LAPORAN PKL Ulfah Rev 4 Done [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN EKTOPARASIT PADA BENIH BANDENG (Chanos chanos) DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR LAUT (UK BAL) SUNDAK, BALAI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERIKANAN BUDIDAYA (BPTPB) KABUPATEN GUNUNKIDUL YOGJAKARTA



LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG



ULFAH KHOIRUNNISA NPM 230110160084



PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2018



PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN EKTOPARASIT PADA BENIH BANDENG (Chanos chanos) DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR LAUT (UK BAL) SUNDAK BALAI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERIKANAN BUDIDAYA (BPTPB) KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA



LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG Diajukan untuk menempuh Ujian Praktik Kerja Lapang



ULFAH KHOIRUNNISA NPM 230110160084



PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2018



JUDUL



:



PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN EKTOPARASIT PADA BENIH BANDENG (Chanos chanos) DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR LAUT (UK BAL) SUNDAK, BALAI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERIKANAN BUDIDAYA (BPTPB) KABUPATEN GUNUNNG KIDUL, YOGYKARTA.



PENULIS :



ULFAH KHOIRUNNISA



NPM



230110160084



:



Jatinangor, Desember 2018 Menyetujui Dosen Pembimbing



Dr.Ir.Rita Rostika,MP. NIP. 19650115 198902 2 001



ABSTRAK



Ulfah Khoirunnisa (Dibimbing oleh : Rita Rostika, 2018). Pengamatan Dan Pengendalian Ektoparasit Pada Benih Bandeng (Chanos Chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Praktik kerja lapangan ( PKL ) dilaksanakan Di Unit Kerja Budidaya Air Laut sundak, Yogyakarta mulai tanggal 9 Juli 2017 hingga 9 Agustus 2017. Praktik Kerja Lapang ( PKL ) bertujuan untuk memahami pengamatan dan pengendalian ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak, Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) ) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode simple random sampling yaitu setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Benih bandeng hidup sebanyak 15 ekor, benih bandeng sakit sebanyak 15 ekor dan benih bandeng mati sebanyak 15 ekor dengan tiga kali pengambilan setiap kondisinya. Data dianalisis secara deskriptif. Dari hasil penelitian ditemukan empat jenis ektoparasit pada ikan bandeng hidup yaitu Apiosoma sp. (13,34 %), Cryptocaryon irritans (6,67 %), Epistylis sp. (6,67 %), dan Trichodina sp. (6,67 %), pada ikan bandeng sakit ditemukan lima jenis ektoparasit yaitu Apiosoma sp. (26,67 %), Cryptocaryon irritans (13,34 %), Epistylis sp. (6,67 %), Uronema sp. (13,34 %) dan Trichodina sp. (20 %). Sedangkan pada ikan bandeng mati ditemukan tiga jenis ektoparasit yaitu Apiosoma sp. (40 %), Uronema sp. (13,34 %) dan Trichodina sp. (13,34 %). Intensitas dan prevalensi tertinggi terdapat pada ikan bandeng dengan kondisi hidup yaitu sebesar 13 individu/ekor ikan dan 13,34 %. Intensitas dan prevalensi ektoparasit tertinggi ditemukan pada ikan bandeng sakitar yaitu sebesar 17,34 individu/ekor ikan dengan prevalensi 26,67 %. Intensitas dan prevalensi tertinggi terdapat pada ikan bandeng dengan kondisi mati yaitu sebesar 121,167 individu/ekor ikan dan 40 %. Semakin besar ukuran ikan, intensitas dan prevalensi ektoparasit yang menyerang ikan bandeng cenderung meningkat. Kata Kunci: Ektoparasit, ikan bandeng, intensitas, prevalensi, Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahman dan karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapang yang berjudul Pengamatan Dan Pengendalian Ektoparasit Pada Benih Bandeng (Chanos chanos) Di Unit Kerja Budidaya Air Laut Pengembangan



Teknologi



Perikanan



(UK BAL) Balai



Budidaya (BPTPB)



Kabupaten



Gunungkidul, Yogyakarta. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah Praktik Kerja Lapang pada Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapang yang dilaksanakan dari tanggal 9 Juli 2016 sampai dengan 9 Agustus 2018 yang bertempat di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak, Balai Pengembangan



Teknologi



Perikanan



Budidaya



(BPTPB)



Kabupaten



Gunungkidul, Yogyakarta. Dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan ini, tentunya penulis mengalami hambatan. Namun berkat pertolongan dan ridhoNya serta bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini. Terlepas dari itu semua, penulis banyak mendapat bantuan dan petunjuk dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucpakan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini kepada: 1. Dr.Ir. Rita Rostika,MP. selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi, saran, nasihat, arahan, dan bimbingan atas penyusunan laporan. 2. Dr. sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 3. DR. Asep Agus Handaka, S.Pi, MT.selaku Ketua Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 4. Bapak Suripto selaku Koordinator Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak yang telah memberikan izin untuk melaksanakan PKL.



iii



5. Arga Kurniawan., S.Pi selaku Pembimbing lapanga yang telah banyak memberikan bimbingan selama praktik kerja lapang berlangsung. 6. Seluruh staf karyawan, staf ashli Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak yang telah mendukung kegiatan PKL di lapangan. 7. Ujang Asep Suryana dan Dedeh Hasanah selaku orang tua tersayang yang selalu mendoakan, memotivasi, membimbing, dan mendukung selama melaksanakan PKL ini. 8. Ilmi Amalia Fitriani dan Muhammad Irfan Saiful Mu’min selaku kakak dan adik yang senantiasa mendoakan dan meberi semangat. 9. Adit, Arie ,Dela, Diki, Iqbal, Naufal, Omar, dan Yuandini selaku team selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapang di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak yang selama ini memberi dukungan dan semangat. Penulis sudah menyusun laporan Praktik Kerja Lapang dengan sebaikbaiknya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari seluruh pihak sangat diharapkan untuk penyusunan laporan selanjutnya. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.



Jatinangor, Desember 2018



Ulfah Khoirunnisa



iv



DAFTAR ISI



BAB



Hal



DAFTAR TABEL ................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix I



II



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Tujuan ............................................................................................. 1.3 Ruang Lingkup ................................................................................ 1.4 Tempat dan Waktu kegiatan ........................................................... PROFIL INSTANSI 2.1 Sejarah Unit Kerja Budidaya Air Laut (UKBAL) Sundak ............ 2.2 Keadaan Alam dan Letak Geografis Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL ) Sundak .............................................................. 2.3 Struktur Organisasi ........................................................................ 2.4 Visi dan Misi .................................................................................. 2.4.1 Visi ................................................................................................. 2.4.2 Misi ................................................................................................ 2.5 Tugas Pokok dan Fungsi UK BAL Sundak ................................... 2.6 Sumberdaya Manusia ..................................................................... 2.7 Sarana dan Prasarana ...................................................................... 2.7.1 Produksi .......................................................................................... 2.7.2 Kantor dan Bangunan...................................................................... 2.8 Data Pembimbing Lapangan ...........................................................



1 3 3 3



4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8



III METODE PELAKSANAAN 3.1 Waktu dan Tempat .......................................................................... 3.2 Metode ............................................................................................ 3.3 Analisis Data ................................................................................... 3.3.1 Data Primer .................................................................................... 3.3.2 Data Sekunder ................................................................................ 3.4 Alat dan Bahan ................................................................................ 3.4.1 Alat ................................................................................................. 3.4.2 Bahan ............................................................................................. 3.5 Prosedur Kerja.................................................................................



