LAPORAN PENDAHULUAN Luka Bakar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR



A. Definisi Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu, serta merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Potter & Perry, 2006). Luka bakar adalah suatu trauma, kerusakan, atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (IRNA Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2002). B. Etiologi Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu luka bakar juga disebabkan oleh ledakan, aliran listrik, api, zat kimia, uap panas, minyak panas, dan pajanan suhu tinggi dari matahari. Ada lima mekanisme timbulnya luka bakar, yaitu : a. Api : kontak dengan kobaran api. b. Luka bakar cair : kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas. c. Luka bakar kimia : asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan organik. d. Luka bakar listrik : tidak terlalu sering terjadi di Indonesia. Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang



unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh, tetapi kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan wajan panas atau knalpot sepeda motor. Hal ini sangat sering terjadi di Indonesia C. Patofisiologi Kulit manusia memiliki banyak fungsi, antara lain menghindari terjadinya kehilangan cairan. Apabila terjadi luka bakar, maka kulit akan mengalami denaturasi protein, sehingga kehilangan fungsinya. Semakin banyak kulit yang hilang, semakin berat kehilangan cairan (Basic Trauma Life Support, 2011). Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (syok hipovolemik) menurut Smeltzer (2002), merupakan komplikasi yang sering terjadi dengan manisfestasi sistemik tubuh seperti: a) Respon Kardiovaskuler Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. b) Respon Renalis



Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran darah ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal. c) Respon Gastro Intestinal Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling). d) Respon Imunologi Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.



Terjadinya



gangguan



integritas



kulit



akan



memungkinkan



mikroorganisme masuk ke dalam luka. e) Respon Pulmoner Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal. Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) (Smeltzer, 2002).



Pathway 1. Bahan Kimia



Termis



Radiasi



Biologis



LUKA BAKAR



Pada Wajah



Di ruang tertutup



Kerusakan mukosa



Keracunan gas CO



Oedema laring



CO mengikat Hb



Obstruksi jalan nafas



Hb tidak mampu mengikat O2



Gagal nafas



Listrik/petir



Masalah Keperawatan:  Gangguan Citra Tubuh  Defisiensi pengetahuan  Anxietas



Psikologis



Kerusakan kulit /luka Penguapan meningkat



Hipoxia otak



MK:  Bersihan jalan nafas tak efektif



Peningkatan pembuluh darah kapiler



Ektravasasi cairan (H2O, Elektrolit, protein)



   



Masalah Keperawatan: Resiko infeksi Nyeri akut Hambatan mobilitas fisik Kerusakan integritas kulit



Tekanan onkotik menurun. Tekanan hidrostatik meningkat



Cairan intravaskuler menurun Hipovolemia dan hemokonsentrasi



Masalah Keperawatan:  Kekurangan volume cairan



Gangguan sirkulasi makro



Masalah Keperawatan:  Gangguan perfusi jaringan Gangguan sirkulasi seluler



Gangguan perfusi organ penting



Otak Hipoxia Sel otak mati Gagal fungsi sentral



Kardiovaskuler Kebocoran kapiler Penurunan curah jantung Gagal jantung



Hipoxia sel ginjal Ginjal Fungsi ginjal menurun Gagal ginjal



Hepar Pelepasan katekolamin Hipoxia hepatik Gagal hepar



Gangguan perfusi GI Traktus Dilatasi lambung



Neurologi Gangguan Neurologi Hambahan pertumbuhan



MULTI SISTEM ORGAN FAILURE



Imun Daya tahan tubuh menurun



Laju metabolisme meningkat Glukoneogenesis glukogenolisis



MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan



D. Klasifikasi Berdasarkan berat ringannya luka bakar maka dapat diklasifikasikan menjadi : a.



Luka bakar berat (major burn)







Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun.







Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama.







Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.







Adanya cedera inhalasi tanpa memperhitungkan luas luka bakar.







Luka bakar listrik tegangan tinggi.







Disertai trauma lainnya.







Pasien-pasien dengan resiko tinggi



b.



Luka bakar sedang (moderate burn)







Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %.







Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %.







Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.



c.



Luka bakar ringan (minor burn)







Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa.







Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut.







Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.



Luka bakar juga dapat dibagi berdasarkan kedalaman lukanya. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka



bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.



E. Komplikasi a. Syok hipovolemik b. Kekurangan cairan dan elektrolit c. Hypermetabolisme d. Infeksi e. Gagal ginjal akut f. Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri, edema. g. Paru dan emboli h. Sepsis pada luka i. Ilius paralitik j. SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia



nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna, dan stres gastritis, anemia, trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation (DIC).



F. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium : i. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera. ii. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. iii. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi. iv. GDA (Gas



Darah Arteri):



Untuk mengetahui



adanya



kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. v. Elektrolit serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis. vi. Glukosa serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. vii. Albumin serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.



viii. BUN/Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan. ix. Alkali fosfatase: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial/ gangguan pompa natrium. x. Kultur luka: data dasar dan diulang secara periodik. xi. Urine Lengkap: Warna hitam kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. b. Rontgen: Foto Thorax, dll (mengetahui adanya edema paru dll) c. Scan Paru : dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi. d. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia, terutama pada luka bakar listrik. e. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak. G. Diagnosa keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal luka. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respons imun. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka. 4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf



yang terbuka,



kesembuhan luka dan penanganan luka bakar. 5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada, keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi. H. Penatalaksanaan Secara sistematik dapat



dilakukan 6c:



clothing,



cooling, cleaning,



chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk



pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan 



Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.







Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.







Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.







Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan







Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit



akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi. 



Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa







Paracetamol dan codein (PO-per oral) 20-30mg/kg







Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus







Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg (Rosfanty, 2009)