Laporan Pendataan Daerah Rawan Bencana 2018 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepuluh tahun terakhir ini, Indonesia terus menerus dilanda berbagai bencana, baik bencana oleh sebab alamiah maupun bencana akibat ulah manusia. Bencana yang datang bagai sebuah estafet, dari pulau satu ke pulau yang lain, serta dari satu jenis bencana ke bencana yang lain. Sudah ratusan ribu nyawa manusia melayang, dan sudah milyaran rupiah nilai harta benda yang rusak dan hilang, serta juta tenaga manusia dikerahkan untuk menangani masalah bencana di negeri ini. Sesungguhnya bencana tidak diinginkan oleh setiap orang atau masyarakat sebuah negeri. Namun faktor alamiah yang dimiliki oleh wilayah atau daerah tempat manusia bertempat tinggal itulah yang terus menerus melakukan proses untuk mencapai keseimbangan alamiahnya, baik secara internal maupun eksternal. Manusia sebagai penghuni yang menempati bagian permukaan dan terkadang dapat mengeksplorasi hingga sampai ke bagian bumi yang paling dalam, tidak dapat menyesuaikan dengan proses-proses keseimbangan alam tadi, sehingga berbagai bencana yang ditakutkan dapat terjadi secara sambung menyambung. Sebenarnya proses keseimbangan alamiah bumi telah cukup banyak dipahami dan diketahui oleh manusia, baik secara tradisional maupun modern. Bukti-bukti kearifan lokal masyarakat mengenai memelihara alam sudah dikenal, serta hasil-hasil penelitian modern tentang proses keseimbangan alam juga sudah banyak dipublikasikan. Saat ini yang diperlukan adalah bagaimana mengimplementasi budaya (kearifan lokal) dan hasil penelitian tersebut untuk mengenali lebih dalam proses keseimbangan yang dimiliki oleh setiap wilayah atau daerah sehingga dampak dari bencana yang dihadapi dapat dikurangi dan manusia yang bertempat tinggal di wilayah tersebut dapat hidup selaras dengan alamnya. Kabupaten Raja Ampat yang berada di bagian Kepala Burung pulau Papua, secara topografis memiliki keragaman bentang alam, yaitu mulai dari pantai, dataran rendah maupun tinggi, sampai perbukitan dan pegunungan dengan tingkat kemiringan lereng yang sangat bervariasi (landai hingga terjal). Berdasarkan kondisi, wilayah Kabupaten Raja Ampat tersusun oleh formasi batuan yang berumur sangat tua (pra-Tersier) hingga muda (Kuarter) dengan



1|Halaman



kondisi sudah lapuk menengah hingga lapuk lanjut dan memiliki kondisi geodinamika yang kompleks. Kondisi seperti ini merupakan kendala yang cukup berarti dalam pengembangan wilayah dan berpeluang menjadi bencana yang dapat mengancam keberadaan manusia dan segala infrastruktur yang ada. Keadaan iklim, terutama gelombang ekstrem dan abrasi pantai, curah hujan serta keadaan kegempaan yang terjadi di wilayah ini menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Di samping itu, pertumbuhan kabupaten yang semakin meningkat seiring dengan pemekaran wilayah di sebagian besar tempat. Kabupaten Raja Ampat juga semakin berkembang yang diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk dan penyediaan sarana dan prasarana kehidupan masyarakat. Perkembangan wilayah perkampungan dan Distrik saat ini berada pada pesisir pantai. Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan wilayah-wilayah distrik dan/atau kampung yang berada pada daerah tersebut. Di samping memerlukan prasarana dan sarana fisik untuk menunjang pertumbuhan wilayah, diperlukan juga data dan informasi tentang faktor yang dapat menghambat peluang pertumbuhan wilayah tersebut. Salah satu, komponen non fisik yang perlu dipersiapkan adalah ketersediaan data dan informasi tentang wilayahwilayah yang rawan bencana. Pemerintah kabupaten Raja Ampat, melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah telah membentuk tim yang bertugas mendata daerah rawan bencana alam



9 Kampung dari 7 Distrik



tahun anggaran 2018. Kegiatan ini



merupakan bagian dari upaya mitigasi bencana yang diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai tentang ancaman bahaya dan potensi bencana, sehingga risiko dan dampak dari bencana yang dapat terjadi di tengahtengah masyarakat dapat dikurangi. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah melakukan survei dan pendataan daerah rawan bencana alam di Distrik



dan Kampung Kabupaten



Raja Ampat. Tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan ini adalah : 1.



Untuk mengumpulkan data dan mengetahui potensi bencana yang telah dan/atau memiliki peluang terjadi bencana di Distrik



dan



Kampung,



sebagai bagian dari upaya melindungi masyarakat dari ancaman bencana alam.



2|Halaman



2. Untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan instansi terkait di bidang, terutama



tata lingkungan dalam penyelenggaraan



tugas pemerintahan. 1.3. Sasaran Sasaran dari kegiatan ini adalah : 1. Teridentifikasi bahaya dan bencana



yang mengancam maupun telah



terjadi serta yang berpeluang terjadi di 9



Kampung dari 7 Distrik bisa



menjadi sampel bagi kampung lainnya. 2. Tersedianya peta daerah rawan bencana pada tingkat distrik yang dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam bertindak menangani bencana alam. 3. Tergambarkan kondisi, morfologi, penggunaan lahan, keadaan iklim, kegempaan, hidrologi, demografi dan sarana infrastruktur yang telah terbangun 4. Tersusun rencana tindak lanjut dan upaya penanganan bencana pada tingkat kabupaten secara umum dan pada tingkat distrik dan Kampung pada khususnya dan



peningkatan peran serta masyarakat dalam



penanggulangan bencana. 1.4. Dasar Hukum Peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan ini antara lain : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang– undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4842);



3|Halaman



3. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4396); 4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-undang Nomor 27Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726); 6. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 9. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang . 10. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 13. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana Penanggulangan Bencana. 14. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 4|Halaman



15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana. 16. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 360/915/PUM tanggal 19 Juni 2007 tentang Panduan Pembuatan Peta Rawan Bencana. 17. Surat Keputusan Sekretaris Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 18. Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat (Lembaran Daerah Kabupaten Raja Ampat Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 1); 19. Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Raja Ampat Tahun 2011 Nomor 71, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 67); 20. Keputusan Kepala



Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten



Raja Ampat Nomor ……/……../BPBD-RA/2018 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Pendataan Daerah Rawan Bencana 1.5. Ruang Lingkup 1.5.1. Pengertian Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No 24 tahun 2007). Bahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan (DMTP/UNDP, 1992) Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, yang bergantung pada kondisinya, jenis material bangunan dan infrastruktur, serta kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana. 5|Halaman



Kemampuan adalah sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, masyarakat, atau negara yang memungkinkan mereka untuk menanggulangi, bertahan dari, mempersiapkan dir i , mencegah, dan memit igasi atau dengan cepat memulihkan diri dari bencana. Risiko Bencana adalah kemungkinan timbulnya kerugian (kematian, luka-luka, kerusakan harta dan gangguan kegiatan perekonomian) karena suatu bahaya terhadap suatu wilayah dan pada suatu kurun waktu tertentu. Manajemen Bencana adalah sekumpulan kebijakan dan keputusan-keputusan adminitrasi serta aktivitas-aktivitas operasional yang berhubungan dengan berbagai tahapan dari semua tingkatan bencana, seperti kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, serta pencegahan dan mitigasi (DMTP/UNDP, 1992) Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik



s, biologis, hidrologis,



klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 tahun 2007). Peta daerah rawan bencana adalah gambaran yang menunjukkan kawasan yang sering terjadi bencana alam atau berpotensi terjadinya bencana, sehingga merupakan peristiwa yang rutin terjadi dan berpotensi terjadi bencana (SE Mendagri No 360 Tahun 2007). Pemetaan daerah rawan bencana adalah suatu kegiatan identifikasi/menemu kenali daerah-daerah yang sering terjadi bencana dan selalu berulang maupun yang berpotensi terjadi bencana yang disebabkan oleh alam, non alam ataupun gabungan dari keduanya (SE Mendagri No 360 Tahun 2007). 1.5.2. Lingkup Pekerjaan Metode kerja terdiri dari : 1. Pendataan secara langsung, yaitu pengumpulan data bencana dengan cara menghimpun dan menginventarisir data bencana yang berasal dari masyarakat yang telah mengalami kejadian bencana, di lokasi-lokasi yang merupakan daerah rawan bencana. 2. Survei lapangan, yaitu kunjungan ke lokasi-lokasi yang menjadi sumber atau tempat terjadinya bencana untuk mengumpulkan informasi karakteritik fisik lahan tertentu dimana informasinya diperoleh melalui observasi lapangan, pengambilan sampel fisik, ataupun pengukuran di lapangan.



6|Halaman



3. Analisis studio yang dilakukan terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan dalam pandataan dan survey lapangan. Pendataan daerah rawan bencana maupun yang berpotensi bencana disusun berdasarkan jenis-jenis bencana yang merupakan hasil identifikasi di tingkat Kampung dan distrik. Tiap jenis bencana ditunjukkan oleh warna yang berbeda. Pendokumentasian hasil identifikasi dibuat dalam bentuk peta dan narasi. Hasil pemetaan dicetak dalam bentuk buku yang berisi data dan informasi kejadian bencana, serta menyajikan petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Raja Ampat. 1.6. Lokasi Lokasi penyelidikan berada di Distrik Waisai Kota, Teluk Mayalibit, Waigeo Timur, Salawati Tengah, Salawati Barat, Batanta Selatan dan Wigeo Selatan, meliputi sebaran seluas 9.594,32 km2 atau mencakup 14,24% luas Kabupaten Raja Ampat. Untuk menuju ke lokasi penyelidikan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu 1) Jalan darat menggunakan kendaraan roda 2 atau 4, dan 2) Jalan laut menggunakan speedboat.



Gambar 1.1. Lokasi daerah penyelidikan. 1.7. Sistematika Laporan Laporan akhir ini berisi uraian tentang keadaan umum dan keadaan, tinjauan aspek kebencanaan, data dan informasi kebencanaan, hingga petunjuk 7|Halaman



pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang dapat dilaksanakan di Kabupaten Raja Ampat. Sistematika laporan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah dari pekerjaan ini; maksud dan tujuan yang ingin dicapai; sasaran pekerjaan; dasar hukum yang menjadi acuan pelaksanaan pekerjaan ini; ruang lingkup, mencakup pengertian dan lingkup pekerjaan; lokasi penyelidikan serta sistematika laporan akhir. Bab II Tinjauan Kebencanaan Berisi teori tentang pengertian bahaya dan bencana, manajemen bencana dan manajemen risiko. Bab III Keadaan Umum Berisi



tentang



keadaan



pemerintahaan,



fisik



dan



pengunaan



lahan,



kependudukan, perekonomian, sarana dan prasarana di Kabupaten Raja Ampat; administratif, keadaan fisik, dan sosial budaya Bab IV Keadaan Berisi tentang informasi



regional, meliputi geomorfologi, stratigrafi dan struktur;



dan pengetahuan kebencanaan (Geo Hazard). Bab V Hasil Kegiatan Berisi tentang kajian resiko yang diperoleh dari referensi dan laporan kebencanaan; hasil kegiatan survei lapangan yang membahas jenis bencana menurut kampung atau distrik; analisis risiko; dan penanganan bencana. Bab VI Penutup Berisi kesimpulan dari hasil identifikasi; saran dan rekomendasi yang perlu diperhatikan dari pekerjaan ini.



8|Halaman



BAB II TINJAUAN KEBENCANAAN Hampir setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia terancam oleh bencana, terutama oleh bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor dan lain-lain. Sebenarnya fenomena alam ini terlah terjadi sejak dahulu, namun sekarang dampak yang dirasakan oleh manusia menjadi sangat berarti (signifikan) akibat ketahanan atau kesiapsiagaan manusia semakin berkurang. Dalam sejarah manusia dengan akal budinya selalu dapat belajar dari pengalaman menghadapi bencana dan mencari alternatif cara-cara untuk menghadapinya. Secara alamiah, kekuatan alam tidak dapat dilawan oleh manusia. Kekuatan alam akan ditunjukkan oleh hasil yang telah menimpa manusia maupun perubahan yang terjadi pada permukaan bumi. Termasuk di dalamnya, kekuatan alam berupa bencana. Hal yang dapat dilakukan manusia adalah bersikap mencerdasi fenomena alam tersebut sehingga tidak membahayakan atau menimbulkan lebih banyak korban. Bencana menjadi kenyataan hidup manusia untuk membuka kesempatan manusia mengelola hidup dan lingkungannya. Sehingga bencana yang saat ini terjadi dapat menjadi bagian dari proses pencerdasan masyarakat untuk tidak menerima bencana sebagai takdir semata, tetapi berupaya untuk terus menerus meningkatkan kualitas hidup yang lebih sejahtera meskipun berada di bawah bayang-bayang bahaya dan bencana alam. 2.1. Bahaya dan Bencana Bencana berkembang dari bahaya



(geo-hazard) yang menimbulkan



korban jiwa maupun harta benda. Geo-hazard merupakan potensi yang secara



inheren terkandung di dalam fenomena . Fenomena



merupakan proses alam



yang sesungguhnya tidak memberikan ancaman yang serius terhadap manusia dan harta benda. Keberadaan manusia atau penduduk dengan perilaku dan harta benda yang dimilikinya merupakan faktor sebab akibat munculnya bahaya atau bencana. Faktor bahaya yang dapat menjadi bencana, antara lain: a. Meliputi gempa bumi, tsunami, gerakan tanah. b. Hidro-Meteorologi, meliputi banjir, angin topan, banjir bandang dan kekeringan. c. Teknologi, meliputi kecelakan transportasi dan industri.



9|Halaman



d. Lingkungan, seperti pencemaran akibat limbah, kebakaran hutan dan pengurunan e. Biologi, seperti epidemi penyakit, hama. f. Sosial, seperti konflik atau peperangan dan terorisme Bahaya yang berpengaruh terhadap bencana sebagai tolak ukur penting untuk mengetahui kerentanan masyarakat. Kerentanan dipandang sebagai gerak maju dari 3 tahap, yaitu penyebab yang mendasari, tekanantekanan yang dinamis, dan kondis-ikondisi yang tidak aman Berkaitan antara bahaya dan kerentanan, bencana dapat didefinisikan sebagai akibat bertemunya bahaya yang menimpa dan kerentanan yang berada disekitar kehidupan masyarakat. Secara matematis diformulasikan sebagai: Bencana = Bahaya + Kerentanan



Gambar2.1 Rangkaian kerentanan yang berpadu dengan bahaya yang menimbulkan bencana



Hubungan antara bencana dan pembangunan mulai mendapat perhatian



khusus,



dilatarbelakangi



baikoleh



oleh



akibat



pemerintah dari



pusat



bencana



maupun yang



daerah.



telah



Hal



merusak



ini dan



menghancurkan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang telah dibangun bertahun-tahun. Bencana menyebabkan pemborosan sumber-sumber daya pembangunan yang berharga. Saat



ini



konsep



hubungan



pembangunan



dan



bencana



mempertimbangkan bencana sebagai bagian dari keadaan normal, artinya bencana beserta segenap potensinya harus dikelola. Konsep ini melibatkan 10 | H a l a m a n



hubungan yang lengkap antara bencana dan dana pembangunan. Secara ringkas hubungan pembangunan dan bencana digambarkan sebagai berikut (Gambar 2.2). Sebagai contoh kasus negatif positif (-+) adalah penataan ruang daerah pesisir dan pantai yang tidak mempertimbangkan potensi atau ancaman tsunami, maka akan menyebabkan banyak korban dan kerusakan infrastruktur. Untuk itu, bahaya yang telah diidentifikasi menjadi acuan penting dalam arahan pembangunan agar diperoleh hasil peningkatan aspek + pembangunan dan pengurangan aspek – bencananya. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007).



Gambar 2.2. Hubungan pembangunan dan bencana.



Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (ISDR, 2004). Jenis bencana menurut UU No 24 tahun 2007 adalah sebagai berikut: 11 | H a l a m a n



a. Bencana alam; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana non alam; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. c. Bencana sosial; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik social antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Kondisi bahaya



di Kabupaten Raja Ampat memang mengandung potensi



yang sewaktu-waktu dapat berkembang menjadi bencana (disaster).



Oleh sebab itu segala aspek bahaya atau bencana alam yang bersumber dari atau terjadi di bumi relevan diterangkan oleh



, meliputi segi komposisi dan



struktur batuan penyusun, tempat terjadinya bencana, proses yang menimbulkan bencana dan sejarah kejadiannya di masa lalu. Bahaya atau bencana alam



yang



umum dijumpai di Kabupaten Raja Ampat adalah gempa bumi, tsunami, tanah longsor. Cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, banjir, kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan A. Gempa Bumi Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Gempa bumi dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa batuan/tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng, letusan gunungapi, atau longsoran masa batuan / tanah. Hampir seluruh kejadian gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan deformasi batuan atau aktivitas tektonik dan dikenal sebagai gempa tektonik (Gambar 2.3). Sebaran pusat-pusat gempa (epicenter) di dunia tersebar di sepanjang batas-batas lempeng (divergent, convergent, maupun transform), oleh karena itu terjadinya gempabumi sangat berkaitan dengan teori Tektonik Lempeng. Penyebaran pusat-pusat gempabumi sangat erat kaitannya dengan batas-batas lempeng. Pola penyebaran pusat gempa di dunia yang berimpit dengan batas-



12 | H a l a m a n



batas lempeng. Disamping gempa tektonik, dikenal juga gempa minor yang disebabkan oleh longsoran tanah, letusan gunungapi, dan aktivitas manusia. Gempa minor umumnya hanya dirasakan secara lokal dan getarannya sendiri tidak menyebabkan kerusakan yang signifikan atau kerugian harta benda maupun jiwa manusia.



Gambar 2.3. Proses terjadinya gempa bumi.



Pusat gempa dapat diketahui dengan cara menghitung selisih waktu tiba dari gelombang P dan gelombang S, sedangkan untuk mengetahui lokasi dari epicenter gempa melalui perpotongan 3 lokasi alat seismograf yang mencatat getaran seismic tersebut. Untuk menetukan magnitute gempa didasarkan atas besarnya amplitude gelombang seismik yang tercatat pada alat seismograf. Skala Richter adalah satuan yang dipakai untuk mengukur besarnya magnitute gempa. Satuan besaran gempa berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga 10. Satuan intensitas dan magnitude gempabumi dapat juga diukur berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran gelombang seismik dan satuan ini dikenal dengan satuan Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar dari 1 s/d 12 (lihat Tabel 2.1).



13 | H a l a m a n



Tabel 2.1 Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI)



Dampak bencana gempabumi. Rambatan gelombang seismik berasal dari energi yang dilepaskan dari hasil pergerakan lempeng dapat menimbulkan bencana. Bencana yang disebabkan oleh gempabumi dapat berupa rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah (ground shaking), gerakan tanah (mass-movement), kebakaran (fire), perubahan aliran air (drainage changes), gelombang pasang atau tsunami dan sebagainya. Gelombang gempa yang merambat pada masa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan bangunan gedung dan jaringan jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan oleh besarnya magnitute dan intensitas serta waktu dan lokasi episenter gempa. B. Tsunami Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi secara tiba-tiba pada dasar samudra pada saat terjadi gempabumi bawah laut, kondisi ini akan menimbulkan gelombang laut pasang yang sangat besar yang lazim disebut tidal waves. Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang yang telah digunakan secara luas, baik untuk gelombang pasang (tidal waves) maupun gelombang yang disebabkan oleh gempabumi atau yang lebih dikenal dengan istilah seismic sea waves. Mekanisme terjadinya tsunami (Gambar 2.4): 1) Diawali dengan terjadinya gempa yang disertai oleh pengangkatan sebagai akibat kompresi. 2) Gelombang bergerak keluar ke segala arah dari daerah yang terangkat



14 | H a l a m a n



3) Panjang gelombang berkurang tetapi tingginya meningkat saat mencapai bagian yang dangkal, kemudian melaju ke arah darat dengan kecepatan +/-100 km/jam setelah sebelumnya surut dulu untuk beberapa saat (Gambar 2.5).



Gambar 2.4 Mekanisme terjadinya tsunami



Gambar 2.5 Pergerakan kecepatan gelombang tsunami ke arah pantai / daratan



Tsunami merupakan salah satu jenis bencana alam yang berkaitan dengan gelombang lautan. Gelombang lautan yang sangat besar dan menerjang daratan ini disebut dengan tsunami. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, Tsu yang berarti pelabuhan dan Nami yang berarti gelombang. Secara harfiah, tsunami mempunyai arti ombak besar di pelabuhan. Lebih ilmiah lagi, yang dimaksud tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal yang berlangsung dengan tiba- tiba. mengapa nama bencana ini adalah tsunami yang diambil dari bahasa Jepang? Mungkin karena negara Jepang merupakan negara yang sangat rawan dengan adanya gempa, sehingga terjadinya gelombang besar yang merupakan akibat dari gempa biasa terjadi. Gelombang tsunami merupakan jenis gelombang yang dapat bergerak ke segala arah hingga mencapai jarak ribuan kilometer. Daya kerusakan yang diakibatkan gelombang ini akan semakin kuat apabila berada di daratan yang dekat dengan pusat gangguan. Apabila di lautan, tinggi gelombang tsunami ini tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 1 meter saja. Meski demikian, kecepatan yang dimiliki oleh gelombang ini bisa mencapai 500 hingga 1000 kilometer per jam, kecepatan ini menyamai dengan kecepatan pesawat jet. Saking cepatnya 15 | H a l a m a n



gelombang ini, kapal yang berada di lautan sampai tidak terasa akan kehadiran gelombang ini. Sebaliknya,



semakin



mendekati ekosistem



pantai,



kecepatan



gelombang ini semakin menurun, hanya sekitar 35 hingga 50 kilometer per jam. Namun, tingginya gelombang akan semakin naik, hingga mencapai 20 meter. Dengan ketinggian yang sedemikian ini, maka gelombang tsunami dapat masuk ke daratan hingga jarak puluhan kilometer. Inilah sekilas gambaran umum mengenai gelombang tsunami.



Faktor- faktor Penyebab Tsunami Tsunami merupakan sebuah bencana alam yang dahsyat. Tsunami adalah gambaran ombak yang sangat besar yang menerjang hingga ke wilayah daratan. Tidak bisa dipungkiri bahwa bagian daratan yang terkena sapuan ombak akan luluh lantak karena kekuatan yang dimiliki oleh ombak tersebut. Terjadinya tsunami ini biasanya tidak bencana alam tunggal. Maksudnya, biasanya tsunami tidak



datang



menghantarkan,



sendiri



dengan



sehingga



tiba-



terjadilah



tiba.