9 9 10 10 12 13 13 14 14



IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos) ..................................................... 4.1.1 Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos) .................................... 4.1.2 Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)..................................... 4.1.3 Habita Ikan Bandeng (Chanos chanos) ..........................................



15 15 15 16



v



4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4 4.2.5 4.2.6 4.3 V



Hasil ................................................................................................ Pengamatan Gejala Ikan Terserang Ektoparasit ............................. Pengambilan Sample Ikan Terserang Ektoparasit .......................... Pengamatan Ektoparasit .................................................................. Identifikasi Jenis Ektoparasit .......................................................... Analisi Data .................................................................................... Gejala dan Penanggulangan Ektoparasit ......................................... Pembahasan .....................................................................................



17 17 18 18 19 27 28 30



KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 38 5.2 Saran ............................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 40 KESAN DAN PESAN ............................................................................. 42 LAMPIRAN ............................................................................................. 44



vi



DAFTAR TABEL



No



Judul



Hal



1.



Tenaga Kerja / Pegawai di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ........ 6



2.



Sarana Produksi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ........................ 7



3.



Sarana Kantor dan Bangunan Lain Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ................................................................................................... 7



4.



Katagori Prevalensi Infestasi Ektoparasit ............................................... 12



5.



Katagori Intensitas Infestasi Ektoparasit ................................................. 12



6.



Alat yang Digunakan dalam Pengamatan ............................................... 13



7.



Bahan yang Digunakan dalam Pengamatan Ektoparasit ......................... 14



8.



Hasil Pengamatan Ektoparasit Di Ikan Bandeng Berdasarkan Ukuran ................................................................................................... 24



9.



Jumlah Ektoparasit Pada Ikan Bandeng Hidup ....................................... 25



10.



Jumlah Ektoparasit Pada Ikan Bandeng Sakit



11.



Jumlah Ektoparasit Pada Ikan Bandeng Mati ......................................... 26



12.



Prevalensi Dan Intensitas Ektoparsit Pada Ikan Bandeng Hidup ........... 27



13.



Prevalensi Dan Intensitas Ektoparsit Pada Ikan Bandeng Sakit ............. 28



14.



Prevalensi Dan Intensitas Ektoparsit Pada Ikan Bandeng Mati .............. 28



15.



Gejala dan Penanggulangan Ektoparsit Pada Benih Bandeng ................ 29



vii



25



DAFTAR GAMBAR



No



Judul



Hal



1.



Lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ........................................ 5



2.



Peta Lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ................................ 9



3.



Prosedur Kerja ......................................................................................... 14



4.



Ikan Bandeng (Chanos chanos) .............................................................. 15



5.



Pegamatan Gejala .................................................................................... 17



6.



Pengambilan Sampel ............................................................................... 18



7.



Pengamatan Ektoparasit .......................................................................... 19



8.



Identifikasi Jenis ekotoparasit



9.



Trichodina sp. ......................................................................................... 20



10.



Epistylis sp. ............................................................................................ 21



11.



Uronema sp. ........................................................................................... 22



12.



Apiosoma sp. .......................................................................................... 22



13.



Cryptocaryon irritans sp. ....................................................................... 23



19



viii



DAFTAR LAMPIRAN



No



Judul



Hal



1.



Lokasi Balai ............................................................................................. 44



2.



Alat dan Bahan ......................................................................................... 44



3.



Dokumentasi kegiatan .............................................................................. 48



ix



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Ikan bandeng memiliki keunggulan yaitu mudah beradaptasi dan



mempunyai toleransi tinggi terhadap kadar garam 0–158 ppt (Lin dkk. 2001 dalam Fidyandii dkk. 2012) sehingga ikan bandeng dapat dibudidayakan di perairan tawar, payau dan laut (Lin dkk. 2003 dalam Fidyandii 2012). Budidaya ikan bandeng yang sudah dilakukan adalah budidaya di karamba jaring apung laut dan di tambak. Seiring berkembangnya usaha budidaya ikan di karamba jaring apung laut maupun di tambak terdapat pula beberapa masalah yang sering mengganggu sehingga menghambat perkembangan usaha tersebut, salah satunya adalah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh parasit ikan (Bunga 2008). Dalam budidaya perikanan kewaspadaan terhadap penyakit perlu sekali mendapat perhatian utama. Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh agen infeksi seperti parasit, bakteri, dan virus, serta agen non infeksi seperti kualitas pakan yang buruk, maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan ikan (Afrianto dan Liviawaty 1992 dalam Kumalasari 2016). Menurut laporan yang ada, serangan parasit pada ikan telah menyebabkan kerugian mencapai 3 Milyar USD per tahun (Subasinghe dkk. 2001 dalam Maulana 2017) sehingga menyebabkan jumlah produksi perikanan global (Hill 2005 dalam Maulana 2017). Berdasarkan hal tersebut tersebut sangat dibutuhkan sebuah kegiatan pencegahan dini melalui pengelolaan kesehatan ikan. Salah satu upaya awal yang perlu dilakukan adalah identifikasi parasit sehingga dapat diambil langkah-langkah pencegahan yang efektif dan dapat mengurangi resiko serangan dan kerugian (Adams dan Thompson 2006 dalam Maulana 2017). Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme lain dan mengambil makanan dari organisme yang ditumpanginya untuk berkembang biak (Subekti dan Mahasri 2010). Parasit dapat merugikan inangnya karena mengambil makanan pada tubuh inangnya. Parasit mengambil makanan



1



2



dari lendir, darah, dan jaringan inang untuk keperluan metabolismenya (Grabda 1991 dalam Kurniawan 2015). Berdasarkan letak organ yang terinfeksi oleh parasit (Kabupatenata 1985 dalam Idrus 2014) mengelompokkan parasit menjadi dua kelompok yang berbeda yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang terdapat pada bagian luar tubuh ikan atau di bagian yang masih mendapat udara dari luar. Ektoparasit menyerang kulit, sirip, dan insang ikan, sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidupnya didalam tubuh inang, misalnya didalam alat pencernaan, peredaran darah, atau organ dalam lainnya (Trimariani 1994 dalam Riko 2012). Infeksi ektoparasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi infeksi organisme patogen yang lebih berbahaya. Kerugian non lethal lain dapat berupa kerusakan organ luar (Handayani dkk. 2004 dalam Pramono dan Syakuri 2008) pertumbuhan lambat, penurunan nilai jual, dan peningkatan sensitivitas terhadap stressor. Tingkat infeksi ektoparasit yang tinggi dapat mengakibatkan kematian akut, yaitu mortalitas tanpa menunjukkan gejala terlebih dahulu (Sommerville 1998 dalam Pramono dan Syakuri 2008). Parasit yang menyerang ikan bandeng kebanyakan termasuk dalam golongan protozoa, nematoda, capepoda, dan acanthocephala (FAO 2012). Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak memiliki sarana prasarana yang cukup memadai untuk kegiatan budidaya air laut, khususnya adalah untuk pembenihan ikan bandeng. Sehingga perlu adanya pengetahuan jenis-jenis penyakit pada ikan bandeng. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapang yang berjudul “Pengamatan dan Pengendalian Ektoparasit pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak, Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta”



3



1.2



Tujuan Adapun tujuan Praktik Kerja Lapang (PKL) adalah :



1.



