Laporan Pendahuluan Sepsis Ruang 26 Rssa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SEPSIS DI RUANG 26 HIGH CARE UNIT (HCU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SAIFUL ANWAR MALANG



oleh Ilya Farida, S.Kep NIM 192311101058



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019



LAPORAN PENDAHULUAN



1.1 Anatomi Fisiologi Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme dan mengandung



berbagai



bahan



penyusun



sistem



imun



yang



bertujuan



mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah. Darah manusia berwarna merah terang apabila kaya oksigen dan merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernafasan yang mengandung besi dalam bentuk heme yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen (Arief, 2008). Darah terdiri dari 2 komponen, yang pertama adalah plasma darah dan yang kedua adalah korpuskuler (unsur padat darah atau sel-sel darah) yaitu eritrosit, leukosit dn trombosit. a. Eritrosit (sel darah merah): merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb) yang fungsinya adalah untuk mengikat oksigen. Kadar Hb inilah yang dijadikan patokan dalam menentukan penyakit anemia. Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di limpa. Haemoglobin dirombak kemudian dijadikan pigmen bilirubin (pigmen empedu). b. Leukosit (sel darah putih): jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 60009000sel/cc darah. Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk fagosit (pemakan) bibit penyakit/benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Maka jumlah tersebut bergantung dari bibit penyakit yang masuk ke tubuh. Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi. Lekopeni adalah berkurangnya jumlah lekosit sampai di bawah 6000 sel/cc darah. Sedangkan lekositosis adalah bertambahnya jumlah leukosit melebihi normal (diatas 9000 sel/cc darah).



Fungsi fagosit tersebut terkadang harus mencapai benda asing/kuman jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan leukosit untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler) untuk mencapai daerah tersebut dinamakan diapedesis. c. Trombosit (keeping darah) disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000-500.000 sel/cc. di dalam trombosit terdapat banyak sekali factor pembeku (hemostasis) antara lain adalah faktor VIII (anti Haemophilic Faktor), jika seseorang secara genetik trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut menderita hemofili. Fungsi darah pada manusia adalah transportasi (oksigen, karbondioksida, sampah dan air), termoregulasi (pengatur suhu tubuh), imunologi (mengandung antibodi tubuh) dan homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator) (Bukhori dan Prihatini, 2016).



Gambar 1.1 Anatomi Fisiologi Darah



1.2 Definisi Sepsis Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah (Surasmi, Asrining, 2003). Sepsis adalah bakteri umum yang masuk ke aliran dalam darah (Donna L. Wong, 2003). Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat dan zat-zat racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar (Surasmi, 2003).



Sepsis adalah suatu keadaan ketika mmikroorganisme mengivasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sistemik. Respon yang sering ditimbulkan yaitu adanya penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan syok sepsis. Sepsis syok adalah suatu bentuk syok yang menyebar dan vasogenik yang dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vaskuler sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume vaskuler (Hudak & Gallo, 1996; Irvan dkk, 2018).



1.3 Epidemiologi Menururt data WHO pada tahun 2010 kejadian sepsis merupakan salah satu penyebab kematian di dunia di ruang perawatan ICU dimana setiap tahunnya mengalami kenaikan. Setiap tahunnya di beberapa negara maju mengalami kenaikan kejadian sepsis hampir 750.000 kasus di Amerika Serikat (Bataar et all, 2010). Sebanyak 10% pasien yang dirawat di ICU merupakan pasien sepsis dan terdapat 750.000 pasien sepsis yang dirawat di rumah sakit per tahun dengan angka kematian >200.000 pasien per tahun.2 Tingkat mortalitas sepsis berat berkisar antara 15%-40% dan tingkat mortalitas karena syok septik berkisar antara 20%72% (Backer, 2017). Di negara Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2013 didapatkan bahwa penyakit infeksi utama yaitu ISPA, malaria, tuberkolosis, hepatitis, diare dan malaria (Kemenkes, 2013). Penyakit infeksi menyumbang penyebab kematian tertinggi di negara Indonesia. Sepsis berat dan syok sepsis memiliki angka kematian yang tinggi hingga 46%. Data rekam medis mulai bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Juni 2013 di rumah sakit umum daerah dr. Saiful Anwar Malang, secara keseluruhan ditemukan 1026 pasien yang telah terdiagnosis sepsis dan diantaranya sebanyak 788 meninggal dunia (76,8%). Sedangkan prevalensi kematian sepsis di ICU dari 168 pasien yang mengalami sepsis sebanyak 78 pasien dinyatakan meninggal dunia (Asmoro A.A, 2017).



