Laporan Pod Oil Expo Team Upn Yogyakarta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Plan of Development dalam acara Plan of Development Competition pada Oil EXPO 2015. Laporan ini merupakan laporan akhir dari pelaksanaan PLAN DEVELOPMENT LAPANGAN BETA, yang dilaksanakan berdasarkan Surat Perlombaan Plan of Development Competition OIL EXPO 2015 pada bulan Mei 2015. Penghargaan



dan



ucapan



terima



kasih



yang



tulus



kami



sampaikan kepada semua pihak khususnya kepada Tim POD UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, Tim Pembimbing POD UPN ‘Veteran’ Yogyakarta yang terdiri dari staf Dosen dan alumni, atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya yang baik dalam penyediaan data, diskusi, saran serta monitoring kualitas (quality control) pengolahan data POD selama ini sehingga studi dapat berjalan dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan



yang



ada



di



laporan



ini.



Oleh



karena



itu,



penulis



mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi pembuatan laporan yang lebih baik kedepan. Harapan kami semoga hasil studi ini bisa bermanfaat untuk Studi POD dan bisa menjadi tambahan wawasan dan pengetahuan bagi siapa saja yang membaca.



Yogyakarta, Juni 2015



Team POD UPN ”Veteran” Yogyakarta



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL



i



KATA PENGANTAR



ii



DAFTAR ISI



iii



DAFTAR GAMBAR



vi



DAFTAR TABEL



xi



BAB I EXECUTIVE SUMMARY



1



BAB II GEOLOGICAL FINDING AND REVIEWS



3



2.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan 2.2. Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan 2.3. Petroleum Play 2.4. Interpretasi Geologi Lapangan Beta



3 21 26 29



BAB III RESERVOIR DESCRIPTION



68



3.1. Kondisi Reservoir 3.2. Hydrocarbon In-Place



68 81



BAB IV CADANGAN DAN RAMALAN PRODUKSI



82



4.1. Klasifikasi Cadangan 4.2. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon 4.3. Simulasi Reservoir 4.4. Inflow Performance Relationship



82 84 91 97



BAB V DRILLING AND COMPLETION



102



5.1. Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan 5.2. Tujuan Pemboran 5.3. Data Sumur 5.4. Ringkasan Operasi Pemboran 5.5. Program Pahat 5.6. Program BHA 5.7. Perencanaan Desain Lumpur (Mud Program) 5.8. Casing Design 5.9. Program Semen 5.10. Profil Sumur 5.11. Completion 5.12. Desain BOP



102 113 113 114 115 115 116 117 118 119 121 121



iii



5.13.Waktu Rencana Pelaksanaan Pemboran dan Estimasi Biaya Pemboran 121 5.14. Program Kerja 125 BAB VI FASILITAS PRODUKSI



133



6.1. Fasilitas Sumuran 6.2. Fasilitas Transportasi ke Stasiun Pengumpul 6.3. Fasilitas Stasiun Pengumpul



133 135 136



BAB VII FIELD DEVELOPMENT SCENARIO



145



7.1. Sejarah Lapangan Beta 7.2. Tahapan Pengembangan Lapangan. 7.3. Skenario Pengembangan Lapangan. 7.4. Strategi Pengembangan Lapangan



145 145 146 152



BAB VIII HSE DAN CSR



157



8.1. Perumusan Masalah 157 8.2. Safety Golden Rules Pt. Sangsaka Energy 157 8.3.Tujuan Dan Manfaat Melakukan Eba (Environmental Baseline Assessment) 158 8.4. Penerapan Safety Training Observation Program (Stop) 159 8.5. Lokasi Kajian 161 8.6. Analisis Penentuan Kawasan Sensitif 163 8.7. Pelaksanaan 175 8.8. Corporate Social Responsibility (Csr) 183 BAB IX ABANDONMENT AND SITE RESTORATION PLAN



192



9.1. Proses Abandonment Pada Sumur 9.2. Proses Restorasi Pada Site Pemboran Dan Abandont Well



192 194



BAB X PROJECT SCHEDULE & ORGANIZATION



196



BAB XI LOCAL CONTENT



198



BAB XII COMERCIAL



201



12.1. Biaya Proyek 12.2. Analisa Keekonomian Skenario. 12.3. Analisa Sensitivitas. 12.4. Kesimpulan Keekonomian



201 205 214 216



iv



BAB XIII CONCLUTION AND RECOMENNDATION



218



13.1. CONCLUTION 13.2. RECOMENNDATION



218 218



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



v



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1. Fisiografi dan batas Cekungan Sumatera Selatan (Hutchison,1996).



4



Gambar 2.2. Fisiografi dan Lokasi Kavling Sumur Beta.



4



Gambar 2.3. Kolom staritgrafi Cekungan Sumatera Selatan (Van Bemmelen 1973).



7



Gambar 2.4. Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatera (Heidrick dan Aulia, 1993)



14



Gambar 2.5. Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model(Pulonggono dkk, 1992).



16



Gambar 2.6. Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992)



17



Gambar 2.7. Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992)



18



Gambar 2.8. Kiri: Struktur Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan (De Coster (1974)) 19 Gambar 2.9. Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Kingston, 1988). 21 Gambar 2.10. Diagram segitiga Sub-Cekungan Jambi (Manaf dan Mujahidin, 1993).



22



Gambar 2.11.Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan (Barber 2005 ) 25 Gambar 2.12.Petroleum system dan tektonostratigrafi Cekugan Sumatera Seletan 28 Gambar 2.13.Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan berkaitan dengan migrasi Hidrokarbon 29 Gambar 2.14. Korelasi Stratigrafi Sumur Beta



30



Gambar 2.15. Korealsi Struktur sumur Beta arah SW – NE



32



Gambar 2.16. Line SW – NE sesimik dan basemap



33



Gambar 2.17. Line seismik ESE – WNW dan basemap



34



Gambar 2.18. Struktur Beta skala 1 : 250.000



35



Gambar 2.19. Peta Sturktur Beta skala 1 : 25.000



35



Gambar 2.20. Interpretasi lingkungan Pengendapan di Sumur Beta



39



vi



Gambar 2.21. Peta Fasies Lapisan Z 380



40



Gambar 2.22. Peta Fasies Lapisan Z 450



41



Gambar 2.23. Peta Fasies Lapisan Z 650



43



Gambar 2.24. Peta top structure lapisan Z 380



45



Gambar 2.25. Peta bottom structure dari lapisan Z 380



45



Gambar 2.26. Peta 3D depth structure dari lapisan Z 380



46



Gambar 2.27. Peta top structure dari lapisan Z 450



47



Gambar 2.28. Peta bottom structure dari lapisan Z 450



47



Gambar 2.30. Peta 3D depth structure dari lapisan Z 450



48



Gambar 2.31. Peta Top structure dari lapisan Z 650



49



Gambar 2.32. Peta Bottom structure dari lapisan Z 650



49



Gambar 2.33. Peta 3D structure dari lapisan Z 650



50



Gambar 2.34. Peta isopach net-sand lapisan Z 380



51



Gambar 2.35. Peta isopach net-sand lapisan Z 450



52



Gambar 2.36. Peta isopach net-sand lapisan Z 650



53



Gambar 2.37. Peta distribusi porositas efektif lapisan Z 380



54



Gambar 2.38. Peta distribusi porositas efektif lapisan Z 450



55



Gambar 2.39. Peta distribusi porositas efektif lapisan Z 650



56



Gambar 2.40. Peta distribusi permeabilitas lapisan Z 380



57



Gambar 2.41. Peta distribusi permeabilitas lapisan Z 450



58



Gambar 2.42. Peta distribusi permeabilitas lapisan Z 650



59



Gambar 2.43. Peta Oil Pay lapisan Z 380



61



Gambar 2.44. Peta Oil Pay lapisan Z 450



63



Gambar 2.45. Peta Oil Pay lapisan Z 650



65



Gambar 3.1. Kurva Permeabilitas Relatif Sistem Minyak-Air



73



Gambar 3.2. Kurva Permeabilitas Relatif Sistem Gas-Minyak



73



Gambar 3.3. (a) Viskositas oil vs Tekanan; (b) FVF oil vs Tekanan; (c) GOR vs Tekanan untuk Lapisan Z380 77 Gambar 3.4. (a) Viskositas oil vs Tekanan; (b) FVF oil vs Tekanan; (c) GOR vs Tekanan untuk Lapisan Z450 78 Gambar 3.5. (a) Viskositas oil vs Tekanan; (b) FVF oil vs Tekanan; (c) GOR vs Tekanan untuk Lapisan Z650 79



vii



Gambar 3.6. Diagram Fasa Volatile Oil



80



Gambar 4.1. Klasifikasi cadangan berdasarkan PRMS 2007



82



Gambar 4.2. Data Sumuran Dalam Penentuan Kriteria Cadangan secara Vertikal 85 Gambar 4.3. Penentuan Kategori Cadangan pada Lapisan Z 380 A



85



Gambar 4.4. Penentuan Kategori Cadangan pada Lapisan Z 450 A



86



Gambar 4.5. Penentuan Kategori Cadangan pada Lapisan Z 650 A



86



Gambar 4.6. 3D Depth Structure (mD) Lapangan Beta



93



Gambar 4.7. 3D Isopermeability (mD) Lapangan Beta



93



Gambar 4.8. 3D Isoporosity (mD) Lapangan Beta



94



Gambar 4.9 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Vertical 2 Zona (450, 650) (Ql = 160 BLPD, Pwf = 320 psia) 97 Gambar 4.10 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Vertical 3 zona (380, 450, 650) (Ql = 305 BLPD, Pwf = 295 psia)



98



Gambar 4.11 Analisa Nodal Untuk Sumur Komplesi Horizontal 3 Zona (380, 450, 650) Radial 2 Arah 200 m (Ql = 455 BLPD, Pwf = 240) 98 Gambar 4.12 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 3 Zona (380, 450, 650) Radial 4 Arah 200 m (Ql = 760 BLPD, Pwf = 220 psia) 99 Gambar 4.13 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 3 Zona (380, 450, 650) 400 m (Ql = 170 BLPD, Pwf = 250 psia) 99 Gambar 4.14 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 2 Zona (450, 650) 200 m (Ql = 160 BLPD, 240 psia) 100 Gambar 4.15 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 2 Zona (450, 650) 400 m (Ql= 220 BLPD, Pwf = 249 psia) 100 Gambar 5.1. Peta Lokasi Kavling Beta