Mendapat tambahan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan kerja dari suatu objek kegiatan di bidang perikanan yang sesuai dengan program studi, khususnya budidaya perairan di luar kegiatan perkuliahan



2.



Mengetahui jenis-jenis ektoparasit pada ikan bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) sundak, Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta .



3.



Mengetahui tingkat prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.



4.



Mengetahui gejala klinis ikan yang terinfeksi dan cara pengendalian ektoparasit pada ikan bandeng di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.



1.3



Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) yaitu bidang



akuakultur yang meliputi pengambilan sampel ikan dan ektoparasit, pengamatan, identifikasi ektoparasit, perhitungan jumlah ektoparasit, analisis data prevalensi dan intensitas, dan penulisan laporan.



1.4



Tempat dan Waktu Kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan di Unit Kerja Budidaya Air



Laut (UK BAL ) Sundak berlokasi di Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupatenupaten GunungKidul, Provinsi DI. Yogyakarta, yang bisa ditempuh melalui jalur darat, laut, ataupun udara dengan waktu tempuh yang berbeda-beda. Waktu pelaksanaan PKL ini dimulai dari tanggal 9 Juli hingga 9 Agustus 2018.



BAB II PROFIL INSTANSI



2.1



Sejarah Unit Kerja Budidaya Air Laut (UKBAL) Sundak Secara Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ini mulai dibangun tahun



1996/1997 melalui anggaran proyek APBN Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Tahun Anggaran 1996/1997 oleh Dinas Perikanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak dibangun guna mendorong perkembangan perikanan budidaya air laut di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki potensi lahan cukup luas dan belum banyak termanfaatkan. Dengan dibangunnya Unit Kerja Budidaya Air Laut



Sundak,



Diharapkan mampu melayani penyediaan benih dan informasi teknologi budidaya air laut sehingga pemanfaatan potensi dan pengolahan sumber daya ikan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat dan berkembang. Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak fokus pada produksi benih dan budidaya ikan bandeng.



2.2



Keadaan Alam dan Letak Geografis Unit Kerja Budidaya Air Laut



(UK BAL) Sundak Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak berada di pantai Trenggole dengan ketinggian 5 mdpl dan termasuk dalam wilayah Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupatenupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, peta lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak dapat dilihat pada gambar 1. Luas lahan mencapai 23.009 m2 dengan peruntukan terdiri dari bangunan umum, bangunan perikanan dan sisanya berupa lahan kosong. Luas balai sekitar dari satu per tiga dari luas daerah induknya, kabupatenupaten ini relatif mempunyai kepadatan penduduk yang rendah jika dibandingkan dengan kabupatenupaten – kabupatenupaten lain.



4



5



Gambar 1. Lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL ) Sundak (Sumber: Google Earth) Letak geografis Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak berada pada koordinat 8°8'49"S dan 110°36'28"E. Unit Kerja Budidaya Air Laut



ini



berbatasan dengan Kabupatenupaten Klaten dan Kabupatenupaten Sukoharjo di bagian Utara, Kabupatenupaten Wonogiri di bagian Timur, Samudera Hindia di bagian Selatan, serta Kabupatenupaten Bantul dan Kabupatenupaten Sleman di bagian Barat. Sundak, Tepus, Gunung Kidul memerlukan 2 jam perjalanan dari Kota Yogyakarta. Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak dan sekitarnya merupakan daerah yang memiliki iklim tropis dengan musim hujan terjadi sekitar bulan November – Maret, musim pancaroba terjadi sekitar bulan April – Juni, dan musim kemarau terjadi sekitar bulan Juli – Oktober.



2.3



Struktur Organisasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak saat ini didukung oleh 7 orang



pegawai yang diantaranya Kepala Balai, staf pengembangan teknologi UK BAL, staf kultur fitoplankton, staf kultur zooplankton, staf hatchery dan pengelolaan induk, staf pembesaran, serta staf pembantu umum.



2.4



Visi dan Misi



2.4.1 Visi Mewujudkan kelautan dan perikanan yang berdaya saing, berkelanjutan, berbudaya menuju masyarakat mandiri dan sejahtera.



6



2.4.2 Misi 1.



Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.



2.



Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan.



3.



Meningkatkan dan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan sumberdaya kelautan dan perikanan.



2.5



Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak Tugas pokok dari UK BAL Sundak adalah sebagai berikut :



1.



Melaksanakan rekayasa teknologi dan percontohan budidaya air laut.



2.



Melaksanakan pelayanan teknis dan jasa.



3.



Mengembangkan teknologi budidaya air laut.



4.



Memanfaatkan sarana dan prasarana budidaya air laut.



5.



Mengendalikan mutu benih ikan laut.



6.



Memproduksi benih, induk / calon induk ikan laut bermutu.



7.



Menyusun laporan bulanan, triwulan, dan tahunan.



2.6



Sumberdaya Manusia Tenaga kerja / karyawan di UK BAL Sundak sebanyak 7 orang yang



meliputi 3 PNS dan 4 non PNS dengan tugas yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tenaga Kerja / Pegawai di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak No. 1 2 3 4 5 6 7



Jabatan Pimpinan Pengembangan Teknologi Nener Bandeng Pengembangan Teknologi Induk Bandeng Pengelola Pendederan dan Pembesaran Pengelola Hatchery dan Pengolahan Induk Pengelola Kolam Penjaga Malam



Jumlah 1 orang



Pendidikan SMA



Keterangan PNS



1 orang



S1 Perikanan



Non PNS



1 orang



S1 Perikanan



Non PNS



1 orang



SMP



PNS



1 orang



SD



PNS



1 orang 1 orang



SMP SMA



Non PNS Non PNS



(Sumber: Laporan Akhir Tahun Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak)



7



2.7



Sarana dan Prasarana



2.7.1



Produksi Operasional kegiatan Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak telah memiliki



beberapa sarana produksi yang tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Sarana Produksi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14



Nama Barang Diesel genset Diesel pompa air Pompa air tawar Blower Tabung oksigen Lemari es Serok Meja dan kursi kantor Bak fiber glass ton Bak fiber glass besar Ember transp.aran Plankton net Filter bag Mikroskop



Jumlah 4 buah 4 unit 2 unit 12 buah 2 unit 1 buah 3 buah 1 stel 10 buah 6 buah 4 buah 2 unit 5 buah 1 unit



Keterangan 3 baik 1 rusak 3 baik Baik 1 rusak Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik 4 baik Baik



(Sumber: Laporan Akhir Tahun Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak) 2.7.1



Kantor dan Bangunan Unit Kerja Budidaya Air Laut



Sundak memiliki sarana kantor dan



bangunan yang masih difungsikan hingga saat ini yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sarana Kantor dan Bangunan Lain Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak No.



