Laporan Pendahuluan Peporasi Gaster [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEPERAWATAN KRITIS PERFORASI GASTER DI RUANG ICU RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis



Disusun oleh: WULAN NURHALIMAH P17320120522



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS 2021



A.



Definisi Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang di sebabkan karna kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah (Baradero. 2018). Perforasi pada saluran cerna sering di sebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, atau trauma (Smeltzer, 2014)



B.



Etiologi Menurut Ekawati 2019 etiologi dari perforasi gaster yaitu: 1.



Perforasi Non-Trauma, Misalnya : a.



Akibat volvulus gaster karna overdistensi dan iskemia



b.



Adanya factor predisposisi : termasuk ulkus peptic.



c.



Perforasi oleh malignasi intra abdomen atau limfoma.



d.



Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esophagus, gaster, atau usus, dengan infeksi antra abdomen, peritonitis, dan sepsis.



2.



Perforasi Trauma (Tajam atau Tumpul), misalnya : a.



Trauma iatrogenik setelah pemasangan, pipa nasogastric saat endoskopi.



b.



Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)



c.



Trauma tumpul pada gester : trauma sepeti ini lebih umum pada anak daripada dewasa.



C.



Manifestasi Klinis Menurut Doenges (2014) Tanda dan gejala perforasi gaster adalah : 1. Kesakitan hebat pada perut dan kram diperut. 2. Nyeri di daerah epigastrium. 3. Hipertermi 4. Takikardi 5. Hipotensi 6. Biasanya tampak letargik karna syok toksik.



D.



Patofisologi Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian (Iskandar, 2018). Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi (Iskandar, 2018).



E.



Pemeriksaan Penunjang Sejalan dengan penemuan klinis, menurut Kartika (2017) metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : 1.



Radiologi Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi maka dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, perlu teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.



Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan terjadinya peritonitis. Dilakukan foto polos abdomen dalam 3 posisi ataupun menggunakan kontras barium, yaitu: a.



Tiduran terlentang (supine), sina dari arah vertical dengan proyeksi anteroposterior (AP). Pada posisi ini didapatkan pre-peritonela fat menghilang, psoas line menghilang dan adanya kekaburan pada cavum abdomen.



b.



Duduk atau setengah duduk (semi erect) atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP. Didapatkan free air pada subdiagfragma berbentuk bulan sabit (semilunar shadow).



c.



Tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus=LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP. Didapatkan free air intra peritonela pada daerah perut yang paling tinggi letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.



Gambar 1.



Gambar 2.



Gambaran udara bebas pada foto toraks.



Gambaran radiologi perforasi gaster



Ekspertise Gambar 2: Sebuah x-ray abdomen menunjukkan bayangan bulat yang abnormal di garis tengah epigastrium dan tampak padat yang diinterpretsi sebagai gas intramural. 2.



Ultrasonografi Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan gaster. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.



Gambar 3. USG perforasi gaster Ekspertise: Sebuah USG abdomen menunjukkan area echogenik yang berbentuk bola dan berbatas tegas yang terletak di peritoneum. .



3.



CT Scan CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.



Gambar 4. CT scan perforasi gaster



Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah: foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CTscan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya.



PATHWAY Obat obatan



Stress Fisik



Perfusi mukosa lambung terganggu



Bahan Kimia



Trauma



Penghancuran sawar epitel



Kerusakkan mukosa barier Pengeluaran histamin



Merangsang pengeluaran HCL



NyeriAkut



Peningkatan produksi pepsinogen



Peningkatan HCL lambung



Medula Oblongata



Degenerasi mukus



System limbik



Iritasi mukosa lambung



Reaksi Mual muntah



Penghancuran kapiler & vena kecil



Anoreksia



Hematemesis



Perdarahan



Anemis



Perforasi



Sianosis



Invasibakterike peritoneum



Perfusi jaringan tidak efektif



Intake makanan tidak adequat



Risiko Ketidakseimbangan Cairan



Inflamasi peritonitis



Perangsangan zat pirogen di hipotalamus



Pelepasan berbagai mediator kimiawi (histamine, bradikinin



Memicu pengeluaran prostagladin Perubahan set point



Merangsang saraf perasa nyeri di cerebrum



Suhu tubuh meningkat Hipertermi



PATHWAY Nyeri abdomen



Pergerakan abdomen tidakmaksimal Pernapasan tidak teratur Takipneu Ketidakefektifan pola nafas



Sumber : Koto, (2017)



NyeriAkut



F.



