Laporan Permanganometri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Abstrak



Telah dilakukan percobaan Permanganometri yang bertujuan untuk membuat larutan standar permanganat dan melakukan standardisasi larutan permanganat, dan menentukan kadar besi (II). Prinsip yang digunakan dalam percobaan permanganometri adalah reaksi reduksi oksidasi dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Metode yang digunakan adalah titrasi permanganometri. Titrasi permanganometri adalah suatu proses redoks dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standar. Hasil yang diperoleh standarisasi KMnO4 dengan Na-oksalat titik akhior titrasi ditandai perubahan warna menjadi ungu muda yang stabil dan volume KMnO4 yang digunakan sebesar 7,2 mL sedangkan pada penentuan ion fero titik akhir titrasi ditandai perubahan warna menjadi merah muda pucat dan volume KMnO4 sebanyak 14,6 mL. Massa ion ferro yang diperoleh adalah 283,7 mgram dengan kadar dalam sampel sebesar 18,92 %



Keywords : permanganometri, reduksi, oksidasi.



PERCOBAAN V PERMANGANOMETRI



I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1. Membuat larutan standar permanganat dan melakukan standardisasi larutan permanganat. 1.2. Menentukan kadar besi sebagai besi(II) dan besi(III), kandungan mangan dalam batuannya, penentuan ion nitrit, dan menentukan jumlah kalsium. 1.3. Memahami reaksi reduksi dan oksidasi dengan kalium permanganat sebagai dasar analisis dan mempelajari aplikasi reaksi redoks hidrogen peroksida dengan permanganat.



II. DASAR TEORI 2.1



Permanganometri Permanganometri adalah metode titrasi redoks dengan pereaksi MnO4- (ion



permanganat). Kalium permanganat merupakan oksidator yang dapat bereaksi dengan cara yang berbeda- beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya sebagai oksidator yang berbeda- beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi yang bermacam ragam ini disebabkan oleh keanekaragaman valensi Mn, dari 1 sampai dengan 7 yang semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5. Reduksi MnO4- berlangsung sebagai berikut: 1. Dalam suasana asam [H+], 0,1N atau lebih. MnO4- + 8H+ + 5e-



Mn2+ + 4H2O



2. Dalam suasana netral, pH 4-10 MnO4- + 4H+ + 3e-



MnO2 + 2H2O



3. Dalam suasana basa [OH-] 0,1N atau lebih MnO4-



+



e-



MnO42-



Kebanyakan titrasi dilakukan dalam keadaan asam menurut (1), disamping itu ada beberapa titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan- bahan organik. Daya oksidasi MnO4- dalam keadaan ini lebih kecil sehingga letak keseimbangan kurang menguntungkan. Untuk menarik keseimbangan kearah hasil titrasi, titrat ditambah Ba2+ yang dapat mengendapkan MnO42- menjadi BaMnO4. Selain menggeser keseimbangan kearah kanan, pengendapan ini juga mencegah reduksi MnO4- itu lebih lanjut. (Harjadi, 1993)



2.2 Volumetri-Titrimetri Analisis titrimetri adalah salah satu divisi besar dalam kimia analitik. Perhitungan yang tercakup didalamnya didasarkan pada hubungan stoikiometri dari reaksi kimia yang sederhana. Analisis dengan metode titrimetri didasarkan pada reaksi kimia seperti: aA



+



tT







produk



dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul analit, T. pereaksi T yang disebut titran, ditambahkan secara kontinyu, biasanya dari sebuah buret, dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar, dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses



yang dinamakan



standardisasi. Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan kepada A. Selanjutnya akan dikatakan titik ekuivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran dapat digunakan bahan kimia berupa indikator, yang bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan adanya perubahan warna. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya disebut titik akhir. Tentu saja diharapkan, bahwa titik akhir ini sedekat mungkin dengan titik ekuivalen. Pemilihan indikator untuk membuat kedua titik sama (atau mengoreksi perbedaan diantara keduanya) adalah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetri. Indikator visual hanyalah satu diantara beberapa metode yang digunakan untuk mendeteksi titik akhir dari titrasi. Teknik lain, yaitu dengan mendeteksi perubahan tiba-tiba dalam sebuah kondisi fisika atau kimia suatu larutan juga ada.



