Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal Kronik Rahmadianoor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIS



OLEH: Oleh:



Rahmadianoor NIM. 2014901210136



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS BANJARMASIN 2021



LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIS I.



Konsep Penyakit 1.1



Definisi Gagal ginjal kronis stadium End Stage Renal Disease (ESRD) yaitu kerusakan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat peningkatan pada kadar ureum (uremia) (Smeltzer and Bare, 2002). Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan dengan LFG kurang dari 60ml/menit/1,73 (Perhimpunan Nefrologi Indonesia). Gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara medadak dan cepat (hitungan jam – minggu). Penyakit gagal ginjal tahap akhir tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal, ginjal tidak dapat merespon sesuai dengan perubahan masukan cairan dan elektrolit seharihari. Retensi natrium dan air dapat meningkatkan beban sirkulasi berlebihan, terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi (Isroin, 2016).



1.2



Etiologi Gagal ginjal pada bayi dan anak sering terjadi akibat anomaly ginjal atau traktus urinarius congenital seperti hipoplasia atau dysplasia ginjal, penyakit ginjal kistik dan kelainan ureter, katup vesikoureter dan uretra. Refluks



vesikoureter



bertekanan



tinggi



akibat



obstruksi



dapat



menghancurkan ginjal in utero. Refluks minor akibat inkompetensi katup vesikoureter pun mampu menambah kerentanan terhadap infeksi ginjal, dan pielonefritis berulang dengan parut ginjal merupakan penyebab gagal ginjal kronik yang lazim pada anak semua usia. Neurogenik bladder, suatu masalah lazim pada anak dengan spina bifida, kadang-kadang disertai dengan cedera ginjal berat karena refluks dan infeksi. Penyakit glomerulus tidak lazim ditemukan pada masa bayi tetapi merupakan penyebab gagal ginjal yang semakin sering sesudah usia beberapa tahun pertama. Ginjal juga dapat ikut terkena pada penyakit sistemik, seperti lupus atau sindrom hemolitik-uremik.



Kadang-kadang penyebab gagal ginjal kronik pada anak adalah nekrosis korteks karena anoksia ginjal, obat nefrotoksik, dan racun serta kesalahan metabolisme bawaan seperti sistinosis dan hipereoksaluria kongenital (Rudolph, dkk 2014: 1478). 1.3



Patofisiologi Menurut Pranata & Prabowo (2014) dan Harrison (2013) Gagal ginjal kronis seringkali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder. Penyebab yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu ada beberapa penyebab lain dari gagal ginjal kronis yaitu penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis), infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberculosis), kelainan kongenital (polikistik ginjal), penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis), obstruksi saluran



kemih



(nephrolithisis),



penyakit



kolagen



(systemik



lupus



erythematosus) dan obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida). Pada awalnya beberapa



penyakit



ginjal



terutama



menyerang



glomerulus



(glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain menyerang tubulus ginjal atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis) sehingga menyebabkan suplai darah ke ginjal turun maka laju filtrasi glomerulus menurun sehingga menyebabkan seseorang menderita gagal ginjal kronis, akibatnya sekresi protein terganggu, retensi natrium dalam darah, dan sekresi eritropoetin turun. Bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. Bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan terjadi bila jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi



renal



menurun,



produk



akhir



metabolisme



protein



(yang



normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah sehingga terjadi sindrom uremia yang jika tidak dikeluarkan oleh tubuh lewat urin maka akan mempengaruhi keseimbangan asam basa, tertimbunnya urokrom dikulit dan prepospatemia. Gangguan keseimbangan asam basa akan memicu asam lambung naik memicu terjadinya iritasi pada lambung dan menyebabkan seseorang



mengalami nyeri abdomen, mual, muntah dan perdarahan saluran cerna sehingga diagnosa keperawatan yang muncul adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Salah satu akibat dari sindrom uremia adalah tertimbunnya urokrom di kulit. Urokrom yang tertimbun di kulit dapat menyebabkan seseorang dengan gagal ginjal kronik mengalami perubahan pada warna kulit yang terlihat lebih gelap. Perpospatemia adalah salah satu dampak dari sindrom uremia jika tidak ditangani. Perpospatemia menyebabkan pruritus maka diagnosa keperawatan yang muncul kerusakan integritas kulit. Pada



