Laporan PKL Kelompok Ananda Riska P - Apotek Mose Bintaro-Dikonversi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN DI APOTEK MOSE – BINTARO KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 08 MARET - 21 MARET 2021



Ananda Riska Permatasari



(181040400133)



Fani Rahmah



(181040400154)



PROGRAM STUDI D-III FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG 2021



LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN DI APOTEK MOSE Periode 08 Maret - 21 Maret 2021



Disetujui Oleh :



Pembimbing Lapangan



Pembimbing Institusi



(apt. Meta Aprilia, S.Farm.)



(apt. Sheila Meitania Utami, M.Si.)



Mengetahui, Ketua Jurusan D-III Farmasi



(apt. Humaira Fadhilah, M.Farm.)



i



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat memperoleh kesehatan serta kesempatan untuk menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Di Apotek Mose Bintaro ini dengan baik. Penyusunan laporan ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi dalam Program Studi Diploma III Farmasi STIKes Widya Dharma Husada Tahun Akademik 2020/2021. Pada penulisan ini, penulis tidak lepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.



apt. Meta Aprilia, S.Farm. selaku Pemilik Sarana Apotek dan Apoteker Penanggung Jawab serta Pembimbing Lapangan kami yang telah memberikan bimbingan serta ilmu-ilmu yang tidak kami dapatkan sebelumnya.



2.



Ns. Riris Andriati, S. Kep., M.Kep selaku Ketua STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.



3.



apt. Humaira Fadhilah, M. Farm., Apt selaku Ketua Jurusan D-III Farmasi STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.



4.



apt. Sheila Meitania Utami, M.Si., Apt. selaku Pembimbing Institusi kami yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan PKL.



5.



Seluruh Karyawan Apotek Mose yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan bekerja sama selama kami melaksanakan PKL.



6.



Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan dorongan kepada kami.



7.



Seluruh Dosen STIKes Widya Dharma Husada Tangerang atas kesabaran dalam membimbing dan mengajarkan serta ilmu yang



telah diberikan selama tiga tahun ini. 8.



Seluruh Staf Akademik, TU dan Administrasi STIKes Widya Dharma Husada Tangerang, serta pegawai yang turut membantu dalam proses karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari



sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat penulis harapkan.



Mudah-mudahan



laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.



Pamulang, 21 Maret 2021



Penulis



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................i KATA PENGANTAR...............................................................................ii DAFTAR ISI..............................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................1 B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan..............................................2 C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan............................................2 D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan.............................................3 BAB II TINJAUAN UMUM A. Apotek.....................................................................................4 B. Pekerjaan Kefarmasian........................................................15 C. Tenaga Kefarmasian............................................................19 D. Obat......................................................................................21 E. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)...................................36 F. Resep....................................................................................39 BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK A. Letak Bangunan...................................................................42 B. Sejarah Apotek Mose...........................................................42 C. Struktur Organisasi..............................................................43 D. Pembagian Ruang Kerja di Apotek Mose............................43 E. Waktu, Tempat dan Teknis Pelaksanaan.............................44 F. Pengelolaan..........................................................................44 G. Arus Dokumen.....................................................................51



H. Pengelolaan obat di Apotek Mose.......................................52 I. Pemusnahan obat rusak dan kadaluarsa...............................53 J. Standar Operasional Prosedur (SOP) Apotek Mose............55 K. Pengelolaan Resep di Apotek Mose.....................................59 L. Aspek Pharmaceutical Care dan KIE di Apotek Mose.......60 BAB IV PEMBAHASAN A. Pelayanan di Apotek Mose..................................................63 B. Pelayanan Obat dan Perbekalan Kesehatan.........................68 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan...........................................................................70 B. Saran.....................................................................................70 DAFTAR PUSTAKA............................................................................72 LAMPIRAN



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1.



Denah Apotek Mose..........................................................75



Lampiran 2.



Etiket Biru dan Etiket Putih Apotek Mose........................77



Lampiran 3.



Copy Resep Apotek Mose.................................................77



Lampiran 4.



Kwitansi Apotek Mose......................................................78



Lampiran 5.



Contoh Surat Pesanan Obat Apotek Mose.........................78



Lampiran 6.



Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor Apotek Mose......................................................................79



Lampiran 7.



Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Psikotropika Apotek Mose......................................................................79



Lampiran 8.



Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Obat-Obat Tertentu Apotek Mose.......................................................80



Lampiran 9.



Contoh Kartu Stok Apotek Mose.......................................80



Lampiran 10. Kegiatan Meracik Obat......................................................81 Lampiran 1.



Kegiatan Menulis Etiket Obat............................................81



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Secara lengkap apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau bersamaan dalam suatu organisasi



untuk



memelihara



mencegah



dan



kesehatan



perorangan,



dan



menyembuhkan



meningkatkan



penyakit



keluarga,



kelompok



serta



kesehatan, memulihkan



dan



masyarakat



(Permenkes RI Nomor 9, 2017). Besarnya peranan apotek sebagai salah satu penunjang kesehatan masyarakat, menyebabkan apotek perlu dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang mempunyai kemampuan profesional tidak saja dalam bidang teknis Farmasi tetapi juga non teknis Farmasi. Untuk menunjang kegiatan dan tugas Apoteker, seorang Apoteker membutuhkan Asisten Apoteker untuk membantu



memberikan



pelayanan



dan informasi



mengenai



kefarmasian. Oleh karena itu dengan adanya Praktik Kerja Lapangan (PKL) dapat membantu melatih Asisten Apoteker agar lebih profesional dalam melakukan pelayanan kefarmasian.Praktek kerja lapangan sangat memberi manfaat dan berperan bagi mahasiswa dalam menerapkan pengetahuan teoritis yang didapat selama mengenyam pendidikan di Akademi Farmasi. Kegiatan praktek ini sebagai penjabaran disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan kefarmasian sehingga mahasiswa diharapkan terampil dalam bidang kefarmasian di apotek sehingga setiap bagian dari kegiatan praktek



1



kerja lapangan tersebut berguna bagi mahasiswa Akademi Farmasi dan memberikan pengalaman dalam mengetahui dan memahami tugas sebagai Ahli Madya Farmasi di Apotek. B.



Tujuan Praktik Kerja Lapangan 1.



Tujuan Umum a. Agar mengenal lebih dekat dunia kerja dan segala aspek yang terkait di dalamnya. b. Mampu memahami tugas dan peran Asisten Apoteker di Apotek sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalam sistem pelayanan kesehatan. c. Mampu mempraktekan materi yang telah didapat selama dalam perkuliahan.



2.



Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek. b. Untuk mengetahui peranan Asisten Apoteker di Apotek. c. Mengetahui cara penyimpanan obat di Apotek.



C.



Manfaat Praktik Kerja Lapangan 1. Menambah pengetahuan tentang pelayanan perbekalan farmasi kepada masyarakat secara langsung. 2. Menambah wawasan mengenai nama, jenis obat, yang beredar di masyarakat. 3. Menambah wawasan tentang berbagai macam resep dan tulisan dokter serta memberikan pelayanan obat kepada masyarakat sesuai kebutuhannya.



D.



Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan mulai dari 08 Maret s/d 21 Maret 2021 di Apotek Mose yang bertempat di Jl. Nusa Jaya No. 14, Bintaro Sektor 3A, Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan.



BAB II TINJAUAN UMUM A.



Apotek 1.



Definisi Apotek Menurut



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Secara lengkap apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara



sendiri-sendiri



atau



bersama-sama



dalam



suatu



organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pekerjaan



kefarmasian



berdasarkan



Peraturan



Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 2.



Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. b. Sarana



yang



kefarmasian.



digunakan



untuk



melakukan



pekerjaan



c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 3.



Pengelolaan Apotek Pengelolaan



apotek



sepenuhnya



dijalankan



oleh



Apoteker. Pengelolaan apotek dibagi menjadi 2 yaitu : pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi yang meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Pengelolaan apotek meliputi: a. Peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi : 1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. 2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya. 3) Pelayanan informasi tersebut diatas wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.



4.



Standar Pelayanan di Apotek Menurut



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan



Kefarmasian



adalah



suatu



pelayanan



langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI



Nomor



73,



2016).



Pengaturan



Standar



Pelayanan



Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk: a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). 5.



Tujuan Pelayanan Kefarmasian di Apotek a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek; b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kefarmasian di Apotek; c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.



6.



Penyelenggaraan Apotek Apotek menyelenggarakan fungsi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan termasuk di komunitas (Permenkes RI Nomor 9, 2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017, menyatakan bahwa Apotek hanya dapat menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis



habis pakai kepada: a. Apotek lainnya b. Puskesmas c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit d. Instalasi Farmasi Klinik e. Dokter f. Bidan praktik mandiri g. Pasien h. Masyarakat Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal: a. terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi b. terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan. Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada huruf e sampai dengan huruf h hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas: a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan alamat b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan jadwal praktik Apoteker. Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah terbaca dan jadwal praktik Apoteker harus berbeda dengan jadwal praktik Apoteker yang bersangkutan di fasilitas



kefarmasian lain (Permenkes RI Nomor 9, 2017). Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. a. Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. c. Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihan obat lain. d. Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep. e. Apabila dokter penulis Resep, maka Apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan Resep dengan memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan pendiriannya. Berdasarkan Pasal 23 pada Permenkes RI Nomor 9 tahun 2017, resep haruslah bersifat rahasia serta harus disimpan di Apotek dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun. Resep atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter penulis Resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang



sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasien berhak meminta salinan Resep.Salinan Resep harus disahkan oleh Apoteker dan harus sesuai aslinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA. Surat pesanan harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA (Permenkes RI Nomor 9, 2017). Pada Pasal 25 Permenkes RI Nomor 9 tahun 2017, suatu Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan asuransi lainnya. Kerja sama dilakukan



berdasarkan



rekomendasi



dinas



kesehatan



kabupaten/kota. 7.