Namun



tsunami.



biasanya



Beberapa



ada



yang



peristiwa



alam



menjadi penyebab terjadinya tsunami. Hal- hal yang menghantarkan terjadi tsunami antara lain adalah sebagai berikut: 1. Gempa Bumi bawah laut Gempa bumi merupakan hal yang paling umum yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Gempa bumi yang dimaksud tentu adalah gempa bumi bawah. Gempa bumi bawah laut menimbulkan banyak getaran yang akan mendorong



timbulnya



gelombang



tsunami.



Gempa



bumi



bawah



laut



merupakan penyebab mayoritas terjadinya tsunamu di dunia. Hampir 90 persen kejadian tsunami di dunia ini disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi di bawah laut. Gempa bumi yang terjadi dibawah laut ini merupakan jenis gempa bumi tektonik yang timbul akibat adanya pertemuan atau tubrukan lempeng tektonik. Meski gempa bumi bawah laut merupakan penyebab utama terjadinya tsunami, namun tidak berarti bahwa semua gempa bumi bawah laut Sdapat menimbulkan tsunami. Gempa bumi bawah laut akan menimbulkan tsunami apabila memenuhi beberapa syarat antara lain adalah sebagai berikut:



16 | H a l a m a n



a. Pusat gempa terletak di kedalaman 0 hingga 30 kilometer dibawah permukaan air laut Gempa bumi bawah laut yang berpotensi menimbulkan tsunami adalah apabila pusat gempa berada di kedalaman antara 0 hingga 30 meter dibawah permukaan air laut. Semakin dangkal pusat gempa, maka akan semakin besar kesempatan untuk terjadi tsunami. Dengan kata lain semakin dangkal pusat gempa bumi, maka peluang terjadinya tsunami juga semakin besar. Hal ini karena getaran yang dirasakan juga semakin besar dan semakin kuat, sehinnga peluang terjadinya tsunami pun juga semakin kuat. b. Gempa yang terjadi berskala di atas 6,5 skala richter Kriterian yang selanjutnya adalah gempa bumi yang terjadi harus mempunyai kekuatan di atas 6,5 skala richter. Jadi misalnya ada gempa dangkal, namun gempanya kecil, hal itu kemungkinan tidak akan memberikan peluang terjadinya tsunami. Gempa yang terjadi dengan kekuatan minimal 6,5 skala richter dianggap sudah mampu untuk mempengaruhi



gelombang



air



laut,



yang



pada



akhirnya



akan



menyebabkan terjadinya tsunami. Pengalaman bencana yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 silam, gempa yang terjadi memiliki kekuatan sekitar 9 skala richter. Untuk mengetahui besar gempa digunakan alat pengukur getaran gempa bumi. c.



Jenis sesar gempa adalah sesar naik turun Kriteria lainnya yang juga mendukung terjadinya gelombang tsunami adalah mengenai jenis sesar. Persesaran gempa yang dapat menimbulkan gelombang



tsunami



adalah



jenis



persesaran



naik



turun.



Adanya



persesaran naik turun ini akan dapat menimbulkan gelombang baru yang mana jika bergerak ke daratan, maka bisa menghasilkan tsunami. Hal ini akan diperparah apabila terjadi patahan di dasar laut, sehingga akan menyebabkan air laut turun secara mendadak dan menjadi cikal bakal terjadinya tsunami.



17 | H a l a m a n



Itulah beberapa kriteria gempa yang dapat menimbulkan tsunami. Gempa bawah laut yang tidak sesuai dengan kriteria di atas maka peluang menimbulkan tsunami juga kecil. 2. Letusan gunung berapi bawah laut Penyebab terjadinya tsunami yang selanjutnya adalah terjadinya letusan gunung api yang ada di bawah laut. Lautan yang memenuhi dua per tiga dari permukaan bumi ini menyimpan banyak sekali rahasia. Kita tidak tau banyak mengenai rupa penampakan di bawah laut, bahwa sebenarnya tidak hanya daratan saja yang mempuyai gunung aktif, namun juga bawah laut mempunyai banyak gunung aktif. Beberapa gunung aktif yang ada di bawah laut bisa berpotensi meledak atau erupsi sewaktu- waktu. Akibat adanya letusan yang besar atau kuat dari gunung berapi bawah laut ini, maka menyebabkan terjadinya tsunami. Salah satu peristiwa akbar yang menggambarkan kejadian tsunami diakibatkan oleh letusan gunung berapi adalah di Indonesia, tepatnya di sebelah barat pulau Jawa. Gunung Krakatau namanya, meletus pada tahun 1883. Peristiwa ini menimbulkan gelombang tsunami yang dasyat sehingga menyapu bersih area di sekitar Selat Sunda. Selain peristiwa gunung Krakatau, di Indonesia juga terjadi letusan gunung Tambora pada tahun 1815 yang berada di Nusa Tenggara Timur hingga megakibatkan terjadinya kepulauan Maluku. Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak gunung api sehingga dijuluki Ring of Fire. Hal ini membuat Indonesia harus selalu waspada karena letusan gunung berapi bisa terjadi sewaktu- waktu. 3. Terjadiya longsor bawah laut Penyebab gelombang tsunami selanjutnya adalah terjadinya longsor dibawah laut. Tsunami yang disebabkan karena adanya longsor di bawah laut dinamakan Tsunamic Submarine Landslide. Ternyata longsor tidak hanya terjadi di daratan saja. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bentuk permukaan



bawah



lait



menyerupai



daratan.



apabila



di



daratan



kita



menemukan bukit dan jurang, maka di dalam lautan pun juga demikian, sehingga ada potensi terjadi longsir. Longsir bawah laut ini pada umunya disebabkan oleh adanya gempa bumi tektonik atau letusan gunung bawah laut. Getaran kuat yang ditimbulkan olehlongsir inilah yang bisa menyebabkan 18 | H a l a m a n



terjadinya tsunami. Selain gempa bumi tektonik dan letusan gunung berapi, tabrakan lempeng yang ada di bawah laut juga bisa menyebabkan terjadinya longsor. Pada tahun 2008 dilakukan penelitian di Samudera Hindia yang menyebutkan adanya palung laut yang membentang dari pulau Siberut hingga ke pesisir Pantai Bengkulu yang mana apabila palung tersebut longsor maka akan terjadi tsunami di pantai barat Sumatera. 4. Adanya hantaman meteor Penyebab



selanjutnya



dari



terjadinya



tsunami



adalah



adanya



hantaman meteor atau benda langit. Benda langit yang jatuh ini tentu saja benda langit yang berukuran besar. Meskipun jarang sekali terjadi, dan bahkan belum ada dokumentasi yang menyebutkan adanya tsunami akibat hantaman meteor, namun hal ini bisa saja terjadi. Seperti yang disimulasikan oleh komputer canggih, bahwa apabila ada meteor besar (karena meteor kecil biasanya akan habisa terbakar di atmosfer bumi) misalnya berdiameter lebih dari 1 kilometer saja, maka dapat menimbulkan bencana alam yang dasyat. Mega tsunami yang ditimbulkan memiliki ketinggian hingga ratusan meter. Kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi selanjtnya. Kelaparan akibat pertanian yang rusak dan perubahan iklim, akan membunuh manusia di bumi secara massal. Selain karena ukuran dari meteor, hal lain yang berpengaruh adalah kecepatan atau laju meteor yang mencapai puluhan ribu kilometer per jam.utern belum ada dokumentasi yang menyebutkan adanya tsunami akibat hantaman meteor, namun hal ini bi



Dampak Bencana Tsunami Bencana alam merupakan peristiwa sangat kejadiannya sungguh sangat tidak diharapkan dan tidak dirindukan. Bagaimana tidak, bencana alam hanya akan membawa dampak buruk, seperti kehilangan, kemiskinan, kelaparan, dan kesedihan. Apapun jenis bencana alam yang di bumi, maka tidak ada satupun dari mereka yang diharapkan kedatangannya olah manusia. seperti halnya bencana tsunami ini. seperti jenis bencana alam lainnya, bencana tsunami juga menimbulkan banyak sekali dampak atau kerugian. Beberapa dampak tsunami antara lain adalah sebagai berikut: 1. Terjadi kerusakan dimana- mana



19 | H a l a m a n



Dampak terjadinya tsunami yang pertama adalah terjadinya kerusakan dimana- mana. Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan fisik baik bangunan dan non bangunan. Gelombang besar yang timbul karena tsunami ini dapat menyapu area daratan, baik daerah pantai maupun daerah- daerah di sekitarnya. Kerusakan yang terjadi ini adalah di daerah yang terkena sapuan ombak. Gelombang ombak yang berkekuatan tinggi ini dalam sekejap bisa meluluh lantakkan bangunan, menyapu pasir atau tanah, merusak perkebunan dan persawahan masyarakat, merusak tambak dan ladang perikanan, dan lain sebagainya. Kerusakan yang terjadi ini akan menimbulkan banyak kerugian, terutama kerugian berupa material. 2. Lahan pertanian dan perikanan rusak Gelombang tsunami yang dasyat juga dapat menyebabkan lahan pertanian dan perikanan rusak. Gelombang tsunami dengan kekuatan yang besar mampu menyapu bersih apa saja yang ada di daratan. Jangankan tanaman yang ada di sawah, bahkan bangunan pun banyak sekali yang roboh. Selain itu ikan- ikan yang ditanam di kolam perikanan juga akan tersapu oleh air dari gelombang tsunami tersebut. 3. Menghambat kegiatan perekonomian Kita sepakat bahwa semua bencana alam dapat mengacaukan kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Hal ini juga termasuk bencana tsunami. Kerusakan dan kehilangan yang terjadi akibat gelombang tsunami akan melumpuhkan kegiatan perekonomian sampai beberapa waktu. Tidak hanya itu saja, namun kerugian yang disebabkan oleh tsunami mungkin akan menggantikan kegiatan produksi dan perdagangan dalam waktu tertentu. 4. Kerugian material Semua bencana alam dapat menimbulkan kerugian yang bersifat materiil, termasuk juga gelombang tsunami. Kerugian material diantaranya karena robohnya bangunan, rusak lahan pertanian dan perikanan, dan kehilangan harta bendanya. 5. Kerugian spiritual



20 | H a l a m a n



Selain kerugian yang bersifat material atau yang dapat diukur dengan uang, bencana tsunami juga dapat menimbulkan kerugian spiritual. Yang dimaksud dengan kerugian spiritual adalah kerugian yang tidak berupa harta benda, namun lebih ke jiwa. Bagaimana seorang anak kecil akan tabah setelah mengalami bencana alam yang besar, apalagi apabila ia kehilangan anggota keluarganya, maka hal itu akan menimbulkan trauma di jiwa anak kecil. Akibatnya anak tersebut harus menjalani beberapa terapi agar terbebas dari traumanya itu. Bahkan hal seperti ini hanya dialami oleh anak kecil saja, namun juga orang dewasa dan bahkan lanjut usia. 6. Menimbulkan bibit penyakit Dampak selanjutnya dari bencana alam tsunami adalah timbulnya bibit penyakit. Ketika gelombang laut yang tinggi meluluh lantakkan daratan, maka yang akan kitemukan adalah benda- benda kotor, tanah yang berlumpur dan sebagainya. Lingkungan yang tidak bersih akan meimbulkan bayak sekali bibit penyakit. Apalagi jika ditambah dengan jasad- jasad makhluk hidup yang meninggal, maka lingkungan akan semakin tidak sehat. Disamping itu, apabila tinggal di pengungsian maka yang akan terjadi adalah timbulnya bibit penyakit karena kurangnya saranan dan pra sarana. Itulah beberapa dampak terjadinya tsunami. Dampak- dampak yang telah disebutkan di atas merupakan dampak jangka pendek. Selain dampak jangka pendek, adalagi dampak jangka panjang yang akan kita rasakan, seperti kondisi perekonomian daerah tersebut yang tidak stabil, dan masih banyak lagi.



Tanda- tanda Terjadinya Bencana Tsunami Sebelumnya telah disebutkan diatas bahwa bencana alam tsunami merupakan tipe bencana alam yang selalu dibarengi dengan tanda- tanda tertentu. maka dari itulah terjadinya tsunami ini bisa diprediksi kejadinnya. Ada beberapa tanda yang menandakan bahwa akan ada tsunami. Maka dari itulah masyarakat harus waspada dan segera mengambil tindakan yang tepat. Beberapa tanda akan terjadinya tsunami akan kita ketahui dalam artikel ini. berikut ini merupakan beberapa tanda atau Ciri-ciri tsunami. 1. Terjadinya gempa atau getaran yang berpusat dari bawah laut



21 | H a l a m a n



Terjadinya tsunami diawali oleh adanya gempa bumi atau semacam getaran yang asalnya dari bawah atau dari dalam lautan. Gempa yang terjadi ini tentu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni berpusat atau memiliki kedalam kurang dari 30 kilometer dan getarannya melebihi 6,5 scala richter. 2. Air laut tiba- tiba surut Setelah adanya gempa atau getaran, selanjutnya adalah surutnya air laut secara tiba- tiba. surutnya air laut secara tiba- tiba ini merupakan tanda- tanda yang paling jelas ketika akan terjadi tsunami. Semakin jauh surut air laut, maka kekuatan tsunami yang akan terjadi akan semakin besar. Dengan demikian ketika surut air ini terjadi maka langkah yang paling tepat adalah segera melakukan evakuasi supaya tidak banyak korban yang jatuh. Surutnya air laut ini sebenarnya karena disebabkan oleh permukaan laut turun secara mendadak sehingga terdapat kekosongan ruang dan menyebabkan air laut pantai tertarik. Dan ketika gelombang tsunami telah tercipta yang baru, maka air akan kembali ke pantai dengan wujud gelombang yang sangat besar. 3. Tanda- tanda alam yang tidak biasa Sebelum terjadinya tsunami, juga terdapat beberapa tanda alam yang tidak biasa. Tanda- tanda alam yang tidak biasa ini seperti gerakan angin yang tidak biasa, perilaku hewan yang aneh. Beberapa perilaku hewan yang aneh ini contohnya adalah aktifnya kelelawar di siang hari, kemudian banyak burungburung terbang bergerombol (padahal biasanya tidak pernah terlihat), dan juga beberapa perilaku binatang darat. Contoh di Thailand, sebelum terjadinya tsunami, gajah- gajat Thailang saling berlarian menuju ke bukit untuk menyelamatkan diri. 4. Terdengar suara gemuruh Tanda akan etrjadinya tsunami yang selanjutnya adalah terdengarnya suara gemuruh. Ada pengalaman oleh masyarakat yang mengalami bencana tsunami tahun 2004 di Aceh, dimana beberapa saat sebelum tsunami terjadi mereka mendengar suara gemuruh yang sangat keras dari dalam laut, yakni seperti suara kereta pengangkut barang. Beberapa diantaranya juga mendengar suara ledakan dari dalam lautan. Hal ini cukup menjadi suatu pertanda yang kuat akan terjadinya bencana tsunami.



22 | H a l a m a n



Itulah beberapa tanda terjadinya tsunami yang dapat kita lihat sebelum tsunami terjadi. Tanda- tanda di atas merupakan tanda- tanda alam. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, maka diciptakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendetersi terjadinya tsunami. Dengan demikian kita dapat memperoleh informasi yang lebih akurat.



C. Tanah Longsor Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli



karena dampaknya banyak menimbulkan korban jiwa



maupun kerugian harta benda. Tidak jarang pemukiman yang dibangun di sekitar perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses



yang terjadi di kawasan tersebut sehingga secara tidak sadar



potensi bahaya longsoran tanah setiap saat mengancam jiwanya. Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi pemicu longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah manusia seperti penggalian dan lain sebagainya. Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu (lihat Gambar 2.6): (1). Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari: a. Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat. b. Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng c. Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree. 23 | H a l a m a n



d. Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blokblok batuan. e. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan. f. Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air. (2). Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari : a. Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai. b. Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari material debris batuan yang jenuh air. c. Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal. (3) Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari : a. Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional. b. Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya. c. Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi. d. Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar. e. Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal. f. Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/gravitasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor yang bersifat pasif dan faktor yang bersifat aktif. (1) Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah: a. Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah.



24 | H a l a m a n



b. Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable c. dan batuan impermeabel. d. Struktur



: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona



hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar. e. Topografi: lereng yang terjal atau vertikal. f. Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan g. yang intensif. h. Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi.



Gambar 2.6. Macam-macam tipe gerakan tanah; A= rayapan (creep), B= aliran tanah (earthflow), C= nendatan (slump), D= luncuran (debrisslide), E= jatuhan (debrisfall) dan F=luncuran massa batuan (rockslide)



(2) Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah: a. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan. b. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air. c. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi jenuh air. d. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran berat.



D. Banjir/Banjir Bandang Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan.Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman sementara 25 | H a l a m a n



oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air.Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau melimpah dari bendungan sehingga air keluar dari sungai itu.. Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia seperti desa, kota, dan permukiman lain. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik. Banjir adalah suatu bencana alam yang telah sangat sering melanda ribuan bahkan jutaan orang di semua dunia. Tak jarang bencana banjir memakan korban jiwa. Disamping itu membahayakan nyawa, dan tentu banjir pun mengakibatkan kerugian finansial yang tak sedikit. Ada beberapa jenis penyebab terjadinya peristiwa bencana banjir. Banjir yang diakibatkan oleh hujan deras disebut dengan banjir alami, tentunya hujan deras merupakan alasan banjir yang paling umum. Disamping itu penyebab alami, banjir pun bisa diakibatkan perbuatan manusia atau hal yang tidak terduga misalnya bendungan jebol. Biasanya air banjir berasal dari sungai atau akibat yang hujan lebat yang terus menerus. Saat bencana ini terjadi, banyak orang yang kehilangan harta dan benda mereka. Bahkan sampai memakan banyak korban jiwa. Karena itu, kita harus mengetahui tentang penyebab banjir agar bisa mengambil langkah tepat untuk mencegahnya. DIantaranya Penyebabnya yaitu sebagai berikut:



Penyebab Alami Terjadinya Banjir 1. Curah Hujan yang Tinggi 26 | H a l a m a n



Hujan lebat yang terjadi secara terus menerus bisa mengakibatkan penggenangan air di jalan-jalan dan mengakibatkan kenaikan air di beberapa tempat penampungan air. Air yang bertambah secara mendadak ini bisa mengakibatkan meluapnya air di beberapa daerah dengan ketinggian yang rendah, menenggelamkan beberapa wilayah tersebut. Daerah pesisir serta wilayah dengan curah hujan yang cukup tinggi lebih rentan terhadap banjir. Beberapa daerah dengan sistem drainase yang tak baik pun sangat rentan terhadap banjir selama musim hujan. 2.



Gelombang Laut Besar Ada dua jenis gelombang laut yang bisa mngakibatkan banjir, yaitu gelombang pasang surut air laut serta tsunami. Gelombang pasang yaitu gelombang laut yang diakibatkan oleh gaya tarik matahari serta bulan. Tsunami yaitu gelombang laut yang diakibatkan oleh gempa bumi bawah laut atau letusan gunung berapi. Kedua gelombang ini bisa bergerak dengan sangat cepat serta tiba-tiba, melenyapkan apapun yang dilewatinya.



3.



Angin Ribut Angin ribut bisa mengakibatkan banjir dikarenakan pada umumnya hadir bersamaan dengan angin kencang serta hujan deras. Angin ribut pun bisa mengakibatkan storm surge, yaitu kenaikan air laut yang diakibatkan oleh terdorongnya permukaan air laut oleh angin. Storm surge ini bisa mengakibatkan banjir di beberapa daerah pesisir.



4. Pendangkalan Sungai/Sedimentasi Berlebihan Sungai mengalir ke laut pun membawa sedimen serta lumpur. Sesudah melewati jangka waktu yang tidak menentu, lumpur yang telah terakumulasi mengendap di dasar sungai sehingga sungai telah menjadi dangkal. Pendangkalan yang berlebihan mengakibatkan sungai mudah meluap, terutama selama musim hujan. 5. Tanah Tidak Mampu Menyerap Air Ketidak mampuan tanah dalam menyerap air, disebabkan oleh jarangnya ditemukan lahan hijau atau lahan yang kosong. Sehingga air langsung masuk ke saluran, danau, sungai, dan selokan. Air dalam jumla yang sangat banyak dan deras tidak dapat ditampung oleh saluran-saluran tersebut, lalu mengenang dan menyebabkan terjadinya banjir. 27 | H a l a m a n



6. Daerah yang Datarannya Rendah Tentu saja daerah yang datarannya rendah akan terkena banjir, karena luapan air akan mengalir ke tempat yang datarannya yang rendah dari dataran yang tinggi, dan karena itu sering terjadi banjir. 7. Salah Kelola Sistem Tata Ruang Dengan melakukan kesalahan pada sistem kelola tata



ruang yang



menyebabkan air susah untuk menyerap dan alirannya lambat. Sementara air yang masuk ke daerah tersebut jumlahnya lebih banyak dari yang biasanya dialirkan sehingga mudah terjadinya banjir. Dengan melakukan kesalahan sistem kelola tata ruang yang mengakibatkan air sulit untuk menyerap dan alirannya lambat. Sementara air yang datang ke daerah tersebut jumlahnya lebih banyak dari yang biasa dialirkan sehingga mudah cepat terjadinya banjir.



Banjir Akibat Perbuatan Manusia 1. Penggundulan Hutan Hutan-hutan bisa membantu dalam menyerap air yang berlebihan. Disamping itu hutan-hutan pun bisa membantu menghentikan aliran air. Dikarenakan kebutuhan manusia yang semakin hari semakin meningkat, pohon-pohon sering sekali ditebang dengan sembarangan.Erosi tanah juga terjadi dikarenakan tak adanya pohon-pohon kuat yang bisa menahan tanah pada tempatnya. Dikarenakan tak ada yang menahan arus air, sungai pun akan terisi jauh lebih cepat sehingga bisa mengakibatkan daerah sekitarnya terkena banjir. Penggundulan hutan yang sangat ekstrim sering kali menyebabkan banjir bandang. 2. Membuang Sampah Sembarangan Sampah yang dibuang sembarangan bisa menyumbat saluran air serta memenuhi sungai. Pembangunan jalan, bangunan dan jembatan di sepanjang tepi sungai juga sering sekali mengakibatkan puing-puing tersebar di sepanjang tepi sungai serta di dasar sungai. Puing-puing serta sampah-sampah itu mengakibatkan ketinggian air sungai meningkat sehingga sungai itu menjadi lebih mudah meluap, mengakibatkan terjadinya banjir di daerah sekitarnya. 3. Reklamasi Lahan 28 | H a l a m a n



Wilayah tepi sungai & pesisir dipenuhi pasir dan dinding-dinding beton yang dibangun guna membatasi aliran air. Dengan terbatasnya ruang sungai, sungai menjadi sangat mudah meluap serta menyebabkan daerah sekitarnya banjir. 4. Pembangunan Bendungan Serta Waduk Bendungan buatan manusia dipergunakan sebagai waduk penyimpanan air, pembangkit tenaga listrik, serta pengendalian banjir. Pada saat terjadi hujan yang sangat deras, ketinggian air waduk bisa meningkat secara signifikan, bendungan akan dibuka pada saat air sudah cukup tinggi guna mencegah air meluap ke bendungan. Melepaskan jumlah air yang cukup berlebihan akan mengakibatkan terjadinya banjir di daerah sekitarnya. 5. Drainase yang Diubah Tanpa Memperhatikan Amdal Drainase yang diubah tanpa memperhatikan amdal yang terutama pada lingkungan perkotaan. Daerah hutan atau juga rawa yang seharusnya bisa membantu mengurangi terjadinya banjir, dipakai untuk mambangun mall atau lainnya yang bisa menyebabkan merusak lapisan tanah, sehingga akan mudah terjadinya banjir.