kebanyakan



pasien



dengan



penyakit



ginjal



kronik



stabil,



kandungan natrium dan air tubuh total meningkat sedang, meskipun hal ini mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan klinis. Banyak bentuk penyakit ginjal (mis. Glomerulonefritis) mengganggu keseimbangan glomerulotubular ini sedemikian rupa sehingga asupan natrium dari makanan melebihi ekskresinya di urin, menyebabkan retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstrasel (VCES) naik. Jika ekspansi volume cairan ekstrasel naik maka tekanan kapiler meningkat dan menyebabkan volume interstisial naik sehingga timbul edema maka diagnosa keperawatan yang dapat diambil kelebihan volume cairan. Jika edema tidak segera diatasi maka beban jantung meningkat yang menyebabkan prognosis yang buruk, termasuk terbentuknya hipertrofi ventrikel dan semakin cepatnya penurunan fungsi ginjal. Hipertrofi ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung atau bahkan serangan edema paru. Gagal jantung dapat merupakan konsekuensi dari disfungsi diastolik atau sisitolik atau keduanya. Juga dapat terjadi suatu bentuk edema paru ‘tekanan darah’ pada penyakit ginjal kronis stadium lanjut, yang bermanifestasi sebagai napas yang pendek dan cairan edema alveolus. Temuan ini dapat dijumpai bahkan tanpa adanya kelebihan VCES dan berkaitan dengan tekanan baji kapiler paru yang normal atau sedikit meningkat.



Proses



ini



diperkirakan



disebabkan



oleh



meningkatnya



permeabilitas membran kapiler alveolus sebagai manifestasi dari keadaan uremik, dan berespons terhadap dialisis, maka diagnosa keperawatan yang dapat diambil adalah gangguan pertukaran gas.



1.4



Pathway



1.5



Pemeriksaan Penunjang Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnoasa gagal ginjal kronis (Pranata & Prabowo, 2014: 201): 1. Biokimiawi Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain fungsi gnjal (renal function test), pemeriksaan



pemeriksaan



kadar



elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal. 2. Urinalisis Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi pada ginjal atau ada/ tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal. 3. Ultrasonografi ginjal Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat. Menurut



Lemone,



digunakan



baik



memonitor



fungsi



dkk



untuk ginjal.



(2016:



1067)



mengidentifikasi Sejumlah



gagal



pemeriksaan



pemeriksaan



diagnostik



ginjal



kronik



dapat



dilakukan



maupun untuk



menentukan penyebab gangguan ginjal. Ketika diagnosis ditegakkan, fungsi ginjal dimonitor terutama lewat kadar sisa metabolik dan elektrolit dalam darah. a. Urinalisis Dilakukan untuk mengukur berat jenis urine dan mendeteksi komponen urine yang abnormal. Pada gagal ginjal kronik, berat jenis dapat tetap pada sekitar 1,010 akibat kerusakan sekresi tubulus, reabsorpsi dan kemampuan memekatkan urine. b. Kultur Urine



Diinstruksikan



untuk



mengidentifikasi



infeksi



saluran



kemih



yang



mempercepat perkembangan gagal ginjal kronik c. BUN dan kreatinin serum Diambil untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan mengkaji perkembangan gagal ginjal. BUN 20-50 mg/dL mengindikasikan azotemia ringan; kadar lebih dari 100 mg/dL mengindikasikan kerusakan ginjal berat. Gejala uremia ditemukan saat BUN sekitar 200 mg/dL atau lebih tinggi. Kadar serum kreatinin lebih dari 4 mg/dL mengindikasikan kerusakan ginjal serius. d. eGFR Digunakan untuk mengevaluasi GFR dan stadium penyakit ginjal kronik. eGFR adalah perhitungan nilai yang ditentukan menggunakan rumus yang memasukkan kreatinin serum, usia, jenis kelamin dan ras pasien. e. Elektrolit serum Dimonitor lewat perjalanan gagal ginjal kronik. Natrium serum dapat berada dalam batasan normal atau rendah karena retensi air. Kadar kalium naik tetapi biasanya tetap dibawah 6,5 mEq/L. Fosfor serum naik dan kadar kalsium turun. Asidosis metabolik diidentifikasi dengan pH rendah, CO2 rendah, dan kadar bikarbonat rendah. f. CBC Menunjukkan anemia sedang ke arah berat dengan hematokrit 20% hingga 30% dan hemoglobin rendah. Jumlah sel darah merah dan trombosit turun. g. Ultrasonografi ginjal Dilakukan untuk mengevaluasi ukuran ginjal. Pada gagal ginjal kronik,ukuran ginjal berkurang karena nefron hancur dan massa ginjal mengecil. h. Biopsi ginjal Dapat dilakukan untuk mengidentifikasi proses penyakit penyebab jika ini tidak jelas. Selain itu juga digunakan untuk membedakan gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Biopsi ginjal dapat dilakukan pada pembedahan atau dilakukan menggunakan biopsi jarum.