Pengawasan Apotek Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.Pelaksanaan pengawasan dapat melibatkan Organisasi Profesi. Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota khusus terkait dengan pengawasan sediaan farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi dilakukan juga oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Selain pengawasan Kepala Badan dapat melakukan pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan sediaan farmasi. Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota dan pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Badan dilaporkan secara berkala



kepada Menteri. Laporan disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun (Permenkes RI Nomor 9, 2017). 8.



Landasan Hukum Apotek Beberapa landasan hukum untuk apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian; e. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika f. Peraturan



Menteri



Kesehatan



Nomor



889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan



Nomor



889/MENKES/PER/V/2011



tentang



Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian; g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek; h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi;



9.



Persyaratan Pendirian Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017, Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal ini, Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi: a. Lokasi Pemerintah



Daerah



Kabupaten/Kota



dapat



mengatur



persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses



masyarakat



dalam



mendapatkan



pelayanan



kefarmasian. b. Bangunan Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis. c. Sarana, prasarana, dan peralatan Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi: 1) Penerimaan Resep 2) Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas) 3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan 4) Konseling



5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan 6) Arsip Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas: 1) Instalasi air bersih 2) Instalasi listrik 3) Sistem tata udara 4) Sistem proteksi kebakaran Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian antara lain rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. Formulir catatan pengobatan pasien merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.Sarana, prasarana, dan peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik. d. Ketenagaan Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.



10. Perizinan Apotek a. Surat Izin Apotek Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin berupa SIA. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan (Permenkes RI Nomor 9, 2017). Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan



tertulis



Kabupaten/Kota



dengan



kepada



Pemerintah



menggunakan



Daerah



Formulir



1.



Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi: 1) fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) 3) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker 4) fotokopi peta lokasi dan denah bangunan 5) daftar prasarana, sarana, dan peralatan. b. Perubahan Izin Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus dilakukan perubahan izin. Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Terhadap Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan nama Apotek, tidak perlu dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa (Permenkes RI Nomor 9, 2017).



Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi atau perubahan Apoteker pemegang SIA mengikuti ketentuan (Permenkes RI Nomor 9, 2017). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar: a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi: 1. perencanaan 2. pengadaan 3. penerimaan 4. penyimpanan 5. pemusnahan 6. pengendalian 7. pencatatan dan pelaporan b. Pelayanan farmasi klinik meliputi: 1. Pengkajian Resep 2. Dispensing 3. Pelayanan Informasi Obat (PIO) 4. Konseling 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO) 7. Monitoring



Efek



Samping



Obat



(MESO).



Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Sumber daya kefarmasian meliputi: sumber daya manusia dan sarana dan prasarana.Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau (Permenkes RI Nomor 73, 2016).



Apotek



wajib



mengirimkan



laporan



Pelayanan



Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan(Permenkes RI Nomor 73, 2016). Pelanggaran



terhadap



ketentuan



dalam



Peraturan



Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif terdiri atas: a. peringatan tertulis b. penghentian sementara kegiatan c. pencabutan izin. B.



Pekerjaan Kefarmasian Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2009, Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Definisi dari Pekerjaan Kefarmasian itu sendiri ialah pembuatan



termasuk



pengendalian



mutu



Sediaan



Farmasi,



pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat



dan



obat



tradisional.



Sedangkan



pelayanan



kefarmasian,merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan (PP Nomor 51, 2009).



1.



Tujuan Pengaturan Pekerjaan Kefarmasian a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundanganundangan dan; c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.



2.



Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab, serta dapat dibantu juga oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian, dan dalam produksinyasediaan farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri. c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.



3.



Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan



kefarmasian.Penyerahan



dan



pelayanan



obat



berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien (PP Nomor 51, 2009). Fasilitas pelayanan kefarmasian berupa: a. Apotek b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit c. Puskesmas d. Klinik e. Toko Obat; atau Praktek Bersama. 4.



Perbedaan Perbekalan Farmasi, Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan a) Perbekalan Farmasi Perbekalan farmasi menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/ 2002 babVI pasal 1, perbekalan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat, yang terdiri dari : 1) Obat Bebas 2) Obat Bebas Terbatas 3) Obat Wajib Apotek ( OWA ) 4) Obat Keras 5) Obat Narkotika 6) Obat Psikotropika



Penggolongan obat di atas sesuai dengan Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang kini diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes /Per/2000 : 1) Bahan Baku Obat 2) Obat Tradisional dan bahan obat tradisional (obat asli Indonesia) dan (bahan obat asli Indonesia) 3) Alat-alat kesehatan 4) Kosmetika b) Sediaan Farmasi Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu : 1) Sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai dengan persyaratan dalam buku farmakope atau buku standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. 2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai dengan



persyaratan



dalam



buku



Materia



Medika



Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri. 3) Sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan peryaratan dalam buku Kodeks Kosmetika Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri. 4) Alat kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri



c) Perbekalan Kesehatan Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (UU, 2009). C.



Tenaga Kefarmasian Pada Pasal 33, BAB III dalam PP 51 tahun 2009, Tenaga kefarmasian terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud, yaitu terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada: a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika



dan



pabrik



lain



yang



memerlukan



Tenaga



Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu; b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. Standar pendidikan untuk Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang pendidikan. TTK yang ingin menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus terlebih dahulu memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan, dan bagi TTK yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi



dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja. Kemudian ijazah dan rekomendasi tersebut wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja (PP Nomor 51, 2009). Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi, baik itu Apoteker berupa STRA (dikeluarkan oleh Menteri), ataupun TTK



berupa STRTTK



(dikeluarkan oleh Menteri). Untuk



memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki ijazah Apoteker; b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan e. Membuat pernyataan



akan mematuhi



dan melaksanakan



ketentuan etika profesi. STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya; b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek; c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan d. Membuat



pernyataan



akan



ketentuan etika kefarmasian.



mematuhi



dan melaksanakan



D.



Obat Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat dibagi ke dalam beberapa golongan, penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas : obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika. 1.



Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.Contoh : Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B Compleks, E dan Obat batuk hitam, Oralit, Ibuprofen 200 mg. Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk untuk obat bebas dan untuk obat bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :



Gambar 2.1 Logo Obat Bebas



2.



Obat Bebas Terbatas (OBT) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan



obat-obatan



ke



dalam



daftar



obat



“W”



(Waarschuwing) memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan. kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau pembuatnya. b. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan. Di buku ISO ditandai dengan tulisan T. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam,berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :



Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas



Gambar 2.3 Logo Obat Bebas Terbatas Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti pada gambar berikut: 3.



Obat Keras (O.K) Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter, seperti Antibiotik, Antihistamin, Adrenalinum, dll.Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G (Gevarrlijk) adalah “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan hurup K yang menyentuh garis tepi”, dan di penandaanya harus dicantum kalimat “Harus dengan Resep Dokter”. seperti yang terlihat pada gambar berikut:



Gambar 2.4 Logo Obat Keras



4.



Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU No. 5, 1997). Berdasarkan penggunaannya Psikotropika digolongan menjadi empat, yaitu: a. Psikotropika golongan I hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,



contoh



:



LSD-25,



MDMA



(ekstasi),



Psilocybin. b. Psikotropika



Golongan



II



boleh



diresepkan



tetapi



menyebabkan ketergantungan yg besar, tidak disarankan digunakan dalam jangka panjang, contoh : Amfetamin dan Secobarbital. c. Psikotropika golongan III boleh diresepkan, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan,contoh :Amobarbital, Pentobarbital, Glutetimide. d. Psikotropika golongan IV obat yg lazim diresepkan, boleh digunakan dalam jangka pendek, contoh : Diazepam, Meprobamate, dan Allobarbital. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No.5 Tahun 1997 adalah hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika adalah: a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.



Secara garis besar pengelolaan psikoropika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan dan pemusnahan. a. Pemesanan Psikotropika Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP). Dimana satu SP biasa digunakan untuk beberapa jenis obat.Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU No.5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2).Dalam pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balaipengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA apabila dilakukan pemesanan. b. Penyimpanan Psikotropika Obat golongan psikotropika cenderung untuk disalahgunakan



maka



dimintakan



kepada



sarana



distribusi obat (PBF, Apotek, RS, dll) agar meyimpan obat-obatan golongan psikotropika tersebut dalam rak atau lemari khusus dan kartu stok psikotropika. Tempat penyimpanan psikotropik tercantum dalam Permenkes RI No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor



Farmasi,



persyaratan-persyaratan



sebagai



berikut: 1) Gudang khusus Gudang



penyimpanan



untuk



obat-obat



psikotropika haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;



b) langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi; c) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi; d) gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung jawab; dan e) kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan pegawai lain yang dikuasakan. 2) Ruang khusus Pada ruangan untuk menyimpan psikotropika harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: a) dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat; b) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi; c) mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda; d) kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan e) tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker



penanggung



jawab/Apoteker



yang



ditunjuk. 3) Lemari khusus Adapun persyaratan tentang lemari untuk menyimpan psikotropika harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) terbuat dari bahan yang kuat; b) tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda; c) harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut



gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah; d) diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk Apotek, Instalasi



Farmasi



Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan e) kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan. c. Pelaporan Psikotropika Pengeluaran obat psikotropika wajib dilaporkan, pelaporan dibedakan atas penggunaan bahan baku psikotropika dan sediaan jadi psikotropika, awal Januari sampai Desember diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala BPOM, serta digunakan sebagai arsip apotek. Laporan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK atau SP, nomor SIA dan stempel apotek. d. Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan



psikotropika



dilakukan



bila



berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standardan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan



ilmu



pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan dikirim kepada subdin Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Dati II/Kodya dengan tembusan kepada Balai POM.



