil terdiri atas dua belahan dan permukaanya berlekuk-lekuk. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan, dan koordinasi gerkan otot yang terjadi secara sadar. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan kanan ke dalam mulutnya. Perkembangan Otak Manusia 1. Pranatal Tahapan perkembangan otak manusia mirip dengan vertebrata lainnya. Dimulai sesaat setelah konsepsi terjadi blastosis yaitu pembagian sel yang sangat cepat. Dalam hitungan hari blastosis terbagi menjadi tiga struktur lapisan yang disebut sebagai keping embrionik (the embryonic disk). Setiap lapisan kemudian akan berubah menjadi sistem organik utama yaitu : a. Lapisan endoderm Disebut juga sebagai lapisan dalam. Lapisan ini akan berubah menjadi serangkaian organ dalam seperti organ pencernaan, pernafasan dan lain-lain.
4
b. Lapisan mesoderm Disebut juga sebagai lapisan tengah. Lapisan ini akan berubah menjadi struktur kerangka dan otot. c. Lapisan ectoderm Disebut juga sebagai lapisan luar. Lapisan ini berubah menjadi permukaan kulit, rambut, sistem saraf, termasuk organ persepsi atau indera. Setelah ini berkembanglah sistem saraf pada otak dengan cara neurulation yaitu saat ectoderm melipat tubuhnya untuk membentuk tabung saraf (neural tube). Tabung saraf kemudian berdiferensiasi kembali menjadi subdivisi otak depan, otak tengah dan sumsum tulang belakang (korda spinal). 2. Postnatal Terdapat perubahan ukuran dan kerumitan dari kebanyakan pohondendrit sel saraf. Perkembangan struktur otak setelah kelahiran (postnatal) dapat dibagi menjadi dua proses yaitu: a. Protomap dimana perbedaan area kortikal terjadi pada awal pembentukan korteks dan disebabkan oleh faktor intrinsik, dimana aktivitas neuron tidak diperlukan. b. Protocortex dimana perbedaan area korteks terjadi kemudian pada perkemangan korteks dan tergantung pada faktor ekstrinsik seperti input atau masukan dari bagian lain otak maupun sistem penginderaan, oleh karenanya aktivitas neuron diperlukan. Pada orang dewasa pembagian area korteks dipengaruhi oleh informasi dari talamus dan interaksi dengan area lain di otak melalui hubungan inter-regional.
B. Definisi Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan berat dari fungsi otak dengan karakteristik kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan, hilangnya tonus otot atau gerakan, serta gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi dan persepsi. Sehingga epilepsi bukan penyakit tetapi suatu geala (Arif Muttaqin, 2011).
5
Epilepsi (dari bahasa Yunani Kuno epilepsia-“kejang”) adalah gangguan neurological kronis yang ditandai dengan timbulnya kejang— kejang. Kejang-kejang yang terjadi merupakan tanda dan atau simtom dari aktivitas saraf otak yan abnormal, berlebihan, atau hipersinkronos (Andri Priyatna, 2012). Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara yang bersifat paroksismal yang dimanifestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran yang episodik, fenomena motorik yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan sistem otonom; gejalagejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak (Kumala et al, 1998 dalam buku Fransisca B Batticaca, 2012). Epilepsi, berasal dari yunani (Epilepsia) yang berarti ‘serangan’. Perlu diketahui, epilepsi tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan orang yang mengalami keterbelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang menderita epilepsi tanpa diketahui penyebabnya (Dt Andreas Hermawan, 2018). Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa epilepsi
adalah
terbebasnya
sekelompok
neuron
secara
tiba-tiba
yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara.
C. Etiologi Penyebab pasti dari epilepsi belum dikaetahui (idiopatik) dan masih menjadi banyak spekulasi. (Arif, Muttaqin. 2011). Faktor predisposisi yang mungkin menyebabkan epilepsi adalah: a.
Pasca trauma kelahiran, asfiksia neonatorum, pasca cedera kepala.
b.
Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi sepanjang kehamilan.