1.6



Komplikasi Menurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup: 1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih. 2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin, aldosteron. 4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi. 5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadar kalium serum yang rendah.



1.7



Penatalaksanaan Menurut Wong, dkk (2009) Pada gagal ginjal yang bersifat ireversibel, tujuan penatalaksanaan medis antara lain meningkatkan fungsi ginjal sampai taraf maksimal, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam batas biokimiawi yang aman, mengobati komplikasi sistemik dan meningkatkan kualitas kehidupan hingga taraf seaktif dan senormal mungkin bagi anak tersebut. a. Pengaturan diet Tujuan diet pada gagal ginjal adalah memberikan kalori dan protein yang cukup bagi pertumbuhan anak sekaligus membatasi kebutuhanekskresi pada ginjal, meminimalkan penyakit tulang metabolik, dan meminimalkan gangguan cairan dan elektrolit. Asupan natrium dan air biasanya tidak dibatasi kecuali bila terdapat gejala edema dan hipertensi, dan asupan kalium umumnya tidak dibatasi. Asupan fosfor harus dikendalikan melalui pengurangan asupan protein dan susu untuk mencegah atau mengoreksi gangguan keseimbangan kalsium atau fosfor. Kadar fosfor dapat dikurangi lebih lanjut dengan pemberian



karbonat per oral yang berikatan dengan fosfor menurunkan absorpsi gastrointestinal dan menurunkan kadar fosfat serum. b. Penatalaksanaan teknologik gagal ginjal a. Dialisis Dialisis merupakan proses pemisahan substansi koloid dan kristaloid dalam larutan berdasarkan perbedaan laju difusi melalui membrane semipermeabel. Metode dialisis yang kini tersedia adalah dialysis peritoneal dengan rongga abdomen berfungsi sebagai membrane semipermeabel yang dapat dilalui oleh air dan zat terlarut yang ukuran molekulnya kecil; hemodialisis yaitu darah yang disirkulasikan diluar tubuh melalui membrane buatan yang memungkinkan alur yang sama untuk air dan zat terlarut; hemofiltrasi yaitu filtrat darah yang disirkulasi di luar tubuh dengan diberi tekanan hidrostatik melintasi membran semipermeabel sambil pada saat yang bersamaan dimasukkan larutan pengganti. b. Transplantasi Transplantasi memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalani hidup yang relative normal dan merupakan bentuk terapi pilihan untuk anak-anak yang menderita gagal ginjak kronik. Ginjal untuk ditransplan diperoleh dari dua sumber yaitu donor kerabat yang masih hidup (living related donor/ LDR) yang biasanya berasal dari orangtua atau saudara kandung, atau donor kadaver, yaitu yang berasal dari pasien yang sudah meninggal atau yang sudah mengalami kematian otak yang keluarganya yang menyetujui untuk menyumbangkan organ ginjal yang sehat tersebut. Tujuan utama transplantasi adalah kelangsungan hidup jaringan yang dicangkokkan dalam jangka waktu lama dengan melindungi jaringan yang secara antigen serupa dengan jaringan yang terdapat pada resipien dan dengan menekan mekanisme imun resipien. Menurut Lemone, dkk (2014: 1068) mengatakan bahwa dalam mempertahankan nutrisi yang cukup dan mencegah kekurangan gizi kalori protein adalah fokus penatalaksanaan nutrisi selama tahap awal gagal



ginjal kronik. Saat fungsi ginjal menurun, eliminasi air, zat terlarut, dan sisa metabolik rusak. Akumulasi zat sisa ini dalam tubuh memperlambat perkembangan kerusakan nefron, menurunkan gejala uremia, dan membantu mencegah komplikasi. c. Rumus GFR (Glomerulus Filtrasi Rate) 



GFR Laki-laki : ¿¿







GFR Wanita : 85% dari GFR Laki-laki : ¿¿







GFR Anak : K ( konstanta ) x TB(cm) Creatinin Serum K ; Konstanta : - BBL BB < 2,5 kg : 0,33 - BB 0 - 1,8 kg : 0,45 - BB 2-13 kg : 0,55







II.