5.



Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman



atau



semisintetis,



bukan



yang



tanaman,



dapat



baik



menyebabkan



sintetis



maupun



penurunan



atau



perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan



rasa



nyeri,



dan



dapat



menimbulkan



ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan, yaitu: (UU No. 35, 2009). a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contoh : Candu, Kokain, Katinona, Amfetamina. b. Narkotika



Golongan



II



adalah



narkotika



berkhasiat



pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan



dalam



terapi



dan/atau



untuk



tujuan



pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contoh : Alfentanil, Isometadona, Morfina. c. Narkotika



Golongan



III



adalah



narkotika



berkhasiat



pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Etil morfin, Kodeina, Dihidrokodeina. Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.Dalam hal ini pengaturan narkotika harus benarbenar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan



menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Tujuan pengaturan narkotika tersebut adalah: a. Menjamin



ketersediaan



narkotika



untuk



kepentingan



pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika. c. Memberantas peredaran obat gelap. Pengendalian dan pengawasan obat narkotika di Indonesia merupakan wewenang badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan). Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) untuk mengimpor



bahan



baku,



memproduksi



sediaan



dan



mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya



dapat



disalahgunakan.Secara



garis



besar



pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan. a. Pemesanan Narkotika Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 1976, apotek hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA), dilengkapi dengan jelas, stempel apotek, dan nomor STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker). Surat Pesanan ini dibuat 4 rangkap untuk tiap jenis obat.Tiga lembar SP tersebut dikirim ke PBF masing-masing untuk



Dinas Kesehatan, BPOM, pedagang atau penanggung jawab Kimia Farma dan satu lagi sebagai arsip apotek. b. Penyimpanan Narkotika Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Permenkes RI No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek haruslah memuhi berbagai syarat yang telah tercantum dalam Permenkes RI No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi, yaitu seperti: 1) Gudang khusus Gudang



penyimpanan



narkotika



harus



memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda; b) langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi; c) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi; d) gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung jawab; dan e) kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan pegawai lain yang dikuasakan. 2) Ruang khusus Pada ruangan untuk menyimpan narkotika



harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat; b) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi; c) mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda; d) kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan e) tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker



penanggung



jawab/Apoteker



yang



ditunjuk. 3) Lemari khusus Sedangkan lemari untuk menyimpan narkotika harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) terbuat dari bahan yang kuat; b) tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda; c) harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah; d) diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk Apotek, Instalasi



Farmasi



Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan e) kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.



c. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Dalam UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, disebutkan bahwa: 1) Narkotika



hanya



digunakan



untuk



kepentingan



pengobatan atau ilmu pengetahuan. 2) Narkotika



hanya



dapat



diserahkan



kepada pasien



untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. 3) Apotek dilarang mengulangi penyerahan narkotika atas dasar salinan resep dokter. Selain itu, berdasarkan surat edaran Dirjen POM No. 336/E/SE/1997/ disebutkan bahwa: 1) Sesuai dengan pasal 7 ayat (2) UU No. 9 Tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali. 2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. 3) Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 35 Tahun 2009 pada Bab IV Pasal 14 ayat (2), menyebutkan bahwa Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan



wajib



membuat,



menyampaikan,



dan



menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau



pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutase narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat empat rangkap, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan 1 salinan untuk arsip selambatlambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. e. Pemusnahan Narkotika Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Permenkes RI No 3 Tahun 2015 tentang Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam hal: 1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali. 2. Telah kadaluarsa. 3. Tidak



memenuhi



syarat



untuk



digunakan



pada



pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan. 4. Dibatalkan izin edarnya. 5. berhubungan dengan tindak pidana. Narkotika,



Psikotropika, dan



Prekursor



Farmasi



yang memenuhi kriteria pemusnahan dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat. Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang berada di Puskesmas harus dikembalikan kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat. Kemudian instalasi Farmasi Pemerintah yang melaksanakan



pemusnahan harus melakukan penghapusan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang Milik Negara/Daerah.



Kemudian untuk pemusnahan



Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus dilakukan dengan: 1. Tidak mencemari lingkungan 2. Tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Pemusnahan



Narkotika,



Psikotropika,



dan



Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Penanggung



jawab



distribusi/fasilitas



fasilitas



pelayanan



produksi/fasilitas



kefarmasian/pimpinan



lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada: a) Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat. b) Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi. c) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Instalasi



Farmasi



Klinik,



Instalasi



Sakit, Farmasi



Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko



Obat. 2. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya



menjadi



saksi



pemusnahan



sesuai



dengan surat permohonan sebagai saksi. 3. Pemusnahan



disaksikan



oleh



petugas



yang



telah



ditetapkan. 4. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan. 5. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan. Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi yang telah ditetapkan. Penanggung



jawab



distribusi/fasilitas



fasilitas



pelayanan



produksi/fasilitas kefarmasian/pimpinan



lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan pemusnahan



Narkotika,



Psikotropika,



dan Prekursor



Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan. Berita Acara Pemusnahan paling sedikit memuat: 1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan. 2. Tempat pemusnahan. 3. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas



distribusi/fasilitas



pelayanan



kefarmasian/pimpinan



lembaga/dokter



praktik



perorangan. 4. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut. 5. Nama dan jumlah



Narkotika,



Psikotropika,



dan



Prekursor Farmasi yang dimusnahkan. 6. Cara pemusnahan. 7. Tanda



tangan



penanggung



produksi/fasilitas kefarmasian/pimpinan



jawab



distribusi/fasilitas lembaga/



dokter



fasilitas pelayanan praktik



perorangan dan saksi. Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir. E.



Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) Obat Wajib Apotik yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter (Kepmenkes RI Nomor 347, 1990). Terdapat beberapa peraturan tentang OWA, yaitu meliputi: 1. Kepmenkes no 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1. 2. Kepmenkes no 924 tahun 1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. 3. Kepmenkes no 925 tahun 1993 tentang perubahan golongan OWA No.1, memuat perubahan golongan obat terhadap daftar OWA No. 1, beberapa obat yang semula OWA berubah menjadi obat bebas terbatas atau obat bebas.



4. Kepmenkes no 1176 tahun 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 Penyerahan OWA oleh Apoteker kepada pasien harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap OWA. 2. Membuat catatan informasi pasien dan obat yang diserahkan. 3. Memberikan informasi kepada pasien agar aman digunakan. Berikut ini beberapa golongan DOWA dan beberapa contoh obatnya, yaitu sebagai berikut: 1. Daftar OWA Gol. 1 Tabel 2.1 Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) Golongan 1 No. 1.



Nama Generik Aminophylline



Gol. Semula O.K / OWA (suppositoria )



Gol. Baru



Pembatasan



OBT



-



2.



Benzocain



O.K



OBT



Anestetik mulut dantenggoroka n



3.



Diphenhydramine



OBT dgn batasan



OBT



-



4.



Ibuprofen



O.K



OBT



5.



Theophylline



O.K dalam substansi



OBT



Tab 200 mg, kemasan tidak Iebih dari l0 tab. -



Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 925/menkes/PER/X/1993, Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No.1



2. Daftar OWA Gol. 2 Tabel 2.2 Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) Golongan 2 No.



Nama Generik



Jml. Max. Tiap Jenis Obat Per Pasien



1.



Clindamicin



1 tube



2.



Dexamethasone



1 tube



3.



Ketokonazole



4.



Omeprazole



5.



Piroxicam



6.



Prednisolon



Pembatasan Sbg obat luar untuk obat acne Sbg obat luar untuk inflamasi



Kadar < 2% (1 tube Sebagai obat luar untuk krim ; sclap sol. 1 infeksi jamur lokal btl) 7 tab Sbg obat luar untuk 1 tube inflamasi Sbg obat luar untuk 1 tube inflamasi



Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 924/menkes/PER/X/1993, Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2 3. Daftar OWA Gol. 3 Tabel 2.3 Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) Golongan 3



No.



Nama Generik



Jml. Max. Tiap Jenis Obat Per Pasien



1.



Gentamicin



1 tube @ 5 gr / btl 5 ml



2.



Cetirizine



10 tab



3.



Allopurinol



10 tab @ 100 mg



4.



Ranitidine



10 tab @ 150 mg



5.



Na Diklofenak



10 tab @ 25 mg



Indikasi



Pembatasan



Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan Obat Mata ulangan dari dokter Pemberian obat hanya Antihistami atas dasar pengobatan n ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan Antigout ulangan dari dokter Pemberian obat hanya Antiulkus atas dasar pengobatan peptik ulangan dari dokter Antiinflamasi Pemberian obat hanya dan atas dasar pengobatan Antirematik ulangan dari dokter



Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1176/menkes/SK/X/1999, Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3



F.



