Laporan Pendahuluan Ich [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN INTRACEREBRAL HEMATOME (ICH) DI RUANG HCU CEMPAKA RSUD DR. MOEWARDI



Dosen Pengampu : Ns. Galih Setia Adi, M.Kep



Disusun Oleh: Anisa’ Rahmahwati



PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021/2022



A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Intracerebral Hematome (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi pendarahan di antara neuron otak yang relative normal. Indikasi di lakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter > 3 Cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah. (Amin dan Hardhi, 2015). Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah, secara klinis hematom



tersebut



dapat



menyebabkan



gangguan



neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan



faktor-faktor



yang menentukan prognose perdarahan



subdural (Paula, 2011). Intra Cerebral Hematoma adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemorragi ini  biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil, dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul (Suharyanto, 2010). Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2011).



2. Etiologi Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2010 ) adalah : a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala b. Fraktur depresi tulang tengkorak c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba d. Cedera penetrasi peluru e. Jatuh f. Kecelakaan kendaraan bermotor g. Hipertensi h. Malformasi Arteri Venosa i. Aneurisma j. Distrasia darah k. Obat l. Merokok 3. Manisfestasi Klinik Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya



disfungsi



otak



dan



menjadi



memburuk



sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.



Menurut Corwin (2011) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu : a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal. c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal. d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium. e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat. f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra cranium. 4. Komplikasi a. Perluasan hematoma Penambahan volume perdarahan dapat dinilai melalui pemeriksaan CT Scan serial dan ditandai dengan perburukan keadaan klinis yang dimulai sedini mungkin bahkan pada hari pertama serangan. b. Perdarahan intraventrikuler Perdarahan



spontan



mengalami



komplikasi



perdarahan



intraventrikuler yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasien. c. Edema serebri Karena adanya penumpumpukan serum protein dan thrombin yang sebagai reaksi inflamasi yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah di daerah hematoma yang mengecilakibat retraksi clot (Eple C, 2013). 5. Patofisiologi dan Pathway Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak



berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah



yang



keluar



dari



pembuluh



darah



sangat



mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorismaaneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme



makin



besar



dan



kadang-kadang



pecah



saat



melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih



revesibel.



Oksigen



sangat



dibutuhkan



oleh



otak



sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi di daerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2011).



6. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis 1) Pembedahan Untuk



mengangkat



penumpukan



darah



dan



menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan pendarahan



penumpukan lebih,



lebih



darah lanjut



bisa



memicu



kerusakan



otak



menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. 2) Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan). 3) Transfusi atau platelet 4) Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang menunjang. b. Penatalaksanaan Keperawatan 1) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat. 2) Monitor tanda-tanda vital 3) Bedrest 4) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat 1) Riwayat Kesehatan Sekarang. Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan bernafas, nyeri dada, penyakit kronik seperti DM, atau penyakit jantung; medikasi saat ini; alergi obat. (LeMone atal, 2016).



2) Riwayat kesehatan dahulu. Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman & Walid, 2009). 3) Riwayat Kesehatan keluarga. Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit yang menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga (Rohman & Walid, 2009). b. Pola Gordon 1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Pemahaman kesehatan pada diri sendiri 2) Pola Nutrisi Terjadi mual, muntah serta penurunan nafsu makan. 3) Pola Eliminasi Terjadi inkontinensia urine dan kesulitan BAB. 4) Pola Aktivitas dan Latihan Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan sampai terjadi penuruna kesadaran 5) Pola Istirahat dan Tidur Gangguan pola tidur dapat berupa kesulitan tidur akibat rasa pusing atau terjadi penurunan kesadaran 6) Pola Kognitif dan Konseptual Adanya gangguan berbicara,melihat bahkan pendengaran 7) Pola Konsep Diri Masalah dengan tubuhnya dan kurangnya percaya diri 8) Pola Koping Managemen diri terhadap masalah 9) Pola Seksual Reproduksi Fungsi reproduksi