Penilaian CKD : 1. Stage 1



: GFR > 90 ml/mnt



2. Stage 2



: GFR 60-89 ml/mnt



3. Stage 3



: GFR 30-59 ml/mnt



4. Stage 4



: GFR 15-29 ml/mnt



5. Stage 5



: GFR < 15 ml/mnt



6. ESRD



: GFR < 5 ml/mnt



Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik 2.1 Pengkajian



Wajib melakukan HD



Menurut Pranata & Prabowo (2014: 204) Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien gagal ginjal akut, namun disini



pengkajian



mempertahankan



lebih kondisi



penekanan



pada



keseimbangan



dalam



support tubuh.



system



untuk



Dengan



tidak



optimalnya/ gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis) maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan system tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis: 1. Biodata Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering memiliki risiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri. 2. Keluhan Utama Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasiventilasi, anoreksia, mual dan muntah, napas berbau urea. Kondisi ini dipicu oleh penumpukan zat sisa metabolisme toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi. 3. Riwayat kesehatan sekarang Pada klien dengan gagal ginjal kronis kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, kelemahan fisik, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan system ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. 4. Riwayat kesehatan dahulu Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegasan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK (Infeksi Saluran Kemih), payah jantung, penggunaan obat berlebihan khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) dan lain-lain.



5. Riwayat kesehatan keluarga Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM (Diabetes Melitus) dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. 6. Keadaan umum dan tanda-tanda vital Kondisi klien dengan gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat, hipertensi/ hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif. 7. Sistem pernapasan Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/ alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi 8. Sistem hematologi Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi jantung, nyeri dada, dyspneu, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. 9. Sistem perkemihan Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorpsi, dan sekresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output). 10. System pencernaan Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit. Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit dan diare.



2.2 Analisis Data Melalui analisa data yang sistematis, kita dapat menarik kesimpulan



mengenai masalah kesehatan klien. Ketika mengkaji klien, lihat kekuatan yang dimiliki klien yang dapat ia gunakan untuk menghadapi masalah (Kowalski, 2015). Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan pasien, kemampuan pasien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon pasien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien. Tipe data terbagi dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Tujuan pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadaan kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menetukan langkahlangkah berikutnya. 2.3 Diagnosa Keperawatan Diagnosis



keperawatan



adalah



pernyataan



mengenai



masalah



kesehatan klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui intervensi keperawatan mandiri. Diagnosis keperawatan adalah pernyaataan yang ringkas, jelas, berpusat pada klien dan spesifik pada klien (Kowalski, 2015). Berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan gagal ginjal kronik:



1. Kelebihan volume cairan Definisi : Peningkatan retensi cairan isotonik 2. Gangguan pertukaran gas



Definisi : Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler. 3. Kerusakan integritas kulit Definisi : Perubahan/gangguan epidermis dan/atau dermis. 4. Nyeri Definisi :Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncu akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Assosiation for the Study of Pain) . 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. 6. Intoleransi aktivitas Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. 2.4 Intervensi Keperawatan Menurut Kowalski (2015), rencana keperawatan adalah pedoman formal untuk mengarahkan staf keperawatan untuk memberi asuhan klien. Biasanya berdasarkan prioritas, hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek atau panjang) dan progam keperawatan. Intervensi Keperawatan Diagnosa Diagnosa:



