Laporan Plant Survey Kel. B - PT Sumber Djantin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PLANT SURVEY MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS “Potensi Low Back Pain (LBP) terkait Faktor Ergonomi dan Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Sumber Djantin Pontianak”



DISUSUN OLEH:



KELOMPOK 2 Yosepha Stephani Sujono Yehuda Lutfi Wibowo Nurul Atika Putri Muhammad Lukman Juwita Valen Ramadhania Desra Aufar Alwafi Fida Alawiyah Meliani Fransiska Andita Asjat Gapur Aisyah Metha Husada Persiwi Ega Kusuma Anindhita Siti Aulia Rahmah Agung Prasetyo Lisa Florencia Merdianing Ika Mahendra Dara Agusti Maulidya



I11110034 I11112061 I11112066 I11112076 I1011131003 I1011131007 I1011131026 I1011131027 I1011131031 I1011131035 I1011131042 I1011131047 I1011131050 I1011131063 I1011131069 I1011131072 I1011131079 I1011131086



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2016



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang memiliki berbagai sektor dibidang pekerjaan, mulai dari pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan hingga industri dan perusahaan yang lainnya. Semua pekerjaan yang ada selalu membutuhkan tenaga manusia. Tenaga manusia sebagai salah satu faktor produksi di perusahaan, merupakan salah satu kesatuan biologis yang mempunyai peran sama dengan faktor produksi lainnya (dana permodalan, alat produksi, dan sebagainya). Karena itu pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia, memerlukan perhatian khusus di samping perhatian terhadap faktor produksi lainnya, tidak akan punya apa-apa ditinjau dari produktivitas kerja di perusahaan. Di era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja terutama di sektor industri dan perusahaan – perusahaan besar. Seperti salah satu industri di wilayah Dieng terdapat sebuah industri Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang memiliki beberapa titik rawan pada daerah kerjanya apabila tidak memperhatikan higenis kesehatan dan kesehatan kerja. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor industri dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan atau pekerja di sektor kesehatan, industri tidak terkecuali di rumah sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Seperti halnya yang ada di PT Sumber Djantin yang memiliki beberapa faktor risiko dari pekerjaannya, diantaranya yaitu berbagai penyakit akibat kerja misalnya akibat kebisingan, penyakit kulit, penyakit muskuloskeletal, bau dan lainnya. Para pekerja harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) agar dapat meminimalisir penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada 2



akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir kecelakaan dalam kerja adalah penggunaan APD dengan benar. APD mempunyai peran sangat penting dalam bekerja karena dengan adanya APD maka kecelakaan kerja dapat di minimalisir dengan baik. Oleh karena itu, kami melaksanakan praktikum kunjungan lapangan di PT Sumber Djantinagar mengetahui berbagai macam Alat Pelindung Diri (APD) yang ada dan mengetahui tentang berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat kerja di PT Sumber Djantin tersebut. 1.2 Permasalahan 1. Pekerja di PT.Sumber Djantin tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang menunjang kesehatan dan keselamatan kerja (K3). 2. Pekerja di PT.Sumber Djantin rata-rata mengalami gangguan muskuloskeletal yang berhubungan dengan faktor ergonomis pada saat bekerja. 1.3 Tujuan Survei



Tujuan plant survey ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Dilakukan survei ke PT. Sumber Djantin dengan tujuan untuk mengetahui tentang aspek keshatan dan keselamatan kerja (K3) pada pekerja di perusahaan tersebut.



1.3.2 Tujuan Khusus 3



1. Mengetahui potensi penyakit akibat kerja yang dapat ditimbulkan. 2. Untuk mengetahui faktor ergonomis yang dialami pekerja di PT.Sumber Djantin. 3. Untuk mengetahui hubungan gangguan muskuloskeletal terhadap faktor ergonomis pada pekerja di PT.Sumber Djantin 4. Untuk mengetahui upaya program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang seharusnya dilaksanakan di PT.Sumber Djantin.



4



BAB II HASIL KUNJUNGAN 2.1 Informasi Umum Perusahaan PT Sumber Djantin di Pontianak merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri karet. Didirikan pada tahun 1955 oleh Liau Eng Bo. Adapun yangmenjabat sebagai direktur pada saat itu adalah Ngadimin, sedangkan pabriknya dipimpin oleh seorang kepala pabrik yaitu Djan Kiong. Kantor pusat PT Sumber Djantin Pontianak berlokasi di S. Parman Komp. Villa Palma No D 5-6. Pada awal berdirinya, perusahaan ini bernama Sumber Djantin, dengan kegiatan industri yang dilakukan saat ini berupa pengasapan karet atau pengolah karet secara konvensional seperti Rubber Smoke Sheets (RSS) III, IV, V yang pabriknya berlokasi di Jalan Khatulistiwa (Siantan Hilir) Pontianak. Tahun 1996, Sumber Djantin berubah menjadi PT Sumber Djantin, berdasarkan SK Menteri Perdagangan RI No. 136/KP/V/1969/ tertanggal 6 Juni 1969. Tahun 1978, PT. Sumber Djantin mengubah rumah asap menjadi pabrik Crumb Rubber (pabrik karet remah) dengan karet berspesifikasi teknis yaitu SIR (Standar Indonesia Rubber) 10 dan 20. Karena Permintaan pasar terhadap karet berspesifikasi SIR 20 sangat banyak dan meningkat maka PT Sumber Djantin di Pontianak khusu memproduksi karet dengan spesifikasi SIR 20. Seiring meningkatnya permintaan pasar dunia akan Crumb Rubber dari tahun ke tahun, maka PT. Sumber Djantin di Pontianak membuka beberapa cabang seperti PT. Sumber Alam (1986), berlokasi di Jl Gusti Situt Mahmud di Pontianak, PT.Sumber Djantin Sambas. Selain alasan meningkatnya permintaan Crumb Rubber, pembukaan cabang juga di maksudkan untuk memaksimalkan kekayaan alam khususnya karet serta menciptakan lapangan pekerjaan.