Istilah titrasi mengacu pada proses pengukuran volume dari titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekuivalen. Istilah analisis titrimetri telah bertahun-tahun dipergunakan. Kendatipun demikian, istilah titrimetri lebih diminati karena pengukuran volume tidak harus terikat dengan titrasi, misalnya seseorang dapat mengukur volume dari suatu gas. (Underwood, 1998) 2.2.1 Titrasi Titrasi merupakan cara analisis volumetrik dengan cara menambahkan reagen pada reagen lain yang volumenya diketahui, penambahan dilakukan perlahan-lahan sampai titik akhir tercapai. Volume yang ditambahkan untuk mencapai titik akhir dicatat. Jika salah satu larutan diketahui konsentrasinya maka konsentrasi reagen lainnya dapat dihitung. (Daintith,1994) 2.2.2 Larutan Standar Larutan standar yaitu larutan yang konsentrasinya sudah ditetapkan secara akurat. Beberapa larutan standar dapat dibuat secara langsung dengan melarutkan sejumlah terukur zat murni di dalam pelarut sampai volume tertentu. Zat-zat yang dapat digunakan langsung untuk membuat larutan standar disebut zat standar primer. (Rivai, 1990) Larutan standar dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: 1. Larutan standar primer Larutan standar primer yaitu suatu larutan yang dibuat dari suatu bahan yang konsentrasi larutannya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. 2. Larutan standar sekunder Larutan standar sekunder adalah suatu larutan asam atau basa dengan konsentrasi yang diinginkan dan kemuadian distandardisasi dengan larutan standar primer yang kemudian digunakan untuk menentukan normalitas konsentrasi lain. (Harjadi, 1993)



2.3 Reaksi Redoks Oksidasi dipandang sebagai reaksi kimia dengan oksigen. Proses sebaliknya yaitu hilangnya oksigen disebut reduksi. Reaksi dengan hidrogen dianggap reduksi. Kemudian pemikiran yang lebih umum tentang oksidasi dan reduksi dikembangkan, yaitu oksidasi adalah hilangnya elektron, sedangkan reduksi adalah diterimanya elektron. Definisi reduksi dan oksidasi hanya berlaku dalam reaksi yang melibatkan pengalihan elektron. Definisi ini diperluas kepada reaksi antara senyawaan kovalen dengan konsep bilangan oksidasi, yang merupakan ukuran kendali elektron yang dipunyai atom dalam senyawa, lalu dibandingkan dengan umur murninya. Perubahan elektron yang dikendalikan dapat sempurna (dalam senyawa ion) dan parsial (senyawa kovalen). Misalnya dalam reaksi: 2H2 + O2 2H2O Setiap hidrogen dalam air mempunyai bilangan oksidasi +1 dan oksigen -2. Hidrogen dioksidasi dan oksigen direduksi. Jadi, oksidasi adalah peristiwa yang melibatkan kenaikan bilangan oksidasi dan reduksi adalah peristiwa yang melibatkan penurunan bilangan oksidasi. Senyawa yang cenderung mengalami reduksi dengan mudah adalah pengoksidasi (oksidator) dan senyawa yang cenderung mengalami oksidasi disebut pereduksi (reduktor). (Daintith, 1994)