Resep 1.



Definisi Resep Resep merupakan permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola



apotek



untuk



menyiapkan,



meracik



serta



menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep dituliskan pada kertas resep dengan ukuran yang idealnya lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm (ZamanJoenoes,



1995).



Berdasarkan



Surat



Keputusan



Menteri



Kesehatan Republik Indonesia (1981) tentang penyimpanan resep di apotek, kertas resep yang sudah diserahkan pasien ke apotek harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut resep, serta harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep yang masuk ke apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan. Resep asli tidak boleh diberikan kembali setelah obatnya diambil oleh pasien, namun pasien dapat diberikan salinan resep. Resep asli tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali diminta oleh dokter penulis resep, pasien, pegawai (kesehatan, kepolisian, kehakiman) yang ditugaskan untuk memeriksa, serta yayasan atau lembaga lain yang menanggung biaya pengobatan pasien (Syamsuni, 2006). 2.



Definisi Penulisan Resep Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk



sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak. Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai dengan yang tertulis.Pihak apoteker berkewajiban melayani secara cermat, memberikan informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan mengkoreksinya bila terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian obat lebih rasional, artinya tepat, aman, efektif, dan ekonomis. Wujud akhir kompetensi dokter dalam medical care, secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan keahliannya di bidang farmakologi & teraupetik secara tepat, aman dan rasional kepada pasien khususnya masyarakat pada umumnya (Jas, 2009). 3.



Format Penulisan Resep Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian : a. Inscription yaitu meliputi : Nama Dokter, no. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu



kota



provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. b. Invocation yaitu permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = recipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek. c. Prescription/Ordonatio yaitu nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan. d. Signatura yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian,



rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.



BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK A.



Letak Bangunan Apotek Mose terletak di jl. Nusa Jaya No. 14, Bintaro Sektor 3A, Kel. Pondok Karya, Kec. Pondok Aren Tangerang Selatan, cukup strategis untuk sebuah Apotek karena: 1. Terletak dipinggir jalan yang cukup ramai 2. Daerah mudah dijangkau dan dilalui oleh kendaraan umum 3. Bekerja sama dengan Dokter gigi



B.



Sejarah Apotek Mose Apotek Mose didirikan pada tahun 2014 di jl. Nusa Jaya no.14 Bintaro sektor 3A, belakang Bintaro Plaza, Tangerang Selatan. Nama apotek Mose merupakan singkatan dari “Moro Sehat” yang mempunyai arti “Orang yang dating ke Apotek yang sedang sakit menjadi sehat, dan yang sehat menjadi lebih sehat”. Apotek Mose merupakan apotek swasta yang didirikan oleh Meta Aprilia S.Farm., Apt. yang juga sebagai pemilik sekaligus Apoteker Penanggung jawab Apotek di Apotek Mose. Beliau merasa mempunyai kewajiban untuk mengamalkan ilmu yang didapat selama menempuh pendidikan sarjana hingga menjadi apoteker, dimana beliau melihat banyak masyarakat di sekelilingnya yang belum mengetahui penggunaan obat secara benar. Selain itu, beliau merasa disekitar tempat tinggalnya belum berdiri sebuah apotek, sehingga baik beliau maupun masyarakat yang ada disekitarnya harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk pergi ke apotek terdekat. Oleh sebab itulah, dengan bermodal ilmu pengetahuan dan keyakinan yang kuat, beliau akhirnya mendirikan Apotek Mose.



C.



Struktur Organisasi Adapun struktur organisasi Apotek Mose adalah sebagai berikut :



PSA & APA apt. Meta Aprilia, S.Farm. SIPA : 446.4/0026/04/06/SIPA/DinKes/2013 STRA : 1987421/STRA-UNAIR/2010/222738



Asisten Apoteker Anisa, Lusi, Kiki, Galuh, Dinda, Betty



Administrasi Alta Dinar



Bagian Umum Suhaini



D.



Pembagian Ruang Kerja di Apotek Mose Untuk menunjukkan kegiatan operasional apotek, maka Apotek Mose Bintaro dibagi dalam berbagai tempat, yaitu: 1. Ruang Penerimaan Resep Tempat ini berada di depan, dimana disini pasien menyerahkan resep dan juga berkonsultasi dengan Apoteker atau Asisten Apoteker. Di tempat ini diletakkan obat bebas dan obat bebas terbatas. 2. Ruang Pelayanan Resep Merupakan ruangan yang digunakan unuk membuat, mengelola, meracik dan mengubah bentuk obat yang dituliskan dalam resep. Ruang ini juga berfungsi sebagai tempat



penyimpanan obat keras, psikotropik dan narkotika. 3. Swalayan Beberapa jenis perbekalan farmasi dan non farmasi diletakkan di lemari swalayan ini, dengan tujuan mempermudah pasien saat mengambil. 4. Tempat Tunggu Pasien



yang



telah



menyerahkan



resepnya



dapat



menunggu resepnya ditempat tunggu ini. E.



Waktu, Tempat dan Teknis Pelaksanaan 1.



Waktu Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 08 Maret sampai dengan tanggal 21 Maret.



2.



Praktek Kerja Lapangan (PKL) bertempat di Apotek Mose yang beralamat di jl. Nusa Jaya No. 14, Bintaro Sektor 3A, Kel. Pondok Karya, Kec. Pondok Aren- Tangerang Selatan Nomor Telp : (021) 7351784.



3.



Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Mose ini terdapat 2 orang yang kemudian dibagi menjadi 2 jadwal. 4.



Pembagian shift adalah shift pagi yang waktu prakteknya



dilaksanakan mulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00 dan shift siang yang waktu prakteknya dilaksanakan mulai pukul 13.30 sampai dengan 21.30. Masing-masing individu pernah mengalami shift pagi dan shift siang. F.



Pengelolaan 1. Sumber Daya Manusia (SDM) Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang



baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpian dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan pengetahuan,



dan



memberi



pendidikan



peluang dan



untuk



memberi



meningkatkan peluang



untuk



meningkatkan pengetahuan. Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Apotek setidak- tidaknya adalah Pemilik Sarana Apotek (PSA), Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, Juru Resep, tenaga Tata Usaha. Di Apotek Mose terdapat beberapa personalia yang mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda sesuai dengan posisi dalam struktur organisasi apotek seperti : a. Pemilik Sarana Apotek (PSA) : Meta Aprilia, S.Farm., Apt b. Apoteker Pengelola Apotek : Meta Aprilia, S.Farm., Apt c. Asisten Apoteker : Lusi, Anisa, Kiki, Betty, Galuh, dan Dinda d. Bagian Umum : Suhaini 2. Sarana dan Prasarana a. Sarana 1) Ruang tunggu Berada didalam apotek yang terletak di bagian depan pada Apotek Mose yang terdapat beberapa tempat duduk



yang



disediakan



dari



Apotek



untuk



pengunjung/konsumen agar dapat menunggu obat yang dibeli/resep yang akan ditebus. 2) Ruang peracikan Terdapat di bagian dalam menyatu dengan lemari Obat. 3) Gudang Obat Gudang obat terletak di sampin ruang racikan digunakan untuk menyimpan obat-obat yang telah



dipesan dari PBF. 4) Toilet Ruangan ini berada di samping Gudang obat. b. Prasarana 1) Bahan : semua macam obat-obatan, bahan baku obat, bahan tambahan (Sacchorite), bahan pelarut (Air, alkohol, sirupus), Bungkus Puyer. 2) Alat : peralatan peracikan (seperti: Mortir dan stamper, alat press kertas puyer, timbangan milligram serta timbangan gram), gunting, steples, dan kalkulator. 3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya a. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Apotek Mose Perencanaan merupakan suatu program kerja untuk mencapai sasaran / tujuan yang dilaksanakan pada periode berikutnya, perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien. Tahapan perencanaan obat di Apotek Mose meliputi: 1) Membuat rencana pembelian dengan cara : a) Menerima informasi mengenai kebutuhan obat / perbekalan kesehatan lainnya, yang berupa defecta dari petugas penjualan, gudang racik. b) Menetapkan kuantum obat / perbekalan kesehatan lainnya yang akan dipesan berdasarkan defecta penjualan dengan memperhatikan stok maksimum. 2) Menentukan PBF / Subdistributor untuk maing-masing barang yang akan dibeli denga mempertimbangkan : a) Legalitas PBF / Subdistributor b) Kecepatan pelayanan c) Harga / potongan harga yang diberikan d) Kondisi pembayaran yang ditawarkan



e) Melaksanakan pembelian 3) Pemesanan Setelah



melakukan



perecanaan,



bagian



pembelian melakukan pemesanan obat / perbekalan kesehatan lainnya. Pemesanan dilakukan menggunakan Surat Pesanan (SP), yang ditujukan pada distributor atau PBF. Adapun metode permintaan obat yang digunakan di Apotek Mose yaitu menggunakan metode konsumsi berdasarkan penggunaan obat pada periode 3 bulan sebelumnya. 4) Memeriksa faktur-faktur yang diterima dari PBF / Subdistributor terhadap : a) Kelengkapan barang yang dikirim b) Kebenaran harga / potongan harga yang telah diberikan c) Menerima penjelasan pengirim apabila ada barang yang tidak dikirim, agar barang tersebut dapat dipesan ke pemasok lain. d) Segera memberitahu sales PBF / Subdistributor apabila harga / potongan harga tidak lagi sesuai dengan perjanjian dan meminta untuk dikoreksi. 5) Pemeriksaan langsung persediaan barang : a) Mengevaluasi



hasil



pembelian,



serta



membandingkan jumlah pembelian terhadap omset yang dicapai untuk periode waktu yang sama. b) Apabila persentasi pembelian dirasakan cukup tinggi, maka



memeriksa



kembali



persedian



barang



digudang. c) Apabila ada barang-barang yang kurang lancer mutasinya, segera diinformasikan agar dapat dibantu pemecahannya.