5



2.2 Alur Produksi Secara umum alur produksi di PT Sumber Djantin Pontianak berupa pemrosesan bahan karet setengah jadi adalah sebagai berikut: BAHAN MENTAH Pemisahan kontaminasi BONGKAHAN KARET (CUP LUMPS) PRECLEANING



Pemisahan kontaminasi



LEMBARAN (SHEETS)



Pemisahan kontaminasi, blanding, creeping dan shredding



COMPOSITIONS



Pemisahan Kontaminasi, Blanding



CREEPING



Pemisahan kontaminasi, Blanding, Creeping dan Shredding



HANGING



DIRT dan Po Testing



Creeping, Shredding, Drying, Gambar 2.1 Alur proses produksi karet setengah jadi Pemisahan kontaminan, DRYING Penimbangan, pemadatan, 2.3 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perusahaan Sampling American Occupational Medical Association (AOMA) membagi komponen penting dari program K3, yaitu : DIRT, ASH, Po, PA, PRI, N, SAMPLE TESTING A. Komponen Pokok, meliputi : VM, MV by Request 1. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja a. Pre-replacement yaitu pemeriksaan kesehatan atau status kesehatan termasuk penilaian emosional, untuk memberikan rekomendasi padaakhir manejemen mengenai Labling, Pengecekan FINAL PACKING kemampuan seorang pekerja untuk dapat melakukan pekerjannya secara aman tanpa membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja dan orang lainnya. Dalam memberikan rekomendasi tersebut ada beberapa faktor yang diperhatikan yaitu riwayat kesehatan, riwayat pekerjaan, penilaian terhadap fisik dan alat-alat tubuh, 6



apakah tidak akan terpengaruh oleh pekerjaannya, evaluasi dari macam kerja yang akan diberikan b. Pemeriksaan kesehatan berkala dengan tujuan mengetahui status kesehatan pekerja yang mempunyai efek terhadap kesehatannya c. Pemeriksaan kesehatan setelah pekerja menderita sakit atau kecelakaan d. Pemeriksaan kesehatan pada waktu pensiun atau berhenti bekerja yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada gangguan kesehatan akibat kerja 2. Diagnosa dan pengobatan atau kecelakaan akibat kerja, termasuk rehabilitasinya 3. Pengobatan darurat dan pengobatan atas kecelakaan yang bukan akibat kerja 4. Pendidikan terhadap pekerja akan potensial occupational/hazard dan tindakan pencegahan dan pengetahuan akan bahaya terhadap kesehatan 5. Program penentuan perlunya alat-alat perlindungan diri dan pengadaannya 6. Inspeksi berkala dan evaluasi atas lingkungan kerja untuk mengetahui apakah ada kemungkinan berbahaya terhadap kesehatan serta pencegahannya 7. Pemeriksaan atau studi terhadap bahan kimia yang dipergunakan yang belum mendapat pemeriksaan secara toksikologis 8. Studi epidemiologik untuk mengevaluasi dampak dari lingkungan kerja 9. Pemeriksaan occupational health records 10. Imunisasi terhadap penyakit infeksi 11. Ikut serta dalam penentuan dan evaluasi dari asuransi pekerja 12. Keikutsertaan dalam program peraturan dari perusahaan yang berhubungan dengan kesehatan 13. Mengevaluasi secara periodik efektivitas program kesehatan kerja B. Komponen pilihan, meliputi : 1. Penyediaan tempat pengobatan (klinik) untuk hal-hal yang sifatnya minor dan non occupational 2. Pengobatan yang berulang-ulang dan kondisi non occupationalyang diberikan oleh dokter pribadi seperti fisioterapis, suntikan yang rutin, dapat disediakan/diadakan demi mencegah hilangnya waktu kerja dan tentunya menurunkan biaya dari pekerja itu sendiri 3. Program bantuan terhadap pekerja bertujuan untuk membantu memecahkan masalah atau



keadaan



yang



ada



hubungannya



dan



dapat



mempengaruhi



kesehatan/kesejahteraan serta pekerjaan 4. Pendidikan dan konsultasi 5. Bantuan terhadap pimpinan perusahaan dalam mengontrol absen kerja oleh karena sakit 6. Program keadaan darurat di tempat kerja, termasuk koordinasi dengan bagian yang penting di luar perusahaan. 7



Pencapaian komponen program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di PT. Sumber Djantin adalah sebagai berikut : No 1



2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13



1



2



Komponen Komponen Pokok Pemeriksaan Kesehatan Pekerja a. Pemeriksaan Pre-placement b. Pemeriksaan berkala c. Pemeriksaan saat pekerja sakit d. Pemeriksaan saat pekerja pensiun Diagnosa dan pengobatan atas akibat kerja, termasuk rehabilitasi Pengobatan darurat dan pengonbatan atas kecelakaan bukan akibat kerja Pendidikan terhadap potensi bahaya Program pengadaan APD dan penyuluhan



Standar



Pencapaian



+ + + + +



+ +



+



+



+ +



Inspeksi berkala dan evaluasi lingkungan kerja untuk mengetahui potensi bahaya bahaya Pemeriksaan atau studi terhadap bahan kimia yang dipergunakan Studi epidemiologik untuk evaluasi dampak dari lingkungan kerja Pemeriksaan occupational health records Imunisasi terhadap penyakit infeksi Ikut serta dalam penentuan dan evaluasi dari asuransi pekerja Keikutsertaan dalam program dari perusahaan yang berhubungan dengan kesehatan Mengevaluasi secara periodik efektivitas program kesehatan kerja Komponen Pilihan Penyediaan tempat pengobatan (klinik) untuk halhal yang sifatnya minor dan non occupational



+



+ (saat rekrutmen) + (APD tersedia tapi tidak digunakan) +



+



+



+



-



+ + +



+ (BPJS)



+



+



+



-



+



-



Pengobatan yang berulang-ulang dan kondisi non occupational yang diberikan oleh dokter



+



-



(sudah menggunaka n BPJS sehingga tidak menggunaka n dokter perusahaan) (sudah menggunaka n BPJS sehingga tidak menggunaka



8



3 4 5



Program bantuan terhadap pekerja Pendidiakn kesehatan dan konsultasi Program keadaan darurat di tempat kerja, termasuk koordinasi dengan bagian yang penting di luar perusahaan



+ + +



n dokter perusahaan) Tidak diketahui



2.4 Identifikasi Faktor Risiko/Bahaya Potensial Bagian Menajemen Bagian Faktor Resiko dan potensi Bahaya Kantor Faktor fisik Faktor kimia Faktor biologi Faktor ergonomi 1. Posisi duduk yang tidak tegak dapat menyebabkan nyeri tulang belakang 2. Layar komputer yang terlalu dekat dengan mata dapat meyebabkan gangguan visus Faktor psikologis Stres akibat beban psikologis pekerjaan Bagian Produksi Bagian Faktor Resiko dan potensi Bahaya Kadatangan bahan Faktor fisik baku dan pemilihan Faktor kimia Penggunaan asam cuka (asam Asetat) dapat menyebabkan iritasi kulit, uapnya perih di mata serta dapat merusak membran mukosa di saluran pernafasan Faktor biologi Faktor ergonomi Mengankut bahan baku dengan gerobak jika posisi badan saat mendorong gerobak membungkuk akan menyebabkan nyeri punggung Faktor psikologis Stress akibat beban psikologis pekerjaan