10) Pola peran Hubungan Hubungan dengan keluarga dan masyarakat sekitar 11) Pola Nilai dan Kepercayaan Akan terjadi keterbatasan dalam beribadah karena cedera yang dialami terutama saat terjadi penurunan kesadaran. c. Pemeriksaan fisik Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital, antara lain suhu; warna aksesorius, pernapasan; suara paru. (LeMone. atal, 2016). Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala Sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2010). 1) Penampilan umum Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk pemeriksaan. 2) Kesadaran. Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu composmentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu mengalami kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai tampak mengantuk bahwa untuk, sopor mempunyai arti bahwa klien memberikan respon dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka mata yaitu, 4



respon verbal yaitu 5 dan respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul, 2009). 3) Tanda-Tanda Vital Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin dilakukan dalam berbagai kondisi klien. Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah pengukuran suhu, dan frekuensi pernafasan (Mutaqqin, 2010). Pada pasien pneumonia biasanya mengalami demam suhu diatas 37oC, pernapasan cepat (Tachypnea). a) Kepala. 



Rambut Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada, pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan rambut: mudah dicabu atau tidak, dan tidak ada pembengkakan atau tidak ada nyeri tekan.







Mata Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada mata: mata berfungsi dengan baik, pemeriksaan konjungtiva: anemis atau ananemis, sclera biasanya putih, pupil: isokor atau anisokor dan kesimetrisan mata: mata simetris kiri dan kanan dan ada atau tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata.







Telinga



Fungsi



pendengaran:



biasanya



berfungsi



dengan baik, bentuk telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga. 



Hidung



Kesimetrisan



hidung:



biasnya



simetris,



kebersihan hidung, nyeri sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot bantu pernapasan. 



Mulut dan Gigi Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat batuk atau tidak, keadaan bibir,



keadaan



kebersihan gigi.



platum,



kelengkapan



gigi,



dan



b) Leher. Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher; terbatas atau tidak, ada atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena juguralis dan kelenjer getah bening. c) Thorak 



Paru-paru Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi napas cepat (tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan cuping hidung Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan kanan. Auskultasi : Suara napas ronchi (nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi). Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan yang lebih padat atau konsolidasi paruparu seperti pneumonia.







Jantung Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, Ictus cordis tampak atau tidak. Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada massa (pembengkakan) dan ada atau tidaknya nyeri tekan. Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan yang padat seperti pada daerah jantung). Auskultasi : Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II (terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam rentang normal.



d) Abdomen Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau tidaknya lesi, ada atau tidaknya stretch mark.



Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5- 30 x/ menit). Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan). Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pemberasan hepar. e) Punggung Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada terdapat luka pada punggung. f) Estremitas Atas : terpasang infuse, apa ada kelemahan atau tidak pada ekstremitas atas. Bawah: ada atau tidaknya gangguna terhadap ekstremitas bawah seperti : kelemahan. Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami



kelumpuhan



selain



mendiagnosa



status



kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya



apakah



terjadiperburukan



pada



penderita.



(Suratun, dkk, 2008). Penilaian tersebut meliputi : 



Nilai 0: Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot







Nilai 1: Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi







Nilai 2: O tot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi







Nilai 3: Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa







Nilai 4: Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan,







Nilai 5: Kekuatan otot normal.



g) Genetalia Terpasang kateter atau tidak. h) Integument. Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering. d. Pemeriksaan penunjang 1) CT scan dan MRI 2) Lumbal pungsi 3) Angiografi serebral 4) Elektroensefalogram (EEG). (Nurarif & Kusuma, 2016) 2. Diagnosa a. Pola nafas tidak efektif (D.0005) b. Nyeri akut (D.0077) c. Defisit nutrisi (D.0019) d. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) e. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) f. Risiko Infeksi (D.0142) 3. Intervensi Diagnosa



SLKI



Pola nafas



Setelah



tidak efektif



asuhan



(D. 0005)



SIKI diberikan Manajemen



Nafas



keperawatan (I.01011)



selama….diharapkan masalah



Jalan



nyeri



dapat



1. Observasi



akut







Monitor pola nafas



memenuhi







Monitor



kriteria hasil:



bunyi



nafas



tambahan



Pola Nafas (L.01004)