102



Gambar 5.2. Peta lokasi Cekungan Sumatra Selatan



103



Gambar 5.3. Fisiografi cekungan Sumatra Selatan



105



Gambar 5.4. Kolom staritgrafi cekungan Sumatra Selatan



107



Gambar 5.5. Estimasi Waktu Pemboran



123



Gambar 6.1 Jalur Pipa Salur Lapangan Beta



135



viii



Gambar 6.2 Skema Fasilitas di Stasiun Pengumpul Lapangan Beta



140



Gambar 6.3 Skema Water Treatment Plant OPUS II



141



Gambar 7.1 Grafik Perbandingan Produksi setiap Skenario



151



Gambar 7.2 Grafik Perbandingan kumulatif Produksi setiap Skenario



151



Gambar 8.1. Siklus STOP



160



Gambar 8.2. Lokasi Lapangan Beta



162



Gambar 8.3. Lokasi Sumur Beta



163



Gambar 8.4 Peta Kawasan Rawan Bencana Kab Musi Banyuasin



168



Gambar 8.5 Peta kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi Kabupaten Musi Banyuasin 169 Gambar 8.6 Peta kawasan Rawan Bencana Kekeringan Kabupaten Musi Banyuasin 169 Gambar 8.7 Peta Penggunaan lahan kawasan Musi Banyuasin



171



Gambar 8.8. Diagram Alir Management K3 di PT Sangsaka Energy



176



Gambar 8.9. Proses Pengelolaan Limbah Wilayah Kerja Pertambangan



178



Gambar 9.1. Abandon Well single completion



193



Gambar 9.2. Abandon Well Comingle completion



194



Gambar 9.3 Abandon Well



195



Gambar 10.1 Schedule Skenario 1



196



Gambar 10.2 Schedule Skenario 2



196



Gambar 10.3 Schedule Skenario 3



197



Gambar 10.4 Schedule Skenario 4



197



Gambar 12.1. Skema PSC di Indonesia



201



Gambar 12.2 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor



205



Gambar 12.3 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor Skenario 1 207 Gambar 12.4 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor Skenario 2



208



Gambar 12.5 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor Skenario 3 210 Gambar 12.6 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor



ix



Skenario 4



211



Gambar 12.7 Goverment Take & Investasi



213



Gambar 12.8 Contractor Take & Investasi



213



Gambar 12.9. Spider Diagram ROR



214



Gambar 12.10. Spider Diagram NPV Contractor



215



Gambar 12.11. Spider Diagram NPV Government



215



x



DAFTAR TABEL



Tabel II-1. Nilai Kedalaman TVDSS lapisan Zonia Interest



31



Tabel II-2. Nilai Properti Petrofisika Pada Z 380



37



Tabel II-3. Nilai Properti Petrofisika Pada Z 450



37



Tabel II-4. Nilai Properti Petrofisika Pada Z 650



37



Tabel II-5. Properti Petrofisik Core sumur Beta 4



38



Tabel II-6. Ketebalan gross sand lapisan interest.



39



Tabel II-7. Tabel Net Sand Tiap Lapisan Reservoir



51



Tabel II-8. Persebaran nilai Porositas efektif Lapisan reservoir



54



TabelII-9. Persebaran Permeabilitas tiap sumur



57



Tabel II-10. Perhitungan Volume Bulk C1 Lapisan Z 380



62



Tabel II-11. Perhitungan Volume Bulk C2 Lapisan Z 380



62



Tabel II-12. Perhitungan Volume Bulk C1 Lapisan Z 450



64



Tabel II-13. Perhitungan Volume Bulk C2 Lapisan Z 380



64



Tabel II-14. Perhitungan Volume Bulk Lapisan Z 650



66



Tabel III-1. Kondisi Mula-mula Reservoir Tiap Lapisan



68



Tabel III-2. Jenis Alat Log yang digunakan di Lapangan Beta



69



Tabel III-3. Porositas Efektif Rata-rata tiap Lapisan



70



Tabel III-4. Data Tekanan Kapiler



71



Tabel III-5. End Poin Data Kurva Permeabilitas Relatif



74



Tabel III-6. Data densitas dan API gravity tiap lapisan



70



Tabel III-7. Data viskositas dan FVF formasi tiap lapisan hasil simulasi 70 Tabel III-8. Original Oil In-Place dengan Metode Volumetrik



81



Tabel IV-1. Data properti reservoir perhitungan P1.



87



Tabel IV-2. Data properti reservoir perhitungan P2.



88



Tabel IV-3. Data properti reservoir perhitungan P3.



88



Tabel IV-4. Cadangan Lapangan Beta



89



Tabel IV-5. Harga Estimate Ultimate Recovery tiap Lapisan



90



Tabel IV-6 Karakteristik Pemodelan Reservoir Untuk Lapangan Beta



92



xi



Tabel IV-7 Perbandingan OOIP Hasil Simulasi dan Volumetrik



95



Tabel IV-8 Scenario Pengembangan Lapangan Beta



96



Tabel V-1. Skenario



114



Tabel V-2. Bit Program



115



Tabel V-3. Program BHA



116



Tabel V-4. Program Lumpur



117



Tabel V-5. Perencanaan Casing



118



Tabel V-6. Program Semen



118



Tabel V-7. Estimasi Waktu Pemboran



122



Tabel V-8. Estimasi Biaya Pemboran



123



Tabel VI-1 Performa WTP OPUS II



143



Tabel VI-2 Perancanaan Pengadaan Fasilitas Produksi Lap Beta



143



Tabel VII-1 Skenario 1



147



Tabel VII-2 Skenario 2



148



Tabel VII-3 Skenario 3



149



Tabel VII-4 Skenario 4



150



Tabel VII-5 Np dan RF Tiap Skenario Pengembangan Lapangan Beta 150 Tabel VIII.1. DAS Kabupaten Musi Banyuasin



166



Tabel XI-I Daftar TKDN Lapangan Beta



200



Tabel XII-1 Hasil Keekonomian Basecase



205



Tabel XII-2 Hasil Keekonomian Skenario 1



206



Tabel XII-3 Hasil Keekonomian Skenario 2



208



Tabel XII-4 Hasil Keekonomian Skenario 3



209



Tabel XII-5 Hasil Keekonomian Skenario 4



211



Tabel XII-6 Perbandingan Keekonomian Tiap Skenario



212



xii



BAB I EXECUTIVE SUMMARY



Struktur Beta berada di Cekungan Sumatra selan, secara geografis terletak di sekitar Musi banyu asin. Target reservoir yang akan dikembangkan yaitu batupasir Formasi Air benakat yang terdiri dari 5 lapisan yaitu Z380, R10, Z450, Z550 dan Z650. Namun hanya 3 lapisan yang akan di produksikan yaitu Z380, Z450, dan Z650.Batuan tudung/ seal rock secara regional untuk reservoir air benakat, shale formasi muara enim dan shale sisipan tuff formasi air benakat. Pengendapan formasi air benakat secara regional dapat ditafsirkan sebagai fase regresi yang ditandai dengan endpan laut dangkal yang terprogradasi menjadi lingkungan transisisi. Perangkap yang terbentuk adalah tipe struktur antiklin tersesar yang berarah relative NW –SE. Berdasarkan data yang ada dapat diketahui Porositas rata-rata lapisan Z380 porositas 0.17 dan saturasi air rata-rata 0.3, sedangkan lapisan Z450 porositas 0.17 dan saturasi air rata-rata 0.3 dan lapisan terakhir yaitu lapisan Z650 porositas rata-rata 0.15 dan saturasi awal 0.3. Dari hasil perhitungan cadangan dengan metode volumetrik, kandungan minyak mula-mula (OOIP) pada lapisan Z380 sebesar 5.122 MMSTB, OOIP pada lapisan Z450 sebesar 11.437 MMSTB dan pada lapisan Z650 sebesar 4.889, sehingga total OOIP dari ketiga lapisan tersebut sebesar 21.45 MMSTB. Perhitungan penentuan kategori cadangan dilakukan berdasarkan pendekatan volumetrik berdasarkan data tes sumur, interpretasi logging, data produksi porositas. Dari hasil pendekatan secara volumetrik untuk P1 (lapisan Z380+Z450+Z650) = 5.189 MMbbl dan untuk 2P (lapisan Z380+Z450+Z650)



=



20.277



MMbbl,



sedangkan



3P



(lapisan



Z380+Z450+Z650) = 21.449 MMbbl. Kategori cadangan 2P dipilih sebagai perhitungan untuk penentuan reserves production forecast yaitu sebesar 1



4.928 untuk lapisan Z380, 10.459 MMbbl untuk lapisan Z450 dan 4.889 MMSTB untuk lapisan Z650. Berdasarkan perhitungan JJ Arps (depletion drive) nilai RF lapisan Z380 sebesar 43.22 %, RF lapisan Z450 sebesar 37.31% dan Z650 sebesar 35,42 %. Dari JJ Arps ini dapat di estimasi seberapa besar minyak yang dapat diproduksikan dari ooip yang dimiliki oleh reservoir. Lapangan beta hanya diberikan pada kontraktor pada 30 desember 2003 dan lapangan ini diberikan kontrak selama 30 tahun. Lapangan ini hanya memiliki 4 sumur, Sumur pertama dibuat pada tahun 2007 dan sumur-sumur yang ada diproduksikan pada awal tahun 2010. Untuk melakukan prediksi pada lapangan beta dpergunakan metode simulasi reservoir. Dari data geologi dan reservoir yang ada, dapat dibuat model reservoir untuk dilakukan simulasi. Dari simulasi ini dapat diketahui performance produksi. Sehingga dapat dilakukan prediksi seberapa besar hidrokarbon



yang



dapat



diproduksikan



dari



reservoir.untuk



dapat



mendapatkan recovery yang semaksimal mungkin, maka dapat dilakukan skenario-skenario pengembangan lapangan. Terdapat 4 Skenario pengembangan lapangan Angelo, dari skenario yang diberikan berdasarkan dari segi teknis maupun segi keekonomian, maka dipilihlah skenario 3. Skenario 3 ini terdiri dari (Basecase + 4 infill vertikal, 3 Infill Horizontal, 3 infill Multilateral, 2 injeksi gas dan 1 injeksi air.). Skenario ini dipilih karena dengan melakukan investasi sebesar 74,677,535 US$ akan memberikan keuntungan yang baik berdasarkan indikator keekonomian, yaitu ROR yang didapatkan dari perhitungan skenario 3 sebesar 19.68% dan POT sebesar 4.38 tahun, Net Cash Flow untuk kontraktor sebesar 36,585,945 US$ dan Net Cash Flow untuk pemerintah sebesar 203,119,938 US$.