Upaya Penanggulangan 1. Penyuluhan tentang posisi kerja yang benar 2. Adanya waktu istirahat untuk mengubah posisi kerja



Upaya Penanggulangan 1. Penyuluhan tentang posisi yang benar mengangkat beban barat 2. Penggunaan alat pelindung diri (masker, sepatu boat, dan sarung tangan)



9



Shredding



Cleaning



Penggilingan /creeping



Faktor fisik 1. Kebisingan Dapat menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, dan pusing. 2. Instalasi listrik yang tidak benar dapat menyebabkan sengatan listrik ataupun kebakaran 3. Terkena pisau potong 4. Terjepit banda kerja Faktor kimia Paparan asam cuka Faktor biologi Kondisi kerja yang lembab dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit Faktor ergonomi Posisi duduk terus menerus selama beberapa jam Faktor psikologis Stres akibat beban psikologis pekerjaan Faktor fisik 1. Kebisingan Dapat menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, pusing, 2. Sengatan lisrik Air dapat menjadi konduktor listrik sehingga menyebabkan sengatan listrik Faktor kimia Paparan asam cuka Faktor biologi Kondisi kerja yang lembab dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit Faktor ergonomi Faktor psikologis Stres akibat beban psikologis pekerjaan Faktor fisik 1. Kebisingan 2. Letak runag produksi yang berada di bawah tempat penjemuran beresiko untuk tertimpa bahan yang jatuh dari atas Faktor kimia



1. Mengisolasi mesin yang menimbulkan kebisingan dengan dinding yang kedap suara 2. Merawat mesin secara teratur 3. Pemeriksaan audiometri dilakukan secara berkala pada karyawan yang terpapar 4. Penggunaan APD (sepatu boat, sarung tangan, masker) 5. Pekerja yang terpapar bising dilengkapi dengan sumbat telinga atau penutup telinga 6. Adanya waktu istirahat bagi pekerja untuk mengubah posisi kerja 1. Mengisolasi mesin yang menimbulkan kebisingan dengan dinding yang kedap suara 2. Merawat mesin secara teratur 3. Pemeriksaan audiometri dilakukan secara berkala pada kariawan yang terpapar 4. Penggunaan APD (sepatu boat, sarung tangan, masker) 5. Pekerja yang terpapar bising dilengkapi dengan sumbat telinga atau penutup telinga 1. Mengisolasi mesin yang menimbulkan kebisingan dengan dinding yang kedap suara 2. Merawat mesin secara teratur



10



Paparan sisa asam cuka Faktor biologi Kondisi kerja yang lembab dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit Faktor ergonomi Faktor psikologis Stres akibat beban psikologis pekerjaan



Hanging penggantungan



Drying /pengeringan



3. Pemeriksaan audiometri dilakukan secara berkala pada karyawan yang terpapar 4. Penggunaan APD (sepatu boat, sarung tangan, masker, helem kepala) 5. Pekerja yang terpapar bising dilengkapi dengan sumbat telinga atau penutup telinga Faktor fisik 1. Pembinaan dan penyuluhan 1. Tertimpa beban kerja tentang kesehatan Bahan kerja yang digantung dapat keselamatan kerja. Dan jatuh dari atas posisi yang benar saat 2. Jatuh berkerja Saat naik tangga atau menjemur 2. Pengunaan APD karet 3. Adanya papan peringatan Faktor kimia agar tidak ada karyawan Faktor biologi yang lewat dibawah mesin Karet dalam kondisi basah dapat derek menyebabkan gangguan kulit Faktor ergonomi Neyri punggung pada Pekerja yang bertugas menggantungkan dan mengambil karet dari gantungannya Faktor psikologis Stres akibat beban psikologis pekerjaan Faktor fisik 1. Panas Kondisi kerja yang panas dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah, metabolisme tubuh meningkat, keringat meningkat dan dapat menyababkan dehidrasi 2. Sirkulasi udara yang kurang baik 3. Pemotongan bahan dapat menyebabkan luka Faktor kimia Faktor biologi Faktor ergonomi Posisi mendorong bahan kerja yang ada dalam kotak besar, posisi pekerja untuk mengambil bahan kerja, dan pekerja



1. Pemeriksaan kesehatan pekerja secara rutin 2. Adanya ventilasi udara yang baik 3. Adanya air minum yang telah di beri garam 0,2% gr/l untuk mengganti garam elektrolit yang hilang. 4. Adanya waktu istirahat untuk mengubah posisi kerja 5. Penggunaan APD (sarung tangan) 6. Penyuluhan posisi kerja yang benar 7. Digantikan oleh mesin



11



Sample testing



Final packing



yang berdiri terlalu lama saat pengambilan sampel dan proses pemadatan dapat menyebabkan nyeri punggung dan gangguan otot atau sendi Faktor psikologis Faktor fisik Adanya waktu istirahat untuk Faktor kimia mengubah posisi kerja Faktor biologi Faktor ergonomi Berdiri terlalu lama dapat menyebabkan nyeri otot dan sendi Faktor psikologis Stres akibat beban psikologis pekerjaan Faktor fisik Adanya waktu istirahat untuk Faktor kimia mengubah posisi kerja Faktor biologi Faktor ergonomi Berdiri terlalu lama dapat menyebabkan nyeri otot dan sendi Faktor psikologis Stres akibat beban psikologis pekerjaan



Berdasarkan pemaparan di atas ada beberapa faktor resiko/bahaya potensial yang ada di PT Sumber Djantin Pontianak. Adapun faktor resiko/bahaya potensial tersebut adalah 1. Fisik a. Kebisingan Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (Noise is unwanted sound). Dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu b. Panas Mesin yang digunakan untuk pengeringan bahan baku karet menyebabkan kondisi di ruangan kerja menjadi panas selain itu posisi bangunan yang tidak tepat di perusahaan menyebabkan ventilasi di peusahaan ini kurang baik. Karena kondisi kerja yang panas dapat menyebabkan berbagai gangguan yang dapat terkena pada pekerja yang terpapar panas tersebut adapun gangguan tersebut seperti gangguan sirkulasi, dan dapat terjadinya dehidrasi pada pekerja c. Bau karet 12