6
c.
Riwayat ibu-ibu yang mempunyai risiko tinggi (tenaga kerja, sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes atau hipertensi).
d.
Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak (campak, penyakit gondongan).
e.
Adanya riwayat keracunan, riwayat gangguan sirkulasi serebral.
f.
Riwayat demam tinggi, riwayat ganggguan metabolisme, dan nutrisi/gizi.
g.
Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
h.
Riwayat tumor otak, abses, kelainan bawaan dan keturunan epilepsy
D. Epidemiologi Epilepsi merupakan salah satu gangguan saraf serius yang paling umum terjadi yang mempengaruhi sekitar 65 juta orang di seluruh dunia. Ia mempengaruhi 1% penduduk pada usia 20 tahun dan 3% penduduk pada usia 75 tahun. Ia lebih jamak terjadi pada laki-laki daripada perempuan, tetapi secara menyeluruh selisihnya cukup kecil. Sebagian besar penderita (80%) tinggal di dunia berkembang. Angka penderita epilepsi aktif saat ini berkisar pada 5–10 per 1.000; epilepsi aktif diartikan sebagai penderita epilepsi yang pernah mengalami kejang paling tidak satu kali dalam lima tahun terakhir. Epilepsi berawal setiap tahun dalam 40–70 per 100.000 di negara maju dan 80–140 per 100.000 di negara berkembang. Kemiskinan merupakan sebuah risiko dan mencakup baik bertempat asal dari sebuah negara yang miskin maupun berstatus sebagai orang miskin relatif terhadap orang lain di dalam negara yang sama. Di negara maju, epilepsi paling umum bermula pada orang muda atau orang lansia. Di negara berkembang, awal epilepsi lebih umum terjadi pada anakanak yang berusia lebih tua dan pada orang dewasa muda karena lebih tingginya angka trauma dan penyakit menular. Di negara maju, jumlah kasus per tahun telah mengalami penurunan pada anak-anak dan peningkatan pada orang lansia antara tahun 1970-an dan 2003. Hal ini sebagian disumbang oleh kesintasan pasca-stroke yang lebih baik pada orang lansia.
7
E. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala pada epilepsi adalah: a. Kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan. b.
Kelainan gambaran EEG.
c. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen. d. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar. e. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat. f. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara otomatis g. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba-tiba. h. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendangmenendang. i.
Gigi geliginya terkancing.
j. Terkadang keluar busa dari mulut dan diikuti dengan buang air kecil.
8
F. Patofisiologi Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak. Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan selsel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi). Secara patologi, fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi : 1. Ketidakstabilan membran sel saraf. 2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun. 3. Polarisasi abnormal. 4. Ketidakseimbangan ion.
9
Pathway : Idiopatik,herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll
System Saraf
Ketidak seimbangan aliran listrik pada sel saraf
Epilepsi
Grandmal
Mylonik
Kontraksi tidak sadar yang mendadak
Aktivitas Kejang
Spasme Otot Pernapasan
Perubahan status kesehatan
Obstruksi Trakheobronkial
Jatuh
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Resiko Cidera 10
Hilang Kesadaran
G. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik pada epilepsi menurut Batticaca, B.Fransisca, 2012 dan Arif Muttaqin, 2011 adalah: a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. b. Elektroensefalogram (EEG) EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi. c. Pemeriksaan radiologis, Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya. d. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah. e. Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah. f. Menilai fungsi hati dan ginjal menilai fungsi hati dan ginjal adalah: 1) Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi). 2) Fungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeks Otak.