2



BAB II GEOLOGICAL FINDING AND REVIEWS



2.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan 2.1.1. Fisiografi Cekungan Sumatera Selatan Cekungan



Sumatera



Selatan



merupakan



cekungan



yang



menghasilkan hidrokarbon paling produktif dalam tatanan cekungan belakang busur. Cekungan ini dibatasi oleh Selat Malaka di bagian Timur, Tinggian Tigapuluh di Utara, serta bentangan Bukit Barisan di bagian Barat. Daerahnya hampir semua berada di darat dan hanya sebagian kecil di lepas pantai. Cekungan Sumatera Selatan mencakup luas area sekitar 119.000 km2 dengan ketebalan sedimen tersier rata-rata 3.5 km. Secara fisiografis bagian Selatan dari Sumatera ini dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu: 1.Cekungan Sumatera Selatan, 2.Bukit Barisan dan Tinggian Lampung, 3.Cekungan Bengkulu, meliputi lepas pantai antara daratan Sumatera dan rangkaian pulau di sebelah Barat Sumatera, 4.Rangkaian kepulauan (fore arc ridge) di sebelah Barat, yang membentuk suatu busur bukan gunung api di sebelah Barat Pulau Sumatera (Gambar 2.1.).



3



Gambar 2.1. Fisiografi dan batas Cekungan Sumatera Selatan (Hutchison,1996).



Sedangkan fisiografi berserta lokasi daerah telitian, yaitu lokasi sumur beta berada pada Cekungan Sumatera Selatan ditampilkan pada Gambar 2.2. berikut:



Gambar 2.2. Fisiografi dan Lokasi Kavling Sumur Beta.



4



Berdasarkan konsep Tektonik Lempeng, kedudukan cekungan migas Tersier di Indonesia bagian Barat berkaitan dengan busur kepulauan. Dalam sistem ini dikenal adanya cekungan busur belakang, cekungan busur depan dan cekungan antar busur. Cekungan



Sumatera



Selatan



telah



mengalami



empat



kali



orogenesa, yakni pada zaman Mezosoikum Tengah, Jura Awal –Kapur Awal, Kapur Akhir – Tersier Awal, Plio-Pleistosen. Setelah orogenesa terakhir dihasilkan kondisi struktur geologi regional seperti terlihat pada saat ini, yaitu: 



Zone Sesar Semangko, merupakan hasil tumbukan antara Lempeng Sumatera Hindia dan Pulau Sumatera, akibat tumbukan ini menimbulkan gerak sesar geser menganan (right lateral) diantara keduanya.







Perlipatan dengan arah utama Barat Laut – Tenggara, sebagai hasil efek gaya kopel sesar Semangko.







Sesar-sesar yang berasosiasi dengan perlipatan dan sesar-sesar Pra Tersier yang mengalami peremajaan.



2.1.2. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Tatanan stratigrafi pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (braided stream deposit) yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja) pada bagian atas Formasi Talang



Akar.



Fase



Transgresi



maksimum 5



ditunjukkan



dengan



diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari serpih laut dalam. Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi batupasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta, dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan, pumice dan konglemerat. Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan tahap susut laut. Sedimen – sedimen yang terbentuk pada tahap genang laut disebut Kelompok Telisa (De Coster, 1974, Spruyt, 1956), dari umur Eosen Awal hingga Miosen Tengah terdiri atas Formasi Lahat.



6



Gambar 2.3. Kolom staritgrafi Cekungan Sumatera Selatan (Van Bemmelen 1973). Sedimentasi yang terjadi di Cekungan Sumatera Selatan berlangsung pada dua fase (Jackson, 1961), yaitu: -



Fase transgresi, diendapkan dari kelompok Telisa, yang terdiri dari Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai. Kelompok Telisa ini diendapakan secara tidak selaras di atas Batuan induk Pra-Tersier.



-



Fase regresi, pada fase ini dihasilkan endapan dari kelompok Palembang yang terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara enim, dan Formasi Kasai. 7



Berikut adalah penjabaran stratigrafi dari tua ke muda: 1. Batuan Dasar Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum Akhir dan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh, dan Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur Permian, granit, dan filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat. Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur granit adalah Jura. Hal ini berarti granit mengintrusi batuan filit. 2. Formasi Lahat (LAF) Menurut Spruyt (1956), Formasi ini terletak secara tidak selaras di atas batuan dasar, yang terdiri atas lapisan-lapisan tipis tuf andesitik yang secara berangsur berubah keatas menjadi batu lempung tufan. Selain itu breksi andesit berselingan dengan lava andesit, yang terdapat dibagian bawah. Batulempung tufan, segarnya berwarna hijau dan lapuknya berwarna ungu sampai merah keunguan. Menurut De Coster (1973) formasi ini terdiri dari tuf, aglomerat, batulempung, batupasir tufan, konglomeratan dan breksi yang berumur Eosen Akhir hingga Oligosen Awal. Formasi ini diendapkan dalam air tawar daratan. Ketebalan dan litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lainnya karena bentuk cekungan yang tidak teratur, selanjutnya pada umur Eosen hingga Miosen Awal, tejadi kegiatan vulkanik yang menghasilkan andesit 8



(Westerveld, 1941 vide of side katilli 1941), kegiatan ini mencapai puncaknya pada umur Oligosen Akhir sedangkan batuannya disebut sebagai batuan “Lava Andesit tua” yang juga mengintrusi batuan yang diendapkan pada Zaman Tersier Awal. Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 – 850 m. 3. Formasi Talang Akar (TAF) Nama Talang Akar berasal dari Talang Akar Stage (Martin, 1952) nama lain yang pernah digunakan adalah Houthorizont (Musper, 1937) dan Lower Telisa Member (Marks, 1956). Formasi Talang akar dibeberapa tempat bersentuhan langsung secara tidak selaras dengan batuan Pra Tersier. Formasi ini dibeberapa tempat menindih selaras Formasi Lahat (De Coster, 1974), hubungan itu disebut rumpang stratigrafi, ia juga menafsirkan hubungan stratigrafi diantara kedua formasi tersebut selaras terutama dibagian tengahnya, ini diperoleh dari data pemboran sumur Limau yang terletak disebelah Barat Daya Kota Prabumulih (Pertamina, 1981), Formasi Talang Akar dibagi menjadi dua, yaitu Anggota “Gritsand” terdiri atas batupasir, yang mengandung kuarsa dan ukuran butirnya pada bagian bawah kasar dan semakin atas semakin halus. Pada bagian



teratas



batupasir



ini



berubah



menjadi



batupasir



konglomeratan atau breksian. Batupasir berwarna putih sampai coklat keabuan dan mengandung mika, terkadang terdapat selangseling batulempung coklat dengan batubara, pada anggota ini terdapat sisa-sisa tumbuhan dan batubara, ketebalannya antara 40 9



– 830 meter. Sedimen-sedimen ini merupakan endapan fluviatil sampai delta (Spruyt, 1956), juga masih menurut Spruyt (1956) anggota transisi pada bagian bawahnya terdiri atas selang-seling batupasir kuarsa berukuran halus sampai sedang dan batulempung serta lapisan batubara. Batupasir pada bagian atas berselang-seling dengan batugamping tipis dan batupasir gampingan, napal, batulempung gampingan dan serpih. Anggota ini mengandung fosilfosil Molusca, Crustacea, sisa ikan foram besar dan foram kecil, diendapkan pada lingkungan paralis, litoral, delta, sampai tepi laut dangkal dan berangsur menuju laut terbuka kearah cekungan. Formasi ini berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Ketebalan formasi ini pada bagian Selatan cekungan mencapai 460 – 610 meter, sedangkan pada bagian Utara cekungan mempunyai ketebalan kurang lebih 300 meter (De Coster, 1974). 4. Formasi Baturaja (BRF) Menurut Spruyt (1956), formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar. Terdiri dari batugamping terumbu dan batupasir gampingan. Di Gunung Gumai tersingkap dari bawah keatas berturut-turut napal tufaan, lapisan batugamping koral, batupasir napalan kelabu putih, batugamping ini mengandung foram besar antara lain Spiroclypes spp, Eulipidina Formosa Schl, dan Molusca. Ketebalannya antara 19 - 150 meter dan berumur Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal. Penamaan Formasi Baturaja pertama kali dikemukakan oleh Van Bemmelen (1932) sebagai “Baturaja Stage”, Baturaja Kalk Steen (Musper, 1973) “Crbituiden Kalk” (v.d. Schilden, 1949; Martin, 1952), “Middle Telisa Member” (Marks, 1956), Baturaja Kalk Sten Formatie (Spruyt, 1956), dan Telisa Limestone (De Coster, 1974).



10



5. Formasi Gumai (GUF) Formasi ini diendapkan setelah Formasi Baturaja dan merupakan hasil pengendapan sedimen-sedimen yang terjadi pada waktu genang laut mencapai puncaknya. Hubungannya dengan Formasi Baturaja pada tepi cekungan atau daerah dalam cekungan yang dangkal adalah selaras, tetapi pada beberapa tempat di pusatpusat cekungan atau pada bagian cekungan yang dalam terkadang menjari dengan Formasi Baturaja (Pulonggono, 1986). Menurut Spruyt (1956) Formasi ini terdiri atas napal tufaan berwarna kelabu cerah sampai kelabu gelap. Kadang-kadang terdapat lapisan-lapisan batupasir glaukonit yang keras, tuff, breksi tuff, lempung serpih dan lapisan tipis batugamping. Endapan sediment pada formasi ini banyak mengandung Globigerina sp. dan napal yang mengeras. Westerfeld (1941) menyebutkan bahwa lapisan-lapisan Telisa adalah seri monoton dari serpih dan napal yan mengandung Globigerina sp. dengan selingan tufa juga lapisan pasir glaukonit. Umur dari formasi ini adalah Awal Miosen Tengah (Tf2) (Van Bemmelen, 1949) sedangkan menurut Pulonggono (1986) berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah (N9 – N12). 6. Formasi Air Benakat (ABF) Menurut Spruyt (1956), formasi ini merupakan tahap awal dari siklus pengendapan Kelompok Palembang, yaitu pada saat permulaan dari endapan susut laut. Formasi ini berumur dari Miosen Akhir hingga Pliosen. Litologinya terdiri atas batupasir tufaan, sedikit atau banyak lempung tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan atau batupasirnya semakin keatas semakin berkurang kandungan glaukonitnya. Pada formasi ini dijumpai Globigerina sp., tetapi banyak mengadung Rotalia spp. Pada bagian atas banyak dijumpai Molusca dan sisa tumbuhan. Di Limau, dalam penyelidikan Spruyt (1956) ditemukan serpih lempungan yang berwarna biru sampai coklat kelabu, serpih lempung pasiran dan 11