2.4 Titrasi Reduksi Oksidasi Istilah oksidasi mengacu pada perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi terjadi penurunan bilangan oksidasi. Proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Perbandingan reaksi redoks dengan reaksi asam basa terletak pada transfer elektron di satu pihak, dan tranfer proton di pihak lain. Terdapat beberapa perbedaan-perbedaan penting, misalnya elektron dapat melalui kawat, sedangkan proton tidak. Agar transfer



proton dapat



berlangsung, pendonor dan



penerimanyaharus bertemu. Sedangkan dalam reaksi redoks, donor dan penerima dapat ditaruh dalam larutan terpisah. Kedua, reaksi asam basa sangat cepat, sedangkan reaksi redoks kadangkadang lambat. Proses titrimetri memerlukan temperatur yang tinggi, Lambatnya reaksi mencerminkan lebih kompleksnya reaksi, seringkali transfer elektron hanya merupakan suatu bagian dari suatu deretan tahapan reaksi yang dapat melibatkan pembentukan atau pemutusan ikatan kovalen,protonasi, dan beragai macam penataan ulang. (Underwood, 1998)



2.5 Titrasi Permanganometri Titrasi permanganometri adalah suatu proses redoks dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standar. Garam KMnO4 tidak dapat diperoleh dalam keadaan murni, karena banyak mengandung oksida-oksidanya (MnO dan Mn2O3) sehingga garam ini tidak dapat digunakan sebagai zat standar primer. Demikian juga larutan standarnya tidak hanya dibuat dengan jalan melarutkan garamnya dalam akuades, karena dengan adanya sedikit zat organik dalam air menyebabkan terjadinya penguraian ion MnO4- menjadi oksidanya seperti yang terlihat pada persamaan reaksi: 4MnO4- + 2H2O  4MnO2 +3O2 +4OH(Mudjiran, 1993) Suatu larutan KMnO4 standar juga dapat digunakan secara langsung dalam menetapkan zat pengoksid, terutama oksida yang lebih tinggi seperti logam timbal dan mangan. Oksida tersebut sukar larut dalam asam dan basa tanpa mereduksi logam itu ke keadaan oksida yang lebih rendah. Tidak praktis untuk menitrasi zatzat itu secara langsung, karena reaksi dari zat padat dengan suatu zat pereduksi berjalan lambat. (Underwood, 1998) Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung pada analat yang dapat dioksidasi seperti misalnya Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut, dan



sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dapat dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung, antara lain: 1) Ion-ion Ba, Ca, Sr, Pb, Zn, dan Hg(II) yang mula-mula diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang dititrasi dan dari hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. 2) Ion-ion Ba dan Pb juga dapat diendapkan sebagai garam kromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dalam asam, kemudian ditambahkan larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh kromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4. (Harjadi, 1993)



2.6 Standardisasi Larutan KMnO4 KMnO4 mampu mengoksidasi air sebagai berikut: 4MnO4 + 2H2O



4MnO2 + 3O2 + 4OH-



konstanta keseimbangan reaksi ini juga besar, tetapi lajunya kecil. Kristal KMnO4 untuk pembuatan larutan sering sudah terkontaminasi MnO2, disamping itu MnO2 juga mudah terbentuk dalam larutan karena adanya bahan organik. Oleh karena itu standardisasi ulang yang perlu dilakukan diantaranya: 1) As2O3, setelah dilarutkan dalam NaOH, diasamkan dengan HCl lalu dititrasi 5HAsO2 + 2MnO4- + 6H+ + 2H2O



2Mn2+ + 5H3AsO4



2) Natrium oksalat, dititrasi dalam larutan asam 5H2C2O4 + 2MnO4- + 6H+



2Mn2+ + 10CO2+ 8H2O



3) Fe dilarutkan dalam HCl dan dapat dititrasi dingin. Kesulitannya karena MnO4- dan Cl- berjalan cepat. (Harjadi, 1993)



2.7 Reaksi Antara MnO4- dengan H2O2 Penambahan reagensia hidrogen perokasida pada larutan KMnO4 yang telah diasamkan dengan asam sulfat pekat, mengakibatkan warna menjadi hilang dan dilepaskan O2 murni tetapi basah (mengandung air). Reaksi : 2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 5O2 + 2Mn2+ + 8H2O (Vogel, 1990)