1.4 Etiologi Sepsis atau syok sepsis disebabkan oleh adanya infeksi oleh bakteri gram negatif, namun tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh bakteri gram positif, jamur, virus bahkan adanya parasit. Faktor yang paling penting adalah lipoposakarida (LPS) endotoksin gram negatif dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menyebabkan perkembangan gejala septikemia. LPS tidak memiliki sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama dari membran terluar dari baktei gram negatif yang dapat merangsang peradangan jaringan, demam, syok pada penderita yang terinfeksi. Interaksi antara kuman patogen menghasilkan LPS, yang menimbulkan reaksi dan inflamasi dalam tubuh (Asmoro.A.A, 2017). Menurut Brunner dan Suddarth (2002) Sepsis syok juga bisa muncul karena adanya faktor dan resiko yaitu : 1. Faktor-faktor pejamu a. Usia b. Malnutrisi c. Kondisi lemah d. Penyakit kronis e. Penyalahgunaan obat dan alkohol f. Kegagalan banyak organ 2. Faktor yang berhubungan a. Penggunaan kateter invasif b. Prosedur operasi c. Luka karena cidera atau terbakar d. Obat-obatan (antibodi, steroid dan agen sitotoksik)



1.5 Klasifikasi Sepsis memiliki kriteria untuk ditegakan diagnosanya, kriteria untuk diagnosa sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun 1991 oleh American College of Chest Physician and Society of Critical care Medicine Consensus adalah sebagai berikut: Istilah SIRS



Kriteria 2 dari 4 kriteria Temperatur > 380C atau < 360C Laju Nadi > 90x/menit Hiperventilasi dengan laju nafas > 20x/menit atau CO2 arterial kurang dari 32mmHg



Sepsis



SIRS (systemic inflamatory response syndrome) dengan adanya infeksi (diduga atau sudah terbukti)



Sepsis Berat



Sepsis dengan disfungsi organ



Syok Septik



Sepsis dengan hipotensi walaupun sudah



diberikan



resusitasi



yang



adekuat. Kriteria Klinis : adanya hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor



untuk



menjaga



mean



arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L.



1.6 Manifestasi Klinis Tanda klinis septik syok sangat bervariasi diantara pasien. Pasien yang diketahui infeksinya dan pasien yang sangat disupresi kekebalannya sehingga berada pada risiko terhadap syok harus dipantau tanda vitalnya secara rutin dan diawasi. Pada keadaan tertentu, perawat harus menyadari tanda-tanda:



1.



Demam



2.



Takikardia (>90 denyut/menit)



3.



Takipnea (>20 kali/menit)



4.



Adanya kekurangan perfusi organ atau disfungsi dalam bentuk



5.



Perubahan status mental a. Hipoksemia bila diukur dengan gas darah arteri b. Peningkatan kadar laktat c. Haluaran urine ( 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3



Pada sepsis syok prosesnya mungkin sangat cepat, khususnya bila dikaitkan dengan organisme gram-negatif, pemberian antibiotik intravena yang dini, penggantian cairan, vasopresor, dan oksigen adalah komponen esensial dalam penatalaksanaan pasien ini (Brunner dan Suddarth, 2002). Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sulit dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar (Brunner dan Suddarth, 2002).