batupasir tufaan. Di daerah Jambi ditemukan berupa batulempung kebiruan, napal, serpih pasiran dan batupasir yang mengandung Mollusca, glaukonit kadang-kadang gampingan. Diendapkan dalam lingkungan pengendapan neritik bagian bawah dan berangsur kelaut dangkal bagian atas (De Coster, 1974). Ketebalan formasi ini berkisar 250 – 1550 meter. Lokasi tipe formasi ini , menurut Musper (1937), terletak diantara Air Benakat dan Air Benakat Kecil (kurang lebih 40 km sebelah Utara-Baratlaut Muara Enim (Lembar Lahat). Nama lainnya adalah “Onder Palembang Lagen” (Musper, 1937), “Lower Palembang Member” (Marks, 1956), “Air Benakat and en Klai Formatie” (Spruyt, 1956). 7. Formasi Muara Enim (MEF) Menurut Spruyt (1956) formasi in terlatak selaras diatas Formasi Air Benakat. Formasi ini dapat dibagi menjadi dua anggota “a” dan anggota “b”. Anggota “a” disebut juga Anggota Coklat (Brown Member) terdiri atas batulempung dan batupasir coklat sampai coklat kelabu, batupasir berukuran halus sampai sedang. Didaerah Palembang terdapat juga lapisan batubara. Anggota “b” disebut juga Anggota Hijau Kebiruan (Blue Green Member) terdiri atas batulempung pasiran dan batulempung tufaan yang berwarna biru hijau, beberapa lapisan batubara berwarna merah-tua gelap, batupasir kasar halus berwarna putih sampai kelabu terang. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresikonkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Pada anggota “a” terkadang dijumpai kandungan Foraminifera dan Mollusca selain batubara dan sisa tumbuhan, sedangkan pada anggota “b” selain batubara dan sisa tumbuhan tidak dijumpai fosil kecuali foram air payau Haplophragmoides spp (Spruyt, 1956). Ketebalan formasi ini sekitar 450 -750 meter. Anggota “a” diendapkan pada lingkungan litoral yang 12



berangsur berubah kelingkungan air payau dan darat (Spruyt, 1956). Lokasi tipenya terletak di Muara Enim, Kampong Minyak, Lembar Lahat (Tobler, 1906). 8. Formasi Kasai (KAF) Formasi ini mengakhiri siklus susut laut (De Coster dan Adiwijaya, 1973). Pada bagian bawah terdiri atas batupasir tufan dengan beberapa selingan batulempung tufan, kemudian terdapat konglomerat selang-seling lapisan-lapisan batulempung tufan dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan tuf batuapung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu terkersikkan berstruktur sediment silang siur, lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir dan batulempung tufan (Spruyt, 1956). Tobler (1906) menemukan moluska air tawar Viviparus spp dan Union spp, umurnya diduga Plio-Plistosen. Lingkungan pengendapan air payau sampai darat. Satuan ini terlempar luas dibagian Timur Lembar dan tebalnya mencapai 35 meter. 9. Endapan Quarter Satuan terpengaruh



ini



merupakan



oleh



orogenesa



Litologi



termuda



Plio-Plistosen.



yang



tidak



Golongan



ini



diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen. 2.1.3 Tatanan Tektonik Regional Cekungan Sumatera Selatan Pulau



Sumatera



terletak



di



Barat



Daya



dari



Kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia



yang



menyusup



di



sebelah



Barat



Lempeng



Eurasia/Sundaland yang menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatera.



13



Gambar 2.4. Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatera (Heidrick dan Aulia, 1993). Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatera searah jarum jam. Perubahan posisi Sumatera yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW dimulai pada Eosen-Oligosen.



Perubahan



tersebut



juga



mengindikasikan



meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatera seiring dengan rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar Sumatera menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatera (Darman dan Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatera ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatera, akibat lateral escape collision India Australia, yaitu Cekungan Sumatera Utara, Cekungan Sumatera Tengah, dan Cekungan Sumatera Selatan (Gambar 2.4.). Pulau



Sumatera



diinterpretasikan



dibentuk



oleh



kolisi



dan suturing dari mikrokontinen di Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005). Sekarang Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20°E 14



dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatera berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatera dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000): 1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan forearc Sunda dan yang memisahkan dari lereng trench. 2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outer-arcdengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatera. 3. Cekungan Back-arc Sumatera, meliputi Cekungan Sumatera Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit Barisan. 4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik. 5. Intra-arc Sumatera, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan back-arc basin. Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatera dan Cekungan Sumatera Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah: 



Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan sesar geser dekstral WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N – S trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur



15



Gambar 2.5. Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model(Pulonggono dkk, 1992). 



Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat. Pull apart basin dan negative flower structure.



16



Gambar 2.6. Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992). 



Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti



pengendapan



bahan-bahan



klastika.



Yaitu



terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim. 



Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah



yang



relatif



turun



diendapkan



Formasi



Kasai.



Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah Barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier.



17



Gambar 2.7. Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992). 2.1.4. Struktur Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan Sumatera Selatan dan Sumatera Tengah mempunyai karakter sedimentasi yang sama. Cekungan Sumatera Selatan terbentuk pada back arc basin dan sub cekungan palembang mempunyai kedalaman lebih dari 4 km yang memanjang dengan arah NW – SE . Sediment tersier mencapai kedalaman 5 km di pusat cekungan. Cekungan cekungan ini terkelilingi oleh tinggian Pra-Tersier basement seperti Tinggian Tigapuluh di bagian Utara, Musi dan Kuang Platform di bagian Selatan, Palembang, Tamiang serta Tinggian Lampung di bagian Timur. Sturktur di Sumatera Selatan terlihat dari singkapan batuan PraTersier dari Tinggian Tiga Puluh, Tinggian Dua Belas di Utara dan di sepanjang Bukit Barisan. Struktur lipatan berkembang pesat pada 3 daerah , yaitu Palembang, Pendopo, dan Muara Enim Antiklinorium, dimana dulunya adalah pusat cekungan dan sedimenya tebal. Antiklinorium Palembang melampar berarah tenggara dari Tinggian tigapuluh menuju palembang. Yang membentuk antiklinorium berarah NW – SE dengan geometri Asimetrikal antiklin dan sinklin. Semakin ke arah Utara Antiklin mempunyai sayap bagian selatan yang semakin terjal, sementara lipatan di



18



bagian selatan, mempunyai sayap bagian utara yang makin terjal (Pulunggono 1986).



Gambar 2.8. Kiri: Struktur Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan (De Coster (1974)). Di Antiklinorium Limau, di Barat daya palembang, lipatan cenderung memiliki arah WNW – ESE, dimana sayap yang terjal berada di bagian selatan lipatan. Antiklin Muara Enim sampai Timur Pegunungan Gumai di bagian Selatan cekungan membentuk seri lipatan periclinal asimetrikal, dimana sayap menjadi lebih terjal ke arah ENE (Pulonggono 1986). Lipatan antiklin scara garis besar ditempati oleh batuan batuan tersier berumur tua pada bagian pusatnya, sementara sinklin ditempati batuan berumur muda seperti Plio-Pleistosen Formasi Kasai pada bagian tengah sinkiln. Menurut data seismik, dari ditemukanya ketidakselarasan pada daerah Selatan cekungan, yang diisi oleh sedimen kuarter, dapat menjadi bukti bahwa deformasi cekungan tersier terjadi pada Pleistosen. Pada saat subduksi menjadi intesif karena pergerakan lempeng australia yang menujam 19



dibawah lempeng eurasia, maka aktivitas volkanisme dan pengankatan pegunungan barisan menyebabkan regresi yang mengendapkan batuan batuan berumur Miosen – Pleistosen secara luas. Pada Pelistosen, cekungan terkena gaya kompresi yang berearah NE – SW, mengreaktivasi sesar di basement dan mengankat basement blok yang semula turun, membentuk lipatan berarah NW – SE. 2.1.5. Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Akibat lateral escape dari colisi antara hindia dan australian plate, membentuk cekungan tersier salah satunya adalah cekungan di Sumatera slatan. Pengendapan pertama adalah formasi lemat dan lahat, dimana tersingkap di kaki bukit pegunungan tigapuluh dan pegunungan Duabelas, dan teridentifikasi dari seismik dan lubang bor sepanjang



graben di



cekungan. Endapan ini merupakan endapan yang berasosiasi dengan granite wash. Lingkungan pengendapan diinterpretasikan adalah alluvial fan, fluviatil sampai lacustrine dan diatasnya diendapkan formasi talang akar. Pada batas cekungan, formasi talang akar ini secara tidak selaras diendapkan berdekatan dengan basement. Subsiden terjadi sepanjang batas sesar yang terus terjadi saat pengendapan talang akar, yang menandakan fase transgresi yang diikuti oleh pengendapan formasi Batu raja secara setempat pada tinggia basement, menandakan lingkungan yang marine sepenuhnya kemudian diendapkan formasi gumai yang melampar dari tinggian lampung sampai cekungan sunda. Formasi kasai diendapkan secara tidak selaras diatas formasi muara enim. Mengandung fragmen volkanik menandakan bahwa pengangkatan bukit barisan dan erupsi dari gunung api.



20



Gambar 2.9. Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Kingston, 1988). 2.2. Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan 2.2.1. Batuan Induk Minyak dan gas bumi banyak diproduksi dari reservoir batupasir Formasi Air Benakat dan batupasir Formasi Talang Akar. Batuan induk yang paling baik didapat dari Formasi Gumai berupa endapan syn-rift berlingkungan fluvio-deltaik, laut marginal, dan lakustrin lokal dengan tambahan fasies batubara dari Formasi Lahat dan Lemat berumur Eosen Akhir - Oligosen Awal.



