Laporan Pendahuluan Ganggren Pedis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DEWASA GANGGREN PEDIS



NAMA : Fadhilla Asnur Al Humaira NIM : 202214901014



Pembimbing Akademik



Pembimbing Ruangan



(Ns. Rizki Sari Utami, M.Kep)



(Ns. Hamidatul Ilmi Ar, S.Kep)



PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AWAL BROS TAHUN 2022/2023



LAPORAN PENDAHULUAN



I.



Waktu (Hari/Tanggal/Tahun)



: Senin, 9 Januari 2023



Nama Ko-Ners



: Fadhilla Asnur Al-Humaira



NIM



: 202214901014



Judul Kasus



: Ganggren Pedis



Ruangan Dinas



: Seruni (Ruang Bedah)



PENGERTIAN Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi (Askandar, 2001). Gangren Diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasanya menginfeksi pada gangren diabetik adalah streptococcus (socatmaji, 1999). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai (Askandar, 2001).



II.



ETIOLOGI Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen. 1.



2.



Faktor endogen a.



Genetik



b.



Metabolik



c.



Angiopati diabetik



d.



Neuropati diabetik



Faktor eksogen a.



Trauma



b.



Infeksi



c.



Obat



Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada ulkus atau gangrene kaki diabetik secara garis besar menurut (Tjokoprawiro, 2006) dibedakan menjadi 2 yaitu : 1.



Faktor endogen : Neuropati, Angiopati, menurunnya sistem imun



2.



Faktor eksogen : Trauma dan Infeksi



Berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik adalah neuropati, iskemia dan infeksi (Sutjahyo, 1998). Iskemia disebabkan karena adanya penurunan aliran darah di tungkai akibat mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai terutama pembuluh darah didaerah betis. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor risiko lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hiposia. Iskemia atau gangren diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai trombosis, pembentukan mikrotrombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang berasal dari plak atheromatous dan obat-obat vasopressor. III.



MANIFESTASI KLINIS Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : 1.



Pain (nyeri).



2.



Paleness (kepucatan).



3.



Paresthesia (kesemutan).



4.



Pulselessness (denyut nadi hilang)



5.



Paralysis (lumpuh).



Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: 1.



Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).



2.



Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.



3.



Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.



4.



Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) (Smeltzer dan Bare, 2001: 1220).



Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri tungkai bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus atau gangren. Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik umumnya diakibatkan karena trauma ringan, ulkus ini timbul didaerah-daerah yang sering mendapat tekanan atau trauma pada telapak kaki, hal ini paling sering terjadi, didaerah sendi metatarsofalangeal satu dan lima didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti penebalan hiper keratotik dikulit telapak kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami trauma disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin dalam mencapai daerah subkutis dan tampak sebagaii sinus atau kerucut bahkan sampai ketulang. Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai gangren akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus berbentuk bullae, biasanya berdiameter lebih dari satu sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus dan krusta diatas dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak terasa nyeri tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur jaringan yang lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus ini dapat lebih progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi periostitis atau osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya timbul osteoporosis, osteolisis dan destruktif tulang. Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Sutjahyo A, 1998 ). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta adanya bau yang makin tajam.



IV.



PATOFISIOLOGI Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: 1.



Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.



2.



Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.



3.



Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.



Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama



akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran



basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. 1.



Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.



2.



Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.



Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.



Pathway



V.



PENATALAKSANAAN Pengobatan dan perawatan pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh



derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain : 1.



Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab



2.



Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab



3.



Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)



4.



Meningkatkan edukasi klien dan keluarga



Perawatan luka diabetik : 1.



Mencuci luka



2.



Debridement Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi. (Gitarja W, 1999; hal. 16). Terapi Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman. (Sutjahyo A, 1998 ).



3.



Nutrisi Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro, A, 1998).



4.



Pemilihan jenis balutan Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis / slough (support autolysis ), kontrol terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 1999).



Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh. Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang. Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998 ): 1.



Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan



2.



Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki



3.



Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki



4.



Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat celsius dan diukur dulu dengan termometer



5.



Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas



6.



Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu : a.



Hindari kebiasaan merokok



7.



b.



Hindari bertumpang kaki duduk



c.



Lindungi kaki dari kedinginan



d.



Hindari merendam kaki dalam air dingin



Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu



8.



Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal



9. VI.



Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.



PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu : 1.



Postprandial Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes.



2.



Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.



3.



Tes toleransi glukosa oral Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.



4.



Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan ke dalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.



VII.



PENGKAJIAN 1.



Pengkajian Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.



2.



Riwayat kesehatan a)



Keluhan utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.



b)



Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutam, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.



c)



Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya klien DM mempunya riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark Miokard, gout.



d)



Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM



VIII.



PERUBAHAN POLA FUNGSI 1.



Pola persepsi kesehatan-penanganan kesehatan Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011).



2.



Pola nutrisi-metabolik Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.



3.



Pola eliminasi



Adanya



hiperglikemia



menyebabkan



terjadinya



dieuresis



osmotik



yang



menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan oengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. 4.



Pola aktifitas- latihan Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.



5.



Pola tidur-istirahat Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka sehingga klien mengalami kesulitan tidur.



6.



Pola kognitif-perseptual. Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.



7.



Pola persepsi-diri/konsep-diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).



8.



Pola peran-hubungan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.



9.



Seksualitas - Reproduksi Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Resiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati (Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011).