Pengendalian Di berbagai negara di seluruh dunia, sungai yang rawan banjir dikendalikan dengan hati-hati. Pertahanan seperti bendungan, bund, waduk, dan weir digunakan untuk mencegah sungai meluap, peralatan darurat seperti karung pasir atau tabung apung portabel digunakan. Banjir pantai telah dikendalikan di Eropa dan Amerika melalui pertahanan pantai, seperti tembok laut, pengembalian pantai, dan pulau penghalang.



E. Cuaca Ekstrim Cuaca ekstrim adalah fenomena meteorologi yang ekstrim dalam sejarah (distribusi), khususnya fenomena cuaca yang mempunyai potensi menimbulkan bencana, menghancurkan tatanan kehidupan sosial, atau yang menimbulkan korban jiwa manusia. Pada umumnya cuaca ekstrim didasarkan pada distribusi klimatologi, dimana kejadian ekstrim lebih kecil sama dengan 5%



29 | H a l a m a n



distribusi. Tipenya sangat bergantung pada Lintang tempat, ketinggian, topografi dan kondisi atmosfer.



Contoh Cuaca Ekstrim 



Hujan Lebat







Hujan Es







Badai







Kekeringan







Puting Beliung







Badai Pasir



Yang di maksud cuaca ekstrem dalam laporan ini adalah angin putting beliung adalah angin kencang, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40 – 50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dn akan menghilang dalam waktu yang singkat (3 – 5) menit.



Sebab-Sebab Cuaca Ekstrim 



Efek Rumah Kaca







Siklon Tropis







Pemanasan Global







El Nino, La Nino



F. Gelombang Ekstrim dan Abrasi Gelombang dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin esktrim yang sewaktu-waktu dapat menjadi ancaman bencana. Ketika gelombang telah menjadi bencana maka dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian di wilayah pesisir baik hilangnya harta benda, penghambatan aktivitas manusia maupun kerusakan serius di wilayah pantai. Adapun bencana yang disebabkan oleh perubahan gelombang sebagai berikut: 1. Gelombang Ekstrim Gelombang dapat menjadi ekstrim ketika dibangkitkan oleh angin badai yang terjadi di perairan laut. Gelombang dikatakan ekstrim berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan, berupa rusaknya bangunan pantai, menyebabkan abrasi pantai dan dapat pula ditinjau dari penghambatan aktivitas pelayaran, perikanan yang umumnya sehari-hari berlangsung di suatu perairan tertentu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam Perka BNPB No.2 tahun 2012 menyatakan, tinggi gelombang diatas satu



30 | H a l a m a n



meter ditetapkan sebagai gelombang yang memiliki ancaman sedang dan tinggi 2. Abrasi Pantai Abrasi Pantai merupakan suatu proses pengikisan material pantai, pada umumnya diakibatkan oleh gelombang dan arus laut. Selain itu dapat pula disebabkan oleh aktivitas manusia seperti konstruksi bangunan pada pantai, penambangan pasir pada pantai, dan penebangan ekosistem pelindung pantai. Abrasi pantai merupakan permasalahan di daerah pantai yang dapat menimbulkan kerugian akibat dari rusaknya pemukiman dan fasilitas-fasilitas yang ada di kawasan pantai (Triatmodjo, 2012). Faktorfaktor yang mempengaruhi kecepatan abrasi pada suatu kawasan pesisir adalah (Prawiradisastra, 2003) : a. Besar dan arah gelombang atau arus laut. b. Kecepatan sedimentasi material dari daratan. c. Struktur vegetasi wilayah pesisir. d. Kedalaman laut di lepas pantai. e. Keterbukaan pantai terhadap serangan ombak. f. Stabilitas posisi garis pantai akibat adanya penghalang. Kerentanan dapat meningkatkan ancaman dan risiko bencana di wilayah pesisir. Kerentanan di wilayah pesisir dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik yang disebabkan oleh keadaan penduduk maupun kondisi fisik lingkungan. Keadaan penduduk yang mempengaruhi kerentanan di wilayah pesisir berupa tingkat kepadatan penduduk, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan keberadaan kelompok rentan sedangkan kondisi fisik lingkungan berupa kondisi vegetasi pantai, kepadatan pemukiman dan jarak pemukiman dari pesisir pantai. 1. Kepadatan Penduduk Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Kepadatan penduduk merupakan jumlah penduduk yang mendiami suatu area tertentu (BPS, 2016). Kepadatan penduduk menjadi faktor yang menyebabkan wilayah pesisir rentan terhadap ancaman bencana. 2. Kelompok Rentan merupakan keadaan dimana seseorang tidak berdaya menghadapi ancaman bencana. Kelompok rentan merupakan semua komponen masyarakat yang terpapar bencana alam baik itu kelompok usia produktif maupun tidak produktif. Pada dasarnya suatu kelompok dapat 31 | H a l a m a n



dikategorikan menjadi kelompok rentan ketika memenuhi kriteria berikut (Yustiningrum, 2016): a. Rentan secara kesehatan: sakit dan kurang gizi, perempuan hamil dan menyusui, balita, dan lanjut usia. b. Rentan secara sosial: perempuan kepala rumah tangga tunggal, anakanak tanpa orang tua, dan orang cacat. c. Rentan secara ekonomi: kaum miskin atau kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya suatu wilayah d. Rentan secara politik: Internally Displaced Person (IDP) pengungsi, kelompok etnis minoritas, aktivis hak asasi manusia dan kemanusiaan 3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir yang berhubungan dengan kerentanan di wilayah pesisir berupa kemiskinan dan mata pencaharian penduduk. Kerentanan karena factor kemiskinan dan mata pencaharian penduduk dipaparkan sebagai berikut: a. Kemiskinan merupakan kondisi deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu suatu masyarakat hidup di bawah standar kehidupan yang layak (Hall dan Midgley, 2014). Badan pusat statistik mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu atau masyarakat dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Kemiskinan masyarakat di Indonesia umumnya didominasi oleh masyarakat pesisir. b. Mata pencaharian penduduk yang menjadi kerentanan di wilayah pesisir berupa penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Nelayan merupakan orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan di laut (UU No. 45/2009). Nelayan dinilai rentan disebabkan aktivitas mata pencaharian yang dilakukan berhubungan dengan aktivitas di laut. Ketika terjadi gelombang ekstrim, nelayan tidak dapat melakukan penangkapan ikan yang berdampak pada kerugian secara ekonomi karena hilangnya penghasilan. Selain itu, gelombang ekstrim dapat pula merusak alat yang digunakan untuk menangkap ikan. 4. Kondisi Vegetasi Pantai di Wilayah Pesisir Salah satu vegetasi yang tumbuh subur di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Menurut 32 | H a l a m a n



Onrizal (2008), hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Pada kondisi yang sesuai ekosistem mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau karena hidup di dekat pantai. Hutan mangrove memiliki multi fungsi baik secara ekologi, ekonomi maupun secara fisik. Secara fisik, perakaran mangrove yang kuat dan rapat mampu meredam energi gelombang sehingga energi gelombang yang mengenai wilayah pesisir menjadi berkurang. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai stabilisator garis pantai, dapat mencegah erosi akibat pukulan ombak dan juga berperan menambah lahan pantai. Tipe perakaran dari Rhizophora sp., avicennia sp. dan sonneratia sp. dapat meredam



hantaman



gelombang



dan



sekaligus



berperan



sebagai



penghimpun atau pengikat lumpur yang dibawa oleh aliran sungai (Pramudji, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan di teluk Grajakan, Banyuwangi, Jawa timur menunjukan bahwa keberadaan ekosistem mangrove dapat mereduksi tinggi gelombang sebesar. Berkurangnya ekosistem mangrove menjadi ancaman tersendiri bagi stabilitas wilayah pesisir. Wilayah pesisir akan rentan mendapatkan hantaman gelombang tinggi, penelitian yang dilakukan oleh Diposaptono (2005), menemukan fakta bahwa pesisir Aceh yang memiliki ekosistem mangrove yang baik mengalami tingkat kerusakan yang lebih rendah dibanding pesisir yang tidak memiliki ekosistem mangrove atau ekosistem mangrovenya telah rusak. 5. Kepadatan



Pemukiman



dan



Jarak



Pemukiman



dari



Pesisir Pantai



Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, fasilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau pedesaan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011). Kepadatan pemukiman di wilayah pesisir menjadi faktor pendukung tingginya potensi jumlah kerugian fisik ketika terdampak bencana. Selain itu, pemukiman yang padat akan menyulitkan proses evakuasi korban 33 | H a l a m a n



bencana karena tidak tersedianya jalur evakuasi yang memadai, sehingga menambah tingginya kerentanan wilayah pesisir dalam menghadapi ancaman bencana. Kawasan pemukiman yang mempunyai kepadatan tinggi akan menimbulkan kerugian yang besar terutama bila kondisi pemukiman kurang kuat. Selain kepadatan pemukiman, kerentanan wilayah pesisir juga didukung oleh jarak pemukiman dari pesisir pantai. Semakin dekat dengan pesisir pantai maka, potensi terdampak dan tingkat kerusakan akan semakin tinggi. Pemerintah telah mengatur batas aman pemukiman penduduk di wilayah pesisir dengan diaturnya batas sempadan pantai pada Perpres No. 51 Tahun 2016. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pengaturan wilayah sempadan pantai dimaksudkan untuk menjaga kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman bencana alam. G. Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan dan lahan adalah terbakarnya kawasan hutan/lahan baik dalam luasan yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan dan lahan seringkali tidak terkendali dan bila ini terjadi maka api akan membakar apa saja di dekatnya dan menjalar mengikuti arah angin. Kebakaran itu sendiri dapat terjadi karena dua hal yaitu kebakaran secara alamiah dan kebakaran yang disebabkan oleh manusia Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, walaupun pada kenyataannya manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium terakhir ini, pertama untuk memudahkan perburuan dan selanjutnya untuk membuka lahan garapan di dalam hutan (Irwanto, 2006). Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi kerap digeneralisir sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan maupun akibat kelalaian, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Areal HTI, hutan alam, dan perladangan dapat dikatakan 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia yang berasal dari ulah manusia, baik itu sengaja dibakar atau karena penjalaran api yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan (Saharjo 1999, yang dikutip Adi Nugroho)



34 | H a l a m a n



Kebakaran buatan yang disengaja oleh manusia salah satunya adalah pembakaran yang digunakan masyarakat sekitar hutan untuk membuka atau membersihkan lahan pertanian atau perkebunan, cara ini telah dilakukan masyarakat sejak turun-temurun (Syumanda, 2010). Masyarakat merasa bahwa pembukaan lahan dengan api tidak memerlukan waktu yang cukup lama dan lebih ekonomis, apabila penggunaan api tidak digunakan secara baik dan benar maka



dapat



Penggunaan



menyebabkan api



yang



terjadinya



dilakukan



oleh



kebakaran masyarakat



hutan



(Tatra,



sekitar



hutan



2009). untuk



pembersihan lahan, telah memiliki cara dalam rangka mencegah kebakaran. Sekat bakar merupakan bagian dari cara pengendalian pembakaran yang umumnya digunakan masyarakat. Cara ini menurut masyarakat dapat mengatasi permasalahan tersebut (Sunanto dkk., 2009). Namun setiap daerah yang pembukaan lahannya dengan pembakaran telah memiliki pola tersendiri dan setiap daerah tersebut belum tentu memiliki pola yang sama. Hal ini disebabkan adanya latar belakang budaya yang tidak sama.



G. Kekeringan Kekeringan merupakan peristiwa langkanya keberadaan air di suatu daerah pada waktu tertentu dan diakibatkan oleh beberapa peristiwa tertentu. Peristiwa sudah bisa disebut dengan kekeringan ketika hanya ada satu sumber air yang masih aktif dan digunakan untuk beberapa desa, atau ketika masyarakat harus mencari air hingga jauh beberapa kilometer dan mereka harus mengantri untuk mendapatkannya. Setidaknya inilah potret yang terjadi di Indonesia ketika beberapa media memberitakan kekeringan yang ada di Indonesia.



Penyebab Kekeringan Kekeringan digolongkan menjadi salah satu jenis bencana alam yang ada di dunia, salah satunya juga terjadi di Indonesia. Bencana alam merupakan peristiwa yang terjadi karena adanya penyebab tertentu. Demikian juga dengan kekeringan ini. Terjadinya kekeringan ini karena disebabkan oleh beberapa hal. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kekeringan di suatu daerah adalah sebagai berikut: 1. Musim kemarau yang terjadi terlalu lama



35 | H a l a m a n



Salah satu penyebab dari kekeringan yang paling umum dan paling wajar di Indonesia adalah musim kemarau yang terlalu lama. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada jenis hujan yang turun dalam waktu yang lebih lama daripada biasanya. Apabila biasanya hujan tidak turun hanya selama kurang lebih enam bulan, namun ketika hujan tidak turun selama lebih dari enam bulan maka masyarakat sudah kehilangan sumber air seperti biasanya. Musim kemarau yang terlalu lama menyebabkan sumber



air



semakin



sedikit



persediaan



airnya,



sementara



untuk



penggunaannya sendiri tidak berubah. Masyarakat tidak berusaha menghemat air meskipun sedang musim kemarau, hanya saja apabila musim kemarau dirasa sudah melampaui batas maka masyarakat segera mengupayakan hal- hal untuk menghemat penggunaan air karena khawatir apabila musim kemarau panjang membuat persediaan air tidak cukup hingga masyarakat harus mencari ke tempat yang lebih jauh, mengantri, bahkan harus membeli air. Maka dari itulah sebaiknya sebagai masyarakat dan pengguna air yang baik, sebaiknya



kita



menggunakan



air



sewajarnya



saja



dan



berusaha



menghemat air ketika sudah memasuki musim kemarau. Hal ini untuk mengantisipasi agar ketika musim kemarau datang lebih lama maka kita tidak terlalu cepat kehilangan persediaan air. 2. Minimnya peresapan air karena sedikitnya pohon Peristiwa kekeringan di Indoenesia juga terjadi karena minimnya peresapan air. Peresapan air ini dibentuk ketika kita menanam pohon. Akar tanaman atau akar pohon akan meyerap air yang turun dari air hujan ke permukaan air dan menyimpannya sebagai air tanah. Air yang tersimpan oleh akar- akar pohon ini akan di kunci di bawah tanah sehingga kita bisa menggunakannya ketika musim kemarau tiba. maka dari itulah di daerah yang mempunyai banyak pohon, keberadaan air akan lebih mudah ditemukan apabila dibandingkan dengan daerah yang hanya ditanami sedikit pohon. Maka dari itulah sangat penting bagi kita untuk ikut menanam pohon demi ketersediaan air yang sangat kita butuhkan. Suatu daerah yang hanya memiliki sedikit pohon, pasti hanya memiliki tabungan air yang sedikit pula. Hal ini tidak akan mencukupi bagi 36 | H a l a m a n



masyarakat ketika sudah memasuki musim kemarau. Maka dari itulah, ketika musim kemarau tiba, daerah perkotaan akan lebih sedikit mempunyai cadangan air daripada di pedesaan. Salah satu hal yang menyebabkan ini adalah karena di kota lebih sedikit pohon, sementara di desa memiliki banyak pohon. Pohon- pohon tidak hanya berfungsi sebagai penyerap



dan



penyimpan



air



saja,



namun



juga



banyak fungsi



penghijauan yang lainnya, seperti mengurangi polusi udara, memperindah pemandangan, sebagai sumber oksigen, dan lain sebagainya. 3. Penggunaan air yang berlebihan Salah satu penyebab dari peristiwa kekeringan adalah penggunaan air yang berlebihan. Bukankah ada anjuran agama untuk menggunakan sesuatu sewajarnya saja dan tidak berlebih- lebihan? Hal ini nampaknya sulit untuk dilakukan beberapa orang. Meskipun kita mengetahui bahwa air mempunyai siklusnya sendiri, yakni air yang kita gunakan dan kita buang akan meresap kembali ke dalam tanah, melalui penyaringan dan kemudian muncul sebagai sumber air yang baru, namun penggunaan air harus tetap dihemat. Tidak semau air akan meresap ke dalam tanah, bahkan sebagian air akan menguap karena terkena oleh sinar matahari. Ketia air menguap maka air akan berubah menjadi uap air, kemudian naik ke atas terbawa oleh angin hingga memasuki wilayah lain. Kemudian sebagian dari uap air tersebut akan benrubah menjadi hujan dan inilah proses terjadinya hujan. Hujan yang jatuh tidak semua jatuh ke pemukiman masyarakat, bahkan hanya jatur di daerah pegunungan atau di gunung yang tidak digunakan sebagai pemukiman masyarakat. Dengan demikian masyarakat sudah kehilangan sebagian dari sumber air mereka. 4. Kekurangan sumber air Sudah sangat wajar jika kekeringan terjadi karena di suatu daerah kekurangan jumlah sumber air. Sumber air yang dimaksud adalah seperti mata air, ekosistem sungai, ekosistem danau, dan lain sebagainya. Jika suatu daerah jauh dengan sumber- sumber air yang demikian itu maka sangat sulit bagi mereka ketika terjadi kemarau panjang. Jika sumber utama yang mereka miliki adalah sumur, maka ketika sumur mengering, 37 | H a l a m a n



sulit untuk mendapatkan sumber air yang lainnya. Lain halnya ketika wilayah kita dilewati oleh sungai, dekat dengan danau, dan sebagainya, maka kita akan mempunyai sumber air yang lain selain sumur yang kita miliki. Maka dari itulah keberadaan sumber- sumber air yang alami sangat penting keberadaannya. 5. Jauhnya jarak terhadap sumber air Selain kekurangan sumber air, kekeringan juga dapat disebabkan oleh sumber air yang jaraknya terlampau jauh. Misalnya dalam suatu kawasan jarak sumber air yang paling dekat adalah tiga kilometer dan itupun di tempat ynag terpencil (memiliki akses jalan yang sulit), maka ketika musim kemarau yang terlalu lama datang maka sumur- sumur menjadi kering. Ketika sumur kering, maka kita tidak mempunyai alternatif sumber air lain kecuali yang telah disebutkan di atas. Maka mau tidak mau masyarakat harus menempuh jarak yang jauh dan melewati jalan yang sulit untuk mencapai kesana. Dan hal ini cukup menyulitkan masyarakat, belum lagi jika mereka harus mengantri dan sumber air tersebut tidak lancar. Terkadang di sebuah daerah kita melihat berita di televisi bahwa masyarakatnya rela menggunakan air yang berwarna hijau keruh untuk keperluan sehari- hari. hal ini karena satu- satunya sumber air yang dekat hanya yang demikian. Padahal kita sangat tahu bahwa air yang berwarna keruh dan hijau sangat tidak baik untuk kesehatan. Namun itulah satu- satunya sumber air yang mudah dan murah untuk di dapatkan. Sehingga terpaksa mereka harus menggunakannya. 6. Hanya sedikit tampungan air buatan Di zaman sekarang ini, keberadaan tampungan air merupakan hal yang sangat penting. Bagaimana air menjadi hal yang sangat penting dan sangat vital bagi kehidupan di bumi. Maka dari itulah sebagai masyarakat yang merasa penting akan air, sangat perlu untuk membangun tempat penampungan air buatan, seperti waduk. Waduk tidak hanya berguna untuk memenuhi kebutuhan petani akan irigasi sawah, namun juga sangat berguna sebagai penyimpan cadangan air. Daerah yang mempunyai waduk dengan daerah yang tidak mempunyai waduk pastinya akan lebih 38 | H a l a m a n



cepat mengurangi kekeringan daerah yang tidak memiliki waduk. Hal ini karena waduk berfungsi sebagai semacam tabungan air untuk dapat digunakan oleh masyarakat ketika sedang kesulitan air. Nah, itulah beberapa hal yang dapat menyebabkan kekeringan di suatu wilayah atau menjadi penyebab parahnya (memperparah) kekeringan di suatu wilayah. Maka dari itulah kita harus waspada dan menggunakan air dengan sewajarnya saja.



Dampak Kekeringan Kekeringan sebagai salah satu bencana alam di Indonesia perlu untuk kita perhatikan secara seksama agar tidak semakin meraja lela. Buntut dari kekeringan ini sangat luar biasa berbahaya. tidak hanya menyusahkan manusia, namun juga sangat mudah untuk merenggut nyawa manusia. bahkan bukan hanya manusia saja, namun juga berujung pada bintang dan tumbuh- tumbuhan. Beberapa dampak kekeringan dapat kita rasakan langsung maupun tidak langsung. Secara lebih lengkap, berikut ini merupakan beberapa akibat atau dampak adanya kakaringan di suatu daerah. 1. Kurangnya sumber air minum Salah satu dampak dari kekeringan yang paling berbahaya adalah kurangnya sumber air minum. Minum merupakan kegiatan pengisian cairan ke dalam tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Tubuh makhluk hidup sangat membutuhkan yang namanya air, maka dari itulah harus selalu minum. Manusia tidak akan bertahan tanpa adanya makanan dan minuman. Mungkin saja manusia masih bisa bertahan hidup jika tidak makan selama beberapa hari. Namun percayalah manusia tidak akan bisa hidup tanpa minum. Ketahanan manusia tanpa minuman hanyalah sebentar saja, tidak seperti tahannya manusia terhadap makanan. Jika kekeringan terjadi, maka persediaan air minum masyarakat juga akan terancam. Dan hal ini tentu saja akan mengancam kehidupan masyarakat. Beruntung akhir- akhir ini air minum dapat kita peroleh dengan membeli air mineral di toko- toko. Namun hal ini tetap haris kita waspadai, mengingat tidak semua orang meminum air mineral.