H. Penatalaksanaan Medis Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien. Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status bebas kejang. 11
Pengobatan Farmakologis a. Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal. b. Pemberian terapi obat yang sering digunakan antara lain: 1) Carbamazepine (Tegretol), KI jika ada glaukoma, penyakit jantung, hati da ginjal. 2) Clonazepam (Klonopim), KI jika ada glaukoma, perlu memonitor hitung darah lengkap. 3) Diazepam (Valium), diberikan untuk menghentikan aktifitas motorik yang dikaitka dengan status epileptikus, ika diberikan secara IV perawat perlu memonitor adanya trespiratori distress. 4) Ethosuximide (Zarotin), KI jika ada penyakit ginjal atau hati, monitor hitung darah lengkap dan pemeriksaan fungsi hati. 5) Phenobarbital (Luminal), menurunkan absorpi warfarin dan metabolisme digoxin. 6) Phentolyn (Dilantin), digunakan untuk mengontrol kejang, perawat perlu memonitor sel darah dan kadar kalsium. 7) Promidone (Myidone. 8) Valproic acid (Depakene), meningkatkan kadar serum phenobarbital dan perubahan serum phenytoin, monitor hitung sel darah. c. Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek samping toksik. d. Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang menyeluruh, perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien yang mendapatkan fenitoin (Dilantin). e. Pembedahan 1) Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses, kista, atau anomaly vaskuler. 2) Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan untuk kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang signifikan.
12
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Pengkajian 1) Identitas Identitas atau biodata terdiri dari tinggi atau kesiapan psikis. Pendidikan untuk mengetahui
wawasan
dan
pengetahuan,
agama
untuk
meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan otak, pekerjaan untuk mengetahui status sosial ekonomi dan alamat untuk mengetahui komunitasnya. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Didapatkan dengan pengkajian dari penyakit saat ini, riwayat kesehatan keluarga. Pada pengkajian riwayat penyakit saat ini diperoleh dengan pengumpulan data yang penting dan berkaitan tentang awitan gejala. Perawat menentukan kepan gejala timbul, apakah gejala selalu timbul atau hilang dan timbul. Perawat juga menanyakan tentang durasi gejala. Pada bagian tentang riwayat penyakit sat ini perawat mencatatkan informasi spesifik seperti letak, intentitas dan kualitas gejala. 3) Riwayat kesehatan masa lalu Diperoleh dengan pengkajian tentang riwayat masa lalu sehingga memberikan data tentang pengalaman perawatan kesehatan klien. Perawat mengkaji apakah klien dirawat dirumah sakit atau pernah menjalani operasi juga penting dalam merencanakan asuhan keperawatan adalah deskripsi tentang alergi termasuk alergi terhadap makanan, obat – obatan atau polutan. Juga terdapat pada format pengkajian. Perawat juga mengidentifikasi kebiasaan dan pola gaya hidup. Penggunaan tembakau, alkohol, kafein, obat – obatan atau medikasi yang secara rutin digunakan dapat membuat klien berisiko terhadap penyakit yang menyerang napas, paru – paru, jantung, sistem saraf, atau berfikir dengan membuat catatan tentang tipe kebiasaan juga frekuensi dan durasi penggunaan akan memberikan data yang penting.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga 13
Adalah untuk mendapatkan data tentang hubungan kekeluargaan langsung dan hubungan darah. Sasarannya adalah untuk menentukan apakah klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial dan untuk mengidentifikasi area tentang promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Riwayat keluarga juga memberikan informasi tentang struktur keluarga, interaksi dan fungsi yang mungkin berguna dalam merencanakan asuhan, keperawatan. 5) Pemeriksaan Fisik a) Status Generalis -
KU / kesadaran
-
Tanda Vital :Nadi, Pernafasan
-
Mata d. THT
-
Leher
-
Abdomen
-
Ekstremitas
b) Status Neurologis -
Reflek fisiologis
-
Reflek patologis Pengkajian fisik pada kasus ini difokuskan pada sistem persyarafan dan sistem neurologis wab terhadap banyak fungsi, termasuk stimulus sensori, organisasi proses berfikir, kontrol bicara dan penyimpanan memori. Kebutuhan dasar menurut Virgina Handerson memberikan kerangka kerja dalam melakukan asuhan keperawatan diantaranya:
1. Kebutuhan akan Nutrisi 2. Kebutuhan Eliminasi 3. Gerak dan Keseimbangan Tubuh 4. Kebutuhan Istirahat Tidur 5.Kebutuhan Berpakaian 6. Mempertahankan Temperatur Tubuh
14
7. Kebutuhan Akan Personal Higine 8. Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman 9.Berkomunikasi Dengan Orang Lain Dan Mengekspresikan Emosi, Keinginan Rasa Takut Dan Pendapat. 10. Pengkajian fungsi neurologis. Pada pengkajian fisik juga dapat ditemukan data – data lain diantaranya: a. Aktivitas atau istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan, umur, keterbatasan dalam beraktivitas. Tanda : Perubahan tonus otot, kontraksi otot atau sekelompok otot. b. Sirkulasi Gejala : Hipertensi, peningkatan nadi, sianosis. c.
