Laporan Pendahuluan Epilepsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERSARAFAN : EPILEPSI DI POLI SARAF RSUD BENDAN Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Medah Pembimbing Akademik : Dyah Putri Aryanti, M.Kep.



Disusun oleh : Arina Fitriani (17.1295.S)



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN Januari , 2021



I.



KONSEP DASAR A. Pengertian Menurut Kusuma dan Basuki (2014) epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Hawari, 2013) Epilepsi adalah gejala komplek dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan berlaku, alam perasaan, sensasi, persepsi. Sehingga epilepsy bukan penyakit tapi suatu gejala. (PERSI, 2013) Status epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih baik mendefinisikannya sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama lebih dari 10 menit. Status mengancam adalah serangan kedua yang terjadi dalam waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran di antarserangan. B. Etiologi Secara umum serangan epilepsi dapat timbul jika terjadi pelepasan aktifitas energi yang berlebihan dan mendadak dalam otak, sehingga mengganggu kerja otak. Otak akan segera mengkoreksinya dan kembali normal dalam beberapa saat. a) Epilepsi Primer (Idiopatik) Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%30%. b) Epilepsi Sekunder (Simtomatik)



1) Faktor



herediter



, seperti



neurofibromatosis, hipoparatiroidisme,



hipoglikemia. 2) Faktor genetik seperti pada kejang demam 3) Kelainan congenital otak seperti atropi, agenesis korpus kolosum 4) Gangguan metabolik seperti hipoglikemia, hipoklasemia, hiponatremia, hipernatremia 5) Infeksi seperti radang yang disebabkan virus atau bakteri pada otak dan selaputnya seperti toksoplasmosis, meningitis 6) Trauma seperti contusio cerebri, hematoma sub arachnoid, hematoma subdural 7) Neoplasma otak dan selaputnya 8) Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit kolagen 9) Keracunan oleh timbal, kamper/kapur barus, fenotiazin 10) Lain-lain seperti penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi cerebral Faktor precipitasi atau faktor pencetus atau yang mempermudah terjadinya gejala a. Faktor sensoris seperti cahaya yang berkedip-kedip (fotosensitif), bunyi-bunyi yang mengejutkan, air, dan lain-lain. b. Faktor sistemis seperti demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (fenotiazin,



klorpropamid,



barbiturat,



valium),



perubahan



hormonal



(hipoglikemia), kelelahan fisik. c. Faktor mental seperti stress, gangguan emosional, kurang tidur. Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mengakibatkan kejang epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron di serebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan. C. Tanda dan Gejala a. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan.



b. Kelainan gambaran EEG. c. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen. d. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium baubauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya). e. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar. f. Raut muka pucat dan badannya berkeringat. g. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal. h. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat. i. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba. j. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang. k. Gigi geliginya terkancing. l. Bola matanya berputar- putar. m. Terkadang keluar busa dari mulut dan diikuti dengan buang air kecil. n. klien sadar kembali dengan lesu, nyeri otot dan sakit kepala. D. Patofisiologis Secara umun epilepsy terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksis, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensi membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga menifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun dipermukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak.



Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak dari pada selama tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin daripada dalam otak sehat. Pada tumor serebri atau adanya sikatrits setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio, serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik selsel saraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensi membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsy fokal yang biasanya simptomatik. Pada epilepsy idiomatic, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh Nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini merupakan terminal dari lintasan asendens aspesifik atau lintasan esendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik itu menentukan derajad kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh Karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan talamokortikal yang berlebih menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang. Hasil penelitian menujukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kajang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit mal. E. Pathways



Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll



Sistem saraf



Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf



Epilepsi



Petitmal Hilang tonus otot



Akimetis



Myolonik



Keadaaan lemah dan tidak sadar



Kontraksi tidak sadar yang mendadak



Hambatan mobilitas fisik Aktivitas kejang Perubahan proses keluarga



Perubahan status kesehatan Isolasi sosial



Ansietas Kurang pengetahuan penatalaksanaan kejang



Gangguan perkembangan



Kerusakan memori



Risiko cidera Ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan yang tepat



Pengobatan, keperawatan terbatas



Gangguan neurologis



Ketidakefektifan koping keluarga



Penyakit kronik Psikomotor



Gangguan respiratori Grandmal



HDR Resiko penurunan perfusi jaringan serebral



Jatuh



Hilang kesadaran



Spasme otot pernapasan



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



Obstruksi trakheobronkial



F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkn timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hiprnatremia,uremia dll. Penting juga diperiksa pH darah karena alkalosis



mungkin



pula



disertai



kejang.