Auskultasi bunyi nafas











Monitor



Kapasitas



vital



membaik 



Tekanan



oksigen ekspirasi



meningkat 



saturasi



Tekanan



inspirasi



2. Terapeutik 



Posisikan semi fowler







Lakukan



meningkat



fisioterapi



dada







Dyspnea menurun







Penggunaan



otot







Berikan oksigen, jika



bantu nafas menurun 



Frekuensi



nafas



membaik



perlu 3. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian bronkodilator



Nyeri



akut Setelah



(D.0077)



diberikan Manajemen Nyeri (I. 08238)



asuhan



keperawatan



selama….diharapkan masalah



nyeri



dapat



akut



1. Observasi 



memenuhi



kriteria hasil: Tingkat 







Keluhan



durasi,



frekuensi,



kualitas,



intensitas



Identifikasi



skala



nyeri



nyeri 



menurun



karakteristik,



nyeri



Nyeri



(L.08066)



lokasi,



Identifikasi



faktor







Meringis menurun



yang



memperberat







Sikap



dan



memperingan



protektif



nyeri



menurun 



Gelisah menurun







Sulit tidur menurun







Muntah menurun







Mual menurun







Frekuensi membaik







pengaruh nyeri pada kualitas hidup







Monitor efek samping penggunaan analgetik



nadi



2. Terapeutik 



Berikan



teknik



nonfarmakologis untuk rasa



mengurangi nyeri



TENS,



hypnosis,



akupresur, musik, terapi terapi,



(mis. terapi



biofeedback, pijat,



aroma teknik



imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) 



Control yang



lingkungan memperberat



rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 



Fasilitasi istirahat dan tidur







Pertimbangkan jenis dan



sumber



nyeri



dalam



pemilihan



strategi



meredakan



nyeri 3. Edukasi 



Jelaskan



penyebab,



periode, dan pemicu nyeri 



Jelaskan



strategi



meredakan nyeri 



Anjurkan memonitor nyri secara mandiri







Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat







Ajarkan



teknik



nonfarmakologis untuk



mengurangi



rasa nyeri 4. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



Defisit



Setelah



diberikan Manajemen Nutrisi (I.03119)



nutrisi



asuhan



(D.0019)



selama….diharapkan



keperawatan 1. Observasi 



masalah defisit nutrisi dapat



memenuhi



 



badan



membaik



jenis



asupan makanan 



makan



membaik



Monitor



mual



dan



muntah 



Monitor berat badan



makan 2. Terapeutik



membaik membaik



dan



makananMonitor



 Indeks massa tubuh



 Membrane



makanan



Identifikasi kebutuhan kalori



membaik



 Nafsu



Identifikasi yang disukai



Status nutrisi (L.03030)



 Frekuensi



status



nutrisi



kriteria hasil:  Berat



Identifikasi



 mukosa



Lakukan oral hygiene sebelum makan







Berikan makanan yang tinggi



serat



untuk



mencegah konstipasi 



Berikan makanan yang tinggi



protein



dan



tinggi kalori 



Berikan makanan



3. Edukasi



suplemen







Anjurkan



diet



yang



diprogramkan 4. Kolaborasi 



Kolaborasi



pemberian



medikasi



sebelum



makan Gangguan



Setelah



mobilitas



asuhan



fisik



selama….diharapkan



(D.0054)



masalah mobilitas



diberikan Dukungan Ambulasi (I.06171) keperawatan



1. Observasi 



gangguan fisik



memenuhi



nyeri atau keluhan



dapat kriteria



fisik lainnya 



hasil: fisik



(L.05042)







ambulasi 



jantung dan tekanan



ekstremitas



darah sebelum



meningkat



memulai ambulasi



Kekuatan



otot







Rentang







Monitor kondisi umum selama



Gerak



(ROM) meningkat 



Monitor frekuensi



Pergerakan



meningkat 



Identifikasi toleransi fisik melakukan



Mobilitas 



Identifikasi adanya



Kelemahan



fisik



melakukan ambulasi 2. Terapeutik 



Fasilitasi aktivitas



menurun



ambulasi dengan alat



Nyeri menurun



bantu (mis. tongkat, kruk) 



Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu







Libatkan keluarga untuk membantu



pasien dalam meningkatkan ambulasi 3. Edukasi 



Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi







Anjurkan melakukan ambulasi dini







Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)



Perfusi



Setelah



diberikan Menejemen



perifer tidak asuhan



keperawatan Tekanan Intrakranial (I. 06198)



efektif



selama….diharapkan



(D.0009)



masalah Risiko perfusi serebral



tidak



dapat



1. Observasi 



efektif



memenuhi



Perfusi



TIK



(mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema



perifer



(L.02014)







Identifikasi penyebab peningkatan



kriteria hasil:







Peningkatan



serebral) 



Monitor tanda/gejala



Kognitif



peningkatan



meningkat



(mis. Tekanan darah



Sakit



meningkat,



menurun



kepala



nadi



TIK tekanan melebar,



 



Gelisah



bradikardia,



menurun



napas



Nilai



kesadaran menurun)



rata-rata



tekanan



darah







membaik 



Kesadaran Tekanan







darah 



Monitor



gelombang



ICP darah







diastolic membaik



Monitor Perfusion Pressure)



membaik Tekanan



Monitor MAP (Mean



CPP (Cerebral



sistolik 



ireguler,



Arterial Pressure)



membaik 



pola



Monitor



status



pernapasan 



Monitor intake dan output cairan







Monitor



cairan



serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi) 2. Terapeutik 



Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan



yang



tenang 



Berikan posisi semi fowler







Hindari



maneuver



Valsava 



Cegah



terjadinya



kejang 



Hindari



penggunaan



PEEP 



Hindari



pemberian



cairan IV hipotonik 



Atur ventilator agar PaCO2 optimal







Pertahankan suhu tubuh normal



3. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian sedasi



dan



antikonvulsan,



jika



perlu 



Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu







Kolaborasi pemberian pelunak



tinja, jika



perlu Risiko



Setelah



diberikan Pencegahan Infeksi (I. 14539)



Infeksi



asuhan



(D.0143)



selama….diharapkan



keperawatan 1. Observasi 



Monitor



tanda



dan



masalah ansietas dapat



gejala infeksi local dan



memenuhi



sistemik



kriteria



hasil:



2. Terapeutik



Tingkat



Infeksi







(L.14137) 



Nyeri menurun







Bengkak menurun







Batasi



jumlah



pengunjung 



Berikn perawatan kulit pada area edema







Cuci tangan sebelum



Drainase



dan



sesudah



kontak



purulent



dengan



menurun



lingkungan pasien



pasien



dan







Pluria menurun



 



Pertahankan



teknik



Letargi menurun



aseptic



pasien



Kadar sel darah



berisiko tinggi



putih membaik 



Kultur



darah







pada



3. Edukasi 



membaik



Jelaskan



tanda



dan



gejala infeksi 



Ajarkan



cara



cuci



tangan dengan benar 



Ajarkan etika batuk







Ajarkan



cara



memeriksa kondisi luka atau luka operasi 4. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian imunisasi



4. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara membandingkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap hasil yang diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak (Patrisia et al., 2020).



DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC LeMone, P., Burke, M.K., dan Bauldoff. G. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 4. Ed Ke-5. Jakarta: EGC. Muttaqin ,Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dianosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction. Sudoyo,2009 .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, Edisi ke 4. Internal Publishing, Jakarta Corwi, 2011,S C & Bare, B G..  Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah vol.3,ed.8. EGC :Jakarta Suyono Shires.GT ; Spencer.FC; Ahli bahasa : Laniyati; Kartini. A; Wijaya.C; Komola. S;Ronardy. DH; Editor Chandranata. L; Kumala P. 2010.  Intisari Prinsip- Prnsip Ilmu Bedah. EGC; Jakarta