b. Penyimpanan Obat di Apotek Mose 1) Perbekalan farmasi yang sudah diterima kemudian disimpan didalam gudang obat secara alfabetis yang tersedia diapotek dengan sebelumnya mengisi kartu stok yang



berisikan



tanggal



pemasukan



obat,



nomor



dokumen, jumlah barang, sisa, nomor batch, tanggal kadaluarsa dan paraf. 2) Penyimpanan barang di Apotek Mose dilaksanakan berdasarkan sistem FIFO (Fisrt In First Out) dan FEFO (Fisrt Expired Fisrt Out) adalah penyimpanan barang dimana barang yang datang lebih dulu akan disimpan didepan sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang terakhir datang ditaruh dibelakang, demikian seterusnya. Sedangkan pada sistem FEFO (First Expired First Out) adalah penyimpanan barang dimanan barang yang mendekati tanggal kadaluarsanya diletakkan didepan



sehingga



akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang tanggal kadaluarsanya masih lama diletakkan dibelakang, perputaran barang diapotek dapat terpantau dengan baik sehingga meminimalkan banyaknya



obat-obat



yang



mendekati



tanggal



kadaluarsanya berada di Apotek 3) Sistem penyimpanan obat di Apotek Mose antara lain: a) Berdasarkan Golongan Obat  Narkotika dan Psikotropika di dalam lemari khusus dua pintu yang dilengkapi dengan kunci dan terletak menempel pada lemari besar dengan tujuan tidak bisa dipindahkan sehingga sulit untuk dicuri.  Obat bebas dan obat bebas terbatas disebut sebagai



OTC (Over The Counter) disimpan di rak penyimpanan berdasarkan



dan



swalayan.



kegunaannya.



Disimpan



Penyusunan



OTC



digolongkan menjadi susu dan nutrisi, vitamin dan suplemen, pengobatan



tradisional,



tetes



mata, perawatan kecantikan, perawatan mulut, perawatan bayi dan anak, makanan ringan dan minuman, perawatan wanita.  Obat keras disimpan di rak penyimpanan belakang dan disusun sesuai alfabetis. b) Bentuk Sediaan  Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya yaitu: padat, cair, semi solid, tetes mata, tetes hidung, tetes telinga, oral drop, inhaler, aerosol, suppositoria, ovula. c) Berdasarka sifat obat, terdapat obat yang disimpan dilemari es. Contohnya: insulin, suppositoria, ovula dan obat yang mengandung Lactobacillus sp. Contoh: Lacto-B. d) Alat kesehatan disimpan dalam etalase dekat penyimpanan obat bebas. e) Obat generik disimpan di dalam rak-rak tersendiri terpisah dari obat paten. c. Pelayanan Berbagai kegiatan bidang pelayanan dilakukan di Apotek Mose, seperti : 1) Pelayanan obat bebas, bebas terbatas dan perbekalan kesehatan (Non Resep). 2) Pelayanan sediaan farmasi sesuai permintaan dari dokter (resep). 3) Pelayanan konseling gratis mengenai obat dan sediaan



farmasi oleh Apoteker. Salah satu contoh pelayanan resep dari dokter yang pernah kami layani yaitu:



Gambar 3.1 Contoh Resep Dokter 4. Pengelolaan Administrasi di Apotek Mose Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Mose sebagian sudah komputerisasi dan sebagian lagimasih manual, yang meliputi: a. Pembukuan, barang keluar berisi sediaan atau perbekalan farmasi yang terjual, baik resep maupun non resep. b. Pembukuan barang datang, berisi barang yang diterima dari distributor, yang juga memuat No. Batch dari expired date



sediaan atau perbekalan farmasi. c. Pembukuan piutang dan perpajakan. d. Administrasi kepegawaian mengadakan absensi, karyawan, gaji, dan lain-lain. e. Kartu stock, diletakkan disetiap sediaan atau perbekalan farmasi. f. Defecta, berisi pencatatan barang yang kosong atau hampir kosong. g. Pembukuan laporan bulanan dan tahunan. G.



Arus Dokumen 1. Resep R/ Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang



berlaku



kepada



apoteker



pengelola



apotek



untuk



menyediakan dan menyerahkan obat- obatan bagi penderita. 2. Salinan Resep Salinan Resep adalah salinan yang dibuat apotek, salinan membuat keterangan yang terdapat dalam resep asli, salinan juga membuat nama dan nomor izin pengelola apotek, tanda tangan APA, tanda nedetur untuk obat yang belum diserahkan, nomor resep dan tanggal pembuatn. 3. Faktur Faktur merupakan bukti pembelian yang berasal dari distributor yang diterima oleh bagian pembelian kemudian dicocokan dengan surat pesanan, dicatat dalam dokumen pembelian faktur asli diarsipkan oleh apotek dan salinannya diberikan ke PBF atau distributornya. Faktur bermanfaat untuk administrasi



hutang



barang



(untuk



pembelian



pembayaran tempo) serta untuk pembelian tunai.



dengan



4. Pencatatan kartu stok barang Keluar



masuknya



barang



harus



disertai



dengan



pencatatan pada kartu stok. Hal ini dilakukan untuk menghindari kehilangan obat dan untuk mempermudah pengawasan barang. 5. Kwitansi Kwitansi merupakan dokumen atau surat yang digunakan sebagai tanda bukti telah terjadinya transaksi pembayaran sejumlah uang dari orang yang member uang kepada si penerima uang. H.



Pengelolaan obat di Apotek Mose 1. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang boleh dignakan tanpa resep dokter disebut obat OTC (Over The Counter). Contoh obat bebas yang ada di Apotek Mose diantaranya: Promaag, Polysilane, (sirup, tablet), Mylanta, Dumin, Paracetamol 500 mg, Panadol, Fludane, Neozep, Fatifon, Stimuno. 2. Obat Bebas Terbatas Obat Bebas Terbatas adalah obatyang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual dan dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Contoh obat bebas terbatas yang ada di Apotek Mose diantaranya: OBH Nellco, Nalgestan. 3. Obat Wajib Apotek (OWA) Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diberikan tanpa resep dokter oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Contoh obat wajib apotek yang ada di Apotek Mose diantaranya: Asam Mefenamat, Bromhexin, Dexametason,



Gentamisin,



Ketokonazole,



Kloramfenikol,



Hidrokortison, Methylprednisolon,



Ibuprofen, Mefinal,



Metformin, Ranitidin, Salbutamol, Omeprazole, Piroxicam,



Prednison. 4. Obat Keras Obat keras adalah obat yang berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter. Contoh obat keras yang ada di Apotek Mose diantaranya: Acyclovir, Captopril, Cefadroxil. 5. Obat Psikotropika dan Narkotika Obat Psikotropika adalah obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan peilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi. Contoh obat Psiotropika yang ada di Apotek Mose diantaranya: Valisanbe, Analsik. Obat Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya. Contoh obat Narkotika yang ada di Apotek mOse diantaranya: Codein, Codipront. I.



Pemusnahan obat rusak dan kadaluarsa Di Apotek Mose sudah melakukan pemusnahan obat dikarenakan Apotek Mose baru berdiri selama lebih dari 5 tahun sehingga ada banyak obat yang kadaluarsa. Pemusnahan dilakukan dengan tata cara yang sesuai dengan peraturan yang ada. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, bahwa Obat kadaluwarsa



atau



rusak



harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker



dan



disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker



dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Adapun beberapa metode pembuangan obat-obat rusak dan kadaluarsa (Ibrahim S, 2009), yaitu: 1. Penimbunan Penimbunan berarti penenpatan limbah langsung ke lahan penimbunan



sampah



tanpa



perlakuan



atau



persiapan



sebeluamnya. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sering dilakukan dalam pembuangan limbah padat. 2. Imobilisasi Limbah: Enkapsulasi Enkapsulasi berarti imobilisasi obat-obatan dengan memadatkannya ke dalam tong plastik atau besi. Sebelum dipergunakan, tong harus bersih dan kandungan sebelumnya harus bukanlah bahan yang mudah meledak atau berbahaya. Tong diisi hingga 75% kapasitasnya dengan obat-obatan padat atau setengah padat, lalu sisa ruang dipenuhi dengan campuran kapur-semen-air (15 : 1 : 15) hingga terisi penuh, kemudian tong ditutup dengan dikleim atau dengan pengelasan 3. Imobilisasi Limbah: Inersiasi Metode ini merupakan varian dari metode Enkapsulasi. Obat- obatan dilepas dari bahan pengemasnya seperti : kapsul, blister, strip, sachet, karton, botol dan plastik. Kemudian, obatobatan dicampur dengan kapur-semen-air (65 : 15 : 5) sehingga terbentuk pasta yang homogen. Pasta dipindahkan ke tempat pembuangan akhir yang akan membentuk masa padat bercampur dengan limbah rumah tangga biasa. Pada metode ini diperlukan alat khusus untuk mencampurnya (seperti beton mollen). 4. Pengenceran Beberapa obat-obatan dalam bentuk cairan seperti sirup dan infus atau larutan antiseptik yang aman dapat dilarutkan dalam sejumlah besar air hingga encer dan dibuang ke saluran



pembuangan air sedikit demi sedikit selama periode tertentu (tanpa memberikan dampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan). 5. Insenerasi Suhu Tinggi Insenerasi dilakukan dengan alat khusus yaitu Insinerator dengan suhu minimal 850° C dalam kurun waktu pembakaran 2 detik, metode ini dapat digunakan untuk memusnahkan obat-obat padat.



Perbandingan



pemusnahan



antara



limbah



farmasi



dicampur dengan limbah rumah tangga dalam jumlah besar yaitu 1:1000. Insinerator 1200 - 1430° C sangat sesuai dan paling memadai untuk pemusnahan obat-obat rusak dan kadaluarsa. Pada kondisi ini limbah akan hancur secara efektif. Tetapi Insinerator suhu ini tidak baik untuk obat-obatan yang mengandung halogen. J.



Standar Operasional Prosedur (SOP) Apotek Mose 1. SOP Pelayanan Resep Sesuai dengan prosedur tetap dalam pelayanan resep dokter adalah sebagai berikut: a) Apoteker menerima resep b) Melakukan



skrining



resep



meliputi



administrasi



dan



farmasetik. Skrining administratif meliputi, pengecekan nama dokter, tanggal penulisan resep, paraf/tanda tangan dokter, nama pasien, umur pasien, berat badan pasien, alamat pasien dan nomor telepon pasien. Sedangkan skrining farmasetik meliputi pengecekan sesuai atau tidaknya bentuk sediaan, dosis sediaan, potensi obat, stabilitas obat, cara dan lama pemberian obat, serta waktu dengan yang tertulis pada resep. c) Bila obat yang akan diganti (merk lain), Apoteker/AA meminta persetujuan pasien terlebih dahulu



d) Menghitung nominal harga dan mintalah persetujuan kepada pasien e) Menyiapkan obat sesuai dengan resep (bila resep racikan, hitung berapa obat yang harus disiapkan dari masing-masing obat yang terdapat pada resep). Berikut merupakan SOP Peracikan di Apotek Mose :  Menyiapkan alat yang akan digunakan dan membersihkan meja untuk meracik.  Membuat instruksi meracik meliputi: no resep, jumlah, dan cara mencampur.  Menyiapkan etiket dan wadah serta bersama obat.  Mencuci tangan hingga bersih, bila perlu menggunakan sarung tangan, dan masker.  Menyiapkan obat sesuai resep dan mencocokannya.  Jika ada bahan yang harus ditimbang, maka persiapkan terlebih



dahulu



alat



serta



bahan-bahannya.



SOP



menimbang di Apotek Mose, yaitu :  Membersihan timbangan terlebih dahulu, kemudian menyetarakan timbangan sebelum mulai menimbang.  Mengambil bahan-bahan sesuai dengan permintaan resep.  Mengambil anak timbangan sesuai dengan berat yang diminta dan meletakkannya di sebelah kiri.  Menimbang bahan-bahan, bisa menambahkan atau menguranginya sampai diperoleh timbangan yang seimbang yang ditunjukkan oleh letak jarum pada posisi nol atau posisi setara.  Mengambil bahan yang sudah ditimbang, kemudian memberi nama sesuai dengan nama bahan.  Mengecek ulang apakah bahan yang diambil sudah sesuai



dengan



ketempatnya.



resep



kemudian



mengembalikan



 Pastikan hasil racikan sesuai dengan instruksinya  Memasukkan ke dalam wadah yang telah disediakan



dan mengetiketkannya.



 Kemudian menyerahkan ke petugas lain untuk diperiksa kembali.  Menyerahkan obat yang telah jadi kepada pasien.  Setelah itu, membersihkan peralatan dan meja meracik setelah selesai melakukan peracikan  Mencuci tangan sampai bersih. f) Obat yang disiapkan dimasukkan dalam buku stok obat g) Mengetiketkan sesuai dengan penandaan diresep lengkap dengan indikasi obat h) Mengecek kembali resep sebelum diserahkan kepada pasien i) Memberikan informasi tentang kegunaan dan aturan pakai obat-obat yang pasien dapatkan. 2. SOP Pelayanan Resep yang Mengandung Obat Psikotropika atau Narkotika a) Apoteker menerima resep b) Melakukan



skrining



resep



meliputi



administrasi



dan



farmasetik. Melakukan skrining resep meliputi administrasi dan farmasetik. Skrining administratif meliputi, pengecekan nama dokter, tanggal penulisan resep, paraf/tanda tangan dokter, nama pasien, umur pasien, berat badan pasien, alamat pasien dan nomor telepon pasien. Sedangkan skrining farmasetik meliputi pengecekan sesuai atau tidaknya bentuk sediaan, dosis sediaan, potensi obat, stabilitas obat, cara dan lama pemberian obat, serta waktu dengan yang tertulis pada resep. c) Mengisi kelengkapan untuk data pasien meliputi No. Resep, nama pasien, umur, alamat, No. Telpon pasien, item obat, jumlah obat, dokter yang menulis resep.



d) Bila ada obat yang tidak ada, tidak bisa diganti. e) Menghitung nominal harga dan meminta persetujuan kepada pasien f) Menyiapkan obat sesuai dengan resep. g) Obat yang disiapkan dimasukkan dalam buku stok obat h) Mengetiketkan sesuai dengan penandaan diresep lengkap dengan indikasi obat i) Mengecek kembali resep sebelum diserahkan kepada pasien j) Memberikan informasi tentang kegunaan dan aturan pakai. Informasi yang memastikan pasien jika gejala atau tanda dari pemyakit yang di indikasikan telah hilang, makan disarankan untuk mnghentikan pengobatan obat tersebut, karena dapat menimbulkan ketergantungan. k) Memberikan informasi bahwa obat tidak bisa dibeli lagi tanpa adanya resep dokter asli. 3. SOP Pelayanan tanpa Resep a) Pasien datang b) Menyapa pasien dengan ramah dan menanyakan obat apa yang dibutuhkan c) Menanyakan terlebih dahulu keluhan atau penyakit apa yang diderita pasien, kemudian membantu pasien untuk mendapatkan obat yang tepat. Jika tidak dapat ditangani dengan swamedikasi, menyarankan pasien untuk konsultasi ke Dokter. Jika bisa ditangani dengan swamedikasi, maka menyarankan pasien dengan terapi obat yang bisa diberikan. d) Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga. e) Mengambilkan obat yang diminta pasien jika pasien setuju dengan harga yang diberikan. f) Menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi mengenai kegunaan dan aturan pakai obatnya.



4. SOP Pemesanan Obat a) Pemesanan obat dilakukan pada PBF yang resmi b) Pemesanan obat menggunaka Surat Pesnan (SP) rangkap 2 lembar yang asli diberikan kepada sales sedang salinannya untuk disimpan sebagai arsip c) Untuk pemesanan obat-obat narkotika dan psikotropika menggunakan SP khusus d) Jumlah dan jenis obat yang dipesan harus sesuai dengan kebutuhan e) SP ditandatangani oleh apoteker dan diberi stempel apotek 5. SOP Penerimaan Obat a) Melakukan pemeriksa keabsahan faktur meliputi nama dan alamat PBF serta tanda tangan penanggung jawab dan stempel PBF b) Mencocokan faktur dengan obat yang datang meliputi jenis dan jumlah serta no batch sediaan, tanggal kadaluarsa. c) Memeriksa kondisi fisik obat meliputi kondisi wadah dan sediaan. Bila rusak, maka obat dikembalikan dan minta diganti. d) Setelah selesi diperiksa, faktur dengan pembayaran tempo ditandatangani dan diberi tanggal serta distampel, faktur yang asli diserahkan kepada sales sedangkan salinan faktur disimpan oleh apotek sebagai arsip. Sedangkan untuk faktur dengan pembayaran lunas, faktur asli disimpan oleh apotek. K.



Pengelolaan Resep di Apotek Mose 1. Penyimpanan Resep Di Apotek Mose bila obatnya sudah diserahkan kepada pasien,



menurut



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonasia nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, penyimpanan resep harus diatur menurut tanggal dan nomor urut pembuatan. Hal ini bertujuan untuk



memungkinkan penelusuran kembali bila setelah sekian waktu terjadi suatu akibat dari obat yang diberikan. Kemudian, resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan. 2. Pemusnahan Resep Pemusnahan Resep mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonasia nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pemusnahan dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. L.



Aspek Pharmaceutical Care dan KIE di Apotek Mose 1.



Parmaceutical Care Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah terapi pasien terkait dengan obat. Praktek kefarmasian ini memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas



hidup



pasien.



Peran



apoteker



dalam



asuhan



kefarmasian di awal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related Problem) pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas



hidup



meningkat serta hasilnya memuaskan (keberhasilan terapi)



(Rover et al, 2003). 2.



Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pengertian KIE bagi seorang Farmasis adalah proses penyampaian informasi antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan kesempatan kepada pasien atau keluarga pasien dan



membantu



meningkatkan



pengetahuan,



pemahaman



sehingga pasien atau keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuan dalam penggunaan obat yang benar. Tujuan dari KIE sendiri adalah agar farmasis dapat menjelaskan dan menguraikan (explain and describe) penggunaan obat yang benar dan baik bagi pasien sehingga tujuan terapi pengobatan dapat tercapai dan pasien merasa aman dengan obat yang dikonsumsi (Pariang, 2013) Tenaga kefarmasian yang berada di Apotek Mose perlu memberikan informasi agar pasien dapat memahami dan meningkatkan kepatuhan untuk memperoleh terapi yang optimal, dan untuk mencegah kegagalan terapi, toksisitas, serta meningkatnya biaya pengobatan pasien. Pemberian informasi tersebut merupakan hal vital dalam Pharmaceutical Care, agar: a) Menghindari / mencegah Drug Related Problems (DRP) b) Meningkatkan outcome (tujuan terapi) c) Monitoring / Follow Up d) Penerapan regimen sesuai individu 3.



Konseling dan Monitoring Konseling pasien merupakan suatu pelayanan farmasi yang mempunyai tanggung jawab etikal serta medikasi legal untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat. Kegiatan tersebut dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker (konseling aktif) mengingat perlunya pemberian informasi terhadap pemakaian obat,



terutama dengan pemakaian obat-obat khusus/obat-obat dengan membutuhkan



terapi



jangka



pangjang



sehingga



untuk



memastikan kepatuhan pasien meminum obat. Sedangkan monitoring pasien dalam bidang farmasi merupakan kegian seperti memantau pemakaian obat, terapi obat dan efek samping obat pada pasien-pasien yang memerlukan perhatian khusus dalam terapi pengobatannya, seperti pada pasien-pasien TBC, DM, dll. 4.



Swamedikasi (Pengobatan Sendiri) Menurut WHO, swamedikasi adalah suatu solusi mudah, murah dan cepat untuk mengatasi keluhan yang bersifat ringan seperti demam, nyeri, sakit kepala, batuk, influenza, maag, cacingan, diare, penyakit kulit ringan, dll. Obat-obat yang dapat diberikan oleh tenaga kefarmasian di Apotek Mose untuk pasien-pasien yang mengalami keluhankeluhan seperti itu merupakan obat-obat golongan Bebas, Bebas Terbatas, Obat Wajib Apotek (terdapat beberapa obat keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter), vitamin dan suplemen. Selain obat-obat yang bukan dari golongan tersebut, pasien tidak diperbolehkan untuk membelinya tanpa resep dokter. Cara pemilihan obat untuk swamedikasi di Apotek Mose, sesuai dengan Prof. Dr. Zulies Ikawati, Apt. yakni : a) Menyesuaikan dengan gejala dan keluhan penyakit pasien. b) Memperhatikan kondisi khusus pasien, misalnya wanita hamil / menyusui, bayi, lanjut usia, ataupun memiliki riwayat penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi. c) Mempertimbagkan pengalaman alergi pasien terhadapt obatobat tertentu. d) Memperhatikan nama obat, zat berkhasit, kegunaan, efek samping, cara pemakaian, serta interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket / brosur obat.



63



BAB IV PEMBAHASAN A.



Pelayanan di Apotek Mose Salah satu contoh pelayanan resep dari dokter yang pernah kami layani yaitu:



Gambar 4.1 Pelayanan Resep Dokter Sesuai dengan prosedur tetap dalam pelayanan resep dokter adalah sebagai berikut: 1. Menerima resep dari pasien 2. Melakukan skrining resep, meliputi: a. Skrining Administratif Dalam hal skrining administratif resep yang diterima sudah lengkap, sebagaiamana pada tabel IV.1, yakni:



64



Tabel 4.1 Skrining Kesesuaian Adinistratif No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Komponen Administratif Nama dokter Tanggal penulisan resep Paraf/tanda tangan dokter Nama pasien Umur pasien Berat badan pasien Alamat pasien Nomor telepon pasien



Keterangan √ √ √ √ -



Keterangan: (√) Berarti ada/ lengkap (-) Berarti tidak ada b. Skrining Farmasetik Dalam hal skrining farmasetis resep diatas, setelah dilakukan pengamatan / pemeriksaan ternyata lengkap sebagaimana tertuang dalam tabel III.2, yakni: Tabel 4.2 Skrining Kesesuaian Farmasetis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Komponen Farmasetis Bentuk sediaan Dosis sediaan Potensi obat Stabilitas Cara dan lama pemberian Waktu pemberian



Keterangan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai



Keterangan:  Amoxsan  Bentuk sediaan: bentuk sediaan dari amoxsan adalah bentuk kapsul.  Dosis sediaan: dosis Amoxsan merupakan dosis untuk orang dewasa dan anak.  Potensi obat: Amoxsan adalah salah satu obat yang mengandung Amoxicillin yang merupakan antibiotik untuk infeksi saluran pernapasan bagian bawah, tifoid dan paratifoid.  Stabilitas: arcoxia stabil di tempat sejuk, hindari dari



65



panas dan cahaya langsung.  Cara dan lama pemberian: untuk dewasa diberikan dengan cara pemakaian oral atau diminum 3x sehari.  Waktu dan pemberian: setelah makan.  Methylprednisolon  Bentuk sediaan: bentuk sediaan dari methylprednisolon adalah bentuk tablet.  Dosis sediaan: dosis methylprednisolon merupakan dosis untuk orang dewasa dan anak-anak diatas usia 2 tahun.  Potensi obat: methylprednisolon adalah obat golongan untuk



peradangan



mengatasi



yang



rheumatoid



dapat



digunakan



untuk



arthritis,



psoriasis,



kolitis



ulseratif, dan Crohn’s disease. Methylprednisolone juga digunakan untuk meredakan reaksi alergi, seperti penyakit asma.  Interaksi



obat:



Meningkatnya



efek



samping



methylprednisolone, jika digunakan dengan antibiotik makrolid, ketoconazole, erythromycin, rifampicin, dan barbiturat.  Stabilitas: Simpan pada tempat kering dan sejuk dengan temperature kamar 15-30°C.  Cara dan lama pemberian: diberikan dengan cara pemakaian oral atau diminum 3x sehari.  Waktu dan pemberian: sesudah makan.  Mefinal  Bentuk sediaan: bentuk sediaan dari mefinal adalah bentuk kaplet salut selaput.  Dosis sediaan: dosis mefinal merupakan dosis untuk orang dewasa dan anak-anak lebih dari 14 tahun.  Potensi obat: mefinal adalah salah satu obat yang



66



mengandung



asam



mefenamat.



Digunakan



untuk



menghilangkan rasa sakit dan nyeri.  Stabilitas: mefinal stabil dalam penyimpanan pada tempat keringdan sejuk, hindari dari sinar matahari langsung.  Cara dan lama pemberian: diberikan dengan cara pemakaian oral atau diminum 3 x sehari.  Waktu dan pemberian: sesudah makan. c. Skrining Kesesuaian Klinis Tabel 4.3 Skrining Kesesuaian klinis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Kesesuaian klinis Adanya alergi Efek samping obat Interaksi obat Inkompatibilitas Kesesuian dosis Kesesuaian jumlah obat Kesesuaian lama pengobatan



Keterangan Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Sesuai Sesuai Sesuai



Keterangan: Dari semua bahan obat pada resep diatas menunjukkan bahwa pasien tidak ada riwayat alergi. Di samping itu masingmasing obat yang tertulis dalam resep tidak menimbulkan interaksi satu sama lain. Namun perlu dijelaskan beberapa efek samping yang mungkin dapat ditimbulkan dari masing-masing obat seperti:  Amoxsan mempunyai efek samping mual, muntah, diare, sakit perut, mata atau kulit menjadi menguning, demam, urine berwarna gelap dan pusing.  methylprednisolone mempunyai efek samping berupa Insomnia, perubahan suasana hati, Infeksi semakin parah, Tukak lambung., Penurunan daya tahan tubuh dan tekanan darah dan Otot melemah.  mefinal mempunyai efek samping berupa Tukak lambung



67



dan pendarahan pada saluran pencernaan. 3. Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga hasil perhitungan kepada pasien. Pada R/ diatas dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:  Amoxsan 500 mg = 10 kapsul Perhitungannya ─> harga 10 kapsul amoxsan (1 strip) dibagi 10 untuk mengetahui harga per kapsul amoxsan. Setelah itu, harga per kapsul



dikali



10



untuk



mngetahui harga 10 kapsul amoxsan. Misal harga amoxsan = Rp. 3.900,- /kapsul, kemudian Rp. 3.900,- /kapsul x 10 kapsul = Rp. 39.000. Jadi, harga untuk obat amoxsan sebanyak 10 kapsul yaitu Rp. 39.000, methylprednisolon = 10 tablet Perhitungannya sama dengan perhitungan untuk obat amoxsan.  mefinal = 10 kaplet Perhitungannya sama dengan perhitungan untuk obat amoxsan. Kemudian



harga



dari



masing-masing



obat



tersebut



dijumlahkan dan ditambahkan dengan harga lain-lain. 4. Pasien Menunggu Obat Pasien pemilik resep dipersilahkan duduk untuk menuggu obat yang sedang disiapkan setelah pasien tersebut bersedia untuk menebus obatnya. 5. Menyiapkan obat sesuai dengan Resep. Menyiapkannya dengan mengambil obat sesuai dengan obat yang telah ditentukan jumlahnya dari rak obat dan dibawa ke meja racik. 6. Selesai obat diperiksa kepada petugas yang ada kemudian obat diserahkan kepada pasien, dengan melalaui proses seperti



68



berikut: a. Obat diserahkan kepada pasien dengan memanggil nama pasien, lalu memastikan kembali bahwa nama tersebut benar. b. Memberitahukan kepada pasien tentang obat yang diberikan dan tujuan penggunaan obat tersebut. c. Memberikan informasi kepada pasien tentang penggunaan obat (PIO) yang meliputi informasi tengtang dosis, frekuensi, durasi, dan cara penggunaan obat yang pasien tersebut dapatkan. d. Menanyakan kembali tentang semua informasi yang telah disampaikan untuk memastikan bahwa pasien telah paham dan mengerti tentang penggunaan obat. e. Memberitahukan kepada pasien efek samping dari obat yang mungkin terjadi dan cara penanganan yang mungkin bisa dilakukan oleh pasien terhadap efek samping yang terjadi. f. Menginformasikan pada pasien tentang hal apa saja yang perlu dihindari atau yang perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan terapi. g. Membuat catatan khusus untuk pasien (bila diperlukan). 7. Membersihkan peralatan dan meja tempat meracik setelah meracik obat. 8. Mengisi kartu stok dan mengembalikan kartu stok dan obat pada rak masing-masing obat. 9. Mencuci tangan dengan bersih setelah selesai mengerjakan resep obat. B.