21



Gambar 2.10. Diagram segitiga Sub-Cekungan Jambi (Manaf dan Mujahidin, 1993). Serpih lakustrin Formasi Lahat juga merupakan batuan induk yang bagus dan kemungkinan terdapat di Muara Enim Deep. Sementara serpih dan batubara Formasi Talang Akar juga potensial untuk dijadikan batuan induk penghasil hidrokarbon karena kadar TOC-nya mencapai 5%. Material organiknya bertipe humic dan campuran yang dievaluasi memiliki kecenderungan menghasilkan minyak atau gas. Formasi Baturaja juga mengindikasikan adanya batuan induk yang terbatas yang terdiri dari material humic yang dapat menghasilkan gas. Serpih Formasi Gumai yang tersebar secara luas merupakan potensi batuan induk yang signifikan; material organik humic dan sapropelic hadir pada serpih Formasi Gumai dengan kadar nilai TOC beberapa persen dan memiliki kecenderungan menghasilkan minyak.



22



2.2.1.1.



Formasi Lemat atau Formasi Lahat bagian atas



Variasi litologi berupa respon perubahan lingkungan darat menuju ke air payau. TOC nya sekitar 1,5 - 2,0% dengan 50% kerogen dari material sapropel (data Sumur Bentayan-13). Formasi Lahat dapat menjadi batuan induk yang baik dengan variasi fasies kerogen dan tidak konsisten secara lateral. 2.2.1.2.



Formasi Talang Akar



Variasi fasies batuan induk Formasi Talang Akar berupa dataran pantai, estuari, laguna, dan laut marginal dengan kisaran kadar TOC < 0.5% - 77% dengan rata-rata 2,31% kebanyakan berupa material humic, vitrinit, leptinit dan sapropel yang cenderung menghasilkan minyak. Dapat disimpulkan bahwa Formasi Talang Akar diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga paralik dan dapat menghasilkan minyak pada kondisi optimum dan gas/kondensat pada tingkat kematangan lanjut. Formasi lain yang berperan sebagai batuan induk adalah Formasi Gumai dan Air Benakat dengan kadar TOC rata-rata 1,2% yang terdiri dari material



sapropel,



menghasilkan



gas



leptinit, dan



inertinit



atau



dan



minyak.



humic



Formasi



yang



cenderung



Gumai



bervariasi



kematangannya dari mulai matang dan dapat menghasilkan minyak dan kondensat gas pada kondisi kematangan yang lebih lanjut; jendela pembentukan minyaknya dimulai pada 8-15 juta tahun yang lalu. Formasi Air Benakat terdiri dari serpih, batugamping dan batubara dengan kadar TOC bervariasi dari 0.5 sedangkan persamaan pyramidal berlaku apabila perbandingan luas area An+1/An = 0.55) diakui sebagai non-reservoir



3.1.3. Karakteristik Fluida Reservoir 3.1.3.1. Densitas Densitas adalah sifat fisik fluida reservoir yang mendeskripsikan berat suatu fluida per satuan volume. Densitas minyak umumnya diukur pada kondisi standar, yaitu pada temperatur 60 oF. Densitas minyak pada kondisi standar dievaluasi dalam besaran API gravity. Hubungan antara densitas dengan API gravity adalah sebagai berikut : ρ oil,st ρ water



SG = API=



141.5 -131.5 SG



Dimana, API



= API gravity dari stock tank oil



SG



= specific gravity dari stock tank oil, 1 untuk freshwater



ρ oil,st = densitas stock tank oil, lbm/ft3 ρ water = densitas dari freshwater, 62.4 lbm/ft3 dari lapangan Beta ini, hanya diperoleh API gravity dari lapisan A dan B yang ditunjukkan pada tabel berikut.



75



Tabel III-6. Data densitas dan API gravity tiap lapisan Lapisan



API Gravity



Densitas lbm/ft3



Z380



57.90



46.62



Z450



57.38



46.75



Z650



56.30



47.02



3.1.3.2. Viskositas dan Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) Viskositas adalah suatu parameter empiris yang digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan resistansi fluida untuk mengalir. Viskositas minyak dapat dihitung melalui laboratorium, tetapi seringkali besaran ini diestimasi menggunakan korelasi empiris yang telah dikembangkan, contohya adalah korelasi Beal (1946), Beggs dan Robinson (1975), Standing (1981) dan Glaso (1985). Faktor volume formasi didefinisikan sebagai volume minyak pada kondisi reservoir dibandingkan dengan volum minyak pada kondisi standar. Data viskositas dan faktor volum formasi untuk tiap lapisan : Tabel III-7. Data viskositas dan FVF formasi tiap lapisan hasil simulasi Lapisan Z380 Z450 Z650



Viskositas (cp) 0.36 0.33 0.26



Boi (rbl/stb) hasil simulasi 1.1864 1.22364 1.3364



Boi (rbl/stb) data soal 1.148 1.244 1.451



% Perbedaan 1.64496 0.82508 4.11135



Profil sifat fisik fluida reservoir seperti FVF, GOR, dan viskostias minyak dibuat dengan menggunakan korelasi tiap lapisan pada gambar 3.3, gambar 3.4, dan gambar 3.5.



76



a



b



c



Gambar 3.3. (a) Viskositas oil vs Tekanan; (b) FVF oil vs Tekanan; (c) GOR vs Tekanan untuk Lapisan Z380



77



a



b



c



Gambar 3.4. (a) Viskositas oil vs Tekanan; (b) FVF oil vs Tekanan; (c) GOR vs Tekanan untuk Lapisan Z450



78



a



b



c



Gambar 3.5. (a) Viskositas oil vs Tekanan; (b) FVF oil vs Tekanan; (c) GOR vs Tekanan untuk Lapisan Z650



79



3.1.3.3. Kelakuan Fasa Fluida Dari sifat-sifat fluida dan komposisi masing-masing hidrokarbon dapat ditentukaan jenis fluida reservoir yang terdapat pada Lapangan Beta. Hasil uji fluida dalam bentuk diagram fasa mengindikasikan bahwa fluida struktur Beta merupakan Volatile Oil berdasarkan API gravity yang lebih besar dari 40. Kelakuan fasa fluida dapat dilihat diagram fasa Gambar 3.6.



Gambar 3.6. Diagram Fasa Volatile Oil 3.1.3.4. Drive Mechanism Analisa drive mechanisme atau tenaga dorong reservoir Lapangan Beta dilakukan dengan memanfaatkan data tes produksi pada sumur Beta1 dan tes produksi pada sumur Beta-4. Data tes produksi menunjukkan bahwa tidak ada yang terproduksi secara berlanjut pada lapisan Z380 dan lapisan Z650. Namun, pada lapisan Z450 terpoduski air dengan watercut sekitar 8%. Dari production logging tool selama tes produksi tidak diketahui sumber dari air yang terproduksi meskipun lapisan Z450 diperforasi dengan interval 29 meter dan dinterpretasi dengan data tekanan didapatkan FWL dari lapisan Z450.



80



Dari observasi yang dilakukan dan dari data yang didapatkan disimpulkan bahwa lapangan beta merupakan reservoir depletion dengan support air di pinggir lapisan untuk lapisan Z380 dan Z650 namun pada lapisan Z450 support air di bagian bawah lapisan. 3.2. HYDROCARBON IN-PLACE Analis perhitungan cadangan pada Lapangan Kamboja dilakukan berdasarkan metode volumetrik dan data hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Tabel III-8. Original Oil In-Place dengan Metode Volumetrik Lapisan



OOIP



Z380



5.131822



Z450



11.43775



Z650



4.889573



Total



21.4591



81



BAB IV CADANGAN DAN RAMALAN PRODUKSI



4.1. KLASIFIKASI CADANGAN Perhitungan cadangan pada Lapangan Beta dilakukan sesuai kriteria klasifikasi cadangan yang digunakan oleh SKK Migas dan Ditjen Migas mengacu pada SPE 2001/AAPG/WPC/SPEE yang telah dimodifikasi berdasarkan karakter reservoir di Indonesia. Definisi cadangan adalah perkiraan jumlah hidrokarbon yang terdapat di dalam reservoir yang dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi yang tersedia pada saat ini sesuai dengan kondisi lapangan. Sedangkan menurut PRMS 2007, cadangan adalah jumlah cadangan migas yang telah dianalisi baik secara ilmu kebumian dan didukung oleh data teknik untuk diambil/diproduksikan secara komersial, pada jangka waktu tertentu dari reservoir yang diketahui dan di bawah definisi ekonomi, metode operasi dan peraturan pemerintah.



Gambar 4.1. Klasifikasi cadangan berdasarkan PRMS 2007 Secara umum, cadangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : 82



1. Proved Reserves 2. Probable Reserves 3. Possible Reserves 4.1.1. Proved Reserves Proven reserves atau cadangan pasti adalah perkiraan jumlah hidrokarbon yang ditemukan di dalam batuan reservoir yang terbukti dapat terproduksikan dengan menggunakan teknologi yang tersedia dengan tingkat keyakinan 90% berdasarkan data log sumur, geologi dan keteknikan reservoir serta didukung oleh produksi aktual dan uji alir produksi. Cadangan terbukti dinotasikan dengan P1. 4.1.2. Probable Reserves Probable reserves atau cadangan mungkin adalah perkiraan jumlah hidrokarbon yang ditemukan di dalam batuan reservoir yang mungkin dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi yang tersedia dengan tingkat keyakinan 50% berdasarkan data log sumur, geologi dan keteknikan reservoir tetapi belum / tidak didukung oleh produksi aktual. Cadangan mungkin dinotasikan dengan P2. 4.1.3. Possible Reserves Possible reserves atau cadangan harapan adalah perkiraan jumlah hidrokarbon yang ditemukan di dalam batuan reservoir yang diharapkan dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi yang tersedia dengan tingkat keyakinan 10% berdasarkan korelasi data geologi, geofisika, keteknikan reservoir dan tetapi belum / tidak ada data sumur. Cadangan harapan dinotasikan dengan P3.



83



4.2. PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON 4.2.1. Perhitungan Original Oil In-Place dengan Metode Volumetrik Lapangan Beta baru memasuki tahap pengembangan tingkat awal karena belum ada data produksi, tetapi sudah dilakukan Well testing. Ada tiga klasifikasi cadangan yang diperhitungkan yaitu P1 (Proven), P2 (Probable), P3 (Possible). Perkiraan P1 secara vertikal di Lapangan Beta ini didasarkan atas data performance produksi sumur, MDT dan radius sumur yang existing. Maka tidak ada penentuan untuk P2 dan P3 secara vertikal karena P1 berupa FWL dari test sudah diketahui. Dalam penentuan cadangan P1, parameter luasan (A) diketahui dari radius pengurasan sumur yang telah terproduksi. Batas area pada radius pengurasan untuk P1 adalah 250 meter (berdasarkan batas maksimum sumur minyak dengan API minyak diatas 30o sesuai ketentuan SKK Migas) hal ini karena data MDT sumuran tidak memadai. Sehingga untuk sumur yang berada dalam jangkauan FWL memiliki masing-masing radius sumur sebesar 250 meter. Sumur yang tidak masuk ke dalam areal Net Pay atau FWL maka tidak dihitung. Diluar radius tersebut maka akan menjadi bagian dalam penentuan cadangan P2. Adanya luasan P2 yang diluar struktur patahan dan tidak ada data sumurnya maka dijadikan luasan P3. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar berikut ini.