Setelah



Nic dilakukan



tindakan







Noc Monitor tanda-



Kelebihan Volume Cairan Definisi: Peningkatan retensi cairan isotonik Batasan karakteristik  Gangguan elektrolit Anasarka  Ansietas Azotemia Perubahan tekanan darah  Perubahan status mental Perubahan pola pernapasan  Penurunan hematokrit Penurunan hemoglobin  Dispnea  Edema  Peningkatan tekanan vena sentral  Asupan melebihi haluaran  . Distensi vena jugularis  . Oliguria  Ortopnea  Efusi pleura  Refleksi hepatojugular positif  Perubahan tekanan arteri pulmonal  Kongesti pulmonal  Gelisah  Perubahan berat jenis urin  Bunyi jantung s3



keperawatan 3x24 jam klien terbebas dari odema Kriteria Hasil:  Terbebas dari edema, efusi, anasarka Bunyi napas bersih, tidak ada dispnea/ortopnea  Terbebas dari ditensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign dalam batas normal  Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan Menjelaskan indikator kelebihan cairan



   







 







tanda vital Monitor tanda dan gejala odema Kaji lokasi dan luas edema Monitor input dan output Monitor indikasi retensi/ kelebihan cairan (Crackles, CVP, edema, distensi vena leher, asites). Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi. Catat secara akurat intake dan output. Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat diuretik. Lakukan kolaborasi pemeriksaan lab BUN, Kreatinin, Na, Na serum, K serum, Hb, Ht.



Sumber: NANDA (Herdman dan Kamitsuru, 2015), NOC (Moorhead dkk, 2016), NIC (Bulecheck dkk, 2016), Amin dan Hardhi (2015). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Definisi :



Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi



NOC 1 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan pasien tercukupi Kriteria hasil :



1. Intake nutrisi tercukupi 2. Asupan makanan dan cairan tercukupi 3. Monitor Nutrisi 4. Asupan nutrisi terpenuhi Nausea dan vomiting severity 5. Penurunan intensitas terjadinya mual muntah 6. Penurunan frekuensi terjadinya mual dan muntah Weight Body Mass 7. Pasien mengalami peningkatan berat badan NIC 1. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual. 2. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering 3. Anjurkan pasien makan selagi hangat 4. Mengendalikan faktor lingkungan yang memungkinkan membangkitkan mual seperti bau yang tidak menyenangkan



Nyeri Akut (NANDA, 2012-2014) Batasan Karakteristik :



-



mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat.



-



Posisi untuk menghindari nyeri



-



perubahan tonus otot



-



perubahan selera makan



-



perilaku distraksi



-



perilaku ekspresi



-



perilaku menjaga atau sikap melindungi



-



focus menyempit



-



bukti nyeri dapat diamati



-



berfokus pada diri sendiri dan gangguan tidur.



Nyeri Akut NOC : Tujuan dan Kriteria hasil -



Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24 jam diharapakan nyeri berkurang.



-



Kriteria hasil:



1) Tingkat Kenyamanan : Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan psikologis 2) Pengendalian diri : Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri 3) Tingkat nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan NIC : Intervensi keperawatan dan Rasional 1) Intervensi: Manajemen Nyeri -



Rasional: Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.



2) Intervensi: Pemberian analgesik -



Rasional:



Menggunakan



agens-agens



farmakologi



untuk



mengurangi atau menghilangkan nyeri. 3) Intervensi: Manajemen medikasi -



Rasional: Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif.



2.5 Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2014). 2.6 Evaluasi Evaluasi



adalah



penilaian



terakhir



didasarkan



pada



tujuan



keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam, 2014).



Daftar Pustaka Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM, Wagner CM. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Keenam. Indonesia. EGC.



Harrison. 2013. Nefrologi Dan Gangguan Asam-Basa. Cetakan 2. Jakarta :



Herdman H, Kamitsuru S. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta : EGC. Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta Selatan. Lemone P, Burke KM, Bauldoff G. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Eliminasi. Edisi 5. Jakarta : EGC. Margareth TH, Rendy CM. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Cetakan 1. Yogyakarta : Nuha Medika. Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2016. Nursing Outcomes Classification. Edisi Kelima. Indonesia. Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jilid 1. Yogyakarta : Media Action. Pranata AE, Prabowo E. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Nuha Medika. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2014. Buku Ajar Pediatri. Edisi 20. Jakarta : EGC. Wong LD, Wilson D, Winkelstein ML. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 2. Jakarta : EGC. Wong LD, Kasprisin CA, Hess CS. 2012. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC. 2018. Buku Register Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.



Banjarmasin, 04 Mei 2021 Preseptor akademik



(Jenny Saherna, Ns., M.Kep)