39 | H a l a m a n



2. Kurangnya sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari Selain kebutuhan akan air minum menjadi kurang, kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari juga akan kurang. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari- hari kita sangat membutuhkan air, baik untuk mandi, memasak, mencuci, buang air, dan sebagainya. Percayalah, manusia tidak akan bisa hidup tanpa air. Akan sangat sulit bagi



manusia



kebutuhan



untuk



menemukan



pengganti



air



untuk



memenuhi



sehari- hari. Maka masyarakat rela untuk mengeluarkan



sejumlah mahal uang untuk membeli air hanya demi memenuhi kebutuhan sehari- hari. Peristiwa kekeringan sungguh benar- benar membuat masyarakat menjadi mengeluarkan uang lebih banyak daripada biasanya. 3. Tanaman menjadi mati Salah satu dampak dari kekeringan adalah membuat tanaman di sekitar tempat tinggal menjadi mati. Matinya tanaman dapat berakibat buruk bagi kehidupan manusia. pohon mempuyai kemampuan untuk menghasilkan oksigen, mengurangi polusi udara, dan lain sebagainya. Begitulah akhirnya bahwa tanaman di sekitar kita akan mati apabila tidak ada air. Tanaman selain menjadi sumber oksigen, juga menjadi sumber makanan bagi manusia. Ketika tanaman menjadi mati maka sumber makanan bagi manusia juga telah hilang. Bukan hanya manusia saja, namun juga binatang. Beberapa tanaman akan sangat cepat mati karena kekerigan. Namun ada beberapa tanaman yang bisa bertahan dalam kekeringan, misalnya adalah rerumputan. 4. Banyak binatang yang akan mati Selain tanaman, binatang juga akan mati karena peristiwa kekeringan. Binatang



seperti



manusia



yang



membutuhkan



air



minum



untuk



mempertahankan hidupnya. Ketika persediaan air semakin menipis maka binatang akan kekurangan air minum. Dan ketika kekurangan air menum maka binatang akan mencari kemana- mana. Jika tidak menemukan sumber air, maka binatang akan mati setelah beberapa lama tidak minum. Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa dampak dari kekeringan ini memang sangat berbahaya, yakni menyebabkan nyawa makhluk hidup melayang. 40 | H a l a m a n



5. Kelaparan Akibat yang sangat mengerikan lainnya dari kekeringan adalah terjadinya kelaparan massal. Apabila masalah air minum masih bisa diatasi dengan membeli air mineral, maka lain halnya dengan ketersediaan pangan nasional. Kekeringan yang melanda suatu negara misalnya, akan membuat masyarakat negara tersebut menjadi kelaparan. Hal ini karena sumber pangan mereka telah mati. Tananaman pertanian, perkebunan dan lainnya tidak akan bertahan lama tanpa adanya air yang dapat menyirami mereka. Dengan matinya tanaman- tanaman tersebut maka manusia akan kehilangan sumber makanannya dan mereka akan menjadi lapar. Jika di berbagai penjuru negeri telah mengalami kelaparan, maka lama- kelamaan masyarakat akan mengalami kematian massal. Hal ini akan menjadi bencana yang sungguh megerikan. Bahkan ada cerita bahwa di satu negara konflik di Timur Tengah. Ketika banyak pengungsi tidak mempunyai air untuk minum di tengah padang pasir (baca: gurun pasir terbesar di dunia),



para ibu rela



mengiris



tangan



mereka dan



meminumkan darah mereka untuk anak- anak mereka agar mereka tidak kehausan dan bisa bertahan hidup. 6. Lingkungan menjadi kotor Dampak dari kekeringan yang lainnya adalah lingkungan menjadi kotor. Air mempunyai fungsi atau manfaat yang sangat banyak, salah satunya membuat lingkungan menjadi kotor. Salah satu sifat air adalah mengalir yang dapat meghanyutkan berbagai kotoran. Apabila air saja tidak ada, maka bagiamana untuk menghilangkan kotoran yang ada di lingkungan? Sebagai contoh jika ada kotoran hewan di lantai. Jika ada air, maka kita bisa menyiramnya dengan air, kemudian mengepel lantai hingga lantai menjadi bersih. Nah, apabila air saja tidak ada maka bagaimana kita akan membersihkan kotoran tersebut? Ini barulah contoh satu, masih banyak contoh lainnya tentang membersihkan lingkungan dengan air. 7. Timbul banyak bibit penyakit Kekeringan juga dapat menimbulkan berbagai macam bibit penyakit. Penyakit- penyakit ini timbul karena sangat sedikitnya air. Ketika



41 | H a l a m a n



kekeringan, air sangat terbatas dan kemungkinan air untuk mandi sangat sedikit. Paling tidak manusia hanya bisa mandi satu kali sehari. Ketika manusia saja jarang mandi, maka akan timbul banyak sekali jenis penyakit. Penyakit yang paling banyak terjadi atau timbul adalah penyakit kulit. Banyak penyakit kulit yang akan timbul karena kekeringan, seperti gatal- gatal, jamur, dan lain sebagainya. Biasanya penyakit kulit ini juga akan terlihat menjijikkan karena berbau dan menular.



2.2. Manajemen Bencana Manajemen bencana adalah sekumpulan kebijakan dan keputusan administratif dan aktivitas operasional yang berhubungan dengan berbagai tahapan dari semua tingkatanbencana. Tahapan bencana dapat dibedakan menurut kecepatan datangnya bencana, yaitu; a) bencana datang secara cepat, dan b) bencana datang secara lambat. Jenis bencana yang datang secara cepat meliputi bencana



, seperti



letusan gunung api, gempa bumi, tsunami dan tanah longsor. Sedangkan bencana yang datang secara lambat, antara lain; kekeringan, kelaparan dan wabah penyakit. Siklus manajemen bencana menyesuaikan dengan sifat serangan atau kecepatan datangnya bencana. Pada serangan yang cepat terdapat 5 tahapan menejemen, dengan satu tahap kejadian bencana. Kelima tahapan itu adalah tahap bantuan, tahap rehabilitasi, tahap rekonstruksi, tahap mitigasi dan tahap kesiapan. Dalam serangan yang cepat sangat sulit untuk melakukan peringatan dini dan tindakan darurat. Pada serangan yang lambat terdapat 6 tahapan menejemen, yaitu; tahap darurat (di tengah keadaan bencana), tahap bantuan, tahap rehabilitasi, tahap mitigasi, tahap kesiapan dan tahap peringatan dini.



Gambar 2.7. Siklus manajemenbencana menurut kecepatan datangnya bencana, A=serangan bencana yang lambat, serta B= serangan serangan bencana yang cepat (Sumber DMTP; http://www.undmtp.org/modules_i.htm). 42 | H a l a m a n



Siklus



manajemenbencana merupakan urutan melingkar atau



berputar bergerak mulai dari keadaan yang paling kritis, yaitu keadaan tertimpa bencana



sampai



pada



keadaan



aman



dan



kesiapan.



Dalam



siklus



manajemenbencana, upaya mitigasi dilakukan pada keadaan jauh dari bencana, yaitu sebelum atau sesudah datang bencana. Prinsip mitigasi yang berkembang saat ini adalah semua tahapan



manajemen harus melibatkan upaya mitigasi,



sebab tindakan mitigasi merupakan upaya mengurangi dampak bencana yang bisa datang kapan saja dan dimana saja. Tahapan



manajemenbencana yang dikembangkan oleh Direktorat



Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, seperti Gambar 2.8. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan aturan hukum yang mengatur aspek kebencanaan dalam Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Aspek penanggulangan mendapat perhatian serius dengan mempertimbangkan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum.



Gambar 2.8. Tahapan manajemenbencana menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana , Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Republik Indonesia.



Penanggulangan yang dimaksud berasaskan pada kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, di mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihankembangkan dalam penanggulangan bencana di Indonesia antara lain: a. cepat dan tepat; sesuai dengan tuntutan keadaan b. prioritas; diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. c. koordinasi dan keterpaduan; koordinasi dan kerja sama yang baik serta saling mendukung. 43 | H a l a m a n



d. berdaya guna dan berhasil guna; mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. e. transparansi dan akuntabilitas; terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. f. kemitraan; g. pemberdayaan; h. nondiskriminatif; tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun. i. nonproletisi; dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi: a. Prabencana; Penyelenggaraan



penanggulangan



bencana



pada



tahapan



prabencana



meliputi: 



Dalam situasi tidak terjadi bencana; dan







Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.



Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi: 



Perencanaan penanggulangan bencana;







Pengurangan risiko bencana;







Pencegahan;







Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;







Persyaratan analisis risiko bencana;







Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;







Pendidikan dan pelatihan; dan







Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.



Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: 



Kesiapsiagaan;







Peringatan dini; dan







Mitigasi bencana.



44 | H a l a m a n



b. Saat tanggap darurat; Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: 



Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;







Penentuan status keadaan darurat bencana;







Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;







Pemenuhan kebutuhan dasar;







Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan







Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.



c. Pascabencana. Penyelenggaraan



penanggulangan



bencana



pada



tahap



pascabencana



meliputi: 



Rehabilitasi; dan







Rekonstruksi.



Upaya penanggulangan bencana memiliki tujuan untuk: a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; d. menghargai budaya lokal; e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; f. mendorong



semangat



gotong



royong,



kesetiakawanan,



dan



kedermawanan; dan g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di dalam undang-undang dianamatkan bahwa indikator penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah, berdasarkan : a. Jumlah korban; b. Kerugian harta benda; c. Kerusakan prasarana dan sarana; d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Manajemen bencana yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang merupakan



45 | H a l a m a n



unsur pelaksana dan operasional upaya tindakan penanggulangan bencana antara lain: a. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum; b. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana; c. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; dan d. Pengalokasian



dana



penanggulangan



bencana



dalam



Anggaran



Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai. Wewenang pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: a. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah; b. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana; c. Pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain; d. Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya; e. Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya; dan f. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala g. provinsi, kabupaten/kota. 2.3. Manajemen Risiko Pengelolaan resiko bencana pada dasarnya adalah suatu upaya yang ditujukan untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi serta melakukan upaya-upaya pencegahan (mitigasi) di wilayah yang rentan terkena bencana. Pengelolaan resiko bencana merupakan istilah yang umum dipakai dalam penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi bencana, dan persiapan menghadapi bencana. Resiko Bencana (Disaster Risk) adalah tingkat kerusakan dan kerugian yang sudah diperhitungkan dari suatu kejadian atau peristiwa alam. Resiko Bencana ditentukan atas dasar perkalian antara faktor bahaya dan faktor 46 | H a l a m a n



kerentanannya. Yang termasuk bahaya disini adalah probabilitas dan besaran yang dapat diantisipasi pada peristiwa alam; sedangkan kerentanan/kerawanan dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial budaya dan geografis. Berikut ini adalah rumusan yang dipakai secara luas untuk menghitung resiko bencana yang merupakan perkalian 2 faktor, yaitu :



Risiko (Risk) = Bahaya (Hazard) x Kerentanan (Vulnerability) Pengelolaan resiko bencana (Disaster risk management) secara teknis terdiri dari tindakan (program, proyek dan atau prosedur) serta pengadaan peralatan yang dipersiapkan untuk menghadapi dampak atau akibat dari suatu bencana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mengurangi resiko bencana yang ditimbulkannya. Secara operasional, pengelolaan resiko bencana adalah kegiatan yang terdiri dari penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi dan waspada bencana. Penilaian Resiko atau Analisa Resiko adalah survei yang dilakukan terhadap bahaya yang baru terjadi yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang ekstrim seperti yang terjadi juga pada kerentanan lokal dari populasi yang didasari



atas



kehidupan



untuk



memastikan



resiko tertentu di wilayah.



Berdasarkan informasi ini resiko bencana dapat dikurangi. Bencana alam yang disebabkan oleh gempabumi, angin topan, banjir, tanah longsor dan kekeringan seringkali mengingatkan pada kita tentang bencana akan benar-benar terjadi. Resiko bencana sebagai hasil dari frekuensi dan kondisi yang rentan dapat berubah menjadi suatu bencana. Resiko bencana adalah hasil dari tingkat kejadian, intensitas bahaya dan sistem kehidupan yang sangat rentan. Peran dari sistem social dalam arti kepedulian masyarakat dan sistem pengelolaan memungkinkan merubah sifat kerentanan terhadap bahaya dan mengurangi tingkat kerawanan melalui intervensi yang sistematik. Kegiatan dalam rangka pengelolaan risiko bencana, antara lain : 1. Penilaian Resiko a. Melakukan pendataan bencana yang pernah terjadi dimasa lalu termasuk pendataan terhadap kejadian/peristiwa bencana yang besar yang pernah terjadi b. Mengkaji secara terukur bencana yang disebabkan oleh hidro-meteorologi dan, termasuk penyebab bencana 47 | H a l a m a n



c. Mendata jumlah penduduk (populasi penduduk) yang berada di areal yang beresiko tinggi terkena bencana atau areal yang paling bahaya. d. Melakukan persiapan dan memperbaharui (updating) peta-peta bencana dan area yang sangat berbahaya. 2. Pencegahan dan Mitigasi Bencana a. Menetapkan dan memperkuat pembangunan regional dan perencanaan tataguna lahan, perencanaan pengawasan bangunan yang sesuai dengan zonasi bahaya dan peraturan bangunan. b. Melaksanakan pelatihan bagi masyarakat dan perwaklian kelembagaan c. Membangun dan meningkatkan kemampuan pengelolaan resiko bencana di tingkat lokal dan nasional d. Pengelolaan pengelolaan



sumberdaya Daerah



yang



Aliran



berkelanjutan



Sungai),



(seperti



meningkatkan



misalnya



infrastruktur



(bendungan, saluran air, bangunan yang mampu menahan suatu bencana). 3. Kesiapan Menghadapi Bencana a. Partisipasi dan kesadaran terhadap pentingnya rencana tanggap darurat b. Mempersiapkan infrastruktur (akomodasi saat kondisi darurat, c. Melakukan latihan secara teratur dalam menghadapi situasi darurat d. Membangun dan



atau meningkatkan



kemampuan dalam kesiapan



menghadapi bencana, baik di tingkat lokal maupun nasional dan pelayanan penyelamatan e. Koordinasi dan perencanaan operasional f. Sistem Peringatan Dini : 1) Menyiapkan dan meng-operasikan sistem komunikasi 2) Menempatkan peralatan teknis di tempat yang aman 3) Melakukan pelatihan tenaga penyelamat 4. Pengelolaan resiko bencana sebagai bagian dari rehabilitasi dan rekontruksi a. Melakukan penilaian resiko bencana b. Melakukan penilaian infrastruktur, seperti kontruksi banguan tahan gempa, kontruksi bangunan tahan banjir, skema pembangunan, selter tempat pengungsian, dsb c. Membentuk



kelembagaan,



seperti



peran



serta



masyarakat



meningkatkan kerjasama diantara individu-individu d. Membentuk organisasi, untuk memperkuat kapabilitas lokal 48 | H a l a m a n



dan



e. Mengembangkan



dan



memperkenalkan



ukuran-ukuran



pencegahan



dimasa mendatang (seperti pengelolaan DAS, konservasi sumberdaya alam, skema pencegahan banjir) 5. Peran pengelolaan resiko bencana dalam sektor kerjasama pembangunan Kebutuhan



pencegahan



harus



di-integrasikan



kedalam



sektor



pembangunan, hal ini akan membantu pada peningkatan pengelolaan resiko bencana, terutama pada sektorsektor yang terkait, termasuk desentralisasi dan atau pembangunan masyarakat, pembangunan desa, pencegahan lingkungan dan konservasi sumberdaya alam, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Efektifitas pengelolaan resiko bencana adalah memantapkan dan atau penguatan sistem di tingkat daerah/lokal yang berupa kegiatan seperti yang ada dalam daftar diatas dari keseluruhan sistem nasional, memobilisasi semua yang mungkin dilakukan oleh para relavan dibidang sosial dan politik, baik ditingkat lokal dan perkotaan serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.



49 | H a l a m a n



BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENYELIDIKAN 3.1. Kabupaten Raja Ampat Raja Ampat terletak pada posisl antara 0°45" Lintang Utara hingga 2°16" Lintang Selatan dan antara 129015" hingga 132000” Bujur Timur. Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan yang memmkl luas wilayah daratan sebesar 7.559,6 km”. Pada tahun 2013, administrasi Kabupaten Raja Ampat terdiri dari dua puluh empat distrik, yaitu Misool Selatan, Misool Barat, Misool Utara, Kofiau, Misool Timur, Kepulauan Sembilan, Salawati Utara, Salawati Tengah, Salawati Barat, Batanta Selatan, Batanta Utara, Waigeo Selatan, Kota Waisai, Teluk Mayalibit, Tiplol Mayalibit, Meosmansar, Waigeo Barat, Waigeo Barat Kepulauan, Waigeo Utara, Warwarbomi, Supnin, Kepulauan Ayau, Ayau, dan Waigeo Timur. Jarak antara Waisai, ke beberapa distrik: 1. Waisai - Waigeo Selatan : 2,3 mil. 2. Waisai - Waigeo Utara : 79 mil. 3. Waisai - Waigeo Timur : 28,5 mil. 4. Waisai - Waigeo Barat : 33 mil. 5. Waisai - Teluk Mayalibit : 15 mil. 6. Waisai - Ayau : 87,5 mil. 7. Waisai - Salawati Utara : 41 mil. 8. Waisai - Kohau : 74,7 mil. 9. Waisai - Misool Utara : 104 mil. 10. Waisai - Misool Timur: 92,5 mil. 11. Waisai - Misool Selatan : 118 mil. 12. Waisai - Meosmansar : 15 mil. 13. Waisai - Batanta Selatan : 26 mil. Dengan Batas Wilayah kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut : 



Sebelah utara berbatasan dengan Samudra Pasifik







Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Seram Provinsi Maluku



50 | H a l a m a n







Sebelah timur berbatasan dengan Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Laut Seram







Sebelah barat berbatasan dengan Laut Seram, Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara



Gambar 3.1. Peta administrasi Kabupaten Raja Ampat



Kabupaten Raja Ampat memiliki luasan daratan sekitar 6.084,5 km2 (sekitar 15% dari luas keseluruhan wilayah ini) yang terdiri dari sekitar 600 pulau, baik yang berukuran kecil maupun besar. Empat pulau



yang relatif cukup besar



adalah Pulau Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo. Dari seluruh pulau hanya sekitar 35 pulau yang berpenghuni sedangkan pulau lainnya tidak berpenghuni dan sebagian besar belum memiliki nama.



51 | H a l a m a n



Tabel 3.1. Luas wilayah distrik di Kabupaten Raja Ampat. 2016 Kecamatan dengan Jumlah



Luas Wilayah (km2) Laut



Daratan



91.16



2216.97



Daratan + Lautan 2308.13



336.84



1103.46



1440.3



MISOOL



1235.68



3025.18



4260.86



KOFIAU



206.23



7333.25



7539.48



MISOOL TIMUR



553.66



4936.27



5489.93



KEP. SEMBILAN



17.21



1756.7



1773.91



SALAWATI UTARA



38.52



377.9



416.42



SALAWATI TENGAH



572.47



158.47



730.94



SALAWATI BARAT



502.47



1414.18



1916.65



BATANTA SELATAN



188.77



1678.56



1867.33



BATANTA UTARA



290.75



1100.08



1390.83



WAIGEO SELATAN



240.12



550.61



790.73



KOTA WAISAI



621.93



295.12



917.05



TELUK MAYALIBIT



218.87



1280.71



1499.58



TIPLOL MAYALIBIT



121.87



998.15



1120.02



MEOSMANSAR



200.51



98.37



298.88



WAIGEO BARAT



763.64



7984.24



8747.88



103.3



8335.89



8439.19



WAIGEO UTARA



149.57



1721.15



1870.72



WARWABOMI



297.33



1616.83



1914.16



SUPNIN



234.82



615.4



850.22



12.66



5568.69



5581.35



5.83



4337.2



4343.03



555.4



1316.62



1872.02



7559.6 59820.01



67379.6



MISOOL SELATAN MISOOL BARAT



WAIGEO BARAT KEP.



KEPULAUAN AYAU AYAU WAIGEO TIMUR RAJA AMPAT



Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka (2017)



3.1.1. Pemerintahan Struktur pemerintahan di Kabupaten Raja Ampat berdasarkan hasil pemekaran wilayah terdiri dari 24 distrik, 121 Kampung/Lurah. Dalam perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Raja Ampat, Penataan Ruang Kabupaten Raja Ampat bertujuan untuk mewujudkan Ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dalam rangka menciptakanKabupaten Raja Ampat sebagai Kabupaten Bahari menuju masyarakat yang sehat,berpendidikan, sejahtera, dan berkeadilan: 52 | H a l a m a n



Kebijakan dan strategi penataan ruang sebagaimana dimaksud, terdiri atas : a. pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang merata dan berhirarki ke seluruh wilayah Kabupaten Raja Ampat; b. peningkatan aksesibilitas dan pelayanan infrastruktur ke seluruh wilayah Kabupaten Raja Ampat; c. peningkatan upaya pelestarian lingkungan hidup pada kawasan lindung dan kawasan budidaya; d. pengembangan



ekowisata



yang



didukung



oleh



pengembangan



perikanan dan kelautan, pertanian, kehutanan, sarana dan prasarana pendukung; e. pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup; dan f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara Tabel 3.2. Pembagian distrik, kampung, kelurahan di Kabupaten Raja Ampat.



Pembagian Wilayah Administrasi (Unit) Kecamatan dengan Jumlah



Kelurahan



Kampung



Jumlah



2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 MISOOL SELATAN



-



-



-



5



5



5



5



5



5



MISOOL BARAT



-



-



-



5



5



5



5



5



5



MISOOL



-



-



-



5



5



5



5



5



5



KOFIAU



-



-



-



5



5



5



5



5



5



MISOOL TIMUR



-



-



-



6



6



6



6



6



6



KEP. SEMBILAN



-



-



-



4



4



4



4



4



4



SALAWATI UTARA SALAWATI TENGAH SALAWATI BARAT BATANTA SELATAN BATANTA UTARA



-



-



-



6



6



6



6



6



6



-



-



-



7



7



7



7



7



7



-



-



-



4



4



4



4



4



4



-



-



-



4



4



4



4



4



4



-



-



-



4



4



4



4



4



4



WAIGEO SELATAN



-



-



-



5



5



5



5



5



5



KOTA WAISAI



4



4



4



-



-



-



4



4



4



TELUK MAYALIBIT



-



-



-



4



4



4



4



4



4



TIPLOL MAYALIBIT



-



-



-



6



6



6



6



6



6



MEOSMANSAR



-



-



-



9



9



9



9



9



9



WAIGEO BARAT WAIGEO BARAT KEP.



-



-



-



5



5



5



5



5



5



-



-



-



6



6



6



6



6



6



53 | H a l a m a n



WAIGEO UTARA



-



-



-



6



6



6



6



6



6



WARWABOMI



-



-



-



4



4



4



4



4



4



SUPNIN KEPULAUAN AYAU AYAU



-



-



-



4



4



4



4



4



4



-



-



-



4



4



4



4



4



4



-



-



-



5



5



5



5



5



5



WAIGEO TIMUR



-



-



-



4



4



4



4



4



4



RAJA AMPAT



4



4



4



117



117



117



121



121



121



Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka (2017)



3.1.2. Keadaan Fisik dan Penggunaan Lahan



A. Keadaan Iklim Keadaan iklim wilayah Kabupaten Raja Ampat diperoleh terdiri dari parameter curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, tekanan udara dan lama penyinaran matahari. Berdasarkan hasil pengukur suhu udara minimum dan maksimum diperoleh ratarata pengukuran, seperti Tabel 3.4. Rata-rata suhu udara minimum tercatat antara (23,40 – 25,60)oC, sedangkan rata-rata suhu udara maksimum tercatat antara (29,60 – 31,60)o C. Intensitas hujan yang terjadi di wilayah Kabupaten Raja Ampat tahun 2016 berdasarkan curah hujan berkisar antara (48 – 665) mm/bulan dan hari hujan antara (9 – 24) hari/bulan. Menurut data bps curah hujan terrendah terjadi pada bulan Februari dengan jumlah hari hujan 9 hari, begitu pula hari hujan terendah terjadi pada bulan tersebut. Curah hujan tertinggi yang tercatat di stasiun adalah pada bulan Juli dan hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Tersebut. Curah hujan yang terjadi sepanjang tahun dari 2011 sampai dengan 2016 berkisar antara (174,4 – 289) mm/thn. Tabel 3.4. Rata-rata suhu udara minimum dan maksimum Kabupaten Raja Ampat tahun 2016.