Dampak negatif yang di timbulkan oleh karet salah satunya adalah polusi udara yang ditimbulkan oleh pabrik karet. Awal terjadinya polusi udara dari pabrik karet ini akibat getah yang telah dibekukan tidak dapat diolah pada proses pengolahan getah cair dan baru dapat diolah dengan teknologi yang memadai yang dimiliki oleh pabrik karet tertentu. Akibat dari banyaknya getah yang menumpuk dalam waktu yang relatif lama, akan menimbulkan reaksi anaerobik. Selanjutnya proses degradasi anaerobik dari bahan organik ini menghasilkan emisi gas penyebab bau khas yang menyengat. Bau yang menyengat hidung ini antara lain berasal dari lepasan senyawa-senyawa sulfid, amonia, karbon monoksida, karbon dioksida serta senyawa organik lain yang mudah menguap seperti metan, asam asetat, keton aldehid dan sebagainya 2. Kimia a. Asam asetat/asam cuka (CH3COOH) Asam asetat, asam etanoat, atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baju industri yang penting b. Gas karbon monoksida (CO) Gas karbon monoksida (CO) di atmosfer dalam keadaan normal konsentrasinya sangat sedikit sekitar 0,1 ppm. Daerah perkotaan dengan aktifitas penggunaan kendaraan bermotor dan industri yang padat, konsentrasi gas CO dapan mencapai 10-15 ppm. Gas CO di dalam paru-paru bereaksi dengan hemoglobin pada sel darah merah tang dapat menghalangi pengangkutan oksigen ke seluruh bagian tubuh , sehingga dapat menyebabkan bahaya bagi tubuh. 3. Biologi Kondisi lokasi pekerjaan yang lembab dapat menyebabkan berkembangnya beberapa agen penyakit seperti bakteri jamur dan parasit. Agen agen penyakit ini dapat menyebabkan beberapa gangguan kulit pada pekerja perusahaan yang tidak mengenakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, sepatu boat, dan baju mantel. 4. Ergonomis 13



Kurangnya kesadaran pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri akan membahayakan keselamatan pekerja, pekerja seharusnya menggunakan kaca mata, sarung tangan, masker dan sepatu khusus untuk mengurangi dampak negatif penggunaan asam cuka. Selain itu pekerja harus seringkali mengangkat beban yang terlalu berat dan terus berdiri sepanjang jam kerja. 5. Psikososial Stress dan kelelahan akibat beban psikologis pekerjaan dapat di derita oleh pekerja di perusahaan dengan tuntutan produksi yang cukup tinggi. Selain itu, kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan psikososial. 2.5 Alasan Pemilihan Topik Bahasan Berdasarkan hasil observasi pada pekerja di perusahaan, pekerja melakukan pekerjaannya di bidang masing masing dengan gerakan seperti naik turun tangga, mengangkat menarik dan mendorong secara manual dengan tangan yang tidak sesuai dengan ergonomi yang baik sehingga



berpeluang



untuk



mengalami



gangguan



muskuloskeletal.



Gangguan



muskuloskeletal termasuk satu di antara penyebab cedera dan disabilitas kerja yang merupakan salah satu masalah ergonomi penting yang ditemui di tempat kerja di seluruh dunia. Gangguan muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu low back pain (LBP). Oleh karena itu penting untuk mengangkat masalah gangguan muskuloskeletal pada pekerja dan mengupayakan pencegahan pada penyakit tersebut.



14



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Penyakit/Masalah Kesehatan yang Dipilih 3.1.1 Pengertian Gangguan Muskuloskeletal Keluhan pada sistem muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan pada bagian-bagian dari otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen atau tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan muskuloskeletal disorders (MSDs) atau gangguan pada sistem muskuloskeletal.1 3.1.2 Jenis Gangguan Muskuloskeletal Keluhan otot dapat dibagi menjadi dua, yaitu2: 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan yang terjadi saat otot menerima beban



statis, namun akan segera hilang apabila pembebanan di hentikan. 2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan yang menetap, rasa sakit pada otot terus



berlanjut, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan. 3.1.3 Gejala Gangguan Muskuloskeletal Gejala gangguan muskuloskeletal untuk menunjukkan tingkat keparahan gangguan muskuloskeletal dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut3: a. Tahap 1: Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala ini



biasanya menghilang setelah waktu kerja usai, biasanya berakhir seletah keesokan harinya. b. Tahap 2: Gejala pada tahap ini tetap ada walaupun telah melewati waktu satu



malam setelah bekerja. Tidur mungkin terganggu dan kadang-kadang dapat mengganggu performa kerja. c. Tahap 3: Gejala ini akan tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika bergerak secara berulang dan terus menerus. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan. 3.1.4 Mekanisme Gangguan Muskuloskeletal 15



Gangguan muskuloskeletal secara garis besar yaitu reorganisasi sistem saraf pusat, kompresi atau luka pada jaringan dan reorganisasi jaringan yang kompleks. Sensation



CNS reorganization



Motor abilities Fibrosis



TASK



Tissue injury or compression



Pain or discomfort; loss of function



Acute inflammation



Chronic and/or systemic inflammation Tissue reorganization



Increased susceptibility Pathological remodeling



Biochemical tolerance



Increased susceptibility Gambar 2.2 Mekanisme gangguan muskuloskeletal 3.1.5 Beberapa Gangguan Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh Beberapa Penyakit / gangguan muskuloskeletal pada beberapa bagian tubuh pekerja (tangan, leher dan pinggang), yaitu diantaranya5: 1) Tendinitis Tendinitis merupakan peradangan yang terdapat pada tendon. Keadaan ini dapat terjadi ketika tendon digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Gejala yang dirasakan antara lain pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah-merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat. 2) Carpal Tunnel Syndrome (CTS)



Carpal Tunnel Syndrome merupakan gangguan tekanan/pemampatan pada saraf yang mempengaruhi saraf tengah, salah satu dari tiga saraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Gejalanya antara lain gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman 16



karena hilangnya fungsi saraf sensorik. Pekerjaaan yang berpotensi adalah pekerjaan mengetik dan proses pemasukan data, kegiatan manufaktur, perakitan, penjahit dan pengepakan atau pembungkusan. 3) Tension Neck Syndrome. Tension Neck Syndrome dapat terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot-ototnya, disebabkan oleh postur leher yang menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher. 4) Low Back Pain (LBP) LBP merupakan cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami peregangan ketika postur punggung membungkuk. Diskus mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk saraf. Diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniasi jika postur membungkuk ini berlangsung terus menerus. Gejala yang dirasakan adalah sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot; sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke kaki; sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang; dan sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi. 3.2 Potensi Bahaya/Pajanan/Pekerjaan yang Dipilih 3.2.1 Konsep Dasar Ergonomi6,7 Ergonomi yaitu ilmu keserasian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerjanya. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia yakni untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan manusia. Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya antara lain meliputi : a. b. c. d. e.