2.8 Reduksi Permanganat Oleh Besi(II) Besi(II) sulfat, FeSO4, dengan adanya asam sulfat, mereduksi permanganat menjadi Mn(II). Larutannya menjadi kuning karena terbentuk ion besi(III), reaksi yang terjadi : MnO4- + 5Fe2+ + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O kuning (Vogel, 1990)



2.9 Titrasi dengan KMnO4 Titrasi dengan KMnO4 dapat berlangsung menurut 3 cara: 1. Dalam larutan asam untuk menitrasi zat- zat secara langsung. Zat- zat yang diselidiki dengan menggunakan KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator, sampai terjadi titik akhir titrasi ion MnO4- akan tereduksi dengan reaksi: MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O Untuk membentuk suasana asam dalam larutan digunakan H2SO4encer, tetapi tidak dapat menggunakan HCl karena HCl dapat tereduksi menjadi Cl2. 2. Dalam suasana asam untuk menitrasi zat tidak langsung. Dilakukan dengan menambahkan zat pereduksi berlebih atau setelah proses reduksi selesai, sisa zat pereduksi dititrasi kembali dengan KMnO4. Penambahan warna ini oleh penambahan KMnO4 tidak permanen sebab warna ini lama-kelamaan akan memudar ini disebabkan oleh reaksi sebagai berikut:



2H2O + 2MnO4 + 3Mn2+ 5MnO2 + 4H+ 3. Dalam suasana netral atau sedikit basa. Ion MnO4- direduksi menjadi MnO2 yang kemudian mengendap dengan reaksi: MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Zat yang dititrasi dengan cara ini adalah sianida, alkohol, gula dan aldehid. (Huber,1967)



2.10 Penentuan dengan permanganat Penentuan besi dalam bijih besi merupakan satu penggunaan yang penting dari titrasi permanganat bijih besi utama adalah oksida atau oksida terhidrat, hematit, Fe2O3, magnetit, Fe3O4, geolit, Fe2O3.2H2O. Asam yang paling baik untuk melarutkan bijih besi ini yaitu asam klorida, oksida terhidrat larut dengan cepat sedang hematit dan magnetit lambat sekali (sedikit) larut dalam air. Penambahan timah(II) klorida membantu pelarutan oksida-oksida. (Vogel,1990)



2.11 Analisa Bahan 2.11.1 KMnO4 



sifat fisik: berbentuk kristal ungu dengan kilap logam, densitas 2,7 g/cm3.







sifat kimia: larut dalam air dan etanol, terurai dalam etanol. Penguraian dimulai sedikit diatas 100 0C dan terurai sempurna pada 240 0C. Banyak digunakan sebagai bahan pengoksidasi dan desinfektan (Daintith, 1994)



2.11.2 H2SO4 



Sifat fisik: Cairan seperti minyak tan warna. Densitas 1,84 g/cm3. Titik leleh 10,36 0C. Titik didih 338 0C.







Sifat kimia: Dibuat melalui proses Lead-Chamber, tetapi sekarang memakai proses kontak. Bahan pendehidrasi kuat, mampu menyingkirkan air dari banyak senyawa organik (misal dalam membuat anhidrida asam). (Daintith, 1994)



2.11.3 H2C2O4 



Sifat fisik: Padatan kristal.







Sifat kimia: Sedikit larut dalam air. Asam oksalat adalah asam yang sangat kuat dan sangat beracun. Ada dalam beberapa tumbuhan tertentu, antara lain daun kelembak. (Daintith,1994)



2.11.4 H2O 



Sifat fisik: Merupakan larutan tak berwarna, tak berbau, Titik leleh 00Cdan titik didih 1000 C, BM 18,016 g/mol dan Indeks bias 1,322.