Pelayanan



Obat Bebas, Bebas



Terbatas



dan



Perbekalan



Kesehatan Berikut ini terdapat beberapa contoh pelayanan obat bebas maupun obat bebas terbatas yang pernah kami lakukan di Apotek Mose:



69



1. Ananda Riska permatasari Seorang



bapak



datang



ke



Apotek



Mose



untuk



menanyakan obat apa yang tepat untuk anaknya yang sedang flu, lalu saya menanyakan usia anak dari bapak tersebut dan bertanya apakah flu pada anaknya di disertai dengan demam dan batuk. Kemudian, bapak tersebut mengatakan bahwa benar anaknya berumur sekitar 7 tahun dan sedikit demam juga batuk. Setelah mendengarkan pernyataan bapak tersebut, saya menyarankan obat hufagripp sirup berwarna kuning untuk batuk dan pilek yang diminum 3 x sehari seabnyak 10 ml dan jika sudah batuk pilek, obatnya tidak perlu diminum lagi. 2. Fani Rahmah Seorang



bapak



datang



ke



Apotek



Mose



utnuk



menanyakan apakah ada obat untuk mengobati luka. Kemudian, saya bertanya apakah luka yang dialami masih basah atau sudah kering. Kemudian bapak tersebut menjawab bahwa luka yang ada



masih



basah.



merekomendasikan



Dengan bapak



pernyataan



tersebut



untuk



tersebut



saya



menggunakan



nebacetin powder agar luka yang diderita cepat kering. Kemudian saya memberikan informasi bahwa obat tersebut dapat digunakan setelah lukanya dibersihkan dan digunakan 3 kali sehari.



BAB V KESIMPULAN A.



Kesimpulan Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah dilakukan di Apotek Mose Bintaro dapat disimpulkan: 1. Pengelolaan mekanisme perbekalan farmasi di Apotek Mose Bintaro



meliputi



perencanaan,



pengadaan,



pemesanan,



penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat. Apotek Mose bintaro memesan perbekalan sediaan farmasi kepada PBF yang legal. 2. Peranan asisten apoteker sebagai tenaga kefarmasian yang berada di Apotek Mose Bintaro meliputi : memberikan informasi agar pasien dapat memahami dan meningkatkan kepatuhan untuk memperoleh terapi yang optimal, dan untuk mencegah kegagalan terapi, toksisitas, serta meningkatnya biaya pengobatan pasien. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2009. 3. Penyimpanan



obat



di



Apotek



Mose



Bintaro



disusun



berdasarkan alfabetis, farmakologis, bentuk sediaan, FIFO ataupun FEFO. B.



Saran Sebaiknya Apotek Mose Bintaro perlu adanya penambahan tenaga kefarmasian yang memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



DAFTAR PUSTAKA Ibramhim, S. 2009. Pembuangan dan Pemusnahan Obat-Obat Rusak dan Kadaluarsa. Farmakokimia. Sekolah Farmasi ITB. Bandung Pariang, N.F.E. 2013. Peran dan Kesiapan Apoteker Dalam Menyongsong Diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014. Palangka Raya: Ikatan Apoteker Indonesia. Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta. Kemenkes RI, 2017, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek, Jakarta. Kemenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian, Jakarta. Kermenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 tentang Perubahan



atas



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Nomor



889/Menkes/Per/V/2011 Tahun 2016 tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, Jakarta. Depkes RI, 2009, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta. Depkes RI, 1983, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2380/A/SK/VI/83 Tahun 1983 tentang Tanda Khusus Untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, Jakarta. Depkes



RI,



1986,



Surat



Keputusan



Menteri



Kesehatan



No.



02396/A/SK/VIII/1986 Tahun 1986 tentang Tanda Khusus Obat Keras, Jakarta. Depkes RI, 1997, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Jakarta. Depkes RI, 2009, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Jakarta. Depkes RI, 1990, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek, Jakarta.



Depkes RI, 1993, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925 Tahun 1993 tentang Perubahan Golongan Obat Wajib Apotek No.1, Jakarta. Depkes RI, 1993, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924 Tahun 1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2, Jakarta. Depkes RI, 1999, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176 Tahun 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3, Jakarta. Kemenkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Jakarta. Rovers, J. P., et al. 2003. A Practical Guide to Pharmaceutical Care. American Pharmaceutical Association. Washington, D.C.



LAMPIRAN



Lampiran 1. Denah Apotek Mose



Keterangan Denah: A : Ruang tunggu pasien B : Lemari pendingin yang berisi minuman-minuman seperti susu, air mineral, minuman isotonic, dan lain-lainnya. C : Rak yang berisi berbagai macam masker untuk anak-anak dan dewasa, beberapa hand sanitizer, dan lain-lainnya. D : Rak yang berisi obat herbal/suplemen makanan, susu formula, beberapa madu, dan lain-lainnya E : Konseling Apoteker F : Kasir G : Etalase yang berisikan berbagai macam obat bebas, obat bebas terbatas berupa tablet/kaplet/kapsul/salep/krim yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan disusun/dikelompokkan berdasarkan efek farmakologinya, serta beberapa macam alkes seperti kasa, kapas, perban, dan lain-lainnya. H : Rak yang berisi obat-obat kumur (gargle), sabun dan bedak untuk bayi, beberapa inhaler yang disusun/dikelompokkan berdasarkan



74



efek farmakologi serta abjad. I : Rak yang berisi berbagai macam obat bebas, obat bebas terbatas berupa tablet/gummy/drops/sirup/suspensi/emulsi dari mulai untuk anak-anak sampai dewasa, yang diindikasikan sebagai suplemen makanan dan multivitamin, demam, flu, batuk/batuk berdahak serta terdapat juga beberapa obat maag dan beberapa obat pencahar. J : Rak yang berisi berbagai macam obat bebas, obat bebas terbatas berupa drops/sirup/suspensi/emulsi dari mulai untuk anak-anak sampai dewasa, yang diindikasikansebagai suplemen kecantikan, meningkatkan kekebalan tubuh, serta terdapat juga beberapa obat batuk. K : Rak yang berisi berbagai macam sabun untuk wajah dan sabun mandi, berbagai macam produk fresh care, dan lainlainnya. L : Rak yang berisi berbagai macam obat/minyak gosok, minyak angin untuk bayi/dewasa dan lain-lainnya. M : isi rak obat hampir sama dengan rak L, tetapi ada beberapa obat herbal yang dikonsumsi secara oral, dan lain-lainnya. N : Rak yang berisi berbagai macam obat keras dengan indeks paten yang disusun/dikelompokkan berdasarkan abjadnya, sertapada bagian bawah digunakan sebagai meja racik. O : Lemari pendingin yang berisikan obat-obat suppositoria, oral dan lain-lainnya P : Rak yang berisi berbagai macam obat keras dengan indeks generik yang disusun/dikelompokkan berdasarkan abjad, serta pada bagian bawah digunakan sebagai tempat untuk menyimpan stok obat keras dengan indeks generik. Q : Rak yang berisikan berbagai macam sirup paten yang disusun/dikelompokkan berdasarkan abjad. R : Rak yang berisi berbagai macam obat keras berupa obat



tetes/salep/krim



yang



disusun/dikelompokkan



berdasarkan



dengan indeks generik/paten, efek farmakologi serta berdasarkan abjad. Pada rak R yang terletak dibagian paling atas merupakan lemari narkotik-psikotropik dan lemari tersebut memiliki dua buah pintu serta dua buah kunci yang berbeda. Lampiran 2. Etiket Biru dan Putih Apotek Mose



Lampiran 3. Copy Resep Apotek Mose



Lampiran 4. Kwitansi Apotek Mose



Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan Obat Apotek Mose



Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Obat Prekursor Apotek Mose



Lampiran 7. Contoh Surat Pesanan Psikotropika Apotek Mose



Lampiran 8. Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Obat-Obat Tertentu



Lampiran 9. Contoh Kartu Stock Apotek Mose



Lampiran 10. Kegiatan Meracik Obat



Lampiran 11.Kegiatan Menulis Etiket Obat