Laporan Pendahuluan Geriatric Syndrome [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN “GERIATRIC SYNDROME” Untuk Memenuhi Tugas Clinical Study 2



Oleh : SYAHRA SONIA ANDHIKI 135070200111018 KELOMPOK 3 REGULER 2



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017



A. Deinisi Menurut Departeman Kesehatan RI (2008), manusia usia lanjut adalah seseorang yang



usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan



sosial. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupannya, termasuk



kesehatannya,



oleh



karena



itu



kesehatan



lanjut



usia



perlu



mendapatkan perhatian khusus dan tetap terpelihara serta ditingkatkan sehingga para lanjut usia tersebut dapat ikut serta dalam pembangunan. Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60+ tahun (WHO, 2010 dalam Syerniah, 2010). Batasan Usia Lanjut 



Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun.







Lanjut usia (elderly) yaitu kelompok usia 60-74 tahun.







Lanjut usia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.







Usia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia di atas 90 tahun.



(WHO, dalam Nugroho, 2000, dalam Syerniah, 2010) Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada pasien lanjut usia dengan karakteristik khusus yang membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Karakteristik pasien geriatri adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degenerative. Karakteristik lainnya yaitu terjadinya penurunan fungsi organ seiring proses penuaan dimana kondisi tersebut menyebabkan kondisi imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang lain. Namun banyak gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali mengaburkan penyakit yang diderita pasien. (Setiati, 2013). B. Klasifikasi Masalah yang paling dijumpai pada pasien geriatri adalah sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi, instabilitas, inkontinensia, insomnia, depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan pendengaran dan penglihatan, gangguan intelektual, kolon irritable, impecunity, dan impotensi (Setiati, 2013). 1. Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat perubahan fungsi



fisiologis.



Gangguan



keseimbangan



(instabilitas)



akan



memudahkan pasien geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang (Setiati, 2013). 2. Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. (Setiati, 2013). 3. Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit mempertahankan kondisi tidur (Setiati, 2013). 4. Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut seringkali dianggap sebagai bagian dari proses menua (Setiati, 2013). Etiologi dan patogenesis berhubungan dengan polifarmasi, kondisi medik dan obat-obatan. Faktor-faktor yang memperberat depresi adalah: 



Kehilangan orang yang dicintai







Kehilangan rasa aman







Taraf kesehatan menurun (Sharon et al., 2007)



5. Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih, pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena infeksi (Setiati, 2013). 6. Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai hal



yang



biasa



akibat



proses



menua.



Gangguan



penglihatan



berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status fungsional, fungsi sosial, dan mobilitas. Gangguan penglihatan dan pendengaran



berhubungan



dengan



kualitas



hidup,



meningkatkan



disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan mortalitas (Setiati, 2013). 7. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak faktor yang



berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007). 8. Gangguan kognitif pada pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori.



Demensia



mencakup



berkurangnya



kemampuan



untuk



mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (Blazer et al., 2009). 9. Impotensi ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah sehingga membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat aliran darah sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi dan akibat mengomsumsi obat-obatan seperti: 



Anti hipertensi







Anti psikosa







Anti depressant







Litium (mood stabilizer)



Selain karena mengonsumsi obat-obatan, impotensi dapat terjadi akibat menurunnya kadar hormon (Setati et al, 2006). 10. Malnutrisi , kelemahan nutrisi merujuk usia lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan



yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien. 11. Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar, penyeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, kolitis. 12. Imunodefisiensi, Perubahan yang terjadi dari proses menua adalah: 



Berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel







Rendahnya afinitas produksi antibodi







Meningkatnya autoantibodi







Terganggunya fungsi makrofag







Berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat







Atropi timus







Hilangnya hormon timus







Berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang (Sharon et.al, 2007)



13. Gangguan Latrogenik Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik (Setiati et al,, 2006; Kane et al., 2008).



C. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis sindrom geriatrik menurut Siti Maryam (2008) adalah: a. Imobilisasi 1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan 2) Keterbatsan mengerakan sendi 3) Adnya kerusakan aktivitas 4) Penurunan ADL dibantu orang lain 5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas b. Inkontinensia 1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan 2) Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran seringnya terburu-buru berkemih 3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari c. Demensia 1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif 2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek 3) Gangguan kepribadian dan perilaku 4) Mudah tersinggung, bermusuhan 5) Keterbatasan dalam ADL 6) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan 7) Tak bisa pulang kerumah bila berpergian 8) Sulit mandi makan, berpakaian dan toilet d. Konstipasi 1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB 2) Mengejan keras saat BAB 3) Masa feses yang keras dan sulit keluar 4) Perasaan tidak tuntas saat BAB 5) Sakit pada daerah rectum saat BAB 6) Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam 7) Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses 8) Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB e. Depresi