Sifat Kimia : Bersifat polar dan pelarut universal. (Daintith, 1994)



III METODE PERCOBAAN 3.1 Alat 1. Buret 25 mL (2 set) 2. Erlenmeyer 250 mL (4 buah) 3. Beaker glass 250 mL (2 buah) 4. Pipet tetes (5 buah) 5. Labu takar 25 mL (1 buah) 6. Labu takar 100 mL (1 buah) 7. Pipet ukur 25 mL (1 buah) 8. Corong gelas (2 buah)



3.2 Bahan 1. Larutan KMnO4 2. Larutan Na-Oksalat 3. Larutan H2SO4 pekat 4. Aquadest 5. Larutan (NH4)2FeSO4.5H2O



3.3 Gambar Alat



Erlenmeyer



pengaduk



Buret



labu takar



Corong



Gelas Ukur



Pipet tetes



Kertas saring



3.4 Skema Kerja 3.4.1



Standardisasi larutan KMnO4 15 mL larutan H2C2O4.2H2O Erlenmeyer Pemanasan hingga 70 0C Titrasi dengan KMnO4 Pengamatan perubahan warna Pencatatan volume Hasil



3.4.2



Menentukan ion ferro 12,5 mL larutan FeSO4.7H2O Erlenmeyer Penambahan 25 mL H2SO4 1 N Titrasi dengan KMnO4 Pengamatan perubahan warna Pencatatan volume Hasil



IV. DATA PENGAMATAN NO 1



2



PERLAKUAN -Standardisasi larutan KMnO4 -0,3 gram Na-oksalat + H2O 250 ml -penambahan 12,5 ml H2SO4 sampai -pemanasan o 70 C -penitrasian dengan KMnO4 Penentuan ion ferro



HASIL PENGAMATAN Volume Na-Oksalat = 25 mL Volume KMnO4 = 7,2 Ml Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna menjadi ungu muda



Volume larutan ion Ferro= 25 mL Volume KMnO4= 14,6 mL Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna menjadi merah muda pucat



V. HIPOTESIS Percobaan Permanganometri bertujuan untuk membuat larutan standar permanganat dan melakukan standardisasi larutan permanganat dan menentukan kadar besi (III). Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah reaksi reduksi oksidasi dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Metode yang digunakan adalah titrasi permanganometri. Titrasi permanganometri adalah suatu proses redoks dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standar. Hasil dari percobaan ini adalah kadar besi (II) dan besi (III) dapat ditentukan.



VI. PEMBAHASAN Percobaan Permanganometri bertujuan untuk membuat larutan standar permanganat dan melakukan standardisasi larutan permanganat dan menentukan kadar besi (III). Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah reaksi reduksi oksidasi dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Metode yang digunakan adalah titrasi permanganometri. Titrasi permanganometri adalah suatu proses redoks dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standar.



6.1 Standardisasi larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat Percobaan standarisasi KMnO4 dengan Na-oksalat bertujuan untuk mengetahui konsentrasi KMnO4 yang tepat. KMnO4 perlu distandardisasi terlebih dahulu karena garam kalium permanganat tidak diperoleh dalam keadaan murni. Garam kalium permanganat banyak mengandung oksida-oksidanya yaitu MnO dan Mn2O3, sehingga garam ini tidak dapat digunakan sebagai zat standar primer. Larutan standar primer adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan (Harjadi, 1993). Demikian juga larutan standarnya, tidak hanya dibuat dengan jalan melarutkan garamnya dalam aquades, karena dengan adanya sedikit zat organik dalam air menyebabkan terjadinya penguraian ion MnO4- menjadi oksidanya. Selain itu KMnO4 perlu distandardisasi terlebih dahulu karena KMnO4 merupakan zat pengoksidasi kuat yang bekerja berlainan menurut pH dan mediumnya, sehingga mudah tereduksi oleh cahaya, dimana akan timbul endapan berwarna colvat, yaitu endapan MnO2. Hal ini dapat diketahui dari reaksi: 4MnO4- + 2H2O



4MnO2 (Underwood, 1999)



Standardisasi ini dilakukan dengan larutan Na-Oksalat. Penggunaan oksalat ini berdasarkan sifatnya yang murni. Selain itu Na-Oksalat merupakan larutan standar primer yang sifatnya stabil, terdapat dalam bentuk murni, dan



tidak berubah-ubah walaupun teroksidasi oleh oksigen maupun cahaya matahari. (Underwood,1999). Reaksi antara Oksalat dengan KMnO4 berlangsung dalam suasana asam, yaitu dengan reaksi: 5H2C2O4 + 2MnO4 + 6H2O



2Mn2++ 10CO2 + 8H2O (Harjadi, 1993)



Reaksi ini berjalan sangat kompleks dan berjalan lambat walaupun dalam suhu yang tinggi sudah mulai terjadi reaksi, selanjutnya reaksi berlangsung lebih cepat karena adanya katalis MnO4- yang terbentuk (otokatalis). Diperkirakan otokatalis itu terjadi karena Mn2+ dengan cepat dioksidasi oleh MnO4- menjadi Mn bervalensi 3 atau 4 yang dengan cepat mengoksidasi oksalat sambil kembali menjadi Mn2+. Otokatalis adalah istilah katalis yang menghasilkan reaksi sendiri. Reaksi yang terjadi : 2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+2Mn2++ 10CO2 + 8H2O (Harjadi,1993) Sebelum dititrasi dengan KMnO4 terlebih dahulu Oksalat ditambahkan asam sulfat lalu dipanaskan menjadi 700 C. Penambahan asam sulfat ini bertujuan untuk memberi suasana asam. Selain itu penambahan asam sulfat peka tjuga bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Ketika asam sulfat dimasukkan, larutan akan terasa panas. Hal ini karena terjadi perpindahan kalor dari sistem (larutan asam sulfat + larutan Na-Oksalat) ke lingkungan (reaksi eksoterm). Oleh karena itu suhu naik dan timbulnya panas pada tabung reaksi yang diakibatkan oleh pelepasan kalor dan sistem ke lingkungan. Sedangkan pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi karena dengan pemanasan tumbukan antar partikel semakin sering bertumbukan sehingga reaksi akan berjalan cepat. Jika tidak dilakukan pada suhu 700 C, reaksi KMnO4 di standardisasi dengan Na-Oksalat pada suhu kamar akan memakan waktu yang lama. . Setelah



Oksalat



dipanaskan



kemudian



dititrasi



dengan



KMnO4.



Penambahan KMnO4 dilakukan tetes demi tetes namun tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat. penetesan yang terlalu cepat akan menyebabkan reaksi



antara MnO4- dengan Mn2+ (kesalahan positif), sedang bila terlalu lambat mungkin oksalat akan menghilang karena akan membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air (kesalahan negatif). (Harjadi,1993) Proses standarisasi KMnO4 ini tidak memerlukan indikator. KMnO4 itu sendiri telah menjadi indikator karena KMnO4 mempunyai warna yang khas (ungu tua) dan pada saat titrasi menimbulkan perubahan warna yang jelas. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa konsentrasi KMnO4 berkurang dibandingkan konsentrasi awal, karena KMnO4 adalah standar sekunder dengan kemurniannya yang rendah. Mudah bereaksi dengan udara sehingga membentuk endapan MnO2 . Dan karena KMnO4 telah tereduksi. MnO4- + 8 H+ + 5e-



Mn2+ + 4 H2O (Vogel,1990)



Dari hasil perhitungan didapat bahwa konsentrasi KMnO4 adalah 0,347 N.