Jenis



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18



Rumah Jaga T.36 Rumah Jaga T.72 Rumah Pimpinan T.60 Kantor T.50 Rumah Genset T.21 Bak Bulat O 10 m Kolam Pembesaran 750 m2 Kolam Pendederan 100 m2 Bak Fitoplankton Bak Zooplankton Hatchery dan Bak Larva Bak Larva Luar 40 m2 Laboratorium T100 Laboratorium T45 Bak Reservoir 40 m2 Bak Kolektor Sumur Air Laut Sumur Air Tawar



Volume (Unit) 2 1 1 1 1 4 2 3 6 4 1 1 1 1 1 1 1 2



Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik



8



(Sumber: Laporan Akhir Tahun Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak) 2.8



Data Pembimbing Lapangan Nama Lengkap dan Gelar



:Arga Kurniawan, S.Pi



NIP



:-



Pangkat/Golongan



:-



Instansi



:Unit Kerja Budidaya Air Laut



Sundak,



GunungKidul Alamat



:Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten GunungKidul, Provinsi DI. Yogyakarta



No.Telp/Fax/Email



:081903729192



BAB III METODE PELAKSANAAN



3.1



Waktu dan Tempat Praktik kerja Lapangan ini dilaksanakan di Unit Kerja Budidaya Air Laut



(UK BAL) Sundak Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Kegiatan Praktik kerja lapangan dimulai pada tanggal 9 Juli sampai dengan 9 Agustus 2018.



Gambar 2. Lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak (Sumber: Laporan Akhir Tahun Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak) 3.2



Metode Kerja Metode yang digunakan dalam Praktik Kerja Lapang (PKL) ini adalah



metode simple random sampling yaitu setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Di sini maksudnya adalah tidak semua unit analisis dalam populasi diamati satu per satu, akan tetapi hanya sebagian saja, yang diwakili oleh sampel. Proses pengambilan sampel dikenal dengan teknik sampling. Ukuran sampel bisa beragam karena bergantung kepada berbagai faktor dan pertimbangan, baik teknik maupun statistik. Sampel dilakukan secara acak pada kolam pendederan ikan bandeng Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak berdasarkan kondisi ikan yaitu benih bandeng hidup, benih bandeng sakit dan benih bandeng mati. Total sampel ikan benih



9



10



bandeng yang terkumpul sebanyak 45 ekor dengan masing-masing kondisi 15 ekor. Ikan yang sudah ditangkap dimasukkan kedalam ember dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan ektoparasit. Pemeriksaan parasit dilakukan secara mikrokopis dengan menggunakan metode preparat ulas (smear method). 3.3



Analisis Data Analisis data identifikasi, prevalensi, dan intensitas ektoparasit ikan



bandeng. Data hasil pengamatan disajikan secara deskriptif yaitu dalam bentuk tabel dan gambar yang berfungsi untuk mendeskripsikan dan menggambarkan suatu keadaan, mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana variabel yang diteliti (menjelaskan dan menerangkan peristiwa) serta penyajian fakta secara sistemik agar mudah untuk disimpulkan (Nawawi 1993 dalam Idrus 2014). 3.3.1



Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, seperti



hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang dilakukan oleh peneliti (Siagian dan Sugiarto 2002 dalam Kumalasari 2016). Pengambilan data primer dilakukan dengan cara pencatatan hasil observasi, partisipasi aktif dan wawancara.



A,



Observasi Observasi atau pengamatan secara langsung adalah pengambilan data



dengan menggunakan indera mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir 1988 dalam Kumalasari 2016). Observasi dalam Praktik Kerja Lapang ini dilakukan terhadap berbagai hal yang terkait dengan pemeriksaan ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos).



B.



Wawancara Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya



jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan. Dalam wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara penanya



11



dengan subjek sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat dipertanggung jawabkan secara keseluruhan (Nazir 2011). Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek. Teknik wawancara dilakukan jika pewawancara memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui tatap muka atau melalui telepon (Sangadji dan Sopiah 2010). Wawancara dalam Praktik Kerja Lapang ini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan petugas mengenai latar belakang berdirinya Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak, struktur organisasi, kegiatan dan objek yang bersangkutan selama proses pengendalian penyakit ikan lele masamo. C.



Partisipasi aktif Partisipasi aktif dilakukan dengan mengikuti secara langsung beberapa



kegiatan yang dilakukan di lapangan. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos). Kegiatan tersebut diikuti secara langsung oleh mahasiswa Praktik Kerja Lapang, beberapa kegiatan yang dilakukan di lapangan berhubungan dengan pemeriksaan ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos). Data yang diperoleh selama praktik kerja lapangan dianalisis secara deskriptif dan ditabulasikan ke tabel untuk memberikan gambaran tentang pengamatan ektoparsit ikan bandeng kemudian dicari penanggulangannya sesuai dengan kenyataan di lapang yang mengacu pada literatur-literatur yang ada. D.



Parameter Parameter utama yang diamati adalah jumlah prevalensi dan intensitas



parasit yang ditemukan pada benih bandeng (Chanos chanos). Identifikasi parasit menggunakan



kunci



identifikasi.



Perhitungan



prevalensi



dan



intensitas



menggunakan rumus dan kategorinya menggunakan metode dari Williams and Williams 1996 dalam Idrus 2014.



12



Prevalensi adalah persentase ikan yang terinfeksi parasit dibandingkan dengan seluruh ikan sampel yang diperiksa, sedangkan intensitas merupakan jumlah rata-rata parasit per ikan yang terinfeksi. Prevalensi



=



Jumlah Sampel yang Terinfeksi Parasit



X 100 %



Jumlah Keseluruhan Sampel yang di Periksa Intensitas



=



Jumlah Total Parasit yang Menginfeksi Jumlah Sampel yang Terinfeksi



Berikut ini Merupakan Tabel Kategori Prevalensi dan Intensitas: Tabel 4. Kategori Prevalensi Infeksi Ektoparasit NO.



NILAI (%)



1.



100-99



KATEGORI Selalu



2.



98-90



hampir selalu



3.



89-70



Biasanya



4.



69-50



Sangat Sering



5.



49-30



Umumnya



6.



29-10



Sering



7.



9-1



kadang-kadang



8.



< 1-0,1



Jarang



9.



< 0,1-0,01



sangat jarang



10.



< 0,01



hampir tidak pernah



Sumber: (Williams and Williams 1996 dalam Idrus 2014) Tabel 5. Kategori Intensitas Infeksi Ektoparasit 1.



29 ̊C Pemindahan populasi ikan yang terinfeksi parasit ke air yang bebas parasit sebanyak 2-3 kali dengan interval 2-3 hari Pengobatan atau pemberantasan parasit dapat dilakukan melalui perendaman dengan menggukanan : Air bersalinitas rendah (0-8 promil) selama beberapa jam, dipindahkan ke air yang bebas parasit dan diulang setiap 2-3 hari Larutan hydrogen peroxide (H2O2) pada dosis 150 ppm selama 30 menit, dipindahkan ke air yang bebas parasit dan diulang setiap 2 hari Larutan kupri sulfat (CuSO4) pada dosis 0,5 ppm selama 5-7 hari dengan aerasi yang kuat dan air harus diganti setiap hari - Larutan formalin25-50 ppm selama 12-24 jam, dilakukan peulangan setiap 2 hari Gejala klinis akibat Epistylis Pencegaha terhadap penyakit ini adalah berkurangnya tingkat dapat dilakukan dengan cara pertumbuhan kepiting, memutuskan siklus hidupnya yaitu pergerakan lambat dan kurang, dengan cara memindahkan iakn ke mengakibatkanlesi pada epitel bak atau jarring yang parasit dengan insang (Schuwerack dkk., interval waktu kurang lebih 3 hari. 2001) dalam idris 2014 Penggunaan bahan kimia seperti, 1. Nener kurus anti parasit Acriflavine neutral 5 2. Hemoragik pada kulit ppm, anti bakteri prefuran 0,2 ppm 3. Berenang pasif dan formalin 25 ppm, dengan cara berada di perndaman selama kurang lebih 1-