10. Pola koping-toleransi stress Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif



berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping konstruktif / adaptif 11. Pola nilai-kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki



tidak



menghambat



penderita



dalam



melaksanakan



ibadah



tetapi



mempengaruhi pola ibadah penderita. IX.



PEMERIKSAAN FISIK 1) Keadaan Umum 2) Pemeriksaan Fisik a) Tanda-tanda Vital Biasanya meliputi tekanan darah, nadi, pernapasan, saturasi, suhu, berat badan, tinggi badan. b) Pemeriksaan kepala dan leher c) Pemeriksaan Integumen d) Pemeriksaan Thorak : I : kesimetrisan, ada atau tidaknya luka/lesi, ada atau tidaknya massa, menggunakan otot bantu pernapasan atau tidak P : vocal fremitus teraba sama kiri kanan atau tidak, pergerakan dinding dada simetris kiri kanan atau tidak P : bunyi paru normal atau tidak (normalnya sonor) A : suara napas normal atau tidak (normal vesikuler), ada atau tidaknya suara napas tambahan (ronkhi,wheezing dll) e) Pemeriksaan Jantung : I : ictus cordis terlihat atau tidak P : ictus cordis teraba atau tidak P : bunyi jantung normal atau tidak A : irama jantung normal atau tidak (normalnya lup dup-lup dup) f)



Pemeriksaan Abdomen : I : kesimetrisan, ada atau tidaknya luka/lesi, warna, ada atau tidaknya oedema, ada asites atau tidak A : bising usus normal atau tidak ( normalnya 5-30 x/i)



P : ada massa atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak P : adanya bunyi kembung atau tidak g) Sistem Perkemihan : Biasanya keadaan dankebersihan genetalia pasien baik. h) Sistem Muskuloskeletal : bagaimana tonus otot pada ekstermitas atas dan bawah, dan kekuatan otot lemah. i) X.



Sistem Neurologi



PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.



Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl



2.



Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok



3.



Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt



4.



Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)



5.



Alkalosis respiratorik



6.



Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.



7.



Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.



8.



Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.



9.



Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.



10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. 11. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat. 12. Kultur : kemungkinan infeksi pada luka. XI.



DIAGNOSA KEPERAWATAN Pre operasi : Ketidakstabilan kadar gula darah Kerusakan Integritas Kulit Post operasi : Nyeri Akut Gangguan citra tubuh



XII.



RENCANA KEPERAWATAN



NO. DIAGNOSA 1.



Ketidakstabil an kadar gula darah



TUJUAN



INTERVENSI



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka kestabilan kadar glukosa darah meningkat, dengan kriteria hasil:



Hiperglikemia Observasi



-



Mengantuk menurun Pusing menurun Kadar glukosa darah membaik



-



Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia - Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis: penyakit kambuhan) - Monitor kadar glukosa darah, jika perlu - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis: polyuria, polydipsia, polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala) - Monitor intake dan output cairan - Monitor keton urin, kadar Analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi nadi Terapeutik - Berikan asupan cairan oral - Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk - Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik Edukasi - Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL - Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri - Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga - Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urin, jika perlu - Ajarkan pengelolaan diabetes (mis: penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan professional kesehatan Kolaborasi - Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu - Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu - Kolaborasi pemberian kalium, jika



2.



Kerusakan Integritas Kulit



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka integritas kulitmeningkat, dengan kriteria hasil: - Kerusakan lapisan kulit menurun



3.



Nyeri Akut



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat nyeri menurun, dengan kriteria hasil: -



Keluhan nyeri



perlu Perawatan Integritas Kulit Observasi - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas) Terapeutik - Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring - Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu - Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare - Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering - Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive - Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering Edukasi - Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion, serum) - Anjurkan minum air yang cukup - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi - Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur - Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim - Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah - Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya Manajemen nyeri Observasi - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Identifikasi skala nyeri - Idenfitikasi respon nyeri non verbal - Identifikasi faktor yang



-



4.



Gangguan Citra Tubuh



menurun Meringis menurun Sikap protektif menurun Gelisah menurun Kesulitan tidur menurun Frekuensi nadi membaik



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka citra tubuh meningkat, dengan kriteria hasil: - Melihat bagian



memperberat dan memperingan nyeri - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan - Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik - Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) - Fasilitasi istirahat dan tidur - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri - Jelaskan strategi meredakan nyeri - Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri - Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat - Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Promosi Citra Tubuh Observasi - Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan - Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh - Identifikasi perubahan citra tubuh



-



-



tubuh membaik Menyentuh bagian tubuh membaik Verbalisasi kecacatan bagian tubuh membaik Verbalisasi kehilangan bagian tubuh membaik



yang mengakibatkan isolasi sosial - Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri - Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah Terapeutik - Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya - Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri - Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamilan, dan penuaan - Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh (mis: luka, penyakit, pembedahan) - Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis - Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh Edukasi - Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh - Anjurkan mengungkapkan gambaran diri sendiri terhadap citra tubuh - Anjurkan menggunakan alat bantu (mis: pakaian, wig, kosmetik) - Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis: kelompok sebaya) - Latih fungsi tubuh yang dimiliki - Latih peningkatan penampilan diri (mis: berdandan) - Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok



DAFTAR PUSTAKA



Askandar, 2001. Hidup sehat dan bahagia bersama diabetes. Jakarta : Gramedia Tjokroprawiro. A. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Mellitus, hal 7-9. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia