8 0 242 KB
LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK Dosen Pembimbing : Addi Mardi H,MN.
Disusun oleh : Indah Sari Melawati P27220017062
PRODI D-III KEPERAWATAN POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA 2018/2019
A. DEFINISI Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui tubaeustachius (Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013). Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalahperforafi membrane timpani secara permanen dengan atau tanpa pengeluaran pus dan kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam mukosa dan struktur tulang dari telinga tengah. (Ari,2010). OMSK adalah kondisi yang berhubunngan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disesebabkan Karena episode berulang otitis media akut. (Hetharia dan Mulyani,2011)
B. ETIOLOGI Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab OMSK antara lain: 1. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat. 2. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktorgenetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. 3. Otitis media sebelumnya Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apayang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadikronis. 4. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kulturyang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya. 5. Infeksi saluran napas bagian atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafasatas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. 6. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadapotitis media kronis. 7. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggidibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagianpenderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya. 8. Gangguan fungsi tuba eustacius Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih
belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untukmengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tubatidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
C. PATOFISIOLOGI OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Arif Mansjoer, 2011). Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2011). OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal (Arif Mansjoer, 2011). Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.
D. PATHWAY
E. TANDA DAN GEJALA Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2011). Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. Gangguan pendengaran. Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang
pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. Vertigo. Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan
dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
F. PENATALAKSANAAN Menurut Arief Mansjoer (2011), Terapinya sering lama dan harus berulangulang karena: 1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen 2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal, 3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid 4. Gizi dan kebersihan yang kurang. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG a. Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut
:
Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi
dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan
dengan
membandingkan
rata-rata
kehilangan
intensitas
pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran 1.
Normal : 10 dB sampai 26 dB
2.
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
3.
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
4.
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
5.
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
6.
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu : 1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB 2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan
menggunakan
garpu
tala
dan
test
Barani.
Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur. b. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah : 1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral. 2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. 3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,
vestibulum
dan
kanalis
semisirkularis.
Proyeksi
ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom. 4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid. H. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN Data Subyektif : Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya. Data Obyektif : Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis eksterna dan media. Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga (membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau terlihat batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus digunakan otoskop. Bagian yang masuk ke telinga disebut speculum (corong) dan dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk pengkajian yang lebih cermat perlu dipakai kaca pembesar. Otoskop dipakai oleh orang yang terlatih, termasuk para perawat.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
berkomunikasi
berhubungan
dengan
efek
kehilangan
pendengaran.
2. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi. J. INTERVENSI DX 1
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC
NIC :Gangguan Kaji kemampuan untuk menerima
Tujuan komunikasi
berkurang
/
pesan secara verbal. Dapatkan apa metode komunikasi
hilang.
yang dinginkan dan catat pada
Kriteria hasil
rencana perawatan metode yang Klien akan memakai alat
bantu
dengar Gunakan
(jika sesuai). Menerima melalui pilihan
faktor-faktor
meningkatkan pesan
pendengaran
pemahaman.
metoda Kolaborasi dalam pengobatan (misal :
komunikasi bahasa
tulisan, lambang,
berbicara
dengan
jelas
telinga
pada
yang baik.
digunakan oleh staf dan klien yang dan
2
Tujuan :Persepsi / sensoris Observasi
tanda-tanda
awal
baik.
pendengaran
yang
klien
untuk
kehilangan lanjut.
Kriteria hasil.
Instruksikan
Klien
akan
menggunakan teknik-teknik yang
mengalami
aman sehingga dapat mencegah
peningkatan
terjadinya ketulian lebih jauh.
persepsi/sensoris
Instruksikan
klien
untuk
seluruh
dosis
pendengaran samapi
menghabiskan
pada
antibiotik yang diresepkan (baik itu
tingkat
fungsional.
antibiotik sistemik maupun lokal). Ajarkan klien untuk menggunakan dan
merawat
alat
pendengaran
secara tepat. 3
Tujuan :Rasa cemas klien Jujur akan berkurang/hilang.
kepada
klien
mendiskusikan
ketika mengenai
kemungkinan kemajuan dari fungsi
Kriteria hasil :
pendengarannya Klien mengungkapkan
mampu
mempertahankan
untuk harapan
klien
dalam berkomunikasi.
ketakutan/kekuatirannya. Berikan dukungan kepada klien. Respon klien tampak Berikan informasi mengenai tersenyum. kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk Berikan
informasi
mengenai
sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.
K. IMPLEMENTASI Implementasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat sesuai dengan rencana yang telah disusun (Padila, 2012). L. EVALUASI Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus–menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (Padila, 2012). M. DISCHARGE PLANNING 1.
Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan
2.
Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan
3.
Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di
rumah (misal kunjungan rumah oleh tim kesehatan) 4.
Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status kesehatan
pasien 5.
Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan
pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Efiaty. 2010. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2013. Asuhan Keperawatan anak. Jakarta: EGC Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2011. Patofisiologi konsep klinis dan proses-proses penyakit. Jakarta: EGC