84



Gambar 4.2. Data Sumuran Dalam Penentuan Kriteria Cadangan secara Vertikal



Gambar 4.3. Penentuan Kategori Cadangan pada Lapisan Z 380



85



Gambar 4.4. Penentuan Kategori Cadangan pada Lapisan Z 450



Gambar 4.5. Penentuan Kategori Cadangan pada Lapisan Z 650 Lapangan Beta ini sudah dalam tahap berproduksi sehingga mempunyai data produksi. Metode yang digunakan dalam perhitungan penentuan cadangan adalah dengan cara volumetrik. 86



𝑁=



ø 𝑥 ℎ 𝑥 𝐴 𝑥 (1 − 𝑆𝑤𝑐) 𝑥 𝑅𝐹 𝐵𝑜𝑖



Setiap parameter yang dibutuhkan pada persamaan diatas diperoleh dari data yang tersedia seperti data geologi dan analisis PVT, interpretasi log, dan data analisa core. Persamaan metode JJ Arps untuk reservoir bertenaga dorong air adalah sebagai berikut :



Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, RF untuk lapisan Z380 sebesar 43.22%, lapisan Z450 sebesar 37.31% sedangkan lapisan Z650 sebesar 35.42% . Persamaan recovery factor diatas sering digunakan sebagai nilai RF maksimal reservoir pada saat kondisi awal. Tabel IV-1. Data properti reservoir yang digunakan untuk perhitungan P1 Parameter Z380 Z450 Z650 Unit Porositas 0.17 0.17 0.15 Fraksi Vb 1095.32 391.00 338.33 Acrefeet Saturasi air 0.3 0.3 0.3 Fraksi Boi 1.148 1.244 1.451 bbl/stb RF JJ Arps 43.22 37.31 35.42 % Area P1 1286.67 2688.92 4,120.77 Acre P1 1.04 1.99 2.31 MMSTB Jadi total cadangan terbukti (Proved) adalah sebesar 5.34 MMSTB.



87



Tabel IV-2. Data properti reservoir yang digunakan untuk perhitungan P2 Parameter Z380 Z450 Z650 Unit Porositas 0.17 0.17 0.15 Fraksi Vb 1095.32 391.00 338.33 Acrefeet Saturasi air 0.3 0.3 0.3 Fraksi Boi 1.148 1.244 1.451 bbl/stb RF JJ Arps 43.22 37.31 35.42 % Area P2 4842.35 11405.12 5589.75 Acre P2 3.89 8.46 3.14 MMSTB 2P 4.93 10.46 5.45 MMSTB Jadi total cadangan 2P (Proved + Probable) adalah sebesar 20.84 MMSTB. Besar cadangan mungkin (P2) adalah 15.49 MMSTB. Tabel IV-3. Data properti reservoir yang digunakan untuk perhitungan P3 Parameter Porositas Vb Saturasi air Boi RF JJ Arps Area P3 P3 3P



Z380 0.17 1095.32 0.3 1.148 43.22 6369.80 0.19 5.12



Z450 0.17 391.00 0.3 1.244 37.31 1318.14 0.98 11.44



Z650 0.15 338.33 0.3 1.451 35.42 -



Unit Fraksi Acrefeet Fraksi bbl/stb % Acre MMSTB MMSTB



Jadi total cadangan 3P (Proved + Probable + Possible) adalah sebesar 16.56 MMSTB. Besar cadangan harapan (P3) adalah 1.17 MMSTB. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka nilai OOIP volumetrik pada Bab III dapat digantikan dengan nilai OOIP dari 2P, dengan alasan memiliki derajat kepastian yang lebih baik dikarenakan data yang digunakan saat perhitungan berasal dari data faktual yaitu data produksi, DST dan interpretasi log.



88



Jumlah dari cadangan terbukti yang memiliki derajat kepastian 90% jika ditambahkan dengan cadangan mungkin yang memiliki derajat kepastian 50% maka akan menghasilkan Reserves Production Forecast. Berikut ini adalah data selengkapnya jumlah cadangan di Lapangan Beta. 2P = P1 + P2 maka, P2 = 2P – P1 Reserve Production Forecast = 90% P1 + 50% P2 Tabel IV-4. Cadangan Lapangan Beta Lapisan



Z380 Z450 Z650 Total



Proved Proved Reserve Reserves, Reserves, Production P1 P2 Forecast (MMSTB) (MMSTB) (MMSTB) 1.04 1.99 2.31 5.34



3.89 8.46 3.14 15.49



2.88 6.02 3.65 12.55



4.2.2. Recoverable Reserves (RRo) Recoverable Reserves (RRo) adalah jumlah minyak dan gas mulamula yang bisa diproduksikan dari reservoir ke permukaan. Data yang disajikan berdasarkan total produksi minyak (produksi minyak kumulatif) hingga waktu tertentu dengan notasi Np. Namun Lapangan Beta belum diproduksikan secara komersial sehingga belum bisa untuk menentukan kumulatif produksi lapangan. 4.2.3. Recovery Factor (RF) Recovery factor adalah angka perbandingan antara minyak yang dapat diproduksikan dengan jumlah minyak mula-mula di reservoir. Penentuan harga RF berdasarkan persamaan metode JJ Arps untuk reservoir water drive adalah :



89



Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, RF untuk lapisan Z380 sebesar 43.22%, lapisan Z450 sebesar 37.31% sedangkan lapisan Z650 sebesar 35.42%. Persamaan recovery factor diatas sering digunakan sebagai nilai RF maksimal reservoir pada saat kondisi awal. 𝑹𝑭 = 𝑵𝒑⁄𝑵 Dimana : Np = Produksi kumulatif minyak, STB N = Original oil in place, STB 4.2.4. Estimated Ultimate Recovery (EUR) Estimated Ultimate Recovery adalah total minyak yang dapat diproduksikan ke permukaan dengan mekanisme pendorong tertentu dari reservoir yang bersifat alamiah / natural. Persamaannya adalah : 𝑬𝑼𝑹 = 𝑹𝑭 𝒙 𝑶𝑶𝑰𝑷 Dimana :



EUR = Estimated Ultimate Recovery, STB RF



= Recovery Factor, fraksi



OOIP = Original Oil in-place, STB Tabel IV-5. Harga Estimate Ultimate Recovery tiap Lapisan



Lapisan



RF (%)



OOIP (MMSTB)



EUR (MMSTB)



Z380 Z450 Z650 Total



43.22 37.31 35.42 -



5.13 11.44 4.89 -



2.22 4.27 1.73 8.22



90



4.2.5. Remaining Reserves (RR) Remaining Reserves (RR) adalah sisa cadangan pada waktu tertentu untuk suatu reservoir yang merupakan pengambilan maksimum dikurangi produksi kumulatif hingga waktu tersebut. Persamaannya adalah sebagai berikut : 𝑹𝑹 = 𝑬𝑼𝑹 − 𝑵𝒑 Dimana :



EUR = Estimated Ultimate Recovery, STB RR



= Remaining Reserves, STB



Np



= Produksi kumulatif minyak, STB



Karena lapangan ini belum berproduksi maka Remaining Reserve pada lapangan ini adalah sama besar dengan Estimate Ultimate Recovery. 4.3. SIMULASI RESERVOIR Tujuan utama dari studi simulasi reservoir adalah untuk memprediksi kinerja reservoir di masa yang akan datang dan mencari strategi pengembangan lapangan sehingga diperoleh peningkatan perolehan minyak dari reservoir dipelajari dapat ditingkatkan. Simulasi reservoir dengan menggunakan bantuan perangkat komputer memungkinkan dilakukannya studi yang lebih rinci dengan cara membagi reservoir ke dalam sejumlah grid dan menerapkan persamaan numerik untuk aliran di dalam media berpori di tiap grid. Program komputer digital yang digunakan untuk melakukan perhitungan yang diperlukan dalam studi permodelan disebut



sebagai model komputer.



Software/perangkat



lunak yang



digunakan pada simulasi ini adalah CMG IMEX 2009 dan dibantu dengan Petrel untuk pembuatan model geologi. Secara keseluruhan tahapan simulasi memiliki lima tahap yaitu : persiapan data, inisialisasi, history matching, peramalan dan analisis. Setelah



tahapan



simulasi



dilakukan 91



maka



dilakukan



startegi



pengembangan Lapangan Beta yang optimum dan ekonomis berdasarkan kajian keekonomian.



4.3.1. Model Geologi Lapangan Beta Untuk pembuatan model geologi dalam simulasi, data yang dibutuhkan meliputi: 1. Depth Structure Map 2. Isoporosity Map 3. Isopermebility Map Berdasarkan pada data yang tersedia untuk proses input di dalam model simulasi diperoleh berdasarkan hasil modelling geologi dengan menggunakan Petrel. Sehingga untuk pemodelan reservoir berdasarkan hasil dari pemodelan geologi (statis) digabungkan dengan data reservoir (dinamis). Karakter pemodelan reservoir yang dibangun berdasarkan data geologi, data reservoir ditunjukkan pada Tabel IV-6.



Tabel IV-6 Karakteristik Pemodelan Reservoir Untuk Lapangan Beta Uraian



Lapangan Beta



Jenis Grid



Orthogonal



Jumlah Grid



40 x 33 x 3



Sistem Porositas



Tunggal



Hasil pemodelan Lapangan “X” Lapisan “Y” disajikan pada Gambar 4.1., Gambar 4.2. dan Gambar 4.3.



92



Gambar 4.6. 3D Depth Structure (mD) Lapangan Beta



Gambar 4.7. 3D Isopermeability (mD) Lapangan Beta



93



Gambar 4.8. 3D Isoporosity (mD) Lapangan Beta • Data Reservoir Data reservoir yang akan di input kedalam simulator meliputi, data SCAL dan data PVT yang telah dibahas didalam bab sebelumnya. • Data Produksi Data Produksi yang akan di input adalah adalah hanya digunakan sebagai konstrain dari masing-masing sumur Beta-1, Beta-2, Beta-3, dan Beta-4. • Data Tekanan Data tekanan yang di input kedalam simulator meliputi tekanan awal reservoir dan tekanan saturasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya.