30



No



Jenis Ektoparasit



Gejala



Penanggulangan



permukaaan air Napsu makan turun Ikan yang terserang menunjukkan tanda klinis dan patologi berupa bintik putih pada bagian tubuh yang terinfeksi dan menjadi luka, ulcer dipenuhi oleh cilia, serta peningkatan produksi lendir. Sedangkan gejala tingkah laku ikan yang terserang umumnya megap-megap, berenang di dekat permukaan air dengan kesulitan bernafas, menggosokkan tubuh di dinding dan dasar aquarium, nafsu makan menuru. Bentuk badan kurus, warna kotor/buram. Gejala ikan yang terinfestasi ektoparasit ini biasanya nafsu makan hilang, ikan menjadi sangat lemah, produksi lendir bertambah sehingga tubuh ikan tampak mengkilat, pada tubuh ikan luar sering terjadi pendarahan, warna tubuh menjadi kusam, sering terlihat ikan menggosokkan tubuhnya pada dasar atau dinding kolam/tambak serta bendabenda keras di sekitarnya (Durborow, 2003 dalam Kumalasari 2016)



24 jam



4.



4



Uronema sp.



5



Trichodina sp.



4.3



Pencegahan terhadap Uronema sp. dapat dilakukan dengan cara memutuskan siklus hidupnya yaitu dengan cara memindahkan iakn ke bak atau jarring yang parasit dengan interval waktu kurang lebih 3 hari. Pemindahan bertujuan untuk pemisahan ikan dari cysta tomon sebelum menjadi theront yang akan menginfeksi ikan. Penggunaan bahan kimia seperti, anti parasit Acriflavine neutral 5 ppm, anti bakteri prefuran 0,2 ppm formalin 25 ppm, CuSO4 0,5 ppm, multivitamin 20 ppm selama kurang lebih 60 menit (Ansari dan Haryanto 2013) Cara pencegahan terbaik adalah menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi parasit yaitu desinfeksi kolam, mencegah kodok dan udang-udangan masuk ke kolam, dan mengatur kepadatan ikan. Pengobatan dilakukan dengan cara terapi menggunakan metoda perendaman dalam larutan NaCl 2,5 % selama 3 jam dan dilakukan 3 hari berturut turut. Mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi suhu air ≥ 29º C. Mengurangi kadar bahan organic terlarut dan meningkatkan frekuensi pergantian air. Bisa melakukan perendaman pada air tawar selama 60 menit (lakukan pengulangan setiap hari).



PEMBAHASAN Jenis ektoparasit yang ditemukan dalam pemeriksaan kulit, sirip, dan



insang ikan bandeng di Unit Kerja Budidaya Ikan Laut (UK BAL) sundak adalah Apiosoma sp. Cryptocaryon irritans, Epistylis sp., Uronema sp., dan Trichodina sp.. Parasit yang terindentifikasi memiliki ciri khas masing-masing. Parasit tersebut selalu ditemukan setiap periode sampling dengan jumlah yang berbedabeda. Sesuai dengan parasit yang menyerang ikan bandeng kebanyakan termasuk



31



dalam golongan protozoa, nematoda, capepoda, dan acanthocephala (FAO 2012). Berbeda dengan Lee dkk (1986) dalam Fidyandii (2012), parasit yang menyerang ikan bandeng yaitu Caligus patulus. dan Woo (2006) dalam Fidyandii (2012) mengatakan bahwa ektoparasit yang menyerang ikan bandeng adalah Caligus epidemicus, Caligus punctatus, Lernaea dan Dactylogyrus. Apiosoma sp. merupakan protozoa bersilia non-motil pada tahap dewasa dan melekat diri pada insang dan kulit ikan. Hal ini berbeda dengan pengamatan di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak yang ditemukan paling banyak Apiosoma sp. pada benih bandeng hidup, sakit dan mati. Pada benih bandeng hidup , Apiosoma sp. ditemukan sebanyak 9 individu dengan lokasi infeksi terbanyak di sirip 8 individu dan tidak ditemukan di insang. Sedangkan pada benih bandeng sakit,



Apiosoma sp. ditemukan sebanyak 51 individu dengan



lokasi infeksi terbanyak di Insang, dan pada benih bandeng mati. Apiosoma sp. ditemukan sebanyak 727 individu dengan lokasi infeksi terbanyak di sirip. Penyakit ini menyerang ketika kulit atau sirip ikan telah terluka. Penyakit ini membentuk koloni yang tumbuh di seluruh sirip dan kulit serta membentuk struktur seperti kapas yang terlihat seperti infeksi jamur. Keberadaan Apiosoma sp. dapat dijadikan indikator dari sanitasi dan kualitas air yang buruk, kepadatan yang tinggi, kandungan amoniak yang tinggi serta kandungan oksigen yang rendah (Barbades 2008). Cryptocaryon irritans merupakan jenis protozoa yang dapat menginfeksi berbagai jenis ikan-ikan laut yang dibudidaya. Protozoa ini menyerang ikan air laut yang ditemukan pertama kali di Jepang pada tahun 1938. Bagian yang diserang umumnya adalah insang yang kemudian menyebar ke bagian kulit, sirip dan ginjal (Hardi 2015) Hal ini sesuai dengan pengamatan yang ditemukan pada benih bandeng hidup, total Cryptocaryon irritans yang ditemukan sebanyak 13 individu dengan lokasi infeksi seluruhnya berada pada sirip dan tidak ditemukan di insang dan kulit. Berdasarkan pengamatan pada benih bandeng, total Cryptocaryon irritans yang ditemukan sebanyak 12 individu dengan lokasi infeksi terbanyak di kulit dan tidak terdapat Cryptocaryon irritans pada benih bandeng mati.



32



Siklus hidup dimulai dari trophont memakan ikan, lalu tomont meninggalkan inang dan menghasilkan gelatin sebagai kista pelindung, tomont menempel di substrat dan berkembang menjadi tomont dewasa, hingga tomit berkembang dan berubah menjadi theront yang pecah dan menginfeksi inang dan tomont berkembang secara budding. Faktor pendukung perkembangan adalah trophont mampu bertahan pada ikan selama 3-7 hari dan pertumbuhannya optimal pada suhu 23-30°C. Pecahnya kista terjadi dalam waktu 24 jam pada suhu 25°C, (Hardi 2015). Epistylis sp. merupakan jenis protozoa yang ditemukan pada benih bandeng hidup sebanyak 8 individu dengan lokasi seluruhnya berada pada sirip dan tidak ditemukan pada bagian insang dan kulit. Pada benih bandeng sakit Epistylis sp. ditemukan sebanyak 2 individu dengan lokasi seluruhnya berada pada sirip dan tidak ditemukan pada bagian insang dan kulit. Tidak terdapat Epistylis sp. pada benih bandeng mati. Hal ini sesuai dengan (Hardi 2015) Ada beberapa spesies Epistylis sp. yang hidup pada kulit, sirip dan insang ikan. Organisme ini melekat pada inang dengan sebuah tangkai yang transparan dan dalam jumlah kecil bersifat ektokomensal atau mutual. Semua ikan air tawar terutama yang dibudidayakan pada dasarnya rentan terhadap infestasi Epistylis sp.. Organisme ini umumnya adalah ektokomensal, menimbulkan iritasi pada insang dan kulit ataupun kerusakan yang lebih parah jika kondisi menguntungkannnya. Reproduksi dengan pembelahan longitudinal. Epsitylis sp. biasanya hadir dalam jumlah kecil pada permukaan insang dan kulit ikan sehat. Kepadatan yang tinggi dan malnutrisi bisa merubah kondisi kesehatan ikan sehingga menguntungkan parasit. Epistylis sp. memakan sel-sel inang yang lepas dan plankton. Polusi air diikuti dengan iritasi pada permukaan tubuh bisa menyebabkan hiperplasia pada insang dan kulit serta peningkatan sel-sel pitel yang lepas. Peningkatan suplai makanan akan diikuti dengan peningkatan tajam populasi Epistylis sp.. Epistylis sp. yang melekat dalam jumlah besar pada kulit menyebabkan iritasi. Akibatnya destruksi epitel insang dan kulit berlebihan yang berakibat langsung pada kematian, invasi bakteri, jamur dan parasit lain. (Hardi 2015).