Integritas Ego Gejala : Stresor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan. Tanda : Pelebaran rentang respon emosional
d.
Eliminasi Gejala : Inkontensia episodik. Tanda : Peningkatan tekanan kandung kemih, otot relaksasi yang mengakibatkan interkontensia.
e. Makanan Gejala : Sertifitas terhadap makanan, mual muntah. Tanda : Kerusakan jaringan lunak atau gigi, hiperplasia. f. Neurosensori Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang yang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala. Tanda : Karakteristik kejang : - Fase prodoumal : adanya perubahan pola pada rekreasi emosi atau respon afectif yang tak menentu.
15
- Keadaan umum : tonik klonik, kekakuan,penurunak kesadaran. - Kejang parsial : pasien tetap sadar dengan aksi mimpi, melamun, jalanjalan. - Status epiletilikus : aktivitas kejang yang terjadi terus menerus dengan spontan gejala putus anti konvulsan tiba – tiba dan fenomena metabolik lain. g.
Nyeri atau Kenyamanan Gejala : Sakit kepala, nyeri otot,nyeri abnormal. Tanda : Sikap dan tingkah laku perubahan tonus otot.
h. Pernafasan Gejala : Gigi mengatup, sianosis pernapasan dan turun cepat, peningkatan sekresi mukus. i. Keamanan Gejala : Riwayat jatuh, fraktur. Tanda : Trauma pada jaringan lunak, penurunan kekuatan otot. j. Interaksi Sosial Gejala : Masalah dalam hubungan inter personal dalam keluarga dan lingkungan sosialnya.
b. Diagnosa Keperawatan Yang mungkin muncul 1. Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas a. Definisi Ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.
b. Batasan Karakteristik -
Tidak ada batuk
-
Suara napas tambahan
-
Perubahan frekwensi napas
-
Sianosis
-
Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara 16
-
Penurunan bunyi napas
-
Dispneu
-
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
-
Batuk yang tidak efektif
-
Orthopneu
-
Gelisah
-
Mata terbuka lebar
c. Faktor Yang berhubungan 1. Lingkungan : -
Perokok pasif
-
Mengisap asap
-
Merokok
2. Obstruksi jalan napas : -
Spasme jalan napas
-
Mokus dalam jumlah berlebihan
-
Eksudat dalam jalan alveoli
-
Materi asing dalam jalan napas
-
Adanya jalan napas buatan
-
Sekresi bertahan/ sisa sekresi
-
Sekresi dalam bronki
3. Fisiologis : -
Jalan napas alergi
-
Asma
-
Penyakit paru obstruksi kronik
-
Hiperplasi dinding bronkial
-
Infeksi
2. Diagnosa 2 : Resiko Cidera a. Definisi 17
Beresiko mengalami cedera sebagai akibat kodisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensive individu b. Factor Resiko : 1. Eksternal -
Biologis
-
Zat kimia
-
Manusia
-
Cara pembedahan/transport
-
Nutrisi
2. Internal -
Profil darah yang abrnormal
-
Disfungsi biokimia
-
Usia perkembangan
-
Disfungsi efektor
-
Disfungsi imun-autoimun
-
Disfungsi integrative
-
Malnutrisi
-
Fisik
-
Psikologis
-
Disfungsi sensorik
-
Hipoksia jaringan
18
C. Perencanaan Diagnosa 1 : Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Definisi:
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Tujuan :
Kaji tanda-tanda jalan nafas menjadi vital
Rasional
Untuk mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya
efektif
Ketidak
Identifikasi bersihan jalan nafas
Mengurangi terjadinya sumbatan jalan nafa
tidak terjadi
Anjurkan klien
Menurunkan resiko
aspirasi, tidak ada
untuk
aspirasi atau
pernapasan untuk dispnea
mengosongkan
masuknya sesuatu
mempertahankan
mulut dari benda /
benda asing ke faring
kebersihan jalan
zat tertentu / gigi
napas.
