Laporan Pendahuluan Gastritis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI DENGAN GASTRITIS A. Anatomi dan fisiologi Anatomi Fisiologi lambung



Gambar : Anatomi dan Fisiologi Lambung 1. Anatomi Lambung (ventrikel) Lambung terletak di bagian superior kiri rongga abdomen. Posisi organ ini agak miring/menyilang dari kiri ke kanan di bawah diafragma, berbentuk tabung seperti huruf j dengan kapasitas normal dua liter. Secara anatomis, lambung terdiri dari fundus, korpus, antrum pilorikum (pylorus), kurvatura mayor, kurvatura minor, spinker cardia (mengalirkan makanan masuk ke lambung dan mencegah reflukter pylorus (mencegah aliran balik isi duodenum ke lambung). Struktur lambung memiliki beberapa lapisan. Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari: a. Tunika serosa (luar), merupakan bagian dari peritoneum viseralis. b. Tunika mukosa, terdiri dari tiga lapis otot polos yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkuler (bagian tengah), dan lapisan obliq (bagian dalam). Lapisan yang beragam ini memungkinkan makanan di pecah menjadi partikel yang lebih kecil di samping mengaduk, mencampur, dan mengalirkan makanan masuk ke duodenum. c. Submukosa, merupakan lapisan yang menghubungkan mukosa (selaput lendir) dengan lapisan mukularis serta mengandung jaringan areolar longgar, fleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.



d. Mukosa (lapisan dalam), terdiri dari rugae (dinding organ yang berlipat-lipat) sehingga lambung dapat berdistensi (mengembung). Di dalam mukosa ini terdapat tiga kelenjar, yaitu: 1) Kelenjar kardia yang berfungsi untuk mensekresi mucus (lendir yang dihasilkan mukosa). 2) Kelenjar fundus yang memiliki sel utama, yaitu sel zimogenik (sel kepala untuk mensekresi pepsinogen menjadi pepsin), sel parietal (mensekresi HCI dan faktor intrinsik), dan sel leher mukosa (mensekresi barier mucus dan melindungi lapisan lambung terhadap kerusakan oleh HCI atau autodigesti). 3) Kelenjar gastric yang mengandung sel G dan terdapat di daerah pylorus. Sel G memproduksi HCI, pepsinogen, dan substansi lain, serta mengeksresikan enzim dan elektrolit (ion Na, kalium, dan klorida). 2. Fisiologi a. Menampung makanan, memnghancurkan, menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltic lambung dan getah lambung, serta mengosongkan lambung. Fungsi menampung dari organ ini dipengaruhi pleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin. Gerakan peristaltic diatur oleh konduktivitas listrik intrinsic, sedangkan pengosongan lambung dipengaruhi oleh faktor saraf dan hormonal (cholecystokinin). b. Menghasilkan getah cerna lambung yang mengandung pepsin (berfungsi memecah albumin dan pepton menjadi asam amino) serta HCI (yang berfungsi mengasamkan makanan, zat antiseptic, dan desinfektan, dan mengubah pepesinogen menjadi pepsin, serta merangsang pengeluaran empedu di usus dan mengatur katup spinker pylorus). c. Memproduksi renin. d. Mensintesis dan mensekresi gastrin. Gastrin berperan penting dalam merangsang sekresi asam dan pepsin, faktor intrinsik yang membantu absobsi vitamin B12, enzim pankreas, peningkatan aliran darah, serta menghambat pengosongan lambung untuk mencampur seluruh isi lambung sebelum masuk ke duodenum. e. Mensekresi bikarbonat yang bersama-sama mucus, melindungi dinding lambung terhadap autodigesti oleh pepsin dan asam lambung. Gerakan lambung terdiri dari gerakan mencampur dan gerakan peristaltik. Derajat kontraksi pylorus dapat dihambat/ditingkatkan oleh pengaruh sinyal saraf dan hormonal dari lambung dan duodenum. Hormon yang berpengaruh pada peristaltik adalah gastrin dan cholesistokinin kinase (Ardiansyah, 2012). B. Definisi Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer dkk, 2011), sedangkan menurut (Wijaya dan Yessie, 2013) Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa



lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastritis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat akut, dengan kerusakan “Erosive” karena hanya pada bagian mukosa (Inaya, 2014). Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difusi, atau local. Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis. (Price & Wilson, 2006) C. Etiologi Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman helicobacter pylori dan pada awal infeksi mukosa lambung menunjukkan respon inflamasi akut dan jika diabaikan akan menjadi kronik. (sudoyo aru, dkk 2009) Menurut Muttaqin dan Sari (2011), mengatakan Etiologi dari gastritis ini adalah sebagai berikut: 1. Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indimetasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung. 2. Minuman beralkohol: seperti whisky, vodka , dan gin. 3. Infeksi bakteri: seperti H.phlori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci, Staphylococci, Proteus species, Clostridium spesies, E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis. 1. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus 2. Infeksi jamur: seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan Phycomycosis. 3. Setres fisik yang disebabkan oleh luka bakar sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernapasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung. 4. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke lambung. 5. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung. Klasifikasi gastritis : 1. Gastritis akut a. Gastritis akut tanpa perdarahan b. Gastritis akut dengan perdarahan (gastritis hemoragik atau gastritis erosive) Gastritis akut adalah proses peradangan jangan pendek dengan konsumsi agen kimia atau makanan mengganggu dan merusak mucosa gastrik. Gastritis akut berasal dari makan terlalu banyak atau terlalu cepat, makan – makanan yang terlalu berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan semacam alcohol, aspirin, NSAID, lisol, serta bahan korosif lain, refluks empedu atau cairan pancreas.



2. Gastritis kronik Inflamasi lambung yang lama dapat dapat disebabkan oleh ulkus berningna atau maligna dari lambung, atau oleh bakterihelicobacter pylori. 3. Gastritis bacterial Gastritis bacterial yang disebut juga gastritis infektiosa, disebabkan oleh refluks dari duodenum.



D. Patofisiologi



E. Manifestasi klinis 1. Gastritis akut : nyeri epigastrium, mual, muntah, dan perdarahan terselubung maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung hyperemia da udem, mungkin juga ditemukan erosi dan perdarahan aktif. 2. Gastritis kronik : kebanyakan gastritis asimptomatik, keluhan lebih berkaitan dengan komplikasi gastritis atrofik, seperti tukak lambung. Defisiansi zat besi anemia pernisiosa, dan karsinoma lambung. Menurut Wijaya dan Yessie (2013), manifestasi gastritis yaitu: 1. Manifestasi Klinis Akut a. Keluhan dapat bervariasi, kadang tidak ada keluhan tertentu sebelumnya dan sebagiab besar hanya mengeluh nyeri epigastrium yang tidak hebat b. Kadang disertai dengan nausea dan vomitus c. Anoreksia



d. Gejala yang berat : Nyeri epigastrium hebat, Pendarahan, Vomitus, dan Hematemisis. 2. Manifestasi Klinis Kronik a. Perasaan penuh pada abdomen b. Anoreksia c. Distress epigastrik yang tidak nyata d. Nyeri ulu hati, nyeri ulkus peptic e. Keluhan-keluhan anemia Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah digunakan untuk memeriksa adanya antibody H, pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukan bahwa pasien pernah kontak dengan bakter pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis. 2. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menetukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak. 3. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam faces atau tidak. Hasil yang positif dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi. 4. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terliha adanya ketidaknormalan pada saluran bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar x. 5. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat asanya tanda – tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen.cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di ronsen. Penatalaksanaan 1. Gastritis akut Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencengahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang menjadi penyabab, serta dengan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2, meskipun hasilnya masih jadi perdebatan tetapi pada umunya tetap dianjurkan. Pencegahan ini dilakukan terutama untuk pasien dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengunaan aspirin atau inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan misaprostol, atau derivate prostaglandin. Penatalaksaan medical untuk grastritis akut dilakukan dengan menghindari alcohol samapi gejala berkurang. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intervena. 2. Gastritis kronis Faktor utama ditandi oleh kondisi progresif epitel kelenjar yaitu dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata gastritis ini digolongkan menjadi 2 kategori tipe A (Altrofik atau fundal) dan tipe B (Antral). Gastritis kronis tipe A



terjadi pada bagian fudus lambung. Merupakan suatu penyaki autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambugdan faktor intrinstik. Gastritis tipe B pada umumnya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan gastritis tipe A. penyebab utama gastritis tipe B adalah infeksi kronis oleh H. pylori. Faktor etiologi lainnya adalah supan alcohol yang berlebihan, meroko, dan refluks yang dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Pengobatan gastritis kronis bervariasi tergantung pada penyakit yang dicurigai.bila terdapat ulkus duodenum dapat diberika antibiotic untuk membatasi h. pylori. Bila terjadi anemia difisiensi besi (disebabkan oleh perdarahaan kronis) maka penyakit ini harus diobati. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat serta memulai farmakoterapi. F. Komplikasi Jika tidak terawat gastritis akan dapat mengakibatkan Peptic Ulcers dan mengakibatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel dinding lambung. Kebanyakan kanker lambung adalah Adenocarcinomas, yang bermula pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat H.Pyloris adalah MALT (mukosa associated lympoihoid tissue), Lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan system kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal (Sharif, 2012). Sedangkan menurut Wijaya dan Yessie (2013), Komplikasi gastritis adalah: Perdarahan saluran cerna, Ulkus, Perforasi (jarang terjadi). Selain itu juga menurut Mansjoer dkk (2001) komplikasi gastritis yaitu: 1. Komplikasi gastritis akut Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran kelinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacteri pylori , sebab 100% pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan sebagai sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin. 2. Komplikasi gastritis kronik Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS a. Pengkajian 1) BiodataPada biodata, bisa diperoleh data tentang nama, umur, jenis kelamin tempat tinggal pekerjaan, pendidikan, dan status perkawinan.



2) Keluhan UtamaSelama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada pasien. Kaji, apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual, atau muntah? 3) Riwayat Penyakit SekarangKaji, apakah gejala terjadi pada waktu-waktu tertentu saja, seperti sebelum atau sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu atau alkohol? 4) Riwayat Kesehatan KeluargaKaji riwayat keluarga yang mengonsumsi alkohol, mengidap gastritis, kelebihan diet, atau diet sembarangan. Riwayat diet, ditambah jenis diet yang baru dimakan selama 72 jam, juga akan membantu dalam melakukan diagnosis. 5) Pemeriksaan Fisik 1. Kesdaran: pada awalnya CM (compos mentis), yaitu perasaan tidak berdaya.2. Respirasi: tidak mengalami gangguan.3. Kardiovaskuler: hipotensi, takikardia, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat (vasokontriksi), warna kulit pucat, sianosis, dan kuliit/ membrane mukosa berkeringat (status shock, nyeri akut).4. Persarafan: sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi/bingung,dan nyeri epigastrium. 5. Pencernaan: anoreksia, mual, muntah oleh karena luka duodenal, nyeri pada ulu hati, tidak toleran terhadap makanan (cokelat dan makanan pedas), dan membrane mukosa kering. 6) Faktor Pencetus1. Makanan, rokok, alcohol, obat-obatan, dan stressor (faktor-faktor pencetus stress).2. Kondisi psikologis.3. Muskuloskletal (ditunjukkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan).4. Integritas ego, yaitu faktor stress akut, kronis, dan perasaan tidak berdaya (Adriansyah, 2012).



b. Diagnosa keperawatan 1) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan nutrient yang tidak adekuat 2) Kekurangan volume cairan b.d masukan cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karna muntah 3) Nyeri akut b.d mukosa lambung teriritasi 4) Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan diet dan proses penyakit c. Intervensi Dx 1 : Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nutrient yang tidak adekuat Intervensi : 1) Kaji pengaturan pasien tentang intake nutrisi. 2) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat tanda kepenuhan gaster, regurgitasi, dan diare. 3) Berikan diet nutrisi seimbang (misalnya: semi kental atau makanan halus) atau makanan selang (contoh: makanan dihancurkan atau sediaan yang dijual) sesuai indikasi. 4) Fasilitasi pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjurkan menghindari paparan dari agen iritan. 5) Berikan diet secara rutin. 6) Berikan nutrisi parenteral.



Rasionalisasi :



1) Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut, perawat dapat lebih terarah dalam



2) 3) 4)



5)



6)



memberikan pendidikan kesehatan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efektif dan efisien. Kandungan makanan dapat mengakibatkan ketidak toleransian GI, sehingga memerlukan perubahan pada kecepatan atau tipe formula. Macam-macam jenis makanan dapat dibuat untuk tambahan atau batasan faktor tertentu, seperti lemak dan gula atau memberikan makanan yang disediakan pasien. Konsumsi minuman yang mengandung kafein perlu dihindari karena kafein adalah stimulant system saraf pusat yang dapat meningkatkan aktifitas lambung serta sekresi pepsin. Konsumsi alcohol harus dihentikan, demikian juga dengan rokok karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat pankreas sehingga akan menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum. Pemberian rutin tiga kali sehari ditunjang dengan pemberian reseptor penghambat H2 memiliki arti peningkatan efisiensi. Hal lain dengan pemberian diet makanan secara rutin akan memberikan kondisi normal terhadap fungsi gastrointestinal. Nutrisi secara intravena dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh pasien untuk mempertahankan kebutuhan nutrisi harian.



Dx 2 : Kekurangan volume cairan b.d masukan cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karna muntah Intervensi :



1) 2) 3) 4) 5)



Monitor status cairan (turgor kulit, membran mukosa, dan urine output). Kaji sumber kehilangan cairan. Pengukuran tekanan darah. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaphoresis secara teratur. Tindakan kolaborasi: pertahankan pemberian cairan secara intravena.



Rasionalisasi :



1) Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Produksi urine