1) Ganguan tidur 2) Keluhan



somatik



berupa



nyeri



kepala,



dizzi



(puyeng),



pandangan kabur, gangguan saluran cerna, ganguan nafsu makan, kontipasi, perubahan berat badan 3) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat, aktivitas mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian disekitarnya, fungsi seksual berubah (libido menurun), gejala biasanya lebih buruk dipagi hari. f. Malnutrisi 1) Kelelahan dan kekurangan energi 2) Pusing 3) Sitem kekebalan tubuh yang rendah (mengakibatkan tubuh kesulitan melawan infeksi 4) Kulit kering dan bersisik 5) Gigi yang membusuk’ 6) Gusi bengkak dan berdarah 7) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat 8) Badan badan kurang 9) Pertumbuhan yang lambat 10)Kelemahan pada otot 11)Perut kembung 12)Tulang yang mudah patah 13)Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh g. Insomnia 1) Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal 2) Wajah kelihatan kusam 3) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata 4) Lemas, mudah cemas 5) Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori dan mudah tersinggung h. Immune Deficeincy 1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri 2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis) 3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi



4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi i. Impoten 1) Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan) 2) Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten 3) Ereksi hanya sesaat D. FAKTOR RESIKO SINDROM GERIATRIK Menurut Siti Bandiyah (2009) penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Penuaan yang terjadi sesuai dengan kronologis usia. Faktor yang mempengarui yaitu hereditas atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. 1. Hereditas atau genetik Kematian sel, sel merupakan seluruh program kehidupan yang dikaitkan dengan peran DNA yang penting dalam mekanisme pengendalian fungsi sel. Secara genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X. Kromosom X ini ternyata membawa unsur kehidupan sheingga perempuan berumur lebih panjang daripada laki-laki. 2. Nutrisi atau makanan Berlebihanatau kekuranganh nutrisi mengganggu keseimbangan reaksi kekebalan. 3. Status kesehatan Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses penuaan, sebenarnya bukan disebakan oleh proses menuanya sendiri, tapi lebih disebabkan karena faktor luar yang merugikan yang berlangsung tetap dan berkepanjangan. 4. Pengalaman hidup a. Paparan sinar mataari : kulit yang tak terlindungi sinar matahari akan mudah ternoda oleh flek, kerutan dan kusam. b. Kurang olahraga ; olahraga membantu pembentukan otot dan menyebabkan lancarnya sirkulasi darah.



c. Konsumsi alkohol ; alkohol dapat memperbesar pembuluh darah kecil pada kulit dan menyebabkan peningkatan aliran darahdi dekat permukaan kulit. d. Lingkungan ; proses menua secara biologik berlangsung secara alami dan tidak dapat dihindari, tetapi seharusnya dapat dipertahankan dalam status sehat. 5. Stres ; tekanan kehidupan sehari – hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan, ataupun masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan berpengaruh terhadap proses penuaan E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Tujuan pengkajian paripurna pasien geriatri adalah : memperbaiki diagnosis (medis dan psikososial), merencanakan rehabilitasi dan terapi lain yang sesuai, untuk mengoptimalkan kondisi dimana para pasien lanjut usia tinggal, dan merencananak evaluasi terapi dan pengelolan kasus, serta memperoleh data dasar sebagai informasi yang berharga untuk dibandingkan di kemudian hari. Contoh pengkajian paripurna pasien geriatri adalah : 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Data dasar factor resiko penyakit/penyakit yang diidap sekarang/sindro geriatri yang muncul 4. Status nutrisi 5. Status mental/kognitif 6. Status emosi/depresi 7. Status fungsional tubuh (kemandiarian melakukan aktivitas dasar (activity daily living) dan aktivitas tambahan sehari-hari(instrumental activity daily living)) 8. Kondisi lingkungan/rumah (keamanan dalam dan luar rumah) 9. Support social (daya dukung keluarga dan komunitas)  Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital.



1. Pemeriksaan fisik tekanan darah, dilaksanakan dalam keadaan tidur, duduk dan berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk melihat kemungkinan terdapatnya hipotensi ortostatik 2. Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa.Yang penting adalah



pemeriksaan secara sistem ini menghasilkan



dapatan ada atau tidaknya gangguan organ atau sistem. 3. Pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis penilaian sistem, yaitu : -



Pemeriksaan susunan saraf pusat (Central Nervous System).



-



Pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut.



-



Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis.



-



Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung



dan abdomen perlu



dilakukan dengan cermat. -



Pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, gerakan dan kelainan sendi-sendi perlu diperiksa : sendi panggul, lutut dan kolumna vertebralis.



-



Pemeriksaan kulit-integumen, juga perlu dilakukan.



F. PENATALAKSANAAN Kondisi



multipatologi



mengakibatkan



seorang



usia



lanjut



mendapatkan berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi nonfarmakologi dapat menjadi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat tetap menjadi pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan secara holistik (Setiati, Siti 2013).



a. Pengelolaan inkontinensia urin Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara garis besar dapat dikerjakan sebagai berikut (Simposium “Geriatric Syndromes: Revisited” 2011): 



Program rehabilitasi, antara lain:



- Melatih perilaku berkemih.



- Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal). - Melatih respons kandung kemih. - Latihan otot-otot dasar panggul. 



Katerisasi,



baik



secara



berkala



(intermitten)



atau



menetap



(indweling). 



Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.







Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan atau keadaan patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-lain.







Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan penyerap khusus untuk mengurangi dampak inkontinensia.



b.



Jatuh Penatalaksanaan mengeliminasi



faktor



penderita



jatuh



dengan



risiko,



penyebab



jatuh



mengatasi dan



atau



menangani



komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang terkait serta keluarga penderita. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang mengakibatkan jatuh. Lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktoral sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi dan perbaikan lingkungan. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian, penggunaan alat bantu gerak dan sebagainya. c. Pengobatan untuk gangguan berjalan 1. Manajemen



gangguan



berjalan



termasuk



peningkatan



kemampuan fungsional dan pengobatan penyakit tertentu,namun banyak kondisi yang menyebabkan kelainan gaya berjalan hanya sebagian dapat diobati. 2. Peningkatan substansial terjadi dalam pengobatan gangguan sekunder untuk vitamin B12 dan folat, penyakit tiroid, radang sendi lutut, penyakit Parkinson dan polineuropati inflamasi.



3. Peningkatan Sedang, tetapi dengan cacat sisa, dapat terjadi setelah perawatan bedah untuk myelopathy serviks, stenosis lumbar, dan hidrosefalus tekanan normal. d.



Penatalaksanaan infeksi Pengobatan infeksi pada lansia juga merupakan masalah karena meningkatkan bahaya toksisitas obat antimikroba pada lansia. Terapi antibiotik tergantung pada kuman patogen yang



G. KOMPLIKASI Imobilisasi



dapat



mengakibatkan



komplikasi



pada



sistem



pernafasan isalnya penurunan ventilasi, atelektasis dan pneumonia. komplikasi endokrin dan ginjal, peningkatan diuresis, natriuresis dan pergeseran cairan ekstraseluler, intoleransi glukosa, hiperkalsemia dan kehilangan kalsium, batu ginjal serta keseimbangan nitrogen negatif Komplikasi



gastrointestinal



yang



dapat



timbul



adalah



anoreksia,



konstipasi dan luka tekan (ulkus dekubitus). Pada sistem saraf pusat, dapat terjadi deprivasi sensorik, gangguan keseimbangan dan koordinasi (Rizka dkk,2015) H. PENCEGAHAN Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia menurut Setiati (2013) meliputi lima upaya kesehatan yaitu: peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan dan pemulihan. 1. Promosi (Promotif) Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk



meningkatkan



dukungan



klien,



tenaga



provesional



dan



masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi normanorma sosial. Upaya promotif di lakukan untuk membantu organ-organ mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka.



Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut : a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan alat pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat kimia. b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi



terpapar



dengan



bahan-bahan



kimia



dan



meningkatkan pengunaan sistem keamanan kerja. c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan untuk mengurangi pengunaan semprotan bahanbahan kimia, mengurangi radiasi di rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan. d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut. 2. Pencegahan (Preventif) a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat, terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling, berhenti merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang tepat. b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak secara klinis dan mengindap faktor risiko. Jenis pelayan pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker, screening: pemeriksaan rektal, papsmear, gigi mulut dan lain-lain. c. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan perawatan jangka panjang. 3. Diagnosis dini dan Pengobatan



a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional dan petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes dini, skrining kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia, memanfaatkan Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatangan kontrak kesehatan. b. Pengobatan: Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, urogenital, hormonal, saraf dan integumen.



DAFTAR PUSTAKA Setiati, Siti, 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia. Jakarta: Ejki Syarniah. 2010. Pengaruh Terapi Kelompok Reminiscene terhadap Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak diterbitkan,



Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas



Indonesia, Jakarta. Sharon K, Stephanie S, Mary ET, George AK. 2007. Geriatri syndromes: clinical, research, and policy implications of a core geriatri concept. Journal compilation, The American Geriatris Society. 55(5): 794-796. Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical geriatris. 6th ed. New York, NY: McGraw-Hill. Blazer, DG and Steffens, DC. 2009. The american psychiatric publishing textbook of geriatric psychiatry. America : Psychiatric Pub. Setiati S, Santoso B, Istanti R. Estimating the annual cost of overactive bladder in Indonesia. Indones J Intern Med. 2006:38(4):189-92. Siti, Maryam R dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Penanganannya. Jakarta: Salemba Medika Bandiyah Siti. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika Rizka, dkk. 2015. Imobilisasi pada Pasien Usia Lanjut: Pendekatan dan Pencegahan Komplikasi. Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM-FKUI