Prognosis Menurut Koto (2017) apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian : • Usia lanjut • Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya • Malnutrisi • Timbulnya komplikasi



G. PENATALAKSANAAN Menurut Ningrum (2017) penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gramnegatif dan anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah: 1.



Koreksi masalah anatomi yang mendasari



2.



Koreksi penyebab peritonitis



3.



Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).



Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya. Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi



dianjurkan untuk mencegah kekambuhan. Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat dalam kasus perforasi gastrointestinal adalah: 1. Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia. 2. Jangan berikan apapun secara oral. 3. Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Berikan antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi dan mengurangkan komplikasi post operasi. Antibiotik



Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia. Contoh antibiotik yang diberikan adalah seperti: -



Metronidazol



Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa diberikan sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B drug). -



Gentamisin



Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda yaitu tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan secara intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi adalah 2 mg/kg secara intravena. Merupakan obat kategori C dalam kehamilan (pregnancy category C drug). -



Cefoprazone



Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2 – 4 d per hari. Juga merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B drug).



Terapi Bedah



Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut: -



Koreksi masalah dasar secara anatomis.



-



Koreksi penyebab peritonitis.



-



Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi fungsi sel darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses, sekresi gaster dan darah. Preoperatf  Koreksi sebarang ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti kehilangan cairan ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann (Hartmann solution) atau sebarang cairan yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti plasma.  Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan metronidazol.  Pasang kateter urin untuk menghitung output cairan.  Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus kontinu (continuous infusion). Intraoperatif Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi dikompres dengan nasogastric tube. Post operatif  Menggantikan cairan secara intravena  Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor dengan peritungan menggunakan CVP dan output urin.  Drainase nasogastric  Lakukan drainase nasogastric secara kontinu sehinggalah drainase minimal.  Antibiotik  Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar antibiotik pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic secara oral tidak efektif dan dianjurkan pemberian



secara intravena.  Analgesik  Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil dengan interval yang sering. H.



KOMPLIKASI Menurut Rustianawati (2016) komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut: 1) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster 2) Kegagalan luka operasi Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :        



Malnutrisi Sepsis Uremia Diabetes mellitus Terapi kortikosteroid Obesitas Batuk yang berat Hematoma (dengan atau tanpa infeksi) 3) Abses abdominal terlokalisasi 4) Kegagalan multiorgan dan syok septik 5) Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH 6) Perdarahan mukosa gaster 7) Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi post operatif 8) Delirium post operatif



I.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Dalam asuhan keperawatan menurut Silitonga (2017) sebagai berikut: 1. Pengkajian a.



Identitas tidak ada batasan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Bisa tingkatan segala usia. Tapi paling banyak di jumpai pada usia lansia.



b.



Keluhan utama keluhan utama yang di rasakan pada perfoasi gaster adalah nyeri pada ulu hati.



c.



Riwayat Penyakit sekarang 1) Profoking incident : di sebabkan oleh non-trauma ; predisposisi atau trauma ; benturan atau tertusuk menda tajam 2) Quality : pada penderita perforasi gaster nyeri pada perut terasa seperti di tusuk-tusuk 3) Region : nyeri pada epigastrium 4) Severity : adanya keluhan tidak dapat beristirahat karna nyeri atau regurgitasi makanan. 5) Time : nyeri biasanya timbul jika beraktifitas dan setelah mengkonsumsi makanan yang merangsang asam lambung.



d.



Riwayat penyakit keluarga perforasi gaster bukan merupakan penyakit keturunan namun bisa di sebabkan oleh pola hidup yang kurang kurang baik dan bisa trauma atau factor predisposisi.



2.



Pemeriksaan Fisik a.



Keadaan umum Pada



pasien



perforasi



gaster



biasanya



kesadaran



baik



composmentis, terjadi kelemahan dan terjadi gangguan pola tidur akibat nyeri yang dirasakan.



b.