33



Trichodina sp. yang ditemukan pada benih bandeng hidup hanya terdapat 1 individu Trichodina sp. di kulit. Pada benih bandeng sakit Trichodina sp. ditemukan sebanyak 52 individu dengan lokasi infeksi terbanyak di kulit 25 individu dan tidak terdapat parasit ini di sirip. Berdasarkan pengamatan pada benih bandeng mati. Trichodina sp. ditemukan sebanyak 4 individu dengan lokasi infeksi seluruhnya di sirip 4 individu dan tidak terdapat parasit ini di insang dan kuiit. hal ini sesuai dengan Graetzek (1993) dalam Hardi (2015) Trichodina sp. merupakan ektoparasit yang menginfeksi kulit dan insangikan. Parasit yang menginfeksi kulit mempunyai rentang inang lebih luas dan berukuran lebih besar, sedangkan yang menginfeksi insang bersifat inang khusus dan organ khusus serta berukuran lebih kecil. Uronema sp. merupakan parasit jenis protoza yang menyerang jenis ikan ikan laut seperti kerapu macan, ikan bandeng, dan lain-lain. Hasil pengamatan ektoparasit di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sudak yaitu tidak terdapat Uronema sp. pada ikan bandeng hidup. Pada benih bandeng Terdapat total Uronema sp. sebanyak 3 individu dengan lokasi infeksi terbanyak di kulit 2 individu dan tidak terdapat di insang pada benih bandeng mati. Total Uronema sp. sebanyak 4 individu dengan lokasi infeksi yang sama pada kulit dan sirip sebanyak 2 individu. Hal ini berbeda dengan (Hardi 2015) memulai siklus hidupnya dari memakan sel darah dan cellular debris kadang ditemukan di ginjal dan perut ikan. Faktor pendukung perkembangan protozoa ini adalah transportasi selama 24-48 jam dalam air yang pH rendah, ammonia tinggi, dan bahan organic DO rendah. Siklus hidup langsung dan reproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner. Infeksi Trichodiniasis berat menunjukkan kualitas lingkungan budidaya yang kurang baik, kepadatan tinggi, dan kurangnya sanitasi lingkungan. Infeksi Trichodina sp. sering bersamaan dengan infeksi protozoa dan patogen lain. Parasit ini mampu bertahan hidup sampai 2 hari tanpa ikan, beberapa bahkan bisa hidup pada kaki katak dan krustase planktonis. Kondisi ini dapat menjadi sumber infeksi bagi ikan. Trichodina sp. berkembang biak dengan pesat pada kolam yang airnya tidak mengalir, terutama di panti benih dan kolam pembesaran dengan populasi yang tinggi. Efek yang merugikan dari parasit ini terjadi karena



34



perpindahannya. Dentikel yang terbuat dari kitin akan mengikis epitel ketika dia bergerak yang menyebabkan iritasi kulit. Selanjutnya epitel mengalami hyperplasia, degenerasi (terkikis dan lepas), dan nekrosis diikuti oleh proliferasi sel lendir. Gangguan proses pernafasan karena adanya parasit pada insang dan kulit merupakan akibat yang paling serius dari trichodiniasis dan dapat mematikan pada larva. Pada pengamatan ektoparasit ikan bandeng berdasarkan ukuran menunjukan bahwa pada ikan bandeng hidup ektoparasit yang ditemukan terbanyak adalah pada ukuran gelondongan I (3 cm- 4 cm) yaitu Criptocarion sp. (13 individu) Apiosoma sp. (3 individu) dan tidak terdapat parasit pada ukuran nener dan gelondongan II. Pada ikan bandeng sakit ektoparasit yang ditemukan hampir semua ukuran terjdapat parasit, parasit terbanyak adalah pada ukuran gelondongan I (3 cm- 4 cm) yaitu Apiosoma sp. ( 26 individu) Trichodina sp. (50 individu) dan tidak terdapat parasit pada ukuran gelondongan III. Pada ikan bandeng mati ektoparasit yang ditemukan terbanyak adalah pada ukuran gelondongan II (3 cm- 4 cm) yaitu Apiosoma sp. (693 individu) Trichodina sp. (1 individu) dan tidak terdapat parasit pada ukuran nener dan gelondongan I karena ikan kecil belum memiliki ketahanan tubuh yang kuat, ikan berukuran kecil memproduksi lendir atau mukopolisakaridanya, sehingga ektoparasit banyak menyerang ikan bandeng berukuran kecil. Menurut Hassan (2008) keberadaan parasit di perairan payau lebih rendah dibandingkan di perairan tawar dan laut, hal ini dikarenakan adanya pengaruh perubahan salinitas yang berpengaruh terhadap perkembangan ektoparasit. Daya tahan tubuh ikan mempengaruhi adanya banyaknya infestasi ektoparasit. Semakin lemah daya tahan tubuh ikan maka semakin lemah pergerakan ikan tersebut, sehingga semakin mudah parasit menyerang. Sedikitnya jumlah ektoparasit yang ditemukan pada ikan bandeng ukuran kecil maupun ikan bandeng ukuran besar diduga karena kegagalan parasit dalam menyerang, menempel dan berkembang biak pada tubuh ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pernyataan Olsen (1974) dalam Riko (2012) bahwa inang akan melakukan respon jika mendapat serangan dari parasit, jika parasit tidak mampu