Bulan



2013



2014



2015



2016



Rata-Rata Suhu Udara (Celsius)



Rata-Rata Suhu Udara (Celsius)



Rata-Rata Suhu Udara (Celsius)



Rata-Rata Suhu Udara (Celsius)



Suhu Minimum



Suhu Maksimum



Suhu Minimum



Suhu Maksimum



Suhu Minimum



Suhu Maksimum



Suhu Minimum



Suhu Maksimum



Januari



24.7



31.8



25.2



29.1



23.1



32.8



25



31.2



Februari



24.6



31.5



25.2



28.8



23.1



32.1



23.4



29.8



Maret



24.8



32



25.1



29.1



21.4



34.1



25.6



31.6



April



24.5



31.4



24.7



29.1



23.3



33.4



24.5



30.7



54 | H a l a m a n



Mei



24.5



31.6



25.6



28.9



23



33.1



25.1



31.4



Juni



24.2



31.5



25.1



28.5



22.8



32.7



23.7



29.7



Juli



23.7



29.8



24.9



28.1



20.6



32.6



24.2



30.1



Agustus



23.5



30



24.2



28



21



31.3



24.4



30.8



September



24.1



30.8



24.8



27.8



22.3



33.2



23.6



29.6



24



31.7



25.3



28.3



22.5



33



24.7



31



Nopember



24.2



31.4



25.4



28.3



23.3



32.6



23.7



30.3



Desember



24.3



31.6



25.5



29.1



23.6



33.1



24.7



31.1



Rata-Rata



24.25



31.5



25.08



28.59



23



32.4



24.38



30.61



Oktober



Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka (2017)



Kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tenakan udara di wilayah Kabupaten Raja Ampat berdasarkan data 4 tahun terakhir seperti ditunjukkan oleh Tabel 3.5. Kelembaban rata-rata di Kabupaten Raja Ampat adalah 84% dan. Lama penyinaran rata-rata yang dapat dihitung adalah 46,00%. Tekanan udara rata-rata adalah 1009,6 mb. Tabel 3.5. Kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tekanan udara di Kabupaten Raja Ampat periode 2011 – 2016. Rata-Rata Kelembaban Udara (Persen) Bulan 2011 2012 2013



2014



2015 2016



Januari



84



85



85



85



81



83



Februari



85



85



82



83



83



81



Maret



86



86



83



82



81



82



April



85



86



84



85



84



82



Mei



87



84



88



88



85



87



Juni



87



88



86



89



87



85



Juli



86



88



90



88



85



87



Agustus



88



88



89



90



83



83



September



90



86



88



87



82



85



Oktober



96



83



86



84



82



87



Nopember



81



87



87



89



87



85



Desember



78



85



87



85



81



85



Rata-Rata



86



86



86.5



86.25



83



84



Tabel 3.6. Curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Raja Ampat tahun 2011 - 2016. 2011 BULAN



Curah Hujan (mm)



55 | H a l a m a n



Hari Huja n (Hari)



2012 Curah Hujan (mm)



Hari Huja n (Hari)



2013 Curah Hujan (mm)



Hari Huja n (Hari)



2014 Curah Hujan (mm)



Hari Huja n (Hari)



2015 Curah Hujan (mm)



Hari Huja n (Hari)



2016 Curah Hujan (mm)



Hari Huja n (Hari)



Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Septembe r Oktober Nopember Desember Jumlah



179. 7 112. 7 473. 6 132. 2 492. 8 205. 2 601. 3 268 428 110. 4 241. 8 222. 8 3469



19 20 24 19 26 25 22 18 25 22 16 22 258



218. 8 212. 3 568 275. 5 170. 9 444. 4 455. 6 103 192. 5 118. 7 174. 7 150. 6 3085



25



221



18



125



14



182



12



167



10



19



200



20



127



17



298



18



48



9



26



155



15



203



10



222



9



84



13



19



357



28



88



13



155



14



138



13



20



661



28



506



23



110



10



429



22



23



171



23



341



24



478



17



293



19



20



491



29



106



19



142



9



665



24



23



284



26



355



27



31



4



226



12



17



221



21



96



12



8



2



412



18



15



122



19



73



7



151



10



184



21



20



247



22



235



21



230



19



163



13



23



219



25



198



23



86



8



245



18



252



334 9



274



245 3



210



209 3



132



305 4



192



Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat. Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka (2017)



Tabel 3.7. Tekanan Udara dan Lama Penyinaran Matahari 2013 - 2016. 2013



Bulan



2014



2015



2016



Tekanan Udara (mb)



Penyinaran Matahari (Persen)



Tekanan Udara (mb)



Penyinaran Matahari (Persen)



Tekanan Udara (mb)



Penyinaran Matahari (Persen)



Tekanan Udara (mb)



Penyinaran Matahari (Persen)



Januari



1008.4



42.6



1008



47



1010.7



5.4



1010.8



4.4



Februari



1008



36.4



1008.5



66



1011.3



6.6



1010.2



5.3



Maret



1009



29.6



1008.4



58



1012.3



7.1



1010.6



5.1



April



1008.7



50.5



1008.7



58



1010.9



6.6



1009.7



6



Mei



1009



55.3



1009.3



50



1011.7



5.7



1009.3



4.9



Juni



1008.1



36



1008.8



56



1010.9



5.4



1010



4.3



Juli



1008.7



32.2



1010



54



1012.7



5.3



1009.6



3.7



Agustus



1009.7



31.8



1010.5



48



1012.8



5.4



1009.5



5.4



September 1009.1



51.8



1010.3



54



1012.9



6.2



1009.3



3.7



Oktober



1009.1



75.4



1009.4



72



1013.4



8.2



1008.7



4



Nopember



1007.7



67



1006.8



50



1010.8



5.6



1009.2



5.2



Desember



1007.5



67.6



1008.7



42



1011.1



8.1



1007.7



3.8



Rata-Rata



1008.7



48



1009



54.58



1011.8



6.3



1009.6



4.6



Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat. Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka (2017)



56 | H a l a m a n



B. Keadaan Gempa bumi Wilayah Kabupaten Raja Ampat juga termasuk daerah rawan gempa karena dilalui sesar Sorong yaitu yang menjulur dari daratan Papua bagian Utara menyeberangi Selat Sele dan menuju bagian utara Pulau Salawati. Pulau-pulau yang digolongkan kedalam kategori daerah dengan nilai Intensitas Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) V antara lain Pulau Waigeo, Pulau Gag, Pulau Gam, Pulau Kawe dan sekitarnya, serta Pulau Misool dan sekitarnya, MMI VI-VII mencakup Pulau Batanta, Kofiau dan sekitarnya. Penambangannya pun dapat mengancam rawan longsoran, seperti wilayah Pulau Salawati (batubara dan migas), Pulau Waigeo dan Gag (nikel) serta Pulau Batanta dan Misool (emas dan bahan baku semen). Kondisi geografis Kabupaten Raja Ampat yang berbentuk kepulauan dan berada di mulut Samudra Pasifik dan dilempeng kontinental yang dinamik juga menyebabkan wilayah Kabupaten Raja Ampat masuk ke dalam kategori kawasan rentan bencana tsunami. Bahkan dalam peta potensi tsunami



yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagian besar Pulau diwilayah Kabupaten Raja Ampat berada pada kawasan merah. Hal tersebut dapat dilihat dalam peta sebagai berikut : Gambar 3.2 Peta Indeks Ancaman Tsunami di Indonesia



Terlihat jelas bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Raja Ampat ditandai dengan warna merah, artinya Kabupaten Raja Ampat termasuk dalam wilayah rawan tsunami tingkat tinggi. Ancaman gelombang tsunami pasti terjadi, namun tidak dapat dipastikan kapan terjadinya. Karakteristik ini karena gempa bumi yang menjadi pemicu gelombang tsunami tidak dapat dipastikan kapan 57 | H a l a m a n



terjadinya. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan hanya mampu memprediksi derajat kemungkinan terjadinya gempa bumi. Abrasi juga dapat terlihat di pulau-pulau kecil antara lain disekitar Pulau Arborek dan Pulau Ayau yang terhantam gelombang terutama ketika musim angin dari arah barat dan dari arah selatan. Sedangkan gelombang yang menghantam sekitar Kampung Waigama, Pulau Misool, searah arus laut dari timur menyusur kebarat, telah mengurangi daratan. Erosi telah menggerus tanah disekitar pantai oleh aliran permukaan, karena adanya penebangan pohon untuk pembukaan lahan pertanian dan permukiman. Sedimen di muara-muara sungai membentuk delta dan betingbeting pasir ke arah lautan. Hal ini dapat dilihat pada muara-muara sungai antara lain di Kampung Kalitoko, Warsamdin, Kabare di Pulau Waigeo, Sungai Wartandip Yensawai di Pulau Batanta dan Sungai Kasim, Sungai Gamta dan Sungai Biga di Pulau Misool. Untuk bencana kebakaran sering terjadi pada hutan dataran rendah pada batu gamping dan karst saat musim kering seperti pada bagian utara Jurang Werabia. Kebakaran juga sering terjadi diekosistem semak-semak pada ultra basik, seperti halnya yang terjadi didaerah karst. Bekas kebakaran banyak dijumpai di bagian perbukitan dekat Go di Teluk Mayalibit. Frekuensi kebakaran pada saat ini lebih tinggi sebagai akibat pembakaran perladangan berpindah dan usaha pembalakan yang telah memacu kebakaran hutan. Berdasarkan peta kemiringan lereng di bawah ini, terlihat bahwa zonazona kerawanan longsor Kabupaten Raja Ampat sebagian besar berada di sebagian wilayah Pulau Wagieo Barat, Wagieo Utara dan sebagian Pulau Batanta dengan kategori ancaman yang tinggi.



C. Penggunaan Lahan Berdasarkan data pada Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat Tahun 2010 jumlah lahan perkebunan yang tersedia seluas 150.000 hektar dan hanya 13.281 hektar lahan perkebunan yang telah digunakan. Sedangkan untuk penggunaan lahan hutan, seluas 153.698,20 hektar diperuntukkan sebagai kawasan Hutan Produksi Konservasi (HPK), 15.240,84 hektar sebagai Hutan Produksi (HP), 6.941,32 hektar diperuntukkan sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) sedangkan sisanya sekitar 1.972,77 hektar dipergunakan sebagai areal penggunaan lainnya.



58 | H a l a m a n



3.1.3. Kependudukan Penduduk di wilayah Kabupaten Raja Ampat tersebar tidak merata dan proporsi jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki. Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Raja Ampat berdasarkan data BPS Kabupaten Raja Ampat seperti termuat dalam Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka tahun 2017 sebanyak 46.613 jiwa. Berdasarkan Tabel 3.8 dapat diketahui tingkat pertumbuhan penduduk Kabuapaten Raja Ampat Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin (Jiwa) Kecamatan dengan Jumlah



Laki-laki



Perempuan



2014



2015



2016



2014



2015



2016



MISOOL SELATAN



1966



2052



2135



1798



1865



1957



MISOOL BARAT



680



684



683



626



627



633



MISOOL



951



959



960



847



848



856



KOFIAU



1406



1427



1441



1275



1287



1310



MISOOL TIMUR



1669



1718



1760



1379



1410



1458



KEP. SEMBILAN



914



954



994



905



939



985



SALAWATI UTARA



1018



1006



986



944



928



917



SALAWATI TENGAH



935



925



907



817



803



794



SALAWATI BARAT



507



516



521



457



462



472



BATANTA SELATAN



746



758



766



660



668



682



BATANTA UTARA



521



530



535



454



458



468



WAIGEO SELATAN



879



882



879



822



819



822



KOTA WAISAI



4374



4485



4577



3492



3559



3665



TELUK MAYALIBIT



412



409



403



381



376



373



TIPLOL MAYALIBIT



455



452



445



416



410



407



MEOSMANSAR



908



926



938



861



872



892



WAIGEO BARAT



873



899



921



742



758



783



WAIGEO BARAT KEP.



1139



1154



1162



1048



1055



1071



WAIGEO UTARA



768



769



765



687



684



686



WARWABOMI



564



569



570



513



515



522



SUPNIN



470



471



469



425



423



424



KEPULAUAN AYAU



477



475



470



467



462



460



AYAU



603



601



593



572



567



566



WAIGEO TIMUR



772



785



794



715



722



736



RAJA AMPAT



24007 24406 24674 21303 21517 21939 Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka (2017)



59 | H a l a m a n



berada di sekitar angka 3,08% setiap tahunnya. Tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi di Distrik Kota Waisai. Di Distrik Waisai juga terjadi kepadatan penduduk yang sangat tinggi yaitu 67,63 jiwa/km2, serta jauh di atas rata-rata kepadatan kabupaten yaitu 6,73 jiwa/km2 (Tabel 3.9). Tingkat kepadatan penduduk terendah berada di Distrik Misool, yaitu sebesar 1,47 jiwa/km2. Tabel 3.9. Kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Raja Ampat tahun 2017. Kecamatan dengan Jumlah



Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) 2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



RAJA AMPAT



5.29



5.41



5.61



7.3



7.45



7.55



6.17



WAIGEO TIMUR



8.59



8.64



8.45



2.9



3.33



3.37



2.75



AYAU



7.29



6.01



6.07 249.3 246.33 244.86



198.8



KEPULAUAN AYAU



6.05



7.25



7.31



93.9



92.73



92.04



73.46



SUPNIN



14.31



14.47



16.54



5.4



4.74



4.73



3.8



WARWABOMI



16.94



16.94



14.74



3.7



4.5



4.53



3.67



WAIGEO UTARA WAIGEO BARAT KEP. WAIGEO BARAT



15.52



15.68



15.55



11.9



12.09



12.07



9.7



2.22



2.23



2.3



25.4



26.31



26.57



21.62



0.84



0.86



0.87



2.3



2.63



2.7



2.23



MEOSMANSAR



7.25



7.34



7.32



8.7



10.04



10.21



8.36



TIPLOL MAYALIBIT



5.57



5.63



5.6



5.6



5.4



5.34



4.25



TELUK MAYALIBIT



7.92



8.01



7.97



1.6



1.58



1.57



1.25



127.21 136.34 156.09



91.7



80.19



82.01



67.63



KOTA WAISAI WAIGEO SELATAN



5.52



5.91



5.63



8.8



8.8



8.8



7.08



BATANTA UTARA



3.62



3.66



3.62



3.7



4.17



4.22



3.45



BATANTA SELATAN



6.39



6.45



6.38



8.3



9.25



9.39



7.67



SALAWATI BARAT



6.72



6.71



6.7



2.1



2.38



2.42



1.98



11.93



11.92



11.91



4



3.8



3.75



2.97



8.9



8.88



8.88



66.5



63.27



62.37



49.4



KEP. SEMBILAN



8.91



9.2



MISOOL TIMUR



4.98



5.08



5.14



6



6.84



7.02



5.81



KOFIAU



2.98



3



2.94



14.3



16.15



16.35



13.34



MISOOL



4.18



4.16



4.62



2



1.81



1.82



1.47



MISOOL BARAT



4.81



4.81



5.31



5.3



4.82



4.84



3.91



MISOOL SELATAN



4.89



5.04



5.4



45.8



51.3



53.39



44.89



SALAWATI TENGAH SALAWATI UTARA



9.79 116.1 131.34 136.68 114.99



Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka (2018)



60 | H a l a m a n



3.1.5. Sarana dan Prasarana



A. Kesehatan Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Raja Ampat tercermin dalam ketersediaan sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, gudang farmasi dan apotek. Jumlah sarana kesehatan yang tercatat seperti ditunjukan pada Tabel 3.12. Sedangkan tenaga kesehatan yang melayani sektor kesehatan seperti tertuang dalam Tabel 3.13. Tabel 3.10. Sarana Kesehatan di Kabupaten Raja Ampat tahun 2016.



Tabel 3.11. Tenaga kesehatan di Kabupaten Raja Ampat tahun 2007.



61 | H a l a m a n



B. Pendidikan Pendidikan di Kabupaten Raja Ampat lebih di dominasi oleh pendidikan sekolah dasar dengan siswa mencapai 10.460 orang dan 594 orang guru serta 109 unit sekolah (Tabel 3.13). Angka partisipasi sekolah untuk SD sangat tinggi yaitu 87,88% dan angka partisipasi kelulusan mencapai 97,85%. Angka Partisipasi Sekolah Terendah dialami oleh SLTA (SMK) sebesar 22,60% dan tingkat kelulusan mencapai 14,70% (Kab. Raja Ampat Dalam Angka, 2017). Tabel 3.12. Sarana menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Raja Ampat tahun 2011 - 2016. Tingkat Pendidikan



Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan (Unit) 2011



2012



2013



2014



2015



2016



12



15



17



14



-



-



97



106



108



102



102



109



SMP



31



33



30



31



31



32



SMA



12



12



14



15



15



14



MA



-



1



1



1



1



2



SMK



2



2



2



3



3



5



Taman Kanak Kanak Sekolah Dasar



Tabel 3.13. Jumlah Murid dan Guru Menurut Tingkat Pendidikan Kabupaten Raja Ampat tahun 2014 - 2016 Tingkat Pendidikan



2014



2015



2016



Murid



Guru



Murid



Guru



Murid



Guru



Taman Kanak Kanak Sekolah Dasar



501



72



-



-



-



-



9678



345



9145



417



10460



594



SMP



2819



245



2839



287



313



280



SMA



1299



94



1397



167



1550



202



MA



23



13



25



8



97



19



SMK



324



58



299



62



418



87



62 | H a l a m a n



Tabel 3.14. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Tingkat Pandidikan Kabupaten Raja Ampat tahun 2014 - 2016



2014 Tingkat Pendidikan



Angka Partisipasi Kasar (index)



SD



LakiLaki 114.68



SMP SMA



Perempuan Jumlah



2015



2016



Angka Partisipasi Kasar (index) LakiPerempuan Jumlah Laki 110.35



Angka Partisipasi Kasar (index) LakiPerempuan Jumlah Laki 116.78



123.9



119.03



70.12



74.97



72.69



-



-



112.9



-



-



72.05



75.3



65.9



71.56



-



-



64.14



-



-



61.84



C. Listrik Penyediaan listrik di Kabupaten Raja Ampat di layani oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memiliki 5 pembangkit listrik tenaga diesel yang berada di Kalobo, Saonek, Waigama, Samate dan Kabare (Raja Ampat Dalam Angka 2017). Produksi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit Waisai pada tahun 2016 adalah 100 kwh. Jumlah produksi ini belum sepenuhnya dapat melayani kebutuhan energi listrik di Kabupaten Raja Ampat, sehingga diperlukan alternative penyediaan energi listrik selain yang berasal dari diesel. Dibeberapa kampung telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro dengan kapasitas kurang dari 10.000 kwh.



63 | H a l a m a n



D. Jalan Sarana jalan yang dimiliki oleh Kabupaten Raja Ampat sepanjang 490,850 km yang terdiri dari jalan aspal sepanjang 42,000 km, jalan tidak di aspal 83,576 km serta jalan lainnya 365,274 km. Sarana jalan lain yang dimiliki adalah jembatan yang terdiri dari jembatan beton dan kayu yang berjumlah 161 buah. Kondisi jalan dan panjang jalan yang berada di Kabupaten Raja Ampat selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.16 berikut ini. Tabel 3.16. Sarana jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Raja Ampat tahun 2016.



Tabel 3.17. Panjang Jembatan dan Jenis Jembatan di Kabupaten Raja Ampat tahun 2016



64 | H a l a m a n



BAB IV KONDISI



4.1. Kabupaten Raja Ampat Kepulauan Raja Ampat terbentuk oleh pergerakan lempeng Pasifik dan pembentukan laut dalam sekitar 231-163 juta tahun lalu atau lebih tepatnya pada Zaman Jura. Pada sekitar 125 juta tahun yang lalu atau pada Zaman Kapur Akhir benua Australia bergerak menuju arah utara dan membentuk busur kepulauan (Supriatna, 1995). Gerakan lempeng India-Australia bergerak sekitar 8 cm/tahun kea rah utara-timur laut dan lempeng Pasifik bergerak sekitar 10 cm/tahun ke barat-barat laut yang kemudian membentuk Sesar Sorong yang membelah Pulau Batanta dan Pulau Salawati. Zona atau Kawasan terdiri dari Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Misool, Pulau Kofiau, Pulau Salawati, Pulau Sayang, Pulau Gag, Pulau Kawe, Pulau Gam, Pulau Manuran, Pulau Mansuar dan pulau-pulau kecil lainnya disekitar zona tersebut, serta juga beberapa selat yaitu, Selatdampier, Selat Sagawin dan Selat Bougainville serta teluk-teluk antara lain Teluk Mayalibit, Teluk Kabui, Teluk Lilinta, Teluk Tomolol dan Teluk Nukari. Kawasan tersebut dikelilingi oleh Laut Seram di sebelah selatan, Laut Halmahera di sebelah barat serta Samudera Pasifik di sebelah barat dan timur. Kedalaman laut (batimetri) terdalam, yaitu lebih dari 200 meter, terletak atau terdapat di tengah-tengah laut lepas antara Pulau Waigeo, Kofiau dan Misool (Dishidros, 1992). Sedangkan laut antara Pulau Misool dengan Salawati dan pulau-pulau disekitarnya memiliki kedalaman kurang dari 200 meter, sedangkan laut di sekitar Pulau Waigeo pada daerah teluk berkisar antara 3 hingga 55 meter dan pada daerah tanjung yang bertebing kedalamannya dapat mencapai 118 meter. Kepulauan Raja Ampat memiliki kekayaan geologi yang menarik, cerminan proses geologi panjang pada awal pembentukannya. Kekayaan geologi yang berupa keragaman geologi ini meliputi mineral, fosil, batuan, air, struktur geologi, bentang alam, dan proses geologi. Meskipun jauh terpencil di pelosok pulau-pulau Papua Barat, tapi dengan keragaman geologinya yang berlimpah, Rajaampat menjadi tujuan geowisata luarbiasa di Indonesia bagian timur. Kepulauan Rajaampat yang berada di bagian timur Indonesia, merupakan gugusan pulau yang terletak di Kepala Burung Papua. Luas 65 | H a l a m a n



kepulauan ini kurang lebih 46,108 km2 dan 87% wilayahnya merupakan lautan. Kepulauan ini termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Rajaampat, Provinsi Papua Barat. Rajaampat dahulu dikenal dengan nama Kalanafat, yang dalam bahasa suku



Maya



berarti



gugusan



kepulauan.