palsu atau alat yang
mampuan untuk
Kriteria hasil :
membersihkan
nafas normal (16-
sekresi atau
20 kali/ menit),
obstruksi dari saluran
lain jika fase aura Batasan
terjadi dan untuk
Karakteristik :
menghindari rahang
Tidak ada batuk
mengatup jika
Suara napas
kejang terjadi tanpa
tambahan
ditandai gejala awal.
Perubahan frekwensi napas
Letakkan pasien
Sianosis
dalam posisi miring,
Kesulitan
permukaan datar
berbicara atau mengeluarkan suara 19
meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
Penurunan bunyi
Tanggalkan pakaian
napas
pada daerah leher /
Dispneu
dada dan abdomen
untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada
Sputum dalam jumlah yang
Melakukan suction
Mengeluarkan mukus
berlebihan
sesuai indikasi
yang berlebih,
Batuk yang tidak
menurunkan resiko
efektif
aspirasi atau asfiksia
Orthopneu Gelisah Mata terbuka lebar
20
Diagnosa 2 : Diagnosa Keperawatan Resiko Cidera
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Klien dapat
Definisi :
mengidentifikasi
Beresiko mengalami
faktor presipitasi
cedera sebagai akibat
serangan dan
kodisi lingkungan
dapat
yang berinteraksi
meminimalkan/m
dengan sumber adaptif enghindarinya, dan sumber defensive menciptakan individu.
keadaan yang
Factor Resiko :
aman untuk klien,
Eksternal :
menghindari
Biologis
adanya cedera
Zat kimia
fisik, menghindari
Manusia
jatuh
Cara pembedahan/transport
Kriteria hasil :
Nutrisi
tidak terjadi
Internal :
cedera fisik pada
Profil darah yang
klien, klien dalam
abrnormal
kondisi aman,
Disfungsi biokimia
tidak ada memar,
Usia perkembangan
tidak jatuh
Disfungsi efektor Disfungsi imunautoimun 21
Intervensi
Rasional
Kaji tanda-tanda vital
Untuk mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya.
Identifikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera
Barangbarang di sekitar pasien dapat membahayaka n saat terjadi kejang
Pantau status neurologis setiap 8 jam
Mengidentifik asi perkembangan atau penyimpangan hasil yang diharapkan
Jauhkan bendabenda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien saat terjadi kejang
Mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang tidak terkontrol
Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar
Area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya cedera pada pasien
Disfungsi integrative Malnutrisi Fisik Psikologis -
D
Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang
Memberi penjagaan untuk keamanan pasien untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi kejan
Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum kejang
Untuk mengidentifika si manifestasi awal sebelum terjadinya kejang pada pasien
Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.
Sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan sebelum terjadinya kejang berkelanjutan
Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama pasien kejang
Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera
i s f u n g s i s e n s o r i k -
H
i p o k s i a j a 22
r i n g Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter
a n
Mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjanga n, yang dapat mengurangi suplai oksigen ke otak
D. Evaluasi a. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi b. Pola napas normal, TTV dalam batas normal c. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
23
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca. B. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Hermawan, Dt. A. 2018. Bagaimana Menyembuhkan Kejang Epilepsi Secara Alami. Jakarta: Healindonesia Press Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika NANDA. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jakarta: EGC Priyatna, Andri. 2012. Epilepsy Action Parenting Anak dengan Epilepsi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
24