4.3.2. Inisialisasi Dalam tahap inisialisasi dapat dilihat kondisi awal model reservoir seperti depth structure, isopermeability, isoporosity, saturasi minyak awal, saturasi air awal, dan tekanan reservoir awal. Dan model simulasi diperoleh



94



OOIP lapisan “Y” sebesar 21.459 MMSTB. Tabel memperlihatkan perbandingan antara OOIP hasil simulasi dengan data geologi volumetrik.



Tabel IV-7 Perbandingan OOIP Hasil Simulasi dan Volumetrik Lapangan



OOIP, MMSTB Simulasi



Volumetrik



%Error



21.459



21.459



0



Beta



4.3.3. History Matching Tahapan ini merupakan tahapan penyelarasan data produksi Lapangan Beta berdasarkan waktu produksi masing-masing sumur. Namun tahapan ini tidak dapat dilakukan karena Lapangan Beta merupakan Lapangan Eksplorasi yang belum diproduksikan sehingga History matching tidak dilakukan.



4.3.4. Prediksi (Forecast) Prediksi atau peramalan (Forecast) merupakan tahap akhir dalam melakukan simulasi reservoir setelah history matching selesai. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui atau melihat perilaku reservoir yang disimulasi pada masa yang akan datang berdasarkan kondisi yang diharapkan. Dalam hal ini dilakukan production run sampai dengan Januari 2033 (30 tahun). Pada tahap prediksi ini juga dilakukan berbagai alternative skenario pengembangan yang bertujuan diperoleh skenario pengembangan yang optimum. Skenario prediksi Lapangan Beta ini disusun berdasarkan berbagai pertimbangan, yaitu faktor perolehan,distribusi saturasi minyak, distribusi saturasi air, porositas, permeabilitas, tekanan serta metode pengangkatan yang akan dipergunakan.



95



4.3.5. Scenario Pengembangan Lapangan Beta perlu dilakukan untuk mendapatkan incremental kumulatif produksi yang sebesar-besarnya dan memberi keuntungan berdasarkan analisa keekonomian sehingga perlu dilakukan pemilihan skenario pengembangan yang sesuai pada Lapangan Beta dan dapat memberikan hasil yang diharapkan. Berikut ini merupakan beberapa skenario pengembangan dan schedule pengembangan yang mungkin akan dilakukakan pada Lapangan Beta : Tabel IV-8 Scenario Pengembangan Lapangan Beta Skenario



Keterangan



Np, MMSTB



RF, %



Basecase



4 Sumur Vertikal



1.65



7.69



3.29



15.33



3.39



15.79



5.48



25.56



4.53



21.10



Skenario 1



Basecase + 11 Sumur Vertikal Basecase + 8 Sumur



Skenario 2



Vertikal + 2 sumur Injeksi Air Basecase + 4 Sumur Vertikal + 4 Sumur



Skenario 3



Horizontal + 3 Sumur Multilateral + 2 Sumur Injeksi Gas + 1 Sumur Injeksi Air 4 Sumur Basecase Konvert to Multilateral + 1



Skenario 4



Sumur Vertikal + 1 Sumur Horizontal + 6 Sumur Multilateral + 2 Sumur Injeksi Air



96



4.4. Inflow Performance Relationship Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan suatu hubungan antara tekanan (biasanya tekanan alir dasar sumur) dan laju produksi fluida sumuran yang menunjukan kemampuan reservoir untuk mengantarkan fluida dari reservoir sampai ke dasar sumur (maupun titik inflow lainnya). Sedangkan Outflow Performance dalam nodal analysis adalah kurva yang menunjukan peforma aliran (P vs Q) dari titik nodal sampai ke titik batas dalam analisa nodal. Apabila keduanya digabungkan makan kita dapat mengetahui kemampuan produksi sumur berdasarkan produktifitas formasi dan konfigurasi dari peralatan di sumur berdasarkan kehilangan tekanan di masing-masing komponen. Pada bab ini tim produksi kami melakukan analisa nodal untuk perencanaan sumur yang akan diterapkan di lapangan Beta berdasarkan model simulasi dan data tes sumur dengan hasil analisa dan jenis konfigurasi sbb:



Gambar 4.9 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Vertical 2 Zona (450, 650) (Ql = 160 BLPD, Pwf = 320 psia)



97



Gambar 4.10 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Vertical 3 zona (380, 450, 650) (Ql = 305 BLPD, Pwf = 295 psia)



Gambar 4.11 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 3 Zona (380, 450, 650) Radial 2 Arah 200 m (Ql = 455 BLPD, Pwf = 240)



98



Gambar 4.12 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 3 Zona (380, 450, 650) Radial 4 Arah 200 m (Ql = 760 BLPD, Pwf = 220 psia)



Gambar 4.13 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 3 Zona (380, 450, 650) 400 m (Ql = 170 BLPD, Pwf = 250 psia)



99



Gambar 4.14 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 2 Zona (450, 650) 200 m (Ql = 160 BLPD, 240 psia)



Gambar 4.15 Analisa Nodal Untuk Sumur Dengan Komplesi Horizontal 2 Zona (450, 650) 400 m (Ql= 220 BLPD, Pwf = 249 psia) Pada grafik nodal yang dianalisa untuk setiap jenis sumur yang akan diproduksikan dengan tubing 2 7/8 in, laju alir fluida sudah hampir 100



mendekati Qmax dan dengan penurunan tekanan yang harmpir bisa diabaikan dari hasil simulasi model reservoir maka kami belum merencanakan penggunaan bantuan pengankatan buatan. Mungkin perencanaan pengadaan akan dilakukan untuk POFD selanjutnya saat kami telah memiliki data rate test actual dari setiap jenis sumur.



101



BAB V DRILLING AND COMPLETION



5.1. Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan 5.1.1. Fisiografi Secara fisiografi, lokasi sumur beta berada pada Cekungan Sumatra Selatan ( gambar 5.1. )



Gambar 5.1. Peta Lokasi Kavling Beta



Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang menghasilkan hidrokarbon paling produktif dalam tatanan cekungan belakang busur yang terbentuk di timur pantai Sumatera di bagian Barat Indonesia.



102



Gambar 5.2. Peta lokasi Cekungan Sumatra Selatan



Cekungannya dibatasi oleh Selat Malaka di bagian timur, Tinggian Tigapuluh di utara serta bentangan Bukit Barisan di bagian baratnya. Daerahnya hampir semua berada di darat dan hanya sebagian kecil di lepas pantai. Cekungan Sumatera Selatan mencakup luas area sekitar 119.000 km2 dengan ketebalan sedimen tersier rata-rata 3.5 km. Secara fisiografis bagian selatan dari Sumatera ini dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu : 1. Cekungan Sumatera Selatan, 2. Bukit Barisan dan Tinggian lampung, 3. Cekungan Bengkulu, meliputi lepas pantai antara daratan Sumatera dan rangkaian pulau-pulau di sebelah barat Sumatera, dan 4. Rangkaian kepulauan (fore arc ridge) di sebelah barat Sumatera, yang membentuk suatu busur tak bergunung-api di sebelah barat P.



Sumatera (Gambar II.1).



103



Berdasarkan konsep Tektonik Lempeng, kedudukan cekungan migas Tersier di Indonesia bagian barat berkaitan dengan sistem busur kepulauan. Dalam sistem ini dikenal adanya cekungan busur belakang, cekungan busur depan dan cekungan antar busur. Cekungan



Sumatera



Selatan



telah



mengalami



empat



kali



orogenesa, yakni : pada zaman Mezosoikum Tengah, Jura Awal –Kapur Awal, Kapur Akhir – Tersier Awal, Plio-Pleistosen. Setelah orogenesa terakhir dihasilkan kondisi struktur geologi regional seperti terlihat pada saat ini, yaitu : • Zone Sesar Semangko, merupakan hasil tumbukan antara Lempeng Sumatera Hindia dan Pulau Sumatera, akibat tumbukan ini menimbulkan gerak sesar geser menganan (right lateral) diantara keduanya. • Perlipatan dengan arah utama baratlaut – tenggara, sebagai hasil efek gaya kopel sesar Semangko. • Sesar-sesar yang berasosiasi dengan perlipatan dan sesar-sesar Pra Tersier yang mengalami peremajaan.



Gambar 5.3. Fisiografi cekungan Sumatra Selatan (Hutchison,1996) 104



Berkenaan dengan posisi dan aktivitas tektonik lempeng maka hampir di seluruh wilayah bagian selatan-barat P. Sumatera merupakan daerah yang relatif sering terjadi gempa bumi. Secara seismik telah tercatat beberapa gempa bumi yang memiliki skala Richter cukup tinggi antara 5 hingga 6. 5.1.2. Stratigrafi Regional Stratigrafi Regional, Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat. Tatanan stratigrafi pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (braided stream deposit) yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja) pada bagian atas Formasi Talang



Akar.



Fase



Transgresi



maksimum



ditunjukkan



dengan



diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih laut dalam. Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu pasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen 105



Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan, pumice dan konglemerat. Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan tahap susut laut. Sedimen-sedimen yang terbentuk pada tahap genang laut disebut Kelompok Telisa (De Coster, 1974, Spruyt, 1956), dari umur Eosen Awal hingga Miosen Tengah terdiri atas Formasi Lahat (LAF) ,



Gambar 5.4. Kolom staritgrafi cekungan Sumatra Selatan ( Van Bemmelen 1973 ) 106



Formasi Talang Akar (TAF), Formasi Baturaja (BRF), dan Formasi Gumai (GUF). Sedangkan yang terbentuk pada tahap susut laut disebut Kelompok Palembang (Spruyt, 1956) dari umur Miosen Tengah – Pliosen terdiri atas Formasi Air Benakat (ABF), Formasi Muara Enim (MEF), dan Formsi Kasai (KAF). Sedimentasi yang terjadi di Cekungan Sumatera Selatan berlangsung pada dua fase (Jackson, 1961), yaitu : • Fase transgresi, pada fase ini diendapkan dari kelompok Telisa, yang terdiri dari Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai. Kelompok Telisa ini diendapakan secara tidak selaras diatas Batuan induk Pra-Tersier. • Fase regresi, pada fase ini dihasilkan endapan dari kelompok Palembang yang terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara enim, dan Formasi Kasai A. Batuan Dasar Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi batuan filit.