35



melawan respon tersebut maka parasit tidak bisa menempel ke tubuh inang dan tidak terjadi serangan. Selain itu juga dapat disebabkan karena memang populasi kedua jenis ektoparasit sedikit diperairan tersebut. Nobel & Nobel (1989) dalam Kurniawan (2015) bahwa semakin besar ukuran dan berat inang maka semakin tinggi pula terinfeksi oleh parasit tertentu. Penularan penyakit dan parasit dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain melalui kontak langsung antara ikan sakit dan ikan sehat, bangkai ikan sakit maupun melalui air, penularan ini biasanya terjadi dalam satu kolam budidaya. Mekanisme penularan lainnya adalah melalui peralatan dan melalui pemindahan ikan dari daerah wabah dan ke daerah yang bukan wabah (Sunarto 2005 dalam jasmanindar 2011). Prevalensi merupakan persentase jumlah ikan yang terinfeksi parasit dengan jumlah inang yang diperiksa. Intensitas merupakan perbandingan jumlah individu parasit yang ditemukan dengan jumlah inang yang terinfeksi parasit (Bush dkk.1997 dalam Kurniawan 2015). Prevalensi dan intensitas menunjukkan tingkat penularan dan infeksi parasit. Setiap parasit memiliki tingkat infeksi yang berfluktuasi setiap periode sampling. Pada ikan bandeng hidup memiliki tingkat prevalensi tertinggi yaitu 13,34% pada ektoparasit Apiosoma sp. . Berdasarkan kriteria prevalensi menurut William (1996) dalam Yulanda (2017) nilai tersebut termasuk dalam kategori sering yang berarti infeksi sering terjadi, dimana tingkat infeksi tersebut tidak membahayakan. Sedangkan nilai prevalensi ektoparasit Cryptocaryon irritans , Epistylis sp. dan Trichodina sp. tersebut sama yaitu sebesar 6,67 % Berdasarkan kriteria termasuk dalam kategori kadang-kadang yang berarti infeksi biasa dimana tingkat infeksi tidak membahayakan bagi kehidupan benih bandeng hidup. Adapun nilai intensitas tertinggi yaitu Cryptocaryon irritans sebesar 13 ind/ekor termasuk dalam katagori kadang-kadang dan terendah yaitu Trichodina sp. sebesar 1 ind/ ekor termasuk dalam katagori ringan. Pada ikan bandeng sakit memiliki tingkat prevalensi tertinggi 26,67 % pada ektoparasit Apiosoma sp., Berdasarkan kriteria prevalensi menurut William (1996) dalam Yulanda (2017) nilai tersebut termasuk dalam kategori sering yang



36



berarti infeksi sering terjadi, dimana tingkat infeksi tersebut tidak membahayakan sedangkan nilai prevalensi terendah sebesar 6,67 % pada ektoparasit Epistylis sp. Berdasarkan kriteria termasuk dalam kategori kadang-kadang yang berarti infeksi biasa dimana tingkat infeksi tidak membahayakan bagi kehidupan benih bandeng hidup. Adapun nilai intensitas tertinggi yaitu Trichodina sp. sebesar 17,34 ind/ekor termasuk dalam katagori kadang-kadang dan terendah yaitu Uronema sp. sebesar 1,5 ind/ eko termasuk dalam katagori ringan. Pada ikan bandeng mati memiliki tingkat prevalensi tertinggi 40% pada ektoparasit Apiosoma



sp., Berdasarkan kriteria prevalensi menurut William



(1996) dalam Yulanda (2017) nilai tersebut termasuk dalam kategori umumnya yang berarti infeksi biasa dimana tingkat infeksi tidak membahayakan sedangkan nilai prevalensi ektoparasit Uronema sp. dan Trichodina sp. memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 13,34 % termasuk dalam kategori sering yang berarti infeksi sering terjadi, dimana tingkat infeksi tersebut tidak membahayakan bagi kehidupan benih bandeng. Adapun nilai intensitas tertinggi yaitu Apiosoma sp. sebesar 121,167 ind/ekor termasuk dalam katagori sangat berat Menurut Diba dalam Wiyatno dkk. (2012), menyatakan bahwa rendahnya tingkat prevalensi disebabkan oleh keadaan endemik suatu parasit dan kualitas lingkungan. Selain itu padat tebar yang rendah juga mempengaruhi keberadaan ektoparasit. Rendahnya intensitas ektoparasit yang dibudidayakan di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak disebabkan karena area kolam tersebut tidak bersubstrat, sesuai dengan pernyataan Nicolau dkk. (2005) dalam Yulanda (2017) bahwa ektoparasit golongan protozoa banyak ditemukan pada daerah bersubstrat dan perairan dengan kandungan organik yang tinggi. Rendahnya tingkat prevalensi disebabkan oleh kemampuan adaptasi parasit di tubuh inang dan kecocokan inang untuk kelangsungan hidup parasit dan kualitas lingkungan. Menurut Velasque (1984) dalam Fidyandii (2012), ikan bandeng relatif tahan terhadap serangan penyakit. Hal ini dikarenakan ikan bandeng merupakan ikan yang aktif bergerak, tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH dan DO (Bagarinao 1991 dalam Fidyandii 2012). Sehingga perubahan lingkungan tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi



37



biologis ikan bandeng yang memudahkan ikan stres dan mudah terserang parasit. Rendahnya intensitas diduga adanya infeksi bersama antara dua atau lebih spesies parasit yang dapat mengurangi jumlah salah satu spesies parasit. Menurut Noble dan Noble (1989) Dalam Kurniawan (2015) infeksi bersama antar spesies akan menghambat perkembangan atau bahkan merugikan spesies yang lain. Selain itu infeksi bersama juga dapat bersifat sinergistik atau saling menunjang kehidupan masing-masing parasit.



Rendahnya intensitas ektoparasit diduga ektoparasit



tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga tidak dapat berkembak biak dengan baik. Nilai prevalensi dan intensitas ektoparasit pada benih bandeng di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak berbeda-beda, nilai intensitas menunjukkan bahwa benih bandeng mati di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak lebih tinggi, diduga karena benih telah terserang ektoparasit sebelum ditebar sehingga ektoparasit ditularkan pada ikan lainnya dengan bersentuhan secara langsung dan karena populasi di dalam kolam tinggi, sehingga memudahkan terjadinya penularan ektoparasit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Giogertti (1989) dalam Yulanda (2017) bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan parasit adalah padat penebaran yang tinggi. Ektoparasit lebih mudah berpindah dari suatu inang ke inang yang lain sehingga potensi penyebarannya lebih besar dalam suatu perairan tertutup (Musyaffak dkk. 2010).



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1



Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari Pengamatan Dan Pengendalian



Ektoparasit Pada Bandeng (Chanos Chanos) Di Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak adalah : 1) Pada ikan bandeng hidup ditemukan empat jenis ektoparasit yaitu Apiosoma sp.. (13,34 %), Cryptocaryon irritans (6,67 %), Epistylis sp. (6,67 %), dan Trichodina sp. (6,67 %), Intensitas dan prevalensi tertinggi terdapat pada ikan bandeng dengan kondisi hidup yaitu sebesar 13 individu/ekor ikan dan 13,34 %. 2) Pada ikan bandeng sakit ditemukan lima jenis ektoparasit yaitu Apiosoma sp.. (26,67 %), Cryptocaryon irritans (13,34 %), Epistylis sp.. (6,67 %), Uronema sp. (13,34 %) dan Trichodina sp. (20 %) Intensitas dan prevalensi ektoparasit tertinggi ditemukan pada ikan bandeng sakitr yaitu



sebesar 17,34 individu/ekor ikan dengan



prevalensi 26,67% %. 3) Pada ikan bandeng mati ditemukan tiga jenis ektoparasit yaitu Apiosoma



sp. (40 %), Uronema



sp. (13,34 %) dan Trichodina



sp.(13,34 %). Intensitas dan prevalensi tertinggi terdapat pada ikan bandeng dengan kondisi mati yaitu sebesar 121,167 individu/ekor ikan dan 40% 4) Cara penanggulangannya yaitu dengan sering melakukan pergantian air, kemudian memeriksa parameter air kolam agar tetap stabil, membersihkan kolam dari jentik-jentik nyamuk dan lumut. Melakukan pemeriksaan pada ikan yang terkena penyakit atau parasit. Apabila ditemukan ikan yang sudah terkena parasit ataupun virus bakteri, ikan tersebut harus dipisah dengan ikan yang lain agar bakteri atau parasit tidak menyebar ke ikan-ikan yang lain.