Gambar hasil standarisasi KMnO4 dengan Na-oksalat



6.2 Penentuan ion ferro Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar besi sebagai besi (III). Metode yang digunakan adalah titrasi permanganometri. Sedangkan prinsip yang digunakan adalah reaksi redoks, dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, basa maupun netral. Dalam menentukan ferro dengan titrasi, larutan ferro digunakan sebagai titrat, sedangkan titrannya adalah KMnO4. Dalam proses ini perlu ditambahkan asam sulfat 1 N untuk memberikan keasaman dalam larutan ferro, karena KMnO4 merupakan oksidator kuat sehingga reaksi akan terjadi pada suasana asam. Penambahan asam sulfat selain memberikan suasana asam juga bertujuan agar besi larut sempurna dan dapat bereaksi dengan baik. Selain untuk melarutkan besi, penambahan asam sulfat juga bertujuan untuk agar KMnO4 tereduksi menjadi Mn2+, karena dalam suasana netral atau sedikit basa maka KMnO4 akan tereduksi menjadi MnO2. Asam sulfat juga dimaksudkan untuk menghindari oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ karena Fe2+ kurang stabil diudara terbuka. Dalam percobaan ini terjadi reaksi oksidasi reduksi dimana KMnO4 yang digunakan sebagai penitrat merupakan oksidator kuat yang mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dan KMnO4 sendiri akan tereduksi dari Mn7+ menjadi Mn2+. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: MnO4- + 8 H+ + 5e-



Mn2+ + 4H2O (Harjadi, 1993)



Dalam titrasi ini tidak digunakan indikator karena KMnO4 sudah mempunyai warna khas yaitu ungu gelap sehingga bertindak sebagai auto indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda pucat. Dalam percobaan ini tidak digunakan HCl sebagai zat pemberi suasana asam, sebab akan terbentuk gas klorin yang berbahaya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2 MnO4- + 10Cl- + 16H+



2Mn2+ + 8H2O + 5Cl2 (Vogel, 1990)



Sedangkan bila digunakan HNO3 sebagai zat pemberi suasana asam maka akan terbentuk gas NO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2NO3- + 4H2SO4 + 6Fe2+



2NO + 6Fe3++ 4SO42- + 4H2O (Vogel, 1990)



titrasi dihentikan bila telah terbentuk Fe3+ hasil oksidasi Fe2+, yaitu saat terbentuk warna merah muda pucat dari larutan semula yang tidak berwarna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: MnO4- + 5Fe2+ + 8H+



5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O (Harjadi, 1993)



Adanya H+ menunjukkan reaksi berjalan dalam suasana asam. Dari hasil perhitungan didapat bahwa massa Fe2+ yang terkandung dalam sampel adalah 287,7 mgram dengan kadar 20,142%



Gambar hasil titrasi penentuan ion fero



VII. PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Standardisasi larutan KMnO4 dapat dilakukan dengan menitrasi NaOksalat dengan KMnO4. 7.1.2 Volume KMnO4 yang digunakan saat standardisasi dengan Na-Oksalat adalah 7,2 mL, sedangkan volume KMnO4 yang digunakan untuk menentukan ion ferro adalah 14.6 mL. 7.1.3



Kadar ion fero dapat dilakukan dengan metode permanganometri



7.1.4 Massa ion ferro yang diperoleh adalah 283,7 mgram dengan kadar dalam sampel sebesar 18,92 %



7.2 Saran 7.2.1 Lakukan percobaan sesuai prosedur yang berlaku 7.2.2 Pencucian alat harus sebersih mungkin untuk menghindari adanya kontaminasi 7.2.3 Praktikan harus mengetahui bahan dan cara penanganan bahan yang digunakan dalam percobaan. 7.2.4 Praktikan harus menggunakan alat keselamatan laboratorium saat melakukan percobaan



DAFTAR PUSTAKA



Beccera, M.E., N.P. Arias, O.H. Giraldo, F.E. Lopez Suarez, M.J. Illan Gomez, A. Bueno Lopez, 2010, Soot Combustion manganese catalysts prepared by thermal decomposition of KMnO4, Applied Catalysts B: Enviromental 102 260-266 Daintith, John. 1994. Kamus Kimia Oxford Edisi Baru. Jakarta : Erlangga Day, R.A dan Underwood, A.L. Analisis Kimia KuantitatifEdisi Kelima. Jakarta : Erlangga Elizabeth, R, 1961. The Condensed Of Chemical Dictionary. 6th edition. New York : Reinhald Company Faridbod, Farnoush, Mohammad Reza Ganjali, MortezaHosseini, ParvizNorouzi, 2012,



Permanganate



selective



nano-composite



electrode,



Int.