Teknik Fisik Pengalaman fisik Anatomi (kekuatan, gerakan otot dan persendian) Antropometri 17



f. Sosiologi g. Fisiologi (suhu tubuh, oksigen uptake, pulse, dan aktivitas) h. Desain i. Dan lain-lain Secara sederhana ergonomi dapat disebut ilmu yang dapat mengatur pekerjaan sesuai dengan kemampuan orang yang mengerjakannya. Namun dalam hal ini manusia mempunyai keterbatasan fisik, mental dan social dalam melakukan proses interaksi, sehingga selayaknya pekerjaanlah yang harus disesuaikan dengan kemampuan manusia. Menurut ILO, Ergonomic adalah penerapan ilmu manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuian bersana antara pekerjaan manusia secara optimum, dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Masalah umum dalam ergonomi adalah: 1. 2. 3. 4.



Penyesuaian pekerjaan dengan kondisi fisik Penyesuaian pekerjan dengan perilaku pekerjaan Penyesuaian interaksi antara pekerjaan dengan alat , mesn dan fasilitas kerja Peyesuaian interaksi angtara pekerjaan dengan lingkungan



Aplikasi / penerapan ergonomi: 1. Posisi kerja Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri , posisi duduk di mana kaki tidak terbebani dengan brat tubuh dan posisi stabil selama berkerja. Sedangkan posisi berdiri dimanaposisi tulangbelakang vertical dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. 2. Proses Kerja Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran antrophometrinya. 3. Tata Letak Tempat Kerja Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak di gunakan daripada kata-kata. 4. Mengangkat Beban Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban, yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung, jaringan otot dan persendiaan akibat gerakan yang berlebihan. a. Menjinjing beban Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang di tetapkan ILO sbb: Laki-laki dewasa à 40 kg Wanita dewasa à 15-20 kg Laki-laki (16s/d18 th) à 15-20kg 18



Wanita (16 s/d 18th) à 12-15 kg b. Organisasi kerja Pekerjaan harus diatur dengan berbagai cara : - Alat bantu mekanik kapanpun diperlukan - Frekuensi pergerakn diminimalisasi - Jarak mengankat beban dikurangi - Bidang membawa beban tidak licin dan mengangkat tidak terlalu tinggi - Penerapan prinsip ergonomi yang relevan c. Metode mengangkat beban Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua prinsip: -



Otot lengan lebih banyak digunakan daripada otot punggung Untuk memulai gerakan horizontal, maka digunakan momentum berat badan.



Metode ini termasuk lima faktor dasar: 1. Posisi kaki yang benar 2. Punggung yang kuat dan kekar 3. Posisi lengan dejat dengan tubuh 4. Mengangkat dengan benar 5. Menggunakan berat badan d. Supervisi medis Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis secara teratur. -



Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya



-



dan mendeteksi bila ada kelainan Nasehat tentang hygiene dan kesehatan harus diberikan



Dalam sistem desain manusia-mesin harus ditentukan sejak dini apakah pekerjaan tersebut sebaiknya dikerjakan oleh manusia atau mesin. Manusia memiliki keterbatasan (biological limitation). 1. Fisiologi : kekuatan, rentang waktu, ketahanan fisik, kapasitas 2. Psikologi : kemampuan intelektual, performa, toleransi dan komunikasi 3. Antropometri : bentuk tubuh, struktur otot, panjang lengan dan tungkai bawah. Ukuran-ukuran antropometri yang dapat dijadikan dasar untuk penempatan alat-alat kerja adalah sebagai berikut : a. Berdiri : tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul depan, panjang lengan. 19



b. Duduk : tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut c. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm dibawah siku. d. Dari segi otot sikap duduk yang baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari segi tulang dianjurkan duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. e. Tempat duduk yang baik adalah : - Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai tinggi lutut, sedangkan paha dalam keadaan datar. - Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm. - Papan tolak punggung tingginya dapat diatur dan menekan pada punggung. f. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37 derajat kebawah,sedangkan untuk pekerjaan duduk arah penglihatan 23-44 derajat kebawah. Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat. g. Kemampuan beban fisik maksimal ditentukan sebesar 50 kg (ILO) h. Kemampuan seseorang bekerja adalah 8-10 jam per hari, dimana jika lebih akan menurunkan efisiensi dan kualitas kerja. 4. Nutrisi : pengambilan kalori dan status gizi 5. Klinik : kepribadian dan status kesehatan 3.2.2 Pemindahan Barang Secara Manual6,7 Pengertian pemindahan beban secara manual, menurut American Material Handling Society bahwa material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi



penanganan (handling), pemindahan (moving), Pengepakan (packaging),



penyimpanan (storing) dan pengawasan (controlling) dari material dengan segala bentuknya. Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada kegiatan pushing dan pulling di dalam kegiatan MMH. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di dalam industri antara lain : 1. Kegiatan pengangkatan benda (LiftingTask)



20



2. Kegiatan pengantaran benda (Caryying Task) 3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task) 4. Kegiatan menarik benda (Pulling Task)



Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : -



Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada



-



ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat. Pemindahan bahan secara manual jika tidak dilakukan secara ergonomis akan



menimbulkan kecelakaan kerja, yaitu kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh beban angkat yang berlebihan. Data mengenai insiden tersebut telah mencapai nilai ratarata 18% dari seluruh kecelakaan selama tahun 1982-1985 menurut data statistik tentang kompensasi para pekerja di Negara bagian New South Wales Australia. Dari data kecelakaan ini 93% diantaranya diakibatkan oleh strain (rasa nyeri) yang berlebihan, sedangkan 5% lainnya pada hernia. Dari data tentang strain 61% diantaranya berada pada bagian punggung. Rasa nyeri yang kronis ini membutuhkan penyembuhan yang cukup lama. Disamping itu, biaya yang dikeluarkan merupakan bagian dominan dari keseluruhan biaya kecelakaan. Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya nyeri punggung (back injur y) adalah arah beban yang akan diangkat dan frekuensi aktivitas pemindahan. Usaha untuk mengurangi hal tersebut adalah dengan cara mengadakan pelatihan, pendidikan dan penyuluhan tentang pengaruh negatifnya serta perhatian khusus pada perancangan produk yang nantinya akan dikonsumsi masyarakat. Masyarakat harus sadar bahwa pada usia menengah (diatas 40 tahun) merupakan usia yang berpeluang besar untuk mendapatkan resiko ini. Beberapa parameter yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : -



Beban yang harus diangkat. Perbandingan antara berat bahan dan operator. Jarak horisontal dari beban terhadap operator. 21



Ukuran beban yang diangkat (beban yang berdimensi besar akan mempunyai jarak



-



pusat gravitasi yang lebih jauh dari tubuh dan dapat mengganggu jarak pandangan). Manual Material Handling Menurut OSHA Akivitas manual material handling merupakan sebuah aktivitas memindahkan beban oleh tubuh secara manual dalam rentang waktu tertentu. Berbeda dengan pendapat di atas menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mengklasifikasikan kegiatan manual material handling menjadi lima yaitu : 1. Mengangkat/Menurunkan (Lifting/Lowering)



Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah menurunkan barang.



Gambar 2.3. Lifting/lowering 2.



Mendorong/Menarik (Push/Pull) Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh dengan usaha yang bertujuan untuk memindahkan obyek. Kegiatan menarik kebalikan dengan itu.



Gambar 2.4. Push/pull 3. Memutar (Twisting)



22



Kegiatan memutar merupakan kegiatan MMH yang merupakan gerakan memutar tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian bawah berada dalam posisi tetap. Kegiatan memutar ini dapat dilakukan dalam keadaan tubuh yang diam.



Gambar 2.5. Twisting



4. Membawa (Carrying)



Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang atau mengambil barang dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total pekerja.



Gambar 2.6. Carrying 5. Menahan (Holding)



Memegang obyek saat tubuh berada dalam posisi diam (statis)



Gambar 2.7. Holding A. Batasan Angkat Secara Legal (Legal Limitations)



23



Dalam rangka menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa batasan angkat secara legal dari berbagai Negara bagian benua Australia yang digunakan untuk pabrik dan sistem bisnis manufaktur lainnya. Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional. Adapun variabelnya adalah sebagai berikut : -



-



Pria dibawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 14 kg Pria usia diantara 16 tahun dan 18 tahun , maksimum angkat 18 kg Pria usia lebih dari 18 tahun , tidak ada batasan angkat Wanita usia diantara 16 tahun dan 18 tahun , maksimum angkat 11 kg Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat adalah 16 kg Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang



belakang bagi para wanita (back injuries incidence to women). Batasan angkat ini akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat. Batasan angkat di Indonesia ditetapkan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi



dan



Koperasi



No.



PER.01/Men/1978



tentang



Kesehatan



dan



Keselamatan Kerja dalam bidang Penebangan dan Pengangkutan Kayu. Beban angkat ditetapkan dengan dasar perhitungan 5/7 kg berat badan., contohnya seorang lelaki dengan berat badan 70 kg berarti beban yang dapat diangkat sebesar 50 kg. B. Batasan Angkat Secara Biomekanika Batasan angkat biomekanika adalah analisa biomekanika tentang rentang postur atau posisi aktivitas kerja, ukuran badan dan ukuran manusia. Kriteria keselamatan adalah berdasarkan beban tekan (compression load) pada intervertebral disc antara lumbar nomor lima dan sacrum nomor satu (L5/S1). National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) Amerika Serikat merekomendasikan batasan angkat sebagai berikut : 1. Batasan gaya angkat maksimum yang diijinkan (the maximum permissible limit) adalah berdasarkan gaya tekan sebesar 6500 Newton pada L5/S1. 2. Batasan gaya angkat normal (the action limit) adalah berdasarkan gaya tekan



sebesar 3500 Newton pada L5/S1. C. Batasan Angkat Secara Fisiologis Batasan angkatan secara fisiologis ditetapkan dengan mempertimbangkan rata- rata beban metabolisme dan aktivitas angkat berulang (repetitive lifting) atau dapat juga ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen. Metode lain adalah dengan cara 24



pengukuran langsung pada tekanan yang ada di adalam perut (intra abdominal pressure) selama aktivitas angkat dan menghasilkan batasan gaya angkat terhadap beban kerja manual. D. Batasan Angkat Secara Psiko – Fisik Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berupaya mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang berbeda-beda. Ada tiga kategori posisi angkat yang ditemukan yaitu: 1. Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman (knuckle height) 2. Dari ketinggian genggaman tangan (knuckle height) ke ketinggian bahu (shoulder height) 3. Dari ketinggian bahu (shoulder height) ke maksium jangkauan tangan



vertikal (vertical arm reach) 3.3 Hubungan Penyakit dengan Faktor Pajanan Terpilih Kejadian gangguan muskuloskeletal, khususnya low back pain dipengaruhi oleh faktor ergonomis yang buruk. Faktor ergonomis yang buruk sering terjadi pada pekerjaan yang memerlukan kegiatan penanganan material secara manual atau Manual Material Handling. Manual Material Handling (MMH) merupakan kegiatan pengangkatan benda, pengantaran benda, mendorong benda dan menarik benda yang dilakukan oleh pekerja. Kegiatan MMH yang dilakukan secara berulang-ulang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal seperti gangguan pada otot leher, otot lengan, otot kaki dan punggung. Low back pain yang disebabkan oleh pekerjaan merupakan gangguan muskuloskeletal yang paling sering disebabkan oleh kegiatan MMH. Sekitar 25% pekerja di Eropa mengalami keluhan low back pain akibat pekerjaannya yang memerlukan MMH.8



Gambar 2.8. Postur tubuh yang salah dalam mengangkat beban9 25



Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan low back pain akibat kegiatan MMH, yaitu9: 1. Beban Beban yang terlalu berat dapat meningkatkan resiko terjadinya low back pain. Beban yang terlalu besar juga meningkatkan resiko low back pain. 2. Tugas Resiko terjadinya low back pain terjadi bila tugas yang dilakukan terlalu sering atau terlalu lama. Selain itu, tugas yang memerlukan postur tubuh yang tidak fisiologis seperti punggung yang membungkuk, lengan yang diangkat, leher yang ditekuk akan meningkatkan resiko terjadinya low back pain. 3. Individu Faktor individu juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya low back pain. Individu yang kurang berpengalaman, umur yang lebih dari 30 tahun, kemampuan fisik yang kurang, serta gaya hidup seperti merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya low back pain. 3.4 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang Seharusnya dilaksanakan10



Tidak jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan perusahaan. Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya biaya pemeliharaan kesehatan, dan berlanjut terjadinya penurunan produktivitas karyawan. Pihak manajemen seharusnya mampu mengakomodasi persoalan karyawan sejauh terkait dengan kepentingan perusahaan.