Sistem penglihatan I :Biasanya pada pasien perforasi gaster konjungtiva pucat di curigai adanya tanda-tanda anemia ( Tutik. 2010 : 53 ). P :Pada palpasi tidak ditemukan kelainan pada penderita perforasi gaster.



c.



Sistem pendengaran I



:Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami gangguan.



P



:Pada sistem pendengaran secara umum penderita perforasi gaster tidak terdapat kelainan.



d.



Sistem penciuman I



:Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami ganguan, fungsi penciuman tidak mengalami gangguan.



P e.



:Pada palpasi hidung tidak terdapat kelainan.



Sistem Pernafasan I



:Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami ganguan, frekuensi pernafasan normal.



P



:Biasanya pada palpasi thorax tidak terdapat kelainan seperti nyeri tekan.



f.



P



:Biasanya perfusi area paru norma (sonor)



A



:Biasanya auskultasi paru tidak terdapat suara tambahan



Sistem kardiovaskuler I



:Biasanya tudak terdapat kelainan, ictus kordis nampak pada ICS 4 – 5 mid klavikula sinistra , akan tetapi nampak tidaknya ictus kordis tergantung pada gemuk atau kurusnya penderita.



P



:Pada palpasi teraaba icyus kordis di ICS 4 – 5 mid klafikula sinistra. Palpasi nadi biasnya melemah dan takikardi.



P



:Pada perkusi jantung tidak terdapat kelainan, suara perkusi area jantung redup.



A: Biasanya pada aukultasi jantung pada penderita perforasi gaster tidak mengalami kelainan. g.



Sistem persyarafan I



:Kesadaran yang diamati berupa komposmentis, apatis, samnolen, bahkan hingga coma pada perforasi gaster



h.



Sistem pencernaan I



:Biasanya



pada



penderita



perforasi



gaster



nampak



menyeringai kesakitan dan memegangi perut daerah ulu hati. A



:Bising usus menurun



P



:Biasanya



terdapat



nyeri



tekan



daerah



ulu



hati



(epigastrium). P



:Pada pemeriksaan perkusi untuk penderita perforasi gaster ditemukan suara hipertimpani.



i.



Sistem eliminasi I



:Pada eliminasi alvi terjadi gangguan defekasi akibat dari input yang tidak adekuat.



j.



Sistem muskuluskeletal I



:Biasanya pada perforasi gaster akut pasien masih mampu untuk melakukan aktivitas dan tidak terlihat kekuatan otot menurun namun pada perforasi gaster kronis hal itu dapat terjadi



k.



Integumen I



:Turgor kulit menurun akibat dehidrasi



3.



Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA (2015) diagnosa keperawatan yang dapat diambil sebagai berikut: Pre Operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan perlukaan pada lambung. b. Ketidakseimbangan



Nutrisi



kurang



dari



kebutuhan



tubuh



berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekut. c. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan d.



Resiko kekurangan volume cairan



Post Operasi a.



Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan



b.



Ketidakseimbangan



Nutrisi



kurang



dari



kebutuhan



tubuh



berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrisi c.



Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan



d.



Risiko Infeksi



4. PERENCANAAN KEPERAWATAN Pre OP DIAGNOSA



NOC



NIC



Nyeri Akut berhubungan dengan perlukaan lambung



Tingkat Nyeri Kriteria hasil 1. Kontrol nyeri 2. Mengenali nyeri 3. Tanda-tanda vital 4. Eskpresi wajah



Manajemen Nyeri 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor predisposisi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 4. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri



ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat



Nutritional Status Kriteria hasil: 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan



Nutrition Management 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang dimakan



6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti



Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan



-



Anxiety self-control Anxiety level Coping



Kriteria Hasil : 1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas. 3. Vital sign dalam batas normal. 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivfitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.



mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres 5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 6. Dorong keluarga untuk menemani anak 7. Lakukan back / neck rub



8. Dengarkan dengan penuh perhatian 9. Identifikasi tingkat kecemasan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 12. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan Risiko kekurangan volume cairan



Fluid balance       Hydration       Nutritional Status: Food and Fluid Intake Kriteria Hasil : 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan



Fluid management 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan 4. Monitor vital sign 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV 7. Monitor status nutrisi 8. Berikan cairan IV pada suhu



ruangan 9. Dorong masukan oral 10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output 11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan 12. Tawarkan snack (jus buah, buah segar) 13. Kolaborasi dengan dokter 14. Atur kemungkinan tranfusi 15. Persiapan untuk tranfusi Hypovolemia Management 1. Monitor status cairan termasuk intake dan ourput cairan 2. Pelihara IV line 3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit 4. Monitor tanda vital 5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan 6. Monitor berat badan 7. Dorong pasien untuk menambah intake oral 8. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan 9. Monitor adanya tanda gagal ginjal Post OP



DIAGNOSA Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan



NOC Tingkat Nyeri Kriteria hasil 1. Kontrol nyeri 2. Mengenali nyeri 3. Tanda-tanda vital 4. Eskpresi wajah



NIC Manajemen Nyeri 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor predisposisi.



2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan



3. Ajarkan tentang teknik non



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan absorpsi nutrisi



Nutritional Status Kriteria hasil: 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan 6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti



farmakologi 4. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Nutrition Management 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli



gizi) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhka 8.



Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan



Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Kriteria Hasil : 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 3. Perfusi jaringan baik 4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang 5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami



Insision site care 1. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples 2. Monitor proses kesembuhan area insisi 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi 4. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril 5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program 6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program



Risiko infeksi



-



Immune Status Knowledge : Infection control Risk control



Kriteria Hasil: 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 4. Jumlah leukosit dalam batas normal 5. Menunjukkan perilaku hidup sehat



Infection Control (Kontrol infeksi) 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2. Pertahankan teknik isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingktkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu 13. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)



14. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 15. Monitor hitung granulosit, WBC 16. Monitor kerentangan terhadap infeksi 17. Batasi pengunjung 18. Sering pengunjung terhadap penyakit menular 19. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko 20. Pertahankan teknik isolasi k/p 21. Berikan perawatan kulit pada area epidema 22. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 23. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah 24. Dorong masukkan nutrisi yang cukup 25. Dorong masukan cairan 26. Dorong istirahat 27. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 28. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 29. Ajarkan cara menghindari infeksi 30. Laporkan kecurigaan infeksi 31. Laporkan kultur positif.



Sumber: Bulechek, G. M., (2016) dan Moorhead, S., (2016).



DAFTAR PUSTAKA Baradero, M. D. (2018). Prinsip & Praktik Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. (I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, Eds.). Kidlington: Elsevier Global Rights. Doenges, M. E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Ekawati, D. (2019). Referat Perforasi Gaster. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Iskandar, H. (2018). Hubungan Antara Abdominal Perfusion Pressure (APP) dengan Outcome Post Operasi Perfusi Gaster. Universitas Sebelas Maret Institutional Repository. Kartika, R.W. (2017). Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. Bagian Bedah Jantung Paru dan Pembuluh Darah Wound Care/Diabetic Center. Koto, K. (2017). Karakteristik Tipe Perforasi Gaster dan Histopatologinya di RSUP H. Adam Malik Medan. Repository Institusi Universitas Sumatera Utara. Kusumayanti, P.D., (2015). Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Lamanya Perawatan pada Pasien Operasi Laparatomi di Ruang Instalasi Rawat Inap BRSU Tabanan. COPING (Community Of Publishing In Nursing) Vol. 3, No 1. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia. (I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, Eds.). Kidlington: Elsevier Global Rights. NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.). Jakarta: EGC. Ningrum, T.P., Mediani H.S., & H.P., Candra Isabella. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Wound Dehiscence pada Pasien Post Laparatomi. Jurnal Keperawatan Padjajaran Vol. 5, No. 2. Rustianawati, Y., Karyawati, S., & Himawan, R. (2016). Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol. 4, No 2.



Silitonga, M.P. (2017). Perbedaan Outcome Klinis Penggunaan Drain Intra Abdomen dan Tanpa Drain Intra Abdomen pada Operasi Perforasi Gaster. Universitas Sebelas Maret Institutional Repository. Smeltzer S.C., &. Bare, B.G. (2014). Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.