J.



Electrochem. Sci., 7 1927-1936 Garcia, Omar Gonzales, Luis CedenoCaero, 2009, V-Mo based catalysts for ods of diesel fuel.Part II. Catalytic Performance and stability after redox cycles, Catalysis Today 150 (2010) 237-243 Hardjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik DasarCetakan ke-3. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Hassan, R.M, A.Fawzy, G.A. Ahmed, I.A. Zaafarany, B.S Asghar, K.S Khairou, 2009, Acid-Catalyzed oxidation of some sulfated macromolecules. Kinetics and mechanism of oxidation of kappa-carrageenan polysaccharide by permanganate ion in acid perchlorate solutions, Journal Of Molecular Catalysis A: Chemical 309 (2009) 95-102 Huber, 1967. Titration In Non Aqueous Solvent. New York : Academic Press In Corporation Kennedy, John H. 1990. Analytical Chemistry Principles Edisi ke-2. New York : Saunders College Publishing Company Mudjiran. 1994. Kimia Analitik II ( Volumetri ). Yogtakarta : FMIPA UGM Rivai, Harizul. 1990.Azas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press



Vinay, K.B., H.D. Revanasiddappa, OkramZenita Devi, K. Basavaiah, 2009, Permanganometric Determination of Etamsylate in Bulk Drug and in Tablets, Chemical Industry & Chemical Engineering Quarterly 15 (3) 149157 Vogel. 1990. Buku Teks Analitik Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka



Semarang, 13 Desember 2012



Mengetahui, Asisten



Yudhi Richard J2C009025



Praktikan



Budi Kusuma Putra 24030111130030



Rizka Dwiyanti 24030111130035



Ninda Chrisandra 24030111130049



Warnengsih 24030111120020



Winda Rizky Panjaitan 24030111120005



Yayang Sutrimo 24030111120010



LAMPIRAN Perhitungan



1. Menentukan ion Ferro Fe2+



Fe3+ + e-



MnO4- + 8H+ + 5e-



Mn2+ + 4H2O



MnO4- + 5Fe2+ + 8H+



5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O



Jumlah elektron yang terlibat adalah 1 BM (NH4)2FeSO4.5H2O= 278 g/mol BM Fe = 56 g/mol



mgrek (NH4)2FeSO4.6H2O = mgrek KMnO4 mgrek (NH4)2FeSO4.6H2O = V KMnO4 x N KMnO4 mgrek (NH4)2FeSO4.6H2O = 14,6 mL x 0,347 N mgrek (NH4)2FeSO4.6H2O = 5,0662 mgrek



massa (NH4)2FeSO4.6H2O = BE x mgrek (NH4)2FeSO4.6H2O massa (NH4)2FeSO4.6H2O = (BM : n) x mgrek (NH4)2FeSO4.6H2O massa (NH4)2FeSO4.6H2O = (296 g/mol : 1) x 5,0662 mgrek massa (NH4)2FeSO4.6H2O = 1499,595 mgram



massa Fe = (Ar Fe : Mr (NH4)2FeSO4.6H2O) x massa (NH4)2FeSO4.6H2O massa Fe = (56 : 296) x massa (NH4)2FeSO4.6H2O massa Fe = (56 : 296) x 1499,595 mgram massa Fe = 283,7 mgram



% Fe = ( massa Fe : massa sampel) x 100 % = ( 283,7 : 1499,595) x 100 % = 18,92 % Jadi, kadar ion Fe yang didapatkan sebesar 18,92 %



LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KUANTITATIF



PERCOBAAN V PERMANGANOMETRI



DISUSUN OLEH: Budi Kusuma Putra



(24030111130030)



Ninda Chrisandra



(24030111130049)



Rizka Dwiyanti



(24030111130035)



Warnengsih



(24030111120020)



Winda Rizky Panjaitan (24030111120005) Yayang Sutrimo



(24030111120010)



LABORATORIUM KIMIA ANALITIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012