Kata



tersebut



tepat



untuk



menggambarkan wilayah Rajaampat yang terdiri dari 1800 pulau, berukuran kecil dan besar. Empat di antara pulau tersebut merupakan pulau besar yang bergunung-gunung yakni Waigeo, Misool, Salawati dan Batanta. Dari seluruh pulau tersebut hanya sekitar 35% berpenghuni, bahkan sebagian besar lainnya belum memiliki nama.



4.1.1 Keragaman Geologi Kepulauan Raja Ampat memiliki keragaman geologi yang menarik, cerminan proses geologi panjang pada awal pembentukannya. Keragaman geologi atau geodiversity dapat diartikan sebagai variasi bentukan geologi yang meliputi batuan, mineral, fosil, air, struktur geologi, bentang alam, dan proses. Penelusuran keragaman geologi kali ini difokuskan pada wilayah pesisir Kepulauan Rajaampat bagian utara yang meliputi Pulau Waigeo, Kepulauan Wayag, Teluk Kabui, dan Teluk Mayalibit. Secara geologi, Kepulauan Rajaampat tidak terlepas dari sejarah geologi pembentukan Pulau Papua yang terletak pada bagian tepi Lempeng India-Australia. Papua berkembang akibat adanya pertemuan Lempeng IndiaAustralia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke Barat. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Waigeo, skala 1 : 250.000, yang disusun oleh Supriatna drr, 1995, batuan penyusun Pulau Waigeo dan sekitarnya terdiri atas aluvium, konglomerat aneka bahan, batugamping terumbu, batugamping Formasi Puri dan Formasi Waigeo, batupasir arkosa Formasi Yeben, batulanau Formasi Rumai dan Formasi Tanjung Bomas, batuan gunung api, dan batuan ultramafik. Keragaman geologi di kepulauan ini umumnya terkait dengan batugamping Formasi Waigeo yang mengalami pengangkatan dari dasar laut dan selanjutnya mengalami proses karstifikasi. Pengangkatan batugamping ke 66 | H a l a m a n



permukaan laut memberikan karakteristik batimetri yang bervariasi dari permukaan dasar laut. Pada batimetri kurang dari 55 m, batugamping ini memiliki fungsi bagi kelangsungan lingkungan hidup wilayah ini. Fungsi lingkungan hidup ini terkait dengan keberadaan ekosistem pesisir wilayah ini yang telah diakui sebagai wilayah perairan dengan keanekaragaman hayati kelas dunia. Bentang alam sebagai hasil proses karstifikasi pada batugamping, selain memberikan panorama yang indah bagi wisatawan, juga memiliki fungsi sosial budaya untuk masyarakat sekitar. Fungsi sosial budaya terkait dengan kepercayaan masyarakat lokal terhadap kekuatan magis bentukan endokars pada lokasi tertentu. Bahkan nenek moyang masyarakat lokal meyakini beberapa bentukan endokars merupakan tempat terakhir yang dianggap suci bagi orang yang meninggal. Di Kepulauan Wayag dan Salpele, keragaman geologinya dicirikan dengan bentukan dari batugamping yang telah mengalami pengangkatan ke permukaan serta kemudian mengalami proses karstifikasi lanjut. Tonjolantonjolan bukit dengan bentuk seperti tiang atau menara dengan ketinggian bervariasi antara 20 – 40 m menjadikan wilayah ini sangat unik dan eksotik. Kepulauan Wayag yang terletak di bagian ujung barat Kepulauan Rajaampat, memperlihatkan bentang alam yang menakjubkan berupa bukit-bukit eksokars yang seolah-olah muncul dari dalam permukaan laut dan membentuk rangkaian pulau-pulau yang berada dalam satu atol. Seperti halnya Kepulauan Wayag, Selpele yang terletak di Pulau Waigeo bagian barat juga menunjukkan bentang alam berupa tonjolan-tonjolan bukit eksokars yang luar biasa. Ada tambahan potensi yang menarik di sini, yaitu dijumpainya peninggalan warisan budaya nenek moyang orang Papua. Gambar tangan pada dinding tebing batugamping berwarna merah yang menggunakan bahan alami oker – serbuk besi hematit – nampak seperti warna darah manusia. Teluk Mayalibit yang merupakan teluk tertutup bermulut sempit dengan lebar kurang lebih 350 m terletak di bagian tengah Pulau Waigeo, seolaholah membagi dua pulau Waigeo. Di teluk ini pada beberapa tempat ditemukan juga bukit-bukit eksokars, namun tidak sebanyak seperti di Kepulauan Wayag.



67 | H a l a m a n



Terbentuknya Teluk Mayalibit kemungkinan merupakan lembah graben yang terjadi pada batugamping sebagai akibat kegiatan tektonik (sesar normal). Indikasi graben berupa kenampakan dinding batugamping yang berdiri tegak tampak terlihat jelas mengelilingi teluk ini. Graben dengan bentuk tertutup seolah-olah memerangkap aliran air laut yang mengalir di dalamnya. Berdiri tegaknya tebingtebing batugamping yang mengelilingi wilayah ini membuatnya tampak seperti danau air laut. Selain



itu,



kenampakan



hutan



mangrove



pada



kaki



tebing



batugamping area ini menyajikan keindahan bentang alam yang mengagumkan. Pada bagian barat tebing teluk ini, yakni dekat dengan Kampung Warsambim, terdapat dua stalaktit yang memiliki nilai religi bagi penduduk setempat. Kedua stalaktit dengan bentuk menyerupai alat kelamin pria ini dipercaya penduduk dapat memberikan keturunan pada orang yang sulit memiliki anak dengan hanya memegang atau menyentuhnya.



4.1.2 Antara Perlindungan dan Ancaman Bentukan



kars



di



Kepulauan



Raja



Ampat



selain



indah



dan



mengagumkan setidaknya memiliki tiga fungsi terhadap lingkungan di sekitarnya, yakni



sebagai



wadah



bagi



kelangsungan



ekosistem



pesisir,



wadah



mengekspresikan budaya lokal nenek moyang setempat, maupun wadah bagi olah raga air manusia modern saat ini. Keindahan alam kars beserta fungsinya terhadap alam perlu dijaga dan dilindungi keberadaannya serta dipertahankan kealamiahannya terhadap berbagai ancaman kerusakan lingkungan akibat kegiatan manusia. Ancaman kegiatan yang dapat merusak keberadaan eksokars wilayah ini di antaranya datang dari pengusahaan tambang sumber daya yang berpotensi seperti nikel, pasir, batu, minyak dan gas, batugamping, mangan, kobalt, dan krom. Kegiatan tambang, terutama batugamping untuk bahan baku semen, dikhawatirkan akan mengubah bentuk bentang alam yang menjadi salah satu daya tarik keindahan kepulauan ini. Kegiatan tambang meningkatkan laju erosi dan sedimentasi. Jelas lumpurnya akan mengakibatkan tertutupnya tubuh biota laut dan menghalangi 68 | H a l a m a n



penetrasi sinar matahari. Akibatnya biota menjadi mati. Menyadari ancaman itu, saat ini izin kegiatan yang telah diberikan terhadap kegiatan tambang nikel, misalnya di Pulau Kawe, untuk sementara dihentikan. Ancaman lainnya justru bisa datang dari sisi pariwisata juga. Jumlah wisatawan yang berkunjung dikepulauan ini dari tahun 2009 hingga 2011 berturut-turut sebesar 3.800, 6.000 dan 8.000 orang dengan 90% di antaranya wisatawan asing. Hingga saat ini kegiatan wisata memang belum menunjukkan dampak terhadap bentukan eksokars di kepulauan ini. Sedikitnya dapat dilihat dari masih terjaganya keaslian bentukan eksokarsnya. Namun demikian, bila melihat kecenderungan jumlah wisatawan yang menaik, dikhawatirkan akan membawa dampak negatif terhadap batugamping di wilayah ini. Pembangunan banyak cottage – pada beberapa tempat dilakukan di sekitar bukit-bukit kars itu – jelas akan mengubah bentuk keindahan bentang alam serta menganggu ekosistem pesisir kepulauan ini di masa datang. Dalam rancangan Peraturan Presiden tentang Kepulauan Raja Ampat, kawasan ini diperuntukkan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati untuk jangka waktu 15–20 tahun mendatang. Meskipun rancangan peraturan presiden masih disusun, pihak pemerintah daerah telah lama melakukan konservasi. Hal ini terlihat dari dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Rajaampat No. 27 Tahun 2008 dan Peraturan Bupati Rajaampat No. 05 Tahun 2009. Peraturan itu membagi Kepulauan Rajaampat menjadi 6 wilayah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), yakni KKLD Wayag-Sayang, KKLD Kepulauan Ayau, KKLD Teluk Mayalibit, KKLD Selat Dampier, KKLD Kepulauan Kofiau dan Boo serta KKLD Misool Timur Selatan.



4.2. Daerah Penyelidikan 4.2.1 Karakteristik Pantai Berdasarkan karakteristik pantai yang berupa kenampakan bentuk, lereng, batuan penyusun, relief serta proses-proses geodinamis yang terjadi, pantai Raja Ampat dibagi menjadi : 1)



Pantai Berpasir ; dicirikan dengan relief yang rendah, melengkung halus, pasir halus hingga kasar, pecahan cangkang kerang, karonat,



69 | H a l a m a n



berwarna



putih,



ditumbuhi



oleh



terumbu



karang



dan



proses



sedimentasi yang dominan. Tipe pantai seperti ini ditemukan di kampung-kampung antara Saonek, Waisai, Urbiansopen, Kapadiri, Selpele, Mutus dan Arborek di Pulau Waigeo serta Waigama, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool. 2)



Pantai Bertebing ; dicirikan dengan relief sedang-tinggi, batu gamping putih, batuan beku basal, masif dan keras. Tinggi tebing dimulai dari 2 meter hingga 100 meter dengan kemiringan 20% hingga terjal. Proses geodinamis yang terjadi adalah pengangkatan, patahan, karstifikasi serta abrasi. Daerah pantai seperti ini dominan terdapat di Pulau Waigeo dan sekitarnya memanjang dari Teluk Kabui, Teluk Mayabilit, daerah



antara Urbinasopen hingga Selpele dan juga dominan



mengelilingi Pulau batanta, Pulau Batangpele, Pulau Kawe, Pulau Gag, Pulau Mansuar, Pulau Misool bagian selatan. 3)



Pantai Berlumpur ; dicirikan dengan relief rendah, berbentuk bersifatt deltaic, tersusun atas lumpur, lempung pasiran, organik, berwarna coklat hingga hitam, lunak dan basah. Pantai yang seperti ini antara lain ditemukan di Kalitoko di teluk Mayabilit, Kabare di Pulau Waigeo dan pantai antara Waigama hingga Atkari di Pulau Misool. Pada pantai yang seperti ini yang dominan adalah proses pengendapan serta hutan mangrove.



4)



Pantai Kerikil Pasiran ; dicirikan dengan relief yang rendah hingga sedang, tipe pantai berteluk dan bertanjung, batuan tersusun atas kerikil, pasir halus hingga kasar, batuan beku, berwarna hitam keabuabuan dan terletak tersebar di kaki perbukitan gunungapi purba. Tipe pantai ini dapat ditemukan di daerah Yensawai, Arefi dan Wailebet di Pulau Batanta dan Kalyam di Pulau Salawati.



4.2.2 Geomorfologi Geomorfologi merupakan bentang alam mulai dari garis pantai hingga perbukitan di daratan diperlihatkan dalam bentuk kemiringan lereng, geometri, batuan, iklim dan curah hujan serta aktifitas dari manusia. Berdasarkan geomorfologinya, Raja Kepulauan Ampat dapat dibagi menjadi :



70 | H a l a m a n



1)



Satuan Daratan Alluvial ; terdiri dari dataran pantai, rawa dan sungai. Kemiringan lereng kurang dari 15%, batuan tersusun atas lempung, lanau, pasir dan kerikil. Elevasi 0-10 meter, relief relief rendah, proses yang dominan adalah sedimentasi. Penggunaan lahan pada umumnya untuk permukiman serta ditumbuhi bakau. Dataran ini dapat ditemukan di Saonek, Waisai, Urbinasopen, Lamlam, Selpele, Mutus dan Arborek di Pulau Waigeo dan sekitarnya, Yensawai dan Arefi di Pulau Batanta, serta Waigama, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool.



2)



Satuan Topografi Karst ; terdiri dari batuan batu gamping, terumbu karang dan kalkarenit. Kemiringan lereng sekitar 8% hingga terjal. Elevasi 0-650 meter, relief kasar, membulat, terdapat rekahan, celahan, gua-gua, sungai bawah tanah dan dolina-dolina. Proses alam yang terjadi adalah pengangkatan, patahan, karstifikasi. Pada beberapa tempat terdapat sungai bawah tanah antara lain Sungai Werabia di Pulau Waigeo dan Sungai Wartandip di Pulau Batanta. Pola antar sungai saling sejajar dan hanya berair ketika musim hujan. Tutupan lahan pada umumnya hutan lebat seperti di Pulau Waigeo sekeliling Teluk Mayalibit, Pulau Gam, Pulau Batanta dan bagian tengah dan timur dari Pulau Misool serta pulau-pulau kecil lainnya.



3)



Satuan Perbukitan Batuan Beku ; terdiri dari batuan ultrafamik yang bersifat palagos dan retas, kemiringan lereng 30% hingga terjal. Elevasi 0-920 meter, relief tingi, mempunyai gawir terjal. Proses goedinamis dominan yag terjadi adalah patahan, erosi serta pelapukan. Lahan gersang dan tidak tertutup oleh vegetasi. Penyebaran meluas pada bagian utara Waigeo, Pulau Kawe, Pulau Gag, Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun.



4)



Satuan Perbukitan Rendah Hingga Tinggi ; terdiri dari batuan sedimen dan interusi gunungapi. Kemiringan lereng 8% hingga lebih dari 30%, elevasi 0-500 meter, bentangalam bergelombang, relief rendah hingga kasar. Proses geodinamis yang paling dominan terjadi adalah patahan, erosi serta pelapukan intensif. Tersebar di Pulau Batanta, Pulau Misool bagian selatan dan Pulau Kofiau.



71 | H a l a m a n



4.2.3 Tanah Tanah



merupakan



hasi



dari



pelapukan



batuan



dan



endapan



transportasi yang terdapat pada bagian atas dari batuan (Top Soil). Hasil pelapukan dapat diklasifikasikan menjadi lapuk ringan, sedang dan lanjut. Tanah di Kepulauan Raja Ampat dapat dibagi menjadi beberapa jenis : 1)



Pasir Kerikil ; terdiri dari batuan gamping. Mempunyai vegetasi mengisi celahan batuan. Ketebalan 0-20 cm, ikatan semen terdiri dari pasir kerikil, berwarna coklat kekuningan, bersifat lepas-lepas, porositas sedang, daya dukung baik. Tersebar di sekeliling Teluk Mayalibit di Pulau Waigeo, Pulau Gam, Pulau Batanta dan bagian tengah dan timur dari Pulau Misool.



2)



Pasir Pantai dan Sungai ; berwarna putih dan hitam, berukuran halus sampai kasar, kerikil, bersifat lepas-lepas, porositas tinggi, terdapat cangkang kerang, mengandung karbonat, kuarsa dan batuan beku. Daya dukung sedang. Tersebar di permukiman-permukiman Saonek, Waisai, Urbinasopen, Lamlam, Selpele, Mutus dan Arborek di Pulau Waigeo dan sekitarnya, Yensawai dan Arefi di Pulau Batanta, Waigama, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool.



3)



Lempung Lanauan Pasiran ; merupakan tempat terdapatnya substrat hutan rawa dan mangrove, berwarna hitam, lunak, plastisitas tinggi, mengandung bahan organic, berbau, jenuh air, bersifat tanah gambut dan daya dukung rendah. Penyebarannya terdapat disekitar garis pantai dan muara-muara sungai seperti Teluk Mayabilit, Lamlam dan Selpele di Pulau Waigeo, Yensawai di Pulau Batanta, Deer di Kofiau serta Waigama dan Usaha Jaya di Pulau Misool.



4)



Pasir Lempungan ; merupakan pelapukan lanjut dari batuan beku basa, serpentinit, rinjang, berwarna coklat kuning kemerahan, porositas sedang, tebal 0,5 sampai 20 meter. Lahan terlihat gersang vegetasi. Tersebar di bagian utara Pulau Waigeo, Pulau Kawe, Pulau Gag, Pulau Batangpele dan Pulau Manyaifun.



5)



Lempung Lanauan ; dicirikan dengan warna coklat kekuningan, lunak sampai agak padat, porositas sedang hingga tinggi, tebal antara 1 hingga 10 meter, tufaan, fragmen pecahan batu gamping, daya dukung sedang hingga baik. Lahan ditutupi hutan lebat. Tersebar di Waisai,



72 | H a l a m a n



Warsamdin, Urbinasopen di Pulau Waigeo dan meluas di Lilinta, Gamta, dan Usaha Jaya di Pulau Misool. 6)



Pasir Kerikilan bongkah ; merupakan produk dari batuan gunungapi, warna coklat tua, agak padat, porositas sedang hingga tinggi, tebal antara 1 hingga 5 meter, tufaan, breksi vulkanik, fragmen batuan beku, daya dukung sedang hingga baik. Tersebar di Pulau Batanta.



4.2.4 Batuan Pengelompokkan batuan didasarkan atas survey tinjau (2006) dan disebandingkan dengan peneliti terdahulu yaitu Rusmana (1989), Amri (1990) dan Supriatna (1995). Berdasarkan studi aini penyeban dari batuan di pulaupulau Raja AMpat dibagi menjadi: 1)



P. Kofiau, Batanta, Salawati dan sekitarnya, dimana pada pulau-pulau tersebut tersusun atas endapan Aluvium dan litoral, endapan danau. Kelompok batugamping Waigeo, Kais, Klamogun, Sagawin, Dayang, Koor dan Faumai. Batuan gunungapi Dore dan Batanta. Batuan konglomerat Sele dan Asbakin. Batuan ultramafik Sesar Sorong. Breksi Yefman. Formasi Klasaman, Klasafet, Arefi. Batupasir Formasi Sirga. Serpih Formasi Saranami, Waiyar, Tamrau dan Kemum. Ofiolit Gag. ArokosaKelompok Aifam. Granit Melariurna.



2)



P. Waigeo dan sekitarnya, pada beberapa pulau di sana tersusun atas batuan alluvium. Konglomerat Aneka Bahan dan Formasi Lamlam. Batugamping Waigeo, Puri dan Terumbu. Arkosa Formasi Yeben. Batulanau Rumai dan Tanjnng Bomas. Batuan gunungapi. Batuan Ultarmik.



3)



P. Misool dan sekitarnya, pada pulau ini tersusun atas batuan alluvium litoral. Betugamping Atkari, Openta, Zaag, Facet, Demu, Bogal. Anggota Batunapal Lios. Batupasir Daram. Batulanau Formasi Fafanlap. Formasi Serpih Keskain, Serpih Lilinta dan Yefbi. Batu Malihan Ligu.



73 | H a l a m a n



4.2.5 Air Tanah Air tanah adalahh air yang terdapat di bawah permukaan tanah. Berdasarkan keberadaannya air tanah di Kepulauan Raja Ampat dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu air tanah bebas, tertekan dan mata air. 1)



Air tanah bebas Dapat dilihat pada sumur-sumur penduduk. Muka air tanah berkisar antara 0,5 hingga 2m di bawah muka tanah setempat. Ketebalan kolom air sekitar 0,5 hingga 1m. kualitas baik, berwarna bening dan terasa tawar. Air tanah bebas terdapat di beberapa daerah seperti Saonek, Waisai, Yensawai, Arefi di Pulau Batanta dan Waigana, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool.



2)



Air tanah tertekan Hingga saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti bagaimana karakteristik air tanah tertekan ini. Dan masih belum diketahui pula data sekunder sehingga kita perlu adanya penelitian khusus tentang potensi air tanah.



3)



Mata Air Adalah air tanah yang keluar ke permukaan tanah karena akuifer terpotong oleh topografi. Mata air ini ditemukan pada batas antara pelapukan tanah dengan batuan dasar. Beberapa mata air terdapat di Kabare, Warsamdin di Pulau Waigeo dan Kaliam di Pulau Salawati.



4.2.6 Struktur Geologi Tekanan tumbukan antara lempeng Indo-Australia denga lempeng Pasifik menghasilkan patahan dan lipatan yang disertai dengan pengangkatan serta penurunan. Hal ini terjadi pada Zaman Kapur akhir atau 125 juta tahun yang lalu. Proses Geologis ini terlihat jelas disekitar Teluk Mayalibit di Pulau Waigeo dan Teluk Tomolol hingga Teluk Lilinta di Pulau Misool yang dicirikan dengan kelurusan bukit-bukit, tebing dengan dinding yang terjal, retakan dan celahan batuan serta pulau-pulau kecil yang terpotong batuannya. Patahanpatahan ini merupakan jalan air masuk ke dalam batuan masif sehingga terbentuk cadangan air tanah dan juga tempat tumbuhnya tanaman. Tetapi 74 | H a l a m a n



patahan ini juga menjadi zona yang lemah dan retakan dimana batuan dapat bergerak.



4.2.7 Pengangkatan, Penurunan dan Pelapukan Di Pulau Waigeo, Pulau Kofiau, Pulau Misool dan pulau-pulau kecil yang berada disekitarnya terdapat batuan laut dan juga fosil terumbu karang yang muncul menjulang ke atas daratan dan membentuk bukit-bukit. Cekungan yang ada yaitu Cekungan Salawati yang mengandung hidrokarbon terbentang dari ujung Pulau Papua di sekitar kepala burung, Pulau Salawati hingga lepas pantai utara Pulau Misool. Sedangkan pelapukan dipengaruhi oleh kondisi iklim, cuaca serta sifaat mineral batuan dasar. Pelapukan yang khas terjadinya endapan Nikel yang bernilai ekonomi tinggi yang berasal dari endapan laterit dari batuan beku ultra basa dengan ketebalan mencapai 20 meter. Tanah pelapukan ini pula merupakan media yang baik bagi tanaman sehingga dapat tumbuh subur.



4.2.8 Kegempaan Pergerakan subduksi lempeng Indo-Australia yang menyusup lempeng Pasifik menjadikan atau menyebabkan wilayah Kepulauan Raja Ampat sebagai zona sumber gempa bumi lajur penunjaman Indonesia Timur. Besarnya intensitas atau tingginya tingkat kerusakan akibat gempa bumi sangat bergantung kepada jarak tempat tersebut terhadap sumber gempa bumi serta kondisi dari geologi setempat.