Pertimbangannya adalah bahwa unsur kesehatan dan karyawan memegang



peranan penting dalam peningkatan mutu kerja karyawan. Semakin cukup jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan dan keamanan kerja maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawan. Dengan demikian perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya pengembangan bisnisnya. Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja di kalangan karyawan sesuai dengan kondisi perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi: a. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial, kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum. 26



b. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatankesepakatan. c. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul. d. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat bergantung



pada



kondisi



perusahaan.



Secara



umum



program



memperkecil



dan



menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat dikelompokkan : telahan personal, pelatihan keselamatan kerja, sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja. a. Telaahan Personal Telahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja: 1. faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya, 2. ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan derajat kecelakaan karyawan yang kritis, dan 3. tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya. b. Sistem Insentif Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa 27



yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya. c. Pelatihan Keselamatan Kerja Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya. d. Peraturan Keselamatan Kerja Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang. Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program K3 berjalan efektif yaitu: 1. Pendekatan Keorganisasian a. Merancang pekerjaan, b. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program, c. Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja, d. Mengkoordinasi investigasi kecelakaan. 2. Pendekatan Teknis a. Merancang kerja dan peralatan kerja, b. Memeriksa peralatan kerja, c. Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi. 3. Pendekatan Individu a. Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja, b. Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja, c. Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program insentif. BAB IV PEMBAHASAN Dunia industri di Indonesia sudah maju dan serba otomatis, namun masih banyak yang menggunakan tenaga manusia untuk penanganan material dan alat-alat manual dalam hal produksi. Pada pekerjaan yang membutuhkan penanganan manual, manusia dituntut untuk 28



mempunyai kemampuan lebih agar bisa menghasilkan sesuatu sesuai yang diinginkan, tetapi manusia mempunyai keterbatasan baik dari segi fisik maupun psikologik, sehingga pada pekerja sering ditemukan kasus-kasus yang berkaitan dengan keluhan gangguan muskuloskeletal.11 Gangguan muskuloskeletal atau musculoskeletal disorders (MSDs) adalah cidera atau penyakit pada sistem saraf atau jaringan seperti otot, tendon, ligamen, tulang sendi, tulang rawan ataupun pembuluh darah. Rasa sakit akibat gangguan muskuloskeletal dapat digambarkan seperti kaku, tidak fleksibel, panas atau terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Trauma kecil yang diterima dari pekerjaan oleh tubuh disebut “Trauma Bucket”. Tubuh dapat menyembuhkan gangguan muskuloskeletal dengan sendirinya, akan tetapi dibutuhkan waktu tertentu. Kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri diibaratkan “Valve Healing”. Manusia dengan kemampuannya yang terbatas jika terlalu banyak dan sering mendapatkan trauma akan memicu terjadinya gangguan muskuloskeletal.1 World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa faktor risiko pekerjaan secara global untuk sejumlah kesakitan dan kematian termasuk di dalamnya 37% nyeri punggung, salah satu gangguan muskuloskeletal dan masalah yang paling sering terjadi. 11 Menurut Depkes RI (2005), 40,5% pekerja di Indonesia mempunyai gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaannya dan diantaranya adalah gangguan muskuloskeletal sebanyak 16%.12 Gangguan muskuloskeletal termasuk salah satu penyebab cedera dan disabilitas kerja dalam industri dan negara berkembang. Pada tahun 1996, gangguan muskuloskeletal menjadi salah satu masalah ergonomi penting yang ditemui di tempat kerja di seluruh dunia. Pencegahan gangguan muskuloskeletal pada pekerja dipertimbangkan sebagai prioritas nasional di banyak negara.13 Secara umum, faktor risiko terjadinya gangguan muskuloskekletal yaitu dilihat dari faktor pekerjaan (postur kerja, durasi, frekuensi, beban dan alat perangkai/genggaman), faktor pekerja (usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani), faktor lingkungan (getaran, suhu dan pencahayaan) dan faktor psikososial.14 Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh sekelompok mahasiswa di Perusahaan Sumber Djantin, yang telah berdiri sejak tahun 1955, penyakit tersering yang dikeluhkan oleh karyawan di perusahaan ini adalah gangguan muskuloskeletal berupa tangan, leher dan pinggang. Perusahaan ini tidak memiliki dokter hiperkes untuk pelayanan K3 di perusahaan. Pekerja yang bekerja di Perusahaan Sumber Djantin merupakan peserta BPJS, oleh karena itu 29



apabila ada pekerja yang mengalami masalah kesehatan maka akan langsung pergi ke fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ada di daerah tempat tinggalnya. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa gangguan muskuloskeletal yang paling banyak dikeluhkan adalah bagian leher atas, bahu kiri dan bahu kanan sebanyak 21 (84 %), seperti yang terlihat pada diagram dibawah ini: Diagram 4.1. Jumlah Keluhan Pekerja Berdasarkan Lokasi Keluhan15



Keterangan: 1 : leher atas 2 : leher bawah 3 : bahu kiri 4 : bahu kanan 5 : lengan kiri atas 6 : punggung atas 7 : lengan kanan atas 8 : punggung bawah 9 : pinggang 10 : bokong



11 : siku kiri 12 : siku kanan 13 : lengan kiri bawah 14 : lengan kanan bawah 15 : pergelangan tangan kiri 16 : pergelangan tangan kanan 17 : tangan kiri 18 : tangan kanan 19 : paha kiri 20 : paha kanan



21 : lutut kiri 22 : lutut kanan 23 : betis kiri 24 : betis kanan 25 : pergelangan kaki kiri 26 : pergelangan kaki kanan 27 : telapak tangan kiri 28 : telapak tangan kanan



Jenis keluhan yang paling sering dikeluhkan yaitu pegal-pegal pada bagian tubuh sebanyak 24 keluhan (96%), seperti pada diagram berikut: Diagram 4.2. Jumlah Keluhan Pekerja Berdasarkan Jenis Keluhan15



30



Keterangan: 1 : sakit/nyeri 2 : panas



3 : kram 4 : mati rasa



5 : bengkak 6 : kaku/kesemutan



7 : pegal



Kejadian gangguan muskuloskeletal, khususnya low back pain dipengaruhi oleh faktor ergonomis yang buruk. Faktor ergonomis yang buruk sering terjadi pada pekerjaan yang memerlukan kegiatan penanganan material secara manual atau Manual Material Handling (MMH). Kegiatan MMH yang dilakukan secara berulang-ulang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal seperti gangguan pada otot leher, otot lengan, otot kaki dan punggung. Low back pain yang disebabkan oleh pekerjaan merupakan gangguan muskuloskeletal yang paling sering disebabkan oleh kegiatan MMH.



