Laporan Pendahuluan Omsk (Riyanti Irawan - 1810105029) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK



Riyanti Irawan ( 1810105029)



Pembimbing Klinik



Pembimbing Akademik



( Ns. Lusi Yulianti, S.Kep)



(Ns. Hayatul Rahmi, M.Kep)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES ALIFAH PADANG 2020/2021



A. DEFINISI Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui tubaeustachius (Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013). Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid dan membrane timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Fung, K, 2004). OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus- menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (Efiaty, 2007) B. ETIOLOGI Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab OMSK antara lain: 1. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat. 2. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktorgenetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.



3. Otitis media sebelumnya Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apayang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadikronis. 4. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kulturyang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya. 5. Infeksi saluran napas bagian atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafasatas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. 6. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadapotitis media kronis. 7. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagianpenderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya. 8. Gangguan fungsi tuba eustacius Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.



C. TANDA DAN GEJALA



Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2011). Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga  Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan



adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.  Gangguan pendengaran. Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.  Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.  Vertigo. Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih



mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah. D. PATOFISIOLOGI OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Arif Mansjoer, 2011). Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2011). OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal (Arif Mansjoer, 2011). Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar. E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut : Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-



rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran 1.



Normal : 10 dB sampai 26 dB



2.



Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB



3.



Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB



4.



Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB



5.



Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB



6.



Tuli total : lebih dari 90 dB. Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu : 1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB 2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan



audiologi



pada



OMSK



harus



dimulai



oleh



penilaian



pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.



b. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah : 1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral. 2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. 3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom. 4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semi sirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.



F. PENATALAKSANAAN Terapinya OMSK sering lama dan harus berulang-ulang karena: 1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen 2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal, 3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid 4. Gizi dan kebersihan yang kurang. G. KOMPLIKASI Komplikasi OMSK terbagi dua yaitu komplikasi intratemporal dan intrakranial, yaitu (Dhingra, 2010) 1. Komplikasi intratemporal a. Mastoiditis b. Petrositis c. Paralisis fasial d. Labirinitis 2. Intrakranial a. Abses ektradural b. Abses subdural c. Meningitis d. Abses otak e. Tromboflebitis sinus lateralis f. Hidrosefalus otitis



3. Bakteriologi dari OMSK Bakteri yang terdapat pada otitis media kronik dan kolesteatoma jelas berbeda dari yang ditemukan pada otitis media akut atau otitis media efusi kronik. Pada sebahagian kasus OMSK dapat ditemukan baik bakteri aerobik dan anaerobik. Bakteri aerobik yang paling banyak ditemukan adalah P. aeruginosa, S. aureus dan basil Gram negatif seperti E. coli , Proteus sp., dan Klebsiella sp. P. aeruginosa berada pada daerah yang lembab dari telinga tengah, sedangkan S. aureus biasanya berada pada daerah hidung. Bacteroides sp. dan Fusobacterium sp. adalah bakteri anaerob yang sering ditemukan pada OMSK (Chole & Nason. 2009). Pada penelitian Afobi et al. disebutkan bahwa kuman penyebab OMSK dapat berupa kuman anaerob (seperti Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium) dan kuman aerob (seperti Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella sp.) ataupun infeksi yang disebabkan gabungan antara kuman aerob maupun kuman anaerob (Afobi et al. 2012). 4. Uji sensitifitas Metode pengujian sensitifitas antimikroba digunakan untuk mendeteksi resistensi antimikroba pada bakteri dimana uji sensitifitas antimikroba dapat menjadi pedoman klinis yang berguna dalam memilih pilihan terbaik pengobatan antibiotika dan juga dapat digunakan untuk memantau munculnya dan penyebaran mikroorganisme resisten dalam populasi ( Microbiology Modul, 2011). Uji kepekaan (tes resistensi) dilakukan apakah bakteri penyebab infeksi peka (sensitif) terhadap antimikroba sehingga dapat dipilah antimikroba yang tepat untuk mengatasi infeksi tersebut. Pada uji kepekaan dapat pula ditentukan KHM (Kadar Hambatan Minimum) dan KBM (Kadar Bakterisidal Minimum) untuk mengetahui apakah suatu antimikroba itu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (bacteriostatic) atau mematikannya (bacteriocidal).



H. PATHWAY



I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS



A. Pengkajian 1. Identitas Otitis media supuratif kronik dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, dan sering kali terjadi pada usia anak. 2. Keluhan Klien dengan otitis media supuratif kronik datang dengan keluhan nyeri pada telinga bagian tengah. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya alasan klien otitis media supuratif kronik datang memeriksakan diri kerumah sakit yaitu adanya nyeri pada telinga tengah disertai terganggunya fungsi pendengaran. 4. Riwayat penyakit dahulu  Kaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.  Tanyakan tindakan apa yang telah dilakukan. 5. Pemeriksaan fisik a)



Nyeri telinga



b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran c)



Suhu Meningkat



d) Malaise e)



Nausea Vomiting



f)



Vertigo



g) Ortore



6. Pemeriksaan Pendengaran



a.



Otoskopi 1) Perhatikan adanya lesi pada telinga luar 2) Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus dan ruptur pada membran tympani 3) Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani



b.



Tes bisik Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes bisik, pada klien dengan otitis media akut dapat terjadi penurunan pendengaran pada sisi telinga yang sakit.



c.



Tes garpu tala 1) Tes Rinne Pada uji rinne didapatkan hasil negatif. 2) Tes Weber Pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit.



B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran. 2. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran. 3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.



C. INTERVENSI DX 1



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



NOC Tujuan



NIC  Dapatkan apa metode komunikasi yang



:Gangguan



komunikasi



berkurang



/



hilang.



dinginkan



dan



catat



pada



rencana



perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien



Kriteria hasil



 Klien akan memakai  Kaji kemampuan untuk menerima pesan alat bantu dengar (jika



secara verbal.  Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan



sesuai).  Menerima



pesan



melalui



pendengaran dan pemahaman.



metoda



pilihan



(misal



komunikasi bahasa



:



tulisan, lambang,



berbicara dengan jelas pada



telinga



yang



baik.



2



Tujuan :Persepsi / sensoris baik.



merawat alat pendengaran secara tepat.



Kriteria hasil.  Klien



 Ajarkan klien untuk menggunakan dan



akan



 Instruksikan klien untuk menggunakan



mengalami



teknik-teknik yang aman sehingga dapat



peningkatan



mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.



persepsi/sensoris pendengaran samapi



 Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.  Instruksikan klien untuk menghabiskan



pada



tingkat



fungsional. 3



seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).



Tujuan :Rasa cemas klien



 Jujur kepada klien ketika mendiskusikan



akan berkurang/hilang.



mengenai kemungkinan kemajuan dari



Kriteria hasil :



fungsi



 Klien



mampu



ketakutan/kekuatirannya. klien



tersenyum.



mempertahankan



harapan



untuk



klien



dalam



berkomunikasi.



mengungkapkan  Respon



pendengarannya



tampak



 Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk  memberikan dukungan kepada klien.  Berikan



informasi



mengenai



sumber-



sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.



4. Implementasi Keperawatan Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, memberikan askep dalam pengumpulan data, serta melaksanakan adusa dokter dan ketentuan RS (wijaya & Putri, 2013). 5. Evaluasi Keperawatan Merupakan tahap akhir dan suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan (wijaya & Putri, 2013).



DAFTAR PUSTAKA Arif Mansjoer, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Efiaty. 2007. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2013. Asuhan Keperawatan anak. Jakarta: EGC Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006. Patofisiologi konsep klinis dan prosesproses penyakit. Jakarta: EGC