75 | H a l a m a n



BAB V HASIL PENYELIDIKAN Kegiatan Pendataan daerah rawan bencana di Distrik



dan Kampung



Kabupaten Raja Ampat diawali dengan kajian Pustaka Dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten Raja Ampat Tahun 2018 – 2022 yang di terbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2018, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan lapangan berupa survei dan pendataan daerah yang berisiko mengalami bencana. Tahap selanjutnya adalah menentukan factor bahaya



dan tingkat



kerentanan di setiap distrik, terutama wilayah kampung. Berdasarkan kriteria bahaya dan kerentanan maka dilakukan analisis risiko untuk mengetahui seberapa besar tingkat bencana yang akan menimpa atau dialami oleh masyarakat di wilayah pendataan. Hasil analisis risiko digunakan untuk memformulasi metode penanganan bencana, baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat. Di bagian akhir diharapkan tumbuh kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana yang akan datang. Upaya yang dilakukan antara lain mempersiapkan peran serta masyarakat dalam kegiatan penanganan bencana dan meningkatkan potensi (mengurangi faktor kerentanan) masyarakat melalui upaya penanganan bencana. 5.1. Kajian Resiko Bencana Pengkajian risiko bencana merupakan suatu metodologi untuk menentukan sifat dan besarnya risiko dengan menganalisa bahaya potensial dan mengevaluasi kondisi kerentanan yang ada. Dimana risiko tersebut dapat menyebabkan ancaman atau membahayakan jiwa, harta benda, mata pencarian, dan lingkungan tempat mereka bergantung. Oleh karena itu, kajian ini penting dilakukan dalam rangka penyusunan rencana penanggulangan bencana, serta untuk mengetahui kerusakan bila terjadi bencana, dalam rangka penyusunan rencana tindak tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Kajian risiko bencana dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya dan kerentanan dari suatu daerah yang kemudian menganalisa dan mengestimasi kemungkinan timbulnya potensi bahaya. Selain itu, juga untuk mempelajari kelemahan dan celah dalam mekanisme perlindungan dan strategi adaptasi yang ada terhadap bencana, serta untuk memformulasikan rekomendasi realistis langkah-langkah mengatasi kelemahan dan mengurangi risiko bencana yang



76 | H a l a m a n



telah diidentifikasi. Proses kajian harus dilaksanakan untuk seluruh potensi bahaya sampai kepada tingkat terendah di wilayah kajian.



5.1.1 Penentuan Tingkat Bahaya Berdasarkan hasil pengkajian bahaya di Kabupaten Raja Ampat, maka didapatkan tingkat bahaya untuk seluruh bencana yang berpotensi, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 5.1. Tingkat Bahaya Kabupaten Raja Ampat No



Bahaya



Tingkat Potensi



1



Banjir



2



Banjir Bandang



TINGGI



3



Cuaca Ekstrim



SEDANG



4



Gempabumi



TINGGI



5



TINGGI



Gelombang Ekstrim dan Abrasi



TINGGI



6



Kebakaran Hutan & Lahan



TINGGI



7



Kekeringan



TINGGI



8



Tanah Longsor



TINGGI



9



Tsunami Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017



TINGGI



Berdasarkan tabel tersebut, disimpulkan bahwa jenis bencana yang berpotensi terjadi di Kabupaten Raja Ampat memiliki tingkat yang bervariasi. Hal ini dilihat dari kelas bahaya maksimal di setiap bencana tersebut. Banjir bandang, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi, gempabumi, dan tsunami berada pada tingkat bahaya tinggi. Kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, tanah longsor dan banjir berada pada tingkat bahaya sedang.



5.1.2 Penentuan Tingkat Kerentanan Berdasarkan hasil pengkajian kerentanan di Kabupaten Raja Ampat, maka didapatkan tingkat kerentanan untuk seluruh bencana yang berpotensi, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 5.2. Tingkat Kerentanan Bencana di Kabupaten Raja Ampat No.



Jenis Bencana



Kelas Penduduk Terpapar TINGGI



Kelas Kerugian



Kelas Kerusakan Lingkungan



Tingkat Kerentanan



TINGGI



TINGGI



TINGGI



1



Banjir



2



Banjir Bandang



TINGGI



TINGGI



TINGGI



TINGGI



3



Cuaca Ekstrim



TINGGI



TINGGI



TINGGI



TINGGI



77 | H a l a m a n



TINGGI



TINGGI



TINGGI



TINGGI



5



Gempa Bumi Gelombang Ekstrim & Abrasi



TINGGI



TINGGI



TINGGI



TINGGI



6



Kebakaran Hutan & Lahan



TINGGI



TINGGI



TINGGI



TINGGI



7



Kekeringan



TINGGI



TINGGI



TINGGI



TINGGI



8



Tanah Longsor



TINGGI



TINGGI



TINGGI



TINGGI



9



TINGGI Tsunami Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017



TINGGI



TINGGI



TINGGI



4



Berdasarkan



tabel



tersebut,



dapat



disimpulkan



bahwa



tingkat



kerentanan untuk seluruh potensi bencana di Kabupaten Raja Ampat berada pada kelas tinggi. Tingkat kerentanan tinggi berpotensi terhadap bencana kekeringan, tanah longsor, cuaca ekstrim, tsunami, gelombang ekstrim dan abrasi, banjir, banjir bandang, gempabumi, kebakaran hutan dan lahan.



5.1.3 Penentuan Tingkat Kapasitas Berdasarkan hasil pengkajian kapasitas di Kabupaten Raja Ampat, maka didapatkan tingkat kapasitas untuk seluruh bahaya yang berpotensi, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 55.3. Tingkat Kapasitas Kabupaten Raja Ampat



NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9



JENIS BENCANA GEMPABUMI TSUNAMI BANJIR TANAH LONGSOR KEKERINGAN GELOMBANG EKSTRIM DAN ABRASI CUACA EKSTRIM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BANJIR BANDANG



KELAS KETAHANAN DAERAH



KELAS KESIAPSIAGAAN



KELAS KAPASITAS



SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG



RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH



RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH



Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017



Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa secara keseluruhan kapasitas Kabupaten Raja Ampat dalam menghadapi potensi bencana yang ada berada pada tingkat rendah. Penentuan ini diperoleh dari perhitungan hasil ketahanan daerah dan kesiapsiagaan kelurahan. 5.1.4 Penentuan Tingkat Risiko Berdasarkan hasil pengkajian risiko bencana di Kabupaten Raja Ampat, maka di peroleh tingkat risiko untuk seluruh bencana yang berpotensi. Tingkat 78 | H a l a m a n



risiko tersebut diperoleh berdasarkan penggabungan tingkat bahaya, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 5.4. Tingkat Risiko Bencana di Kabupaten Raja Ampat Bahaya Raja Ampat Tingkat Tingkat Potensi Kerentanan



No Bahaya



Tingkat kapasitas



Tingkat Risiko



1



Banjir



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



2



Banjir Bandang



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



3



Cuaca Ekstrim



SEDANG



TINGGI



RENDAH



TINGGI



4



Gempabumi



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



5



Gelombang Ekstrim dan Abrasi



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



6



Kebakaran Hutan & Lahan



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



7



Kekeringan



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



8



Tanah Longsor



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



9



Tsunami Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017



TINGGI



TINGGI



RENDAH



TINGGI



Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa Kabupaten Raja Ampat memiliki tingkat risiko tinggi. Tingkat risiko tinggi berpotensi terhadap bencana banjir, banjir



bandang, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan



abrasi,



gempabumi, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan dan tsunami.



5.2. Kegiatan Survei dan Pendataan Sebagian besar kampung di Kabupaten Raja Ampat wilayahnya berbatasan langsung dengan lautan memiliki 2 sumber ancaman, yaitu asal dari daratan, terutama dari perbukitan di belakang perkampungan dan asal lautan. Kedua sumber ancaman ini perlu diidentifikasi secara cermat mengingat perkembangan wilayah Kabupaten Raja Ampat tumbuh dan berkembang di sepanjang pantai. Mengantisipasi pertumbuhan yang semakin cepat dan pembangunan yang intensif, maka perlu diketahui berbagai kemungkinan kendala atau hambatan yang disebabkan oleh alam berupa bahaya berkembang menjadi bencana dengan



faktor



topografi,



yang dapat



(alam). Berbagai fenomena bencana terkait erat hidrologi/hidrometeorologi,



penggunaan



lahan,



penduduk, dan kombinasi faktor-faktor di atas. Semua faktor saling berkaitan dan menghasilkan bencana yang mungkin dapat terjadi sewaktu-waktu atau dipicu oleh salah satu faktor. Oleh sebab itu, kegiatan survey dan pendataan daerah rawan bencana di beberapa Kampung di Wilayah tengah Kepulauan Raja Ampat akan mengamati faktor-faktor tersebut, sebagai faktor utama penyebab bencana.



79 | H a l a m a n



Pelaksanaan survei lapangan dan pendataan daerah rawan bencana dilakukan oleh 3 tim. Tim pertama melakukan kegiatan survey dan pendataan di Kampung Mumes Distrik Teluk Mayalibit, Kampung Yensner dan Kampung Urbinasopen Distrik Waigeo Timur. Tim kedua melaksanakan kegiatan survey dan pendataan di Kampung Waijan Distrik Salawati Tengah, Kampung Wailebet di Distrik Batanta Selatan serta Kampung Saporkren Distrik Waigeo Selatan. Sementara Tim ketiga melaksanakan survey dan pendatan di Kampung Solol Distrik Salawati Barat, Kampung Yenanas dan Amdui di Distrik Batanta Selatan. Ke 9 kampung yang menjadi lokasi pendataan dan survey hanya dapat ditempuh dengan menggunakan speedboat dari Kota Waisai. Pendataan dilakukan melalui survey lapangan dan wawancara dengan penduduk setempat.



80 | H a l a m a n



5.2.1. Distrik Teluk Mayalibit dan Distrik Waigeo Timur Tim Pertama Melakukan Survey dan Pendataan Daerah Rawan Bencana di Distrik Teluk Mayalibit dan Distrik Waigoe Timur. Kedua wilayah ini berbatasan lngsung sehingga dapat memudahkan mobilitas dan akses tim pada saat yang bersamaan.



Distrik Teluk Mayalibit Wilayah Distrik Teluk Mayalibit berada di bagian tengah pulau Waigeo dimana laut menjorok ke dalam membentuk teluk yang menyerupai danau karena mulut teluk yang sempit, Kampung Mumes yang menjadi lokasi survey dan pendataan berada pada posisi paling luar atau di mulut teluk yang berbatas dengan Samudera Pasifik. Wilayah ini memiliki topografi berbukit-bukit yang merupakan bagian dari perbukitan Pulau Waigeo yang terbentuk di seluruh pulau yang di tumbuhi Hutan Hujan Tropis, serta pantai yang melandai



dan



bergelombang cukup besar. Batuan penyusun wilayah ini didominasi oleh batuan beku yang bersifat palagos dan retas, dengan kemiringan lereng 30% hingga terjal. Topografi Karst terdiri dari batuan batu gamping, terumbu karang dan kalkarenit. Memiliki beberapa sungai yang beraliran cukup deras sehingga dijadikan pembangkit listrik mikrohidro yang mensuplay listrik untuk Kampung Mumes. Serta beberapa sungai yang hanya berari pada musim hujan. Pasir pantai sepanjang Distrik Teluk Mayalibit berwarna putih, berukuran halus hingga kasar. Gambar 5.1. Peta Topografi Distrik Teluk Mayalibit



81 | H a l a m a n



Kampung Mumes Pendataan dan survey di Distrik Teluk Mayalibit di laksanakan pada Kampung Mumes. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala kampung, aparat kampung, tokoh pemuda dan masyarakat diperoleh keterangan tentang bencana yang pernah terjadi dan beberapa bukti akibat dari bencana tersebut. Beberapa bencana yang telah terjadi antara lain: Gempa pada Tahun 2016 yang menimbulkan kerusakan beberapa rumah warga, puskesmas pembantu dan sekolah. Banjir yang terjadi hampir setiap tahun saat musim hujan tiba di bagian cukup datar dan berada di lembah dalam waktu sehari dan tidak menimbulkan korban jiwa namun menggangu aktifitas sehari-hari warga karena merendam beberapa rumah warga serta merusak talud pelindung pantai. Gelombang ekstrim dan abrasi pantai akibat gelombang pasang yang diserta angin kencang di bagian pantai terjadi sepanjang tahun terutama pada musim selatan dan timur, selain merusak talud pelindung pantai juga menggangu aktifitas warga dalam mencari nafkah, karena sebagian besar warga adalah nelayan pencari ikan. Dan bencana kekeringan yang menyebabkan sumber air warga menjadi kering. Selengkapnya informasi bencana yang pernah terjadi di wilayah Distrik ditampilkan dalam Tabel 5.5. Tabel 5.5. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Mumes .



Bencana yg pernah terjadi (tahun) Gempa (Tahun 2015)



Keterangan Rumah, Pustu, Sekolah mengalami keruskan



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Talud Pantai Rusak, aktifitas nelayan



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan



terhenti



timur) Banjir (Setiap Musim Hujan)



Rumah Terendam, Talud Pantai Rusak



Kekeringan (2017)



Sumber air minum warga kering



82 | H a l a m a n



Gambar 5.2. Peta Topografi Kampung Mumes



Gambar 5.3. Talud Pantai Yang Rusak di Kampung Mumes



83 | H a l a m a n



Gambar 5.4. Bekas banjir yang meninggalkan sampah disekitar muara di Kampung Mumes, serta erosi sepanjang sungai yang mengancam sekolah.



84 | H a l a m a n



Distrik Waigeo Timur Distrik Waigeo Timur berbatasan langsung dengan distrik Teluk Mayalibit. Jarak Distrik Waigeo Timur ke Kota Waisai sejauh 28,5 mil. Untuk mencapai distrik ini melalui laut menggunakan speedboat berpenumpang 20an orang dengan mesin 40 PK dibutuhkan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai pada kampung pertama yaitu Kampung Yensner. Pendataan dan survey di Distrik Waigeo Timur di lakukan pada dua kampung yaitu Kampung Yansner dan Kampung Urbinasopen. Kampung-kampung Distrik Waigeo Timur umumnya dan khususnya Kampung Yensner dan Kampung Urbinasopen terletak persis di depan pantai, dimana pantainya melandai sehingga memiliki garis pantai pasang surut yang panjang. Sehingga jika laut sedang surut kapal harus berlabuh di bibir pantai dan harus berhati-hati agar tidak merusak karang di sepanjang bibir pantai. Sedang apabila laut pasang kapal bisa berlabuh di dermaga. Posisi kampung membelakangi perbukitan batu yang terbentuk dari batu gamping dan terumbu karang akibat pengangkatan, patahan dan karstifikasi. hal ini menyebabkan air hujan sulit meresap kedalam sehingga ketika hujan turun seringkali menyebabkan banjir dari arah perbukitan yang menerjang kampung. Gambar 5.5. Peta Topografi Distrik Waigeo Timur



85 | H a l a m a n



Kampung Yensner Hasil pendatan dan survey lapangan di Kampung Yensner yang dilaksanakan dengan melakukan wawancara terhadap kepala kampung dan aparat kampung serta masyakarat setempat di dapatkan informasi tentang kejadian-kejadian bencana yang pernah terjadi di kampung ini. Banjir terjadi setiap tahun ketika musim hujan dan menggenangi rumah-rumah warga serta fasilitas-fasilitas umum seperti gereja dan sekolah. Banjir besar pernah terjadi pada Tahun 2011 yang menyebabkan rusak beberapa perahu masyarakat serta alat tangkap nelayan yang hanyut ke arah laut. Gelombang ekstrim dan abrasi pantai terjadi terutama pada musim selatan. Talud pantai yang di bangun oleh BPBD sejak tahun 2012 cukup melindungi sebagian wilayah kampung, namun karena kurang panjang sehingga belum dapat melindungi kampung secara keseluruhan. Gempa bumi yang terjadi pada wilayah Sorong Raja Ampat pada Tahun 2015 juga terasa pada kampung ini dan menyebabkan 9 rumah warga mengalami kerusakan. Gambar 5.6. Peta Topografi Kampung Yensner



86 | H a l a m a n



Tabel 5.6. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Yensner



Bencana yg pernah terjadi (tahun)



Keterangan



Banjir (setiap musim hujan)



Rumah, Gereja, Sekolah terendam



Banjir besar (tahun 2011)



Kapal Nelayan Rusak Alat Tangkap Hanyut Kelaut



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Talud Pantai Rusak, aktifitas nelayan



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan



terhenti



timur) Gempa Bumi (Tahun 2015)



9 Rumah Warga Rusak



Gambar 5.7. Abrasi pantai yang menyebabkan garis pantai semakin menjorok ke daratan ke arah perkampungan penduduk



87 | H a l a m a n



Gambar 5.8. Banjir dan gelombang pasang yang mengakibatkan tertutupnya drainase kampung yang mengalirkan air ke pantai



88 | H a l a m a n



Kampung Urbinasopen Hasil Pendataan dan survey lapangan di kampung urbinasopen menunjukkan beberapa kejadian bencana yang pernah terjadi di kampung tersebut. Cuaca Ekstrim berupa angin



putting beliung/yang angin kencang



terjadi setiap tahun yang menyebabkan nelayan tidak dapat melaut. Gelombang ekstrim dan abrasi pantai juga terjadi sepanjang tahun terutama pada musim timur dan selatan yang mengakibatkan garis pantai semakin menjorok ke daratan dan mengancam perkampungan warga selain itu juga nelayan tidak bisa mencari nafkah. Gempa Bumi Raja Ampat – Sorong Tahun 2015 juga terasa dan berdampak pada kampung ini yang menyebabkan rumah-rumah warga mengalami kerusakan. Kebakaran Hutan dan Lahan Gambar 5.9. Peta Topografi Kampung Urbinasopen



Tabel 5.7. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Urbinasopen



Bencana yg pernah terjadi (tahun)



Keterangan



Gempa (Tahun 2015)



Rumah, Sekolah mengalami keruskan



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Aktifitas nelayan terhenti



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan timur) Kebakaran Hutan dan Lahan (2017)



89 | H a l a m a n



Gambar 5.10. Abrasi pantai yang menyebabkan garis pantai semakin menjorok ke daratan ke arah perkampungan penduduk



Gambar 5.11. Pantai Urbinasopen yang garis pantainya sangat panjang ketika air laut sedang surut



90 | H a l a m a n



5.2.2. Distrik Salawati Tengah dan Distrik Salawati Barat Distrik Salawati Tengah dan Salawati Barat sebagaimana sebagian besar wilayah Pulau Salawati terdiri dari kampung-kampung yang berada di pesisir pantai serta perkampungan di tengah pulau. Penduduk yan berdomisili di pesisir pantai sebagian besar berprofesi sebagai nelayan sementara yang berdiam di daratan di tengah pulau sebagian besar petani. Sejak jaman orde baru daerah Pulau Salawati telah dijadikan daerah Transmigrasi. Sehingga di pulau ini banyak terdapat penduduk dari berbagai suku bangsa seperti, Jawa, Bugis maupun Bali. Pulau Salawati sejak itu dijadikan sebagai lumbung padi khususnya daerah Raja Ampat bahkan juga mensuplay kebutuhan beras untuk sebagian Papua terutama Papua Barat. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki persawahan dan dapat memproduksi padi setiap tahun. Aliran sungai di beberapa kampung menjadi berkah untuk mengaliri sawah-sawah petani, namun juga menjadi momok terjadinya bencana banjir jika hujan deras.



Distrik Salawati Tengah Wilayah Pendataan untuk Distrik Salawati tengah dilaksanakan di Kampung Waijan. Untuk sampai ke kampung ini dari Waisai harus melalui laut dengan menggunkan speedboat atau perahu dari Waisai ke Kalobo kemudian dari Kalobo Naik kendaraan roda 2 atau roda empat menuju Waijan. Gambar 5.12. Peta Topografi Distrik Salawati Tengah



91 | H a l a m a n



Kampung Waijan Menurut Kepala Kampung Waijan bahwa 90% warganya adalah transmigran dari Jawa yang mayoritasnya bermata pencaharian sebagai petani. Sebagai kampung pertanian yang jauh dari pantai, maka kampung ini tidak mengalam bencana gelombang ekstrem, abrasi dan agak berkurang pula ancaman bencana tsunaminya. Gambar 5.13. Peta Topografi Kampung Waijan



Berdasarkan survey lapangan dan pendataan dengan wawancara terhadap kepala kampung dan warga di ketahui bahwa bencana yang sering terjadi di Kampung Waijan adalah banjir akibat meluapnya Sungai Waijan. Banjir ini sering kali terjadi terutama apabila hujan deras karena pendangkalan sungai serta tidak adanya talud sungai yang bisa mencegah meluapnya air sungai ke arah perkampungan dan persawahan warga. Sehingga jika terjadi banjir maka sawah-sawah menjadi gagal panen. Tabel 5.8. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Waijan



Bencana yg pernah terjadi (tahun) Banjir (Setiap hujan deras)



Keterangan Rumah dan sawah terendam banjir, gagal panen



Gempa Bumi (tahun 2015)



92 | H a l a m a n



Tidak ada kerusakan yang berarti



Gambar 5.14. Persawahan dan kebun yang terkena banjir dan gagal panen



93 | H a l a m a n



Distrik Salawati Barat Wilayah pendataan untuk Distrik Salawati Barat di laksanakan di Kampung Solol. Kampung Solol merupakan kampung yang terkenal sebagai penghasil buahbuahan. Buah durian dan rambutan merupakan buah yang dominan di tanam dan menjadi mata pencaharian penduduk setempat. Karena posisi kampung ini juga berada di pesisir pantai, maka sebagian penduduk juga berprofesi sebagai nelayan.