Pemeriksaan Radiologis Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-kelainan pada tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai pada toksoplasmosis, penyakit inklusi sitomegalik,



sklerosis



tuberosa,



kraniofaringeoma,



meningeoma,



oligodendroglioma. Pemeriksaan Psikologis atau Psikiatris Untuk diagnostik bila diperlukan dilakukan uji coba yang dapat menunjukkan naik turunnya kesadaran, misalnya test Bourdon-Wiersma. G. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan medis a. Farmakoterapi : Anti kovulsion untuk mengontrol kejang b. Pembedahan



: Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista



atau adanya anomali vaskuler c. Jenis obat yang sering digunakan 1) Phenobarbital (luminal). Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah. 2) Primidone (mysolin) Di hepar



primidone



di



ubah



menjadi



phenobarbital



dan



phenyletylmalonamid. 3) Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin). a) Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. b) Tak berhasiat terhadap petit mal.



c) Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus, ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah. 4) Carbamazine (tegretol). a) Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itu sendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyai efek psikotropik. b) Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkah laku. c) Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati. 5) Diazepam. a) Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.). b) Pemberian



i.m.



hasilnya



kurang



memuaskan



karena



penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal. 6) Nitrazepam (Inogadon). Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus. 7) Ethosuximide (zarontine) Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal 8) Na-valproat (dopakene) Obat pilihan kedua pada petit mal a) Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. b) Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak. c) Efek samping mual, muntah, anorexia 9) Acetazolamide (diamox). a) Kadang-kadang



dipakai



sebagai



obat



tambahan



dalam



pengobatan epilepsi. b) Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi. 10) ACTH



Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil. 2. Penatalaksanaan keperawatan Cara menanggulangi kejang epilepsi : a. Selama Kejang 1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu 2) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan 3) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya. 4) Longgarkan



bajunya.



Bila



mungkin,



miringkan



kepalanya



kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan. 5) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya. 6) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yang biasa disebut “aura”. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur. 7) Bila



serangan



berulang-ulang



dalam



waktu



singkat



atau



penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat. b. Setelah Kejang 1) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi. 2) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas tidak mengalami gangguan. 3) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal. 4) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang. 5) Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan



6) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang dan biarkan penderita beristirahat. 7) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut 8) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter. Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi. H. Komplikasi 1. Retradasi mental 2. IQ rendah 3. Kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak 4. Hal ini akan menyebabkan efek samping pada penurunan prestasi belajar terutama bagi penderita yang masih dalam masa belajar. II.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Fokus Keluhan utama : Klien mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih, sering berhenti mendadak bicara. Riwayat penyakit sekarang : Kejang dan tidak sadarkan diri Riwayat penyskit dahulu Trauma lahir, asphyxia neonatorum, sedera kepala, infeksi sistem saraf, gangguan metabolik , tumor otak, kelainan pembuluh darah, stroke, gangguan tidur penggunaan obat, hiperventilasi, stress, emosional. Riwayat Keluarga : Terduga 4-8 % terdapat keluarga yang memiliki penyakit serupa 2. Pengkajian Sekunder



a. Pemeriksaan Fisik B1 (Breath) : Rr biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi B2 (Blood) : Terjadi takikardia, cianosis B3 (Brain) : Penurunan kesadaran B4 (Bladder) : Oliguria atau dapat terjadi inkontensia urine atau penurunan volume urine karena adanya penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. B5 (Bowel) : Nafsu makan menurun , BB turun, inkontensia alfi, pemenuhan kebutuhan nutrisi menurun karena adanya anoreksia dan kejang. B6 (Bone : Klien terlihat lemas, terjadi tremor dan pada fase akut sering terjadi penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri b. Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium 1) Pemeriksaan laboratorium a) Elektrolit



: tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi



predisposisi pada aktivitas kejang b) Glukosa



: hipoglikemi, dapat menjadi presipitasi (pencetus



kejang) c) Ureum atau kreatinin



: meningkat, dapat meningkatkan resiko



timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrotoksik yang berhubungan dengan pengobatan. d) Pungsi lumbal (PL) : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari CSS, tanda-tanda infeksi, perdarahan (hemoragik subarachnoid, subdural) sebagai penyebab kejang tersebut. 2) Pemeriksaan EEG Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal). 3) MRI



: melokalisasi lesi-lesi fokal.



4) Pemeriksaan Radiologis



Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma. 3. Diagnosa Keperawatan 1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva 2) Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea 3) Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia



4. Intervensi DIAGNOSA Ketidakefektifan jalan dengan



nafas



NOC



NIC



bersihan Setelah dilakukan tindakan 



berhubungan selama







24



jalan



nafas,



jam



guanakan teknik chin lift



bronkokonstriksi, diharapkan bersihan jalan



atau jaw thrust bila perlu



peningkatan produksi lender, nafas klien dapat efektif. batuk



Buka



tidak



efektif



infeksi bronkopulmonal.



dan Kriteria Hasil :



 Posisikan



pasien



untuk



memaksimalkan ventilasi



 Mendemonstrasikan



batuk  Identifikasi



pasien



efektif dan suara nafas yang



perlunya pemasangan alat



bersih, tidak ada sianosis



jalan nafas buatan



dan



dyspneu



mengeluarkan mampu



(mampu  Pasang mayo bila perlu sputum,  Lakukan fisioterapi dada



bernafas



dengan



jika perlu



mudah, tidak ada pursed  Keluarkan sekret dengan lips) batuk atau suction  Menunjukkan yang merasa



paten



jalan



nafas  Auskultasi suara (klien tidak catat adanya



tercekik,



irama



tambahan



nafas, suara



nafas, frekuensi pernafasan  Lakukan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)



suction



pada



mayo  Berikan bronkodilator bila



 Mampu mengidentifikasikan



perlu



dan mencegah factor yang  Berikan pelembab udara dapat



menghambat



jalan



nafas



Kassa basah NaCl Lembab  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.  Monitor



Resiko



status O2 perfusi Setelah dilakukan tindakan • Monitor



penurunan



respirasi



dan



tonus



otot



serebral berhubungan dengan keperawatan selama 1×24 pergerakan penurunan suplai oksigen ke jam diharapkan tidak terjadi • otakPola



pernafasan



efektif



tidak penurunan perfusi serebral.



berhubungan Kriteria Hasil :



dengannafas



pendek, 



Tekanan



Monitor







status



Monitor



systole



dan pupil,



ketajaman,



diastole dalam rentang kesimetrisan



iritan jalan nafas.



yang diharapkan CVP



dalam



seimbang



reaktif Bebas



dari



dan • Monitor status pernafasan menandakan



gagal



• Monitor toleransi aktivitas



Tidak mengalami nyeri pasien • Monitor adanya dipsneu,



Nadi perifer kuat dan fatigue, simetris Tidak



takipneu



dan



ortopneu •







cardiac



aktivitas jantung



kepala. 



penurunan



output yang



kejang 



• Catat adanya disritmia



ada gejala



ortostatikhipertensi







reaksi



• Catat adanya tanda dan



Tidak Pupil



dan



batas jantung



normal







TTV



• Monitor AGD, ukuran



lender,bronkokonstriksi dan 



cairan



adanya



perifer dan asites



Monitor



udem (kelembaban



status



hidrasi



membrane



mukosa, nadi adekuat, TD







Denyut jantung, AGD, ortostatik) ejeksi fraksi dalam batas • normal







Kolaborasi



pemberian



deuretik



Bunyi jantung abnormal tidak ada







Nyeri dada tidak ada







Kelelahan yang ekstrim tidak ada



Intoleransi berhubungan ketidakseimbangan



aktivitas NOC :



NIC



dengan Setelah dilakukan tindakan Activity therapy suplai keperawatan selama 3 x 24 Observasi :



dengan kebutuhan oksigen



jam, klien dapat melakukan a. Monitor



respon



fisik,



aktivitas dengan baik dengan



emosi,



social



dan



kriteria hasil:



spiritual



a. Berpartisipasi aktivitas



dalam b. Sediakan



fisik



disertai



tanpa



penignkatan



penguatan



positif bagi yang aktif beraktivitas.



tekanan darah,nadi dan RR



Mandiri :



b. Mampu



melakukan a. Bantu



aktivitas



sehari-hari



secara mandiri



klien



untuk



mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan



c. Tanda-tanda vital normal



b. Bantu



untuk



memilih



d. Level kelemahan



aktivitas konsisten yang



e. Status



sesuai



kardiopulmonary



adekuat f. Status pertukaran



kemampuan respirasi gas



:



dengan fisik,



psikologis dan sosial.



dan c. Bantu



untuk



ventilasi adekuat



mengidentifikasi aktivitas yang disukai d. Bantu



pasien



untuk



mengembangkan motivasi



diri



dan



penguatan. Health education : a. Ajarkan



untuk



penggunaan



teknik



relaksasi b. Ajarkan Tindakan untuk mengehemat energi. Kolaborasi : a. Kolaborasikan



dengan



tenaga rehabilitasi medik dalam



merencanakan



program terapi yang tepat b. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan



berhubungan



dengan penyakit jantung.



DAFTAR PUSTAKA David, Y. 2013. Epilesy And Seizure. Medscape Salary Employment. Eissa. I. 2013. First Adult Seizure Differential Diagnosis. Medscape Salaru Employment. Hawari. I. 2013. Epilepsi Di Indonesia. Yayasan Epilepsi Indonesia. Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra: MediAction Publishing. Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERSI). 2013. Jangan Salah Tanggapi Epilepsi. Jakarta: PERSI