Gambar 4.1. Posisi Kerja yang



Menyebabkan Cidera Pada



Punggung Beberapa terjadinya



faktor



ergonomis



yang



menyebabkan



gangguan



muskuloskeletal pada pekerja di



Perusahaan Sumber Djantin



ialah postur tubuh, frekuensi, durasi,



dan beban. Postur tubuh yang



terlalu statis secara alamiah akan



membuat bagian tubuh tersebut stress sedangkan postur tubuh yang terlalu dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan pergerakan yang terlalu ekstrim sehingga dapat mengakibatkan cidera. Selain itu frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah dan dilakukan dengan beberapa kali akan menjadi repetitive motion, sehingga dalam melakukan suatu pekerjaan akan menstimulasi saraf reseptor menimbulkan rasa sakit. 31



Sementara itu durasi selama bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja, kenyamanan



dan konsentrasi sehingga



dapat



menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi manual handling yang lebih besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan melebihi kapasitas fisik pekerja. Sementara itu diketahui bahwa durasi kerja di perusahaan Sumber Djantin adalah 8 jam (durasi lama >2 jam). Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku. Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat barang yang berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami low back pain dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Berdasarkan hasil survei lapangan yang dilakukan, hal ini masih belum sesuai dengan aturan yang direkomendasikan sebab banyak pekerja yang melakukan MMH dengan berat 30-40 kg, yang melebihi kemampuan kerja maksimum tenaga kerja. 1



Gambar 4.2. Terlihat pekerja yang mengangkut sejumlah karet untuk dilakukan penimbangan dan pemotongan. (Berat karet sekitar 35 kg). Berikut ini adalah contoh beberapa aktivitas atau gerakan pekerja di Perusahaan Sumber Djantin yang berisiko :



32



Gambar 4.3. Pekerja yang sedang mengangkat karet dengan beban 30-40 kg serta proses pembuangan kontaminan



Gambar 4.4. Pekerja yang sedang akan mendorong kereta dorong secara manual BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 33



5.1 Kesimpulan 1. Potensi penyakit akibat kerja yang dapat ditimbulkan pada pekerja adalah seperti tendinitis, carpal tunnel syndrome (CTS), tension neck syndrome, low back pain. Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan ini karena seringnya penggunaan atau pemberian tekanan pada anggota gerak tubuh yang lebih sering digunakan pada saat bekerja di lapangan sehingga menimbulkan gejala-gejala pegal, mati rasa, kekakuan pada anggota gerak tubuh. 2. Faktor ergonomis yang dialami pekerja di PT. Sumber Djantin adalah posisi saat melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ergonomis, seperti posisi duduk yang tidak sesuai, cara mengangkat beban yang tidak sesuai, dll. 3. Low back pain (LBP) merupakan penyakit yang sering terjadi pada pekerja di PT.Sumber



Djantin. Hal ini terjadi karena adanya faktor ergonomis yang buruk sehingga dapat menimbulkan gangguan muskuloskeletal, salah satunya adalah MMH (Manual Material Handling) dimana kegiatan ini berkaitan dengan pengangkatan, pengantaran, mendorong dan menarik benda yang memiliki beban berat sehingga dapat menimbulkan risiko LBP 4. Adapun upaya program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang seharusnya dilaksanakan di PT. Sumber Djantin, antara lain: a. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja. b. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja bersifat formal ataukah informal. c. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. d. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajat keselamatan dan kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas.



5.2 Rekomendasi 1. Perlu dilakukannya sosialisasi mengenai K3. 2. Perusahaan lebih memperketat aturan dalam melakukan prosedur produksi seperti menggunakan APD serta memberikan sanksi apabila tidak mengutamakan K3.



34



DAFTAR PUSTAKA 1. Humantech. Applied Industrial Ergonomics. Ohio Bureau of Workers' Compensation; 2003. 2. Tarwaka. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerjadan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press; 2004. 3. Kroemer K. Ergonomics: How to Design for Ease and Efficience 2nd ed. New Jersey: Prentice Hall of International Series; 2001. 4. Barr AE. Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Hand and Wrist: Epidemiology, Pathophysiology, and Sensorimotor Changes. Journal of Orthopaedic and Sports Physical Therapy; 2006; 34(10): 610–627. 5. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Ergonomi Guidelines for Manual Material Handling. Columbia Parkway Cincinnati: NIOSH Publications Disseminations; 2007. 6. Setyawan, Febri Endra Budi. 2011. Penerapan Ergonomi dalam Konsep Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press 7. Fernandez, Jeffrey E., Michael Goodman. 1999. Ergonomics In The Workplace. Alexandria, VA: Exponent Health Group 8. Sanders MS, McCormick EJ. Human factors in engineering and design. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 1993. 9. European Agency for Safety and Health at Work. Hazards and risks associated with manual handling in the workplace [Internet]. [cited 2016 Jul 14]. Available from: https://osha.europa.eu/en/tools-and-publications/publications/e-facts/efact14 10. Astuti, Rahmaniyah Dwi, 2007, Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban Angkat terhadap Kelelahan Muskuloskeletal, Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 11. Riyadina, Woro, 2008, Cedera Akibat Kerja pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, 58(5): 148-152. 12. Zulfiqor, M Taufik, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculosceletal Disorders Pada Welder Di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010, Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta (Skripsi). 13. Choobineh, Alireza et al., 2007, Musculoskeletal Problems among Workers of Iranian Rubber Factory, Journal of Occupational Health, 49: 418-423. 14. Bernard, BP et al., 1997, A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-related Musculoskeltal Disorders of The Neck, Upper-extremity and Low-back, NIOSH, Cincinnati 15. Mulyadi. 2015. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN 35



PRODUKSI DI PT XYZ. Pontianak :Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. (Skripsi)



36