38



39



5.2



Saran Pada kegiatan Pengamatan Dan Pengendalian Ektoparasit Pada Benih



Bandeng (Chanos Chanos) Di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak, Gunungkidul, Yogyakarta. Pemeriksaan ektoparasit sebaiknya tidak hanya dilakukan secara sederhana, namun dengan pewarnaan sehingga parasit yang ditemukan dapat diidentifikasi dengan mudah. Perlu memperhatikan aspek-aspek lingkungan seperti memeriksa parameter dan kondisi air agar tetap stabil dan selalu menjaga kebersihan kolam supaya kondisi ikan tetap sehat.



DAFTAR PUSTAKA



Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisi. Bunga, M. 2008. Prevalensi dan Intensitas Serangan Parasit Diplectanum sp.. Pada Insang Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus, Forsskal) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin 18 (3) : 204-210 Diba, D.F. 2009. Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feces Kura-kura Air Tawar (Caura amboniensis) di Perairan Sulawesi Selatan. Institut Pertanian Bogor. Tesis. FAO. 2012. Fisheries and Aquaculture Chanos chanos. http://www.fao.org/fishery/cultured sp.ecies/Chanos_chanos/en (Online) 22 Juni 2012 Fidyandii, H.P., S. Subekti, dan Kismiyati. 2012. Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) yang Dipelihara di Keramba Jaring Apung UPBL Situbondo dan Tambak Desa Bangunrejo Kecamatan Jabon Sidoarjo. Journal of Marine and Coastal Science. 1: 91 – 112. Ghufran, M.H. Kordi, K.A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan kualitas air dalam budidaya perairan.Rineka Cipta, Jakarta Hardi, E. H., 2015. Parasit Biota Akuatik. Mulawarman University Press. Samarinda Haryati (Ed) Pengaruh Tingkat Substitusi Tepung Ikan Dengan Tepung Maggot Terhadap Retensi Dan Efisiensi Pemanfaatan Nutrisi Pada Tubuh Ikan Bandeng (Chanos Chanos Forsskål). Skipsi.Ilmu Kelautan dan Perikanan Budidaya Perairan UNHAS Hassan, M. 2008. Parasits of Native and Exotic Freshwater Fishes in the SouthWest of estern Australia. Thesis. Murdoch University. Perth, Western Australia. 173 hal. Idrus. 2014. Prevalensi Dan Intensitas Ektoparasit Pada Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Hasil Tangkapan Di Pesisir Kenjeran Surabaya. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya Irvansyah, M.Y.A. Nurlita dan M.Gunanti.2012. Identifikasi dan Intensitas Ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Stadia Kepiting Muda di Pertambakan Kepiting, Kecamatan Sedati, Kabupatenupaten Sidoarjo. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1):1-5. Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Airlangga. Klinger, R. and R.F. Floyd. 2013. Introduction to Freshwater Fish Parasits. The Institute of Food and Agricultural Sciences (IFAS), University of Florida. CIR716 Kumalasai N. 2016. Pemeriksaan Ektoparasit Pada Ikan Lele Masamo (Clarias Sp..) Di Balai Pengembangan Teknologi Kelautan Dan Perikanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta



40



41



Kurniawan A. 2015. Prevalensi, Intensitas Dan Identifikasi Molekuler Ektoparasit Pada Kerapu Di Karamba Jaring Apung Teluk Pegametan Kabupatenupaten Buleleng. Skripsi Fakultas Pertanian.Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta Maulana D M, Muchlisin Z A, Sugito S. 2017. Intensitas dan Prevalensi Parasit Pada Ikan Betok (Anabas testudineus) dari Perairan Umum Daratan Aceh Bagian Utara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. Volume 2, Nomor 1: 1-11. Februari 2017, ISSN. 2527-6395 Musyaffak, M., I. W. Abida, F. F. Muhsoni. 2010. Analisa tingkat prevalensi dan derajat infeksi parasit pada ikan kerapu macan (Ephinephilus fuscoguttatus) di lokasi budidaya berbeda. Jurnal Kelautan, 3(1):82-90. Pramono, T.B dan H. Syakuri. 2008. Infeksi Parasit Pada Permukaan Tubuh Ikan Nilem (Osteochilus hasellti) yang Diperdagangkan Di PPI Purbalingga. Berkala Ilmiah Perikanan. Vol. 3 No. 2, November. Riko,Y.A, Rosidah, T,Herawati. (Ed) 2012 Intensitas Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Dalam Karamba Jaring Apung (Kja) Di Waduk Cirata Kabupatenupaten Cianjur Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 231-241 Sangadji, E. M dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian (Pendekatan Praktis dalam Penelitian). CV Andi Offset. Yogyakarta Smith, S. and M. Schwarz. 2009. Commercial Fish & Shellfish Technology Fact Sheet Dealing with Trichodina and Trichodina -like sp.ecies. College of Agriculture and Life Sciences. Virginia Polytechnic Institute and State University. 3hal. Subekti, S dan G, Mahasri. 2010. Parasit dan Penyakit Ikan (Trematodiasis dan Cestodiasis). Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. 30-50 hal Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Yulanda. .T.E, Dewiyanti I, dan Aliza D. 2017. Intensitas Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Di Desa Lubuk Damar, Kabupatenupaten Aceh Tamiang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. Volume 2, Nomor 1: 80-88. 2017



42



KESAN DAN PESAN



Kesan Kesan selama melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Unit Kerja Budidaya Air Laut (Unit Kerja Budidaya Air Laut ) Sundak, GunungKidul sangat berkesan karena mendapat banyak imu baru yang terdapat dilapangan, bekerja secara langsung dilapanagn bersama staf balai, mengetahui ruang lingkup bidang perikanan dariorang orang balai yang selalu ramah dan asyik membuat kami nyaman selama melaksanakan pkl, teman teman tim pkl dari fakultas juga memberikan saya pengalaman hidup yang takterlupakan. Penulis mengucapkan banyak banyak terimakasih atas semua ilmu dan pengalaman yang telahh didapat dari staf pkl dan teman teman tim pkl selama kegiatan pkl.



Pesan Pesan kepada pegaiwai Unit Kerja Budidaya Air Laut



Sundak



Gunungkidul untuk tetap menjaga silaturahmi dan keramahan kepada setiap orang yang ada di lingkungan balai dan kepada orang-orang baru.



LAMPIRAN



44



Lampiran 1. Lokasi Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok



Lampiran 2. Alat dan Bahan Alat



Mikroskop Cahaya



Objek glass



45



pinset



Pisau bedah



Gunting bedah



Milimeter blok



pipet



Besker glass



46



tisu



Hand Counter



ember



Scoop net



47



Bahan



Ikan Bandeng (Chanos chanos)



Akuades



Tempat Pengambilan dan Pengamatan Data



Laboratorium



Kolam Pendederan



48



Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan



Kegiatan sampling



Pengambialn organ yang diteliti



Pengamatan mengggunakan mikroskop



Perhitungan panjang tubuh ikan