1.7 Patofisiologi Penderita sepsis sebagian besar menunjukkan adanya suatu infeksi lokal jaringan sebagai sumber bakteriemia. Bakteri gram negatif merupakan bakteri normal dalam tubuh yang kemudian dapat menyebar ke berbagai organ. Septikimia karena hasil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru difusi dapat terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru. Edema paru adalah gambaran yang sering dijumpai pada syok sepsis.



Bakteri merupakan patogen yang sering dikaitkan dengan perkembangan sepsis. Patofisiologi sepsis dapat dimulai oleh komponen membran luar organisme gram negatif (misalnya, lipopolisakarida, lipid A, endotoksin) atau organisme gram positif (misalnya, asam lipoteichoic, peptidoglikan), serta jamur, virus, dan komponen parasit. Umumnya, respons imun terhadap infeksi mengoptimalkan kemampuan sel-sel imun (eutrophil, limfosit, dan makrofag) untuk meninggalkan sirkulasi dan memasuki tempat infeksi. Signal oleh mediator ini terjadi melalui sebuah reseptor trans-membran yang dikenal sebagai Toll-like receptors. Dalam monosit, nuclear factor-kB (NF-kB) diaktifkan, yang mengarah pada produksi sitokin pro-inflamasi. Mediator ini merusak lapisan endotel, yang menyebabkan peningkatan kebocoran kapiler. Selain itu, sitokin ini menyebabkan produksi molekul adhesi pada sel endotel dan neutrofil. Interaksi endotel neutrofilik menyebabkan cedera endotel lebih lanjut melalui pelepasan komponen neutrofil. Neutrofil teraktivasi melepaskan oksida nitrat (NO), vasodilator kuat. Dengan demikian memungkinkan neutrofil dan cairan mengalami ekstravasasi ke dalam ruang ekstravaskular yang terinfeksi dan mengarah ke syok septik. Oksida nitrat dapat mengganggu adhesi leukosit, agregasi trombosit, dan mikrotrombosis, serta permeabilitas mikrovaskular. Peningkatan NO tampaknya memberikan manfaat dalam arti meningkatkan aliran di tingkat mikrosirkulasi, meskipun tentu saja vasodilatasi di tingkat makrosirkulasi merupakan penyebab hipotensi yang membahayakan dan refrakter yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ dan bahkan kematian.



1.8 Pemeriksaan Penunjang Pengobatan



terbaru



syok



sepsis



mencakup



mengidentifikasi



dan



mengeliminasi penyebab infeksi menurut Mary (2005) yaitu dengan cara pemeriksaan yang antara lain : 1. Laboratorium a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.



b. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal. c. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit d. Laktat serum : meningkat dalam asidosis metabolic, disfungsi hati, syok e. Glukosa serum : hiperglikemi yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan glikolisis di dalam hati sebagai respon perubahan seluler dalam metabolisme f. GDA : alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi g. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan disritmia menyerupai infark miokard Gambaran Hasil laboratorium dari pasien yang mengalami sepsis yaitu: a. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature b. Hiperglikemia > 120 mg/dl c. Peningkatan Plasma C-reaktif protein dan plasma procalcitonin. d. Serum laktat > 1 mMol/L e. Creatinin > 0,5 mg/dl f. INR > 1,5 g. APTT > 60 h. Trombosit < 100.000/mm3 i. Total bilirubin > 4 mg/dl j. Biakan darah, urine, sputum hasil positif



1.9 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi



respons imun maladaptif host terhadap infeksi (Chandrasoma dan Taylor, 2006): a. Resusitasi Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg,



MAP >65



mmHg,



urine >0.5



ml/kg/jam



dan



saturasi



oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit). b. Eliminasi sumber infeksi Tujuannya adalah menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat. c. Terapi antimikroba Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali



patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi. 2. Terapi suportif a. Oksigenasi Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan. b. Terapi cairan 1) Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. 2) Pada keadaan albumin rendah (8 μg/kg.menit, norepinefrin 0.03-1.5 μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-8 μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone) d. Bikarbonat Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH