Laporan Pendahuluan Hipospadia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HIPOSPADIA



A. Defenisi Hipospadia merupakan kongenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari ujung penis ke sisi ventral. Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin



mengalami



pemendekan



dan



membentuk



kurvatur



yang



disebut “chordee”.



B. Etiologi Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain : 1.



Idiopatik Penyebab pasti belum diketahui sampai sekarang



2.



Embriologi Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana bagian lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah lakilaki. Bila wanita akan menjadi klitoris. Bila agenesis dari mesoderm, maka genital tuberkel tidak terbentuk, sehingga penis juga tidak terbentuk. Bagian anterior dari membran kloaka, yaitu membran urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu, sepasang lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan timbul hipospadia. Selama periode ini juga akan terbentuk genital swelling di bagian lateral kanan dan kiri. Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold dan genital swelling untuk bersatu di tengah–tengah.



3.



Gangguan dan ketidakseimbangan hormon Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.



4.



Genetika



Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. 5.



Lingkungan (polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi)



C. Klasifikasi hipospadia Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :



a.



Tipe sederhana/ Tipe anterior Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.



b.



Tipe penil/ Tipe Middle Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan peneescrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan



sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. c.



Tipe Posterior Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.



D. TANDA DAN GEJALA HIPOSPADIA 1.



Jika berkemih, anak harus duduk.



2.



Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis



3.



Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis



4.



Penis melengkung ke bawah



5.



Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis



6.



Semprotan air seni yang keluar abnormal



7.



Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.



8.



Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.



9.



Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.



10. Kulit penis bagian bawah sangat tipis. 11. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.



12. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis. 13. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok. 14. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum). 15. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal. Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis.Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos.Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee.



E. KOMPLIKASI Adapun komplikasi yang dapat terjadi apabila letak meatus uretra tidak di ujung penis yaitu: 1.



Infertilitas Hal tersebut dikarenakan pada saat proses pembuahan (ejakulasi) pancaran cairan semen akan terganggu sehingga proses fertilitaspun akan terganggu



2.



Gangguan psikososial Penderita hipospadia akan mengalami gangguan pada pancaran urin terlebih lagi pada hipospodia yang jenis proksimal pada saat berkemih akan merembes. Hal ini akan menyebabkan penderita hipospadia merasa berbeda dengan orang lain khususnya dalam berkemih.



F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.



G. PENATALAKSANAAN Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya. Persiapan Operasi : Evaluasi preoperatif yang diperlukan termasuk ultrasonografi (untuk meyakinkan sistem urinari atas normal) dan standar prosedur pemeriksaan darah dan urin lengkap. Sebelum dilakukan operasi pasien diberikan antibiotik profilaksis. Sebelum dioperasi dilakukan uretroskopi untuk memastikan tidak ada anomali urinary tract seperti veromontanum, valve uretra atau striktur uretra. Jahitan traksi diletakkan di dorsal glans sehingga tekanan yang konstan ditempatkan pada penis sehingga mengurangi perdarahan Langkah – Langkah Pada Operasi Hipospadia 1.



Koreksi meatus



2.



Koreksi chordee bila ada



3.



Rekonstruksi uretra



4.



Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral



5.



Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi



Teknik Operasi Secara Garis Besar 1.



Perbaikan multi tahap Perbaikan dua tahap 



Tahap I : Chordectomy, Chordectomy dgn memotong uretra plat distal, meluruskan penis sehingga meatus tertarik lebih proksimal







Tahap II: Urethroplasty, Penutupan kulit bagian, ventral dilakukan dengan memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi bagian ventral dalam tahap uretroplasti Contoh : Browne (1953), Byars (1955), dan Smith (1981)



2.



Perbaikan Satu Tahap Akhir tahun 1950, pelepasan korde



kendala utama, tetapi dapat



dihilangkan sejak ditemukan teknik ereksi buatan). Contoh : Broadbent (1961), McCormack (1954), Devine & Horton (1961), Teknik Y-V modifikasi Mathieu, Teknik Lateral Based (LB)Flap a.



Teknik Y-V Modifikasi Mathieu



b.



Teknik Lateral Based (LB) Flap



Perawatan Pasca Operasi Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi oedema dan untuk mencegah



pendarahan setelah operasi. Dressing harus segera



dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru disekitar daerah tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh karena efek tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter dari kateter yang lunak. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat. Diversi urine terus dilanjutkan sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang kedua 6 – 12 bulan yang akan datang. Terapi lain: 1.



KA-EN 3B Indikasi: 



Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas



2.







Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)







Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A







Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B



Cefotaxime Cefotaxime adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Cefotaxime bekerja dengan cara memperlemah dan memecah dinding sel, membunuh bakteri. Cefotaxime digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan parah atau yang mengancam nyawa. Indikasi: Untuk mengobati infeksi bakteri atau mencegah infeksi bakteri sebelum, selama atau setelah pembedahan tertentu. Dosis: 1-2 gr melalui pembuluh darah (intra vascular), lakukan setiap 8-12 jam Dosis maksimum: 12 gr/hari Efek Samping: 



Reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi parah seperti anaphylaxis bisa terjadi); Efek GI (diare, N/V, diare/radang usus besar); Efek lainnya (infeksi candidal)







Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy, convulsion); Efek hematologis yang jarang; pengaruh terhadap ginjal dan hati juga terjadi.







Perpanjangan PT (prothrombin time), perpanjangan APTT (activated partial thromboplastin time), dan atau hypoprothrombinemia (dengan atau tanpa pendarahan) dikabarkan terjadi, kebanyakan terjadi dengan rangkaian sisi NMTT yang mengandung cephalosporins.



3.



Antrain Cara kerja: Metamizole Na adalah turunan methanesulphonate dari aminopyrine dengan aktivitas analgesik. Mekanisme kerja adalah pusat dan perifer menghambat transmisi nyeri.



Na Metamizole bertindak sebagai analgesik. Hal ini diserap dari saluran pencernaan, dengan setengah-hidup 1-4 jam Indikasi : Untuk mengurangi rasa sakit, terutama di kolik dan pasca-operasi. Kontra indikasi: 



Pasien yang diketahui hipersensitif terhadap Metamizole Na.







Hamil atau menyusui perempuan.







Pasien dengan tekanan darah sistolik