Gambar 5.15. Peta Topografi Distrik Salawati Barat



Kampung Solol Hasil Pendataan dan survey lapangan yang di laksanakan dengan wawancara terhadap kepala kampung, aparat kampung dan warga didapatkan informasi tentang kejadian bencana yang pernah terjadi di kampung ini ini yaitu : Banjir yang terjadi setiap tahun jika terjadi hujan deras yang merusak fasiltas umum warga seperti jalan dan talud pantai. Sementara gempa besar yang melanda Sorong dan Raja Ampat juga terasa di Kampung ini namun tidak menimbulkan kerusakan dan kerugian yang berarti. Tabel 5.9. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Solol



Bencana yg pernah terjadi (tahun) Banjir (setiap tahun)



Keterangan Merusak fasilitas umum dan rumah warga



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Talud pantai rusak dan Aktifitas



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan



nelayan terhenti



timur)



94 | H a l a m a n



Gambar 5.16. Peta Topografi Kampung Solol



Gambar 5.17. Talud Pantai yang rusak akibat abrasi pantai dan banjir



95 | H a l a m a n



5.2.3. Distrik Batanta Selatan Distrik Batanta Selatan merupakan distrik pemekaran dari Distrik Batanta yang kemudian terbagi menjadi Distrik Batanta Utara dan Distrik Batanta Selatan. Kedua distrik ini terletak di Pulau Batanta yang terbentuk dari gerakan lempeng Indo-Australia yang bergerak sekitar 8 cm/tahun ke arah utara-timurlaut dan lempeng pasifik bergerak sekitar 10 cm/tahun ke arah barat-barat laut yang kemudian membentuk Sesar Sorong yang membelah Pulau Batanta dan Salawati. Sehingga daerah ini sangat rawan akan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Gambar 5. 18. Peta Topografi Distrik Batanta Selatan



Kampung Wailebet Pendataan dan survey lapangan yang dilaksanakan di Distrik Batanta Selatan di tempatkan di Kampung Wailebet, Yenanas, dan Amdui . Kampung Wailebet sebagaimana sebagian besar kampung di pulau ini, terletak di pesisir pantai membelakangi perbukitan yang membentang sepanjang Pulau Batanta. Pantai di Kampung Wailebet merupakan pantai yang terjal sehingga bibir pantai pasang surutnya sangat pendek. Pantainya berpasir putih dan kasar sampai sebesar kerikil. Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah nelayan dan petani. Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan terhadap aparat kampung dan warga di ketahui bencana yang sering terjadi di kampung ini adalah bencana banjir. Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa tapi banjir ini merusak fasilitas umum masyarakat seperti jembatan dan jalan kampung. 96 | H a l a m a n



Tabel 5.10. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Wailebet



Bencana yg pernah terjadi (tahun) Banjir (setiap tahun)



Keterangan Merusak fasilitas umum (jalan dan jembatan) dan merendam rumah warga



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Talud pantai rusak dan Aktifitas



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan



nelayan terhenti



timur) Gempa Bumi (Tahun 2015)



12 Rumah Rusak Ringan 14 Rumah Rusak Sedang 2 Rumah Rusak Berat 1 Taman Kanak-kanak 1 Sekolah Dasar 2 Gereja



Gambar 5.19. Peta Topografi Kampung Wailebet



97 | H a l a m a n



Gambar 5.20. Sungai Waipariar yang membelah Kampung Wailebet yang sering meluap jika hujan deras serta jembatan yang rubuh akibat banjir



98 | H a l a m a n



Kampung Yenanas Kampung Yenanas merupakan ibukota dari Distrik Batanta Selatan, sehingga beberapa fasilitas pendidikan dan kesehatan terdapat di kampung ini. Kampung ini terletak di mulut Selat Sagawin yang membelah Pulau Batanta dan Salawati. Kampung Yenanas memiliki garis pantai yang cukup melandai meskipun di ujung landainya kemudian terjal. Sebagai ibukota distrik kondisi kampung ini cukup bersih dan tertata dengan baik. Gambar 5.21. Peta Topografi Kampung Yenanas



Berdasarkan hasil survey lapangan dan wawancara dengan aparat kampung dapat di ketahui bahwa bencana yang sering terjadi di kampung ini. Banjir yang sering terjadi pada musim hujan tidak mengakibatkan kerusakan dan kerugian material tapi menyebabkan terhambatnya aktifitas sehari-hari warga akibat jalanan yang terendam air. Sebagai pantai pesisir dan berhadapan langsung dengan laut bebas maka kampung ini juga sering terkena gelombang ekstrem dan abrasi pantai, yang mengakibatkan garis pantai yang semakin menjorok ke daratan bahkan menyebabkan tanaman warga berupa kelapa di pinggir pantai menjadi tumbang. Selain itu sebagai mulut selat sagawain dan Sesar Sorong maka daerah ini juga terkena Gempa Bumi pada tahun 2015 meskipun tidak mengakibatkan kerugian dan kerusakan material maupun jiwa.



99 | H a l a m a n



Tabel 5.11. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Yenanas



Bencana yg pernah terjadi (tahun)



Keterangan



Banjir (setiap tahun)



Jalanan sebagian rumah terendam air



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Talud pantai rusak dan Aktifitas



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan



nelayan terhenti



timur) Gempa Bumi (Tahun 2015)



Gambar 5.21. Pantai Yenanas yang garis pantainya semakin menjorok ke daratan



100 | H a l a m a n



Kampung Amdui Kampung Amdui terletak di mulut teluk dan menghadap ke laut lepas sehingga sangat rawan dengan gelombang ekstrem dan abrasi pantai. Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat kampung serta warga di dapatkan keterangan tentang bencana-bencana yang pernah terjadi di kampung ini. Banjir pernah terjadi ketika hujan deras. Gempa bumi juga terasa di kampung ini meski intensitasnya tidak sampai menyebabkan kerusakan material maupun jiwa. Yang paling sering terjadi adalah gelombang ekstrem dan abrasi pantai yang terjadi setiap tahun pada saat musim selatan yang berlangsung dari Bulan Mei sampai Agustus dan musim utara yang menyebabkan daerah perkampungan semakin terdesak oleh bibir pantai yang semakin mendekati wilayah pemukiman penduduk. Gambar 5.22. Peta Topografi Kampung Amdui



Tabel 5.12. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Urbinasopen



Bencana yg pernah terjadi (tahun)



Keterangan



Banjir (tahun)



Tidak menyebabkan kerusakan



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Talud pantai rusak dan Aktifitas



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan



nelayan terhenti. Pohon-pohon sekitar



utara)



pantai banyak yang tumbang



Gempa Bumi (Tahun 2015)



101 | H a l a m a n



Gambar 5.22. Pantai Amdui yang semakin mendekati pemukiman warga



102 | H a l a m a n



5.2.4. Distrik Waigeo Selatan Distrik Waigeo Selatan adalah salah Distrik yang pertama-tama terbentuk ketika Kabupaten Raja Ampat mengalami pemekaran pada Tahun 2003. Distrik ini beribukota di Kampung Saonek. Pada awal terbentuknya Kabupaten Raja Ampat Distrik ini membawahi ibukota kabupaten yaitu Kelurahan Waisai. Namun seiring dengan perkembangan pembangunan dan penduduk akhirnya di mekarkan menjadi Distrik Kota Waisai. Distrik Wiageo selatan membawahi 4 kampung yaitu Saonek, Friwen, Saporkren dan Wawiyai. Untuk survey dan pendataan daerah rawan bencana dilaksanakan pada kampung Saporkren. Gambar 5.23. Peta Topografi Distrik Waigeo Selatan



Berdasarkan



hasil



survey



lapangan



dan



pendataan



dengan



mewawancarai aparat kampung dan warga di dapatkan informasi tentang kejadian bencana yang pernah terjadi di Kampung Saporkren. Bencana abrasi pantai dan gelombang ekstrem adalah bencana yang selalu terjadi setiap tahun di sebabkan posisi kampung



Saporkren yang



menghadap langsung ke laut bebas serta berada di mulut selat Kabui yang memiliki arus dan gelombang yang deras pada musim Selatan dan Timur. Gempa Bumi yang terjadi pada Tahun 2015 juga berdampak terhadap kampung ini meskipun tidak menimbulkan korban jiwa tapi merusak 3 rumah warga. 103 | H a l a m a n



Kebakaran hutan yang melanda Pulau Waigeo pada tahun 2016 juga sempat membakar lahan hutan dan kebun warga sehingga menyebabkan kerugian material berupa tanaman-tanaman warga yang terbakar. Tabel 5.13. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Kampung Saporkren



encana yg pernah terjadi (tahun)



Keterangan



Gempa Bumi (Tahun 2015)



3 Rumah Rusak Ringan



Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai



Talud pantai rusak dan Aktifitas



(Sepanjang Tahun/musim selatan dan



nelayan terhenti



timur)



Gambar 5.24. Peta Topografi Kampung Saporkren



104 | H a l a m a n



5.3. Analisis Risiko Faktor probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang merupakan kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan dari setiap bahaya di atas ditunjukan oleh Tabel 5.5. Skala probabilitas dan dampak terlampir. Tabel 5.14. Penilaian bahaya di 9 Kampung dari 7 Distrik. Jenis Bahaya



Probabilitas



Dampak



9



9



8



8



Banjir



8



2



Kekeringan



4



1



Kebakaran Hutan



2



1



Cuaca Ekstrem



2



Gempa Bumi Gelombang



Ekstrem



dan



Abrasi Pantai



Banjir Bandang Tanah Longsor Tsunami



Hubungan antara kemungkinan terjadinya bencana dan dampak atau akibat yang ditimbulkannya digambarkan oleh Gambar 5.11. Dari gambar ini terlihat bahwa gempa bumi, banjir dan gelombang ekstrem serta abrasi pantai merupakan



bahaya



yang



perlu



memperoleh



perhatian



serius,



karena



kemungkinan kejadiannya hampir pasti terjadi dan memiliki dampak yang cukup fatal terhadap masyarakat. Bahaya kekeringan dan kebakaran hutan termasuk pernah



terjadi



dan



berdampak



ringan



terhadap



kondisi



wilayah



dan



masyarakatnya. Sedangkan bahaya banjir bandang dan tanah longsor tergolong bahaya yang kemungkinan kecil terjadi tetapi perlu kewaspadaan karena bahaya ini merupakan ikutan dari bahaya banjir, dampak yang diakibatkannya dapat cukup parah terhadap wilayah dan masyarakatnya. Yang dimaksud dengan kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu. Tingkat kerentanan amat ditentukan oleh kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat, bangunan dan infrastruktur



serta



pelayanan



atau



sistem



yang



sudah



dibangun



oleh



pemerintahan setempat. Berikut disajikan kondisi tingkat kerentanan di 9 Kampung dari 7 Distrik tersebut.



105 | H a l a m a n



Tabel 5.15. Tingkat kerentanan tiap kampung.



Kampung



1. Mumes



2. Yensner



3. Urbinasopen



Kondisi Sosial budaya dan Ekonomi



Bangunan dan Infrastruktur



Petani Kebun,



SD : 1



Nelayan



Gereja : 1



Guru SD



Pustu : 1



Petani Kebun, Nelayan



Petani Kebun, Nelayan



SD : 1 Gereja : 1 Pustu : 1



SD : 1 Gereja : 1 Pustu : 1



SD : 1 4. Waijan



Petani Kebun,



Gereja : 1



Petani Sawah,



Masjid : 1



Nelayan



Puskesmas di Ibukota Distrik: 1



5. Wailebet



106 | H a l a m a n



Petani Kebun, Nelayan



SD : 1 Gereja : 1 Pustu : 1



Sistem Pemerintahan Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Jauh Dimana Fasilitas Kesehatan berada Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Jauh Dimana Fasilitas Kesehatan berada Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Jauh Dimana Fasilitas Kesehatan berada Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Dekat Dimana Fasilitas Kesehatan berada Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Jauh Dimana Fasilitas Kesehatan berada



Tingkat Kerentanan



Tinggi



Tinggi



Tinggi



Tinggi



Tinggi



Petani Kebun,



6. Solol



Nelayan



Petani Kebun,



7. Yenanas



Nelayan



Petani Kebun,



8. Amdui



Nelayan



Petani Kebun,



9. Saporkren



Nelayan



SD : 1 Gereja : 1 Pustu : 1



SD : 1 Gereja : 1 Puskemas : 1



SD : 1 Gereja : 1 Pustu : 1



SD : 1 Gereja : 1 Pustu : 1



Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Jauh Dimana Fasilitas Kesehatan berada Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Jauh Dimana Fasilitas Kesehatan berada Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. Jarak Ke Ibukota Distrik Jauh Dimana Fasilitas Kesehatan berada



Tinggi



Tinggi



Tinggi



Tinggi



Faktor kerentanan dapat ditentukan berdasarkan 4 aspek, yaitu fisik seperti prasarana dasar, konstruksi dan bangunan; ekonomi, seperti kemiskinan dan penghasilan; social, seperti pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan kelembagaan, serta lingkungan, seperti tanah, air, tanaman, dan hutan. Sedangkan faktor kemampuan dapat didasarkan pada kebijakan, meliputi peraturan dan pedoman atau petunjuk pelaksanaan; kesiapsiagaan, seperti pelatihan, gladi, posko, rencana kontijensi, serta partisipasi masyarakat, meliputi pendidikan, penyuluhan, kewaspadaan, kepedulian dan pemberdayaan. Secara umum 9 Kampung dari 7 Distrik ini memiliki kemampuan mengatasi bahaya yang bersifat ringan, yaitu kekeringan, kebakaran hutan, dan longsor. Tetapi kurang mampu mengatasi bahaya



yang bersifat berat dan



berakibat fatal seperti gelombang ekstrem, abrasi pantai, gempa bumi dan 107 | H a l a m a n



banjir/banjir bandang. Sehingga perlu peningkatan kemampuan dalam hal struktural dan non struktural. Ke 9 Kampung kurang memiliki kemampuan mengatasi bahaya. Sehingga kampung-kampung ini perlu segera mendapat bantuan jika terjadi bencana yang disebabkan oleh bahaya yang bersifat ringan sekalipun. Dengan mengukur kemampuan suatu daerah menghadapi bahaya, maka dapat diupayakan tindakan tanggap darurat yang sesuai dengan tingkat kerentanannya. Kampung yang memiliki tingkat kerentanan tinggi harus mendapat prioritas penanganan lebih dahulu dan segera mendapat bantuan. Jika tidak maka bahaya susulan yang akan terjadi dapat menimbulkan bencana yang semakin parah. 5.4. Penanganan Bencana Penanganan bencana merupakan satu bagian dari manajemen bencana. Manajemen bencana adalah suatu bentuk rangkaian kegiatan yang dinamis, terpadu dan berkelanjutan yang dilaksanakan sejak sebelum kejadian bencana (pra bencana), saat atau sesaat setelah kejadian bencana dan setelah kejadian bencana (pasca bencana). Bencana



merupakan peristiwa alam yang terjadi berulang , sehingga



dapat digambarkan dalam suatu siklus bencana “disaster cycles”. Untuk itu studi atau analisis tentang disaster management harus dilakukan dalam bentuk sistematik (Gambar 5.12). Gambar 5.12. Siklus manajemen bencana.



Hal penting penanganan bencana adalah mitigasi bencana yang mencakup, antara lain: 1. Menyediakan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis bencana; 2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim didaerah rawan bencana; 3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika timbul bencana; 4. Membuat pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.



108 | H a l a m a n



Beberapa kebijakan yang dapat ditempuh dalam upaya mitigasi bencana, antara lain : 1. Membangun persepsi yang sama bagi semua pihak, baik jajaran pemerintahan maupun segenap unsur masyarakat, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikembangkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing. 2. Pelaksanaan



mitigasi



terkoordinir



yang



bencana



melibatkan



dilaksanakan seluruh



secara



potensi



terpadu



dan



pemerintah



dan



masyarakat. 3. Upaya preventif harus diutamakan agak kerusakan dan korban jiwa dapat diminimalkan. 4. Penggalangan kekuatan melalui kerja sama dengan semua pihak, melalui pemberdayaan masyarakat serta kampanye. Penanganan dalam rangka mitigasi bencana yang dapat dilakukan antara lain A. Gempa bumi 



Menerapkan bangunan yang ramah gempa dengan konstruksi tahan getaran.







Pembangunan fasilitas umum harus dengan standar kualitas yang tinggi.







Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan.







Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.







Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi.







Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil.







Ikut



serta



dalam



pelatihan



program



utama



penyelamatan



dan



kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi. 



Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.







Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan pengganti dan peralatan perlindungan masyarakat lainnya.







Rencana kontigensi atau kedaruratan untuk anggota keluarga dalam menghadapi gempa bumi.



109 | H a l a m a n



B. Banjir 



Normalisasi Sungai yang sudah mengalami sedimentasi yang parah.







Pembangunan drainase untuk pertanian atau untuk salurna pembunagan jika air meluap







Pengawasan



penggunaan



lahan



dan



perencanaan



lokasi



untuk



menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman. 



Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat.







Pembangunan tembok penahan dan tanggul sepanjang sungai.







Mengatur kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sungai denganmembangun bendungan atau waduk, reboisasi dan pembangunan system resapan.







Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai, baik saluran terbuka maupun tertutup dengan pipa atau terowongan.







Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.







Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.







Peningkatan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.







Pelatihan tentang kewaspadaan banjir, seperti cara penyimpanan atau pergudangan perbekalan, tempat istirahat/tidur di tempat yang aman.







Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat penyelamat lainnya.



C. Penanganan Longsor 



Pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya bukan di daerah rawan bencana longsor.







Relokasi bagi yang berada di wilayah rawan longsor.







Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya liquefaction.







Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu untuk menghindari penurunan yang tidak seragam (defferential settlement).







Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat impermeabel dan fleksibel.







Mengurangi tingkat keterjalan lereng dan pembuatan terasering.







Meningkatkan atau memperbaiki drainase baik air permukaan maupun air tanah sehingga mengurangi beban di dalam tanah.



110 | H a l a m a n







Pembangunan bangunan penahan, jangkar (anchore) dan piling.







Penghijauan dengan tanaman yang sistem akarnya dalam.







Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu, berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.







Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan-rekahan berbentuk tapal kuda.







Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan lereng.







Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rockfall).







Penutupan rekahan-rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat ke dalam tanah.



D. Penanganan Gelombang Ekstrem dan Abrasi Pantai 



Menetapkan kawasan penyangga (buffer) pantai sebagai kawasan yang bebas bangunan permanen.







Pembangunan infrastruktur tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami.







Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau tsunami.







Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah gelombang untuk daerah rawan abrasi.







Menanam tanaman pantai yang sesuai dengan karakteristik dan tipe pantai.



F. Penanganan Daerah Rawan Tsunami 



Menentapkan kawasan rawan tsunami sebagai kawasan yang bebas dari bangunan



permanen



dan



kawasan



aman



tsunami



sebagai



lokasi



pengungsian. 



Mempertahankan hutan mangrove dan bukit-bukit gamping yang berada di sepanjang pantai.







Membangun bangunan secara vertikal atau panggung yang lebih tinggi daripada run-up tsunami yang pernah terjadi di sekitar wilayah rawan tsunami.







Menentapkan jalur dan lokasi evakuasi, serta membangun sistem peringatan dini terhadap bahaya tsunami.



111 | H a l a m a n



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah melakukan pengumpulan data, baik yang bersifat primer maupun sekunder, serta melakukan analisis yang berkaitan dengan risiko, bahaya dan kerentanan di 7 Distrik dan 9 kampung serta 4 kelurahan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil identifikasi survei dan pendataan diketahui bahwa di hampir semua wilayah penyelidikan memiliki ancaman atau bahaya



yang



berpeluang menjadi bencana adalah gelombang ekstrem dan abrasi pantai, gempa bumi, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan tsunami. Bahaya yang paling serius dan berdampak tinggi adalah gelombang ekstrem, abrasi pantai, gempa bumi dan banjir, sedangkan longsor dan kekeringan tergolongan ancaman yang menengah namun tetap diwaspadai. 2. Gelombang ekstrem dan abrasi pantai hampir menyeluruh menjadi bencana yang paling sering mengancam dan menimbulkan kerusakan dan kerugian material. Selain itu, gempa bumi dan banjir juga menimbulkan



kerusakan



dan



kerugian



yang



cukup



besar



bagi



masyarakat di lokasi terdampak. 3. Banjir di kampung-kampung di setiap musim hujan setiap tahun. Banjir yang



terjadi



menimbulkan



kerugian



terutama



rusaknya



areal



persawahan dan perkebunan serta sarana dan fasiltas publik dan menghambat kegiatan sehari-hari masyarakat. 4. Gelombang Ekstrem dan Abrasi pantai



terjadi di sepanjang pesisir



pantai hampir di semua kampung yang berbatasan langsung dengan pantai terutama daerah-daerah yang berhadapan langsung dengan Samudera



Pasifik



yang



luas.



Gelombang



ekstrem



ini



terjadi



berhubungan dengan gaya tarik bulan dan faktor cuaca. Musim gelombang terjadi dalam istilah orang kampung yaitu terutama pada musim selatan yang berlangsu pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Agustus. Gelombang ekstrem diserta dengan angin kencang dan hujan lebat. Bahaya ini mengganggu transportasi laut yang menjadi sarana utama



112 | H a l a m a n



bagi



kampung-kampung



di



Raja



Ampat.



Hal



ini



juga



mengakibatkan masyarakat tidak bisa melaut sehingga mengganggu mata pencaharian warga. 5. Sebagian besar kampung memiliki kemampuan yang sangat terbatas mengatasi bahaya



yang bersifat ringan sampai menengah, yaitu



bahaya gelombang ekstrem dan abrasi pantai, dan banjir. Apalagi bencana yang besar. Gempa bumi yang terjadi pada tahun 2015 menunjukkan hal ini. Sehingga perlu peningkatan kemampuan dalam hal struktural dan non struktural. 6. Bencana



merupakan peristiwa alam yang terjadi secara berulang



(siklik) sehingga perlu penanganan yang bersifat struktural maupun non struktural. Beberapa hal penting dalam penanganan bencana adalah upaya menyediakan informasi dan peta kawasan bencana, sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat, membuat peraturan dan penataan kawasan



rawan



bencana,



serta



membangun



atau



menerapkan



konstruksi bangunan ramah bencana. 6.2. Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain: 1. Gelombang ekstrem dan abrasi pantai merupakan bencana yang paling sering terjadi di semua kampung serta terjadi setiap tahun. Di pandang perlu untuk dibuat atau dibentuk kelompok di dalam masyarakat (kampung) yang tanggap terhadap kedua bahaya tadi, serta membuat sistem peringatan jika terjadi ancaman yang semakin serius. 2. Jalur dan lokasi evakuasi perlu segera dibuat dan ditetapkan di setiap kampung. Penetapan jalur dan lokasi evakuasi dilakukan dengan penyelidikan



khusus



dan



mengakomodasi



kearifan



masyarakat



setempat. Mekanisme evakuasi perlu disosialisasikan dan kewenangan evakuasi menjadi tanggung jawab kepala kampung. 3. Perlu menyusun sistem tanggap darurat yang baku untuk wilayah yang memiliki kendala transportasi,



mengingat tingkat kerentanan yang



cukup tinggi. Sarana infrastruktur (sistem komunikasi, balai kesehatan, gudang bahan makanan, jalan dan jembatan) dapat dibangun dan pemberdayaan masyarakat (sosisal, budaya dan ekonomi) dapat ditingkatkan kebencanaan.



113 | H a l a m a n



untuk



mengatasi



masalah



kerentanan



terhadap



4. Dipandang perlu membuat papan-papan peringatan terhadap bencana yang telah di identifikasi di setiap kampung dan membuat sistem peringatan dini yang mudah dipahami oleh warga kampung masingmasing. 6.3. Rekomendasi Rekomendasi yang dapat disampaikan antara lain: 1. Perlu ada upaya lanjutan tentang jalur, lokasi dan mekanisme evakuasi bagi wilayah-wilayah yang tergolong rawan bencana tinggi. 2. Perlu koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat dalam turut nmenangani masalah kebencanaan di setiap wilayah. Sosialisasi yang efektif dapatndilaksanakan kepada siswa sekolah, aparat pemerintahan dan aparat keamanan, serta pemuka adat dan tokoh agama di setiap kampung.



114 | H a l a m a n