107



B. Formasi Lahat (LAF) Menurut Spruyt (1956), Formasi ini terletak secara tidak selaras diatas batuan dasar, yang terdiri atas lapisan-lapisan tipis tuf andesitik yang secara berangsur berubah keatas menjadi batu lempung tufan. Selain itu breksi andesit berselingan dengan lava andesit, yang terdapat dibagian bawah. Batulempung tufan, segarnya berwarna hijau dan lapuknya berwarna ungu sampai merah keunguan. Menurut De Coster (1973) formasi ini terdiri dari tuf, aglomerat, batulempung, batupasir tufan, konglomeratan dan breksi yang berumur Eosen Akhir hingga Oligosen Awal. Formasi ini diendapkan dalam air tawar daratan. Ketebalan dan litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lainnya karena bentuk cekungan yang tidak teratur, selanjutnya pada umur Eosen hingga Miosen Awal, tejadi kegiatan vulkanik yang menghasilkan andesit (Westerveld, 1941 vide of side katilli 1941), kegiatan ini mencapai puncaknya pada umur Oligosen Akhir sedangkan batuannya disebut sebagai batuan “Lava Andesit tua” yang juga mengintrusi batuan yang diendapkan pada Zaman Tersier Awal. Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m – 850 m. C . Formasi Talang Akar (TAF) Nama Talang Akar berasal dari Talang Akar Stage (Martin, 1952) nama lain yang pernah digunakan adalah Houthorizont (Musper, 1937) dan Lower Telisa Member (Marks, 1956). Formasi Talang akar dibeberapa tempat bersentuhan langsung secara tidak selaras dengan batuan Pra Tersier. Formasi ini dibeberapa tempat menindih selaras 108



Formasi Lahat (De Coster, 1974), hubungan itu disebut rumpang stratigrafi, ia juga menafsirkan hubungan stratigrafi diantara kedua formasi tersebut selaras terutama dibagian tengahnya, ini diperoleh dari data pemboran sumur Limau yang terletak disebelah Barat Daya Kota Prabumulih (Pertamina, 1981), Formasi Talang Akar dibagi menjadi dua, yaitu : Anggota “Gritsand” terdiri atas batupasir, yang mengandung kuarsa dan ukuran butirnya pada bagian bawah kasar dan semakin atas semakin halus. Pada bagian teratas batupasir ini berubah menjadi batupasir konglomeratan atau breksian. Batupasir berwarna putih sampai coklat keabuan dan mengandung mika, terkadang terdapat selang-seling batulempung coklat dengan batubara, pada anggota ini terdapat sisa-sisa tumbuhan dan batubara, ketebalannya antara 40 – 830 meter. Sedimen-sedimen ini merupakan endapan fluviatil sampai delta (Spruyt, 1956), juga masih menurut Spruyt (1956) anggota transisi pada bagian bawahnya terdiri atas selang-seling batupasir kuarsa berukuran halus sampai sedang dan batulempung serta lapisan batubara. Batupasir pada bagian atas berselang-seling dengan batugamping tipis dan batupasir gampingan, napal, batulempung gampingan



dan



serpih.



Anggota



ini



mengandung



fosil-fosil



Molusca,Crustacea, sisa ikan foram besar dan foram kecil, diendapkan pada lingkungan paralis, litoral, delta, sampai tepi laut dangkal dan berangsur menuju laut terbuka kearah cekungan. Formasi ini berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Ketebalan formasi ini pada bagian selatan cekungan mencapai 460 – 610 meter, sedangkan pada bagian utara cekungan mempunyai ketebalan kurang lebih 300 meter (De Coster, 1974). D . Formasi Baturaja (BRF) Menurut Spruyt (1956), formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar. Terdiri dari batugamping terumbu dan batupasir gampingan. Di gunung Gumai tersingkap dari bawah keatas berturutturut napal tufaan, lapisan batugamping koral, batupasir napalan kelabu 109



putih, batugamping ini mengandung foram besar antara lain Spiroclypes spp, Eulipidina Formosa Schl, Molusca dan lain sebagainya. Ketebalannya antara 19 - 150 meter dan berumur Miosen Awal. Lingkungan Pengendapannya adalah laut dangkal. Penamaan Formasi Baturaja pertama kali dikemukakan oleh Van Bemmelen (1932) sebagai “Baturaja Stage”, Baturaja Kalk Steen (Musper, 1973) “Crbituiden Kalk” (v.d. Schilden, 1949; Martin, 1952), “Midle Telisa Member” (Marks, 1956), Baturaja Kalk Sten Formatie (Spruyt, 1956) dan Telisa Limestone (De Coster, 1974). Lokasi tipe Formasi Baturaja adalah di pabrik semen Baturaja (Van Bemelen, 1932). E. Formasi Gumai (GUF) Formasi ini diendapkan setelah Formasi Baturaja dan merupakan hasil pengendapan sedimen-sedimen yang terjadi pada waktu genang laut mencapai puncaknya. Hubungannya dengan Formasi Baturaja pada tepi cekungan atau daerah dalam cekungan yang dangkal adalah selaras, tetapi pada beberapa tempat di pusat-pusat cekungan atau pada bagian cekungan yang dalam terkadang menjari dengan Formasi Baturaja (Pulonggono, 1986). Menurut Spruyt (1956) Formasi ini terdiri atas napal tufaan berwarna kelabu cerah sampai kelabu gelap. Kadang-kadang terdapat lapisan-lapisan batupasir glaukonit yang keras, tuff, breksi tuff, lempung serpih dan lapisan tipis batugamping. Endapan sediment pada formasi ini banyak mengandungGlobigerina spp, dan napal yang mengeras. Westerfeld (1941) menyebutkan bahwa lapisan-lapisan Telisa adalah seri monoton dari serpih dan napal yan mengandung Globigerina sp dengan selingan tufa juga lapisan pasir glaukonit. Umur dari formasi ini adalah Awal Miosen Tengah (Tf2) (Van Bemmelen, 1949) sedangkan menurut Pulonggono (1986) berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah (N9 – N12). F . Formasi Air Benakat (ABF) Menurut Spruyt (1956), formasi ini merupakan tahap awal dari siklus pengendapan Kelompok Palembang, yaitu pada saat permulaan dari 110



endapan susut laut. Formasi ini berumur dari Miosen Akhir hingga Pliosen. Litologinya terdiri atas batupasir tufaan, sedikit atau banyak lempung tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan atau batupasirnya semakin keatas semakin berkurang kandungan glaukonitnya. Pada formasi ini dijumpaiGlobigerina spp, tetapi banyak mengadung Rotalia spp. Pada bagian atas banyak dijumpai Molusca dan sisa tumbuhan. Di Limau, dalam penyelidikan Spruyt (1956) ditemukan serpih lempungan yang berwarna biru sampai coklat kelabu, serpih lempung pasiran dan batupasir tufaan. Di daerah Jambi ditemukan berupa batulempung kebiruan, napal, serpih pasiran dan batupasir yang mengandung Mollusca, glaukonit kadang-kadang gampingan. Diendapkan dalam lingkungan pengendapan neritik bagian bawah dan berangsur kelaut dangkal bagian atas (De Coster, 1974). Ketebalan formasi ini berkisar 250 – 1550 meter. Lokasi tipe formasi ini , menurut Musper (1937), terletak diantara Air Benakat dan Air Benakat Kecil (kurang lebih 40 km sebelah utara-baratlaut Muara Enim (Lembar Lahat). Nama lainnya adalah “Onder Palembang Lagen” (Musper, 1937), “Lower Palembang Member” (Marks, 1956), “Air Benakat and en Klai Formatie” (Spruyt, 1956). G. Formasi Muara Enim (MEF) Menurut Spruyt (1956) formasi in terlatak selaras diatas Formasi Air Benakat. Formasi ini dapat dibagi menjadi dua anggota “a” dan anggota “b”. Anggota “a” disebut juga Anggota Coklat (Brown Member) terdiri atas batulempung dan batupasir coklat sampai coklat kelabu, batupasir berukuran halus sampai sedang. Didaerah Palembang terdapat juga lapisan batubara. Anggota “b” disebut juga Anggota Hijau Kebiruan (Blue



Green



Member)



terdiri



atas batulempung



pasiran



dan



batulempung tufaan yang berwarna biru hijau, beberapa lapisan batubara berwarna merah-tua gelap, batupasir kasar halus berwarna putih sampai kelabu terang. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat 111



oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Pada anggota “a” terkadang dijumpai kandungan Foraminifera dan Mollusca selain batubara dan sisa tumbuhan, sedangkan pada anggota “b” selain batubara dan sisa tumbuhan tidak dijumpai fosil kecuali foram air payau Haplophragmoides spp (Spruyt, 1956). Ketebalan formasi ini sekitar 450 -750 meter. Anggota “a” diendapkan pada lingkungan litoral yang berangsur berubah kelingkungan air payau dan darat (Spruyt, 1956). Lokasi tipenya terletak di Muara Enim, Kampong Minyak, Lembar Lahat (Tobler, 1906) H. Formasi Kasai (KAF) Formasi ini mengakhiri siklus susut laut (De Coster dan Adiwijaya, 1973). Pada bagian bawah terdiri atas batupasir tufan dengan beberapa selingan batulempung tufan, kemudian terdapat konglomerat selang-seling lapisan-lapisan batulempung tufan dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan tuf batuapung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu terkersikkan berstruktur sediment silang siur, lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir dan batulempung tufan (Spruyt, 1956). Tobler (1906) menemukan moluska air tawar Viviparus spp dan Union spp, umurnya diduga Plio-Plistosen. Lingkungan pengendapan air payau sampai darat. Satuan ini terlempar luas dibagian timur Lembar dan tebalnya mencapai 35 meter. J. Endapan Quarter Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.



112



5.2. Tujuan Pemboran Berdasarkan pemboran meliputi satu sumur pengembangan yaitu pemboran sumur ini dilakukan untuk mendapatkan tambahan produksi minyak untuk menambah pasokan minyak. Pemboran dilakukan dengan vertikal drilling. Pemboran di lakukan dengan target kedalaman yang berbeda yakni ada yang menembus 3 layer yakni 380, 450, dan 680 m. Pelaksanaan pemboran untuk menembus formasi air benakat di harapkan dapat dilaksanakan dengan seefektif dan seefisien mungkin, tanpa kecelakaan kerja, kerusakan alat, dan kerusakan lingkungan. Hal diatas mencakup : Bor formasi sampai kedalaman akhir sesuai program, dengan menembus semua lapisan target. Operasi pemboran berpedoman pada aspek Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) 5.3. Data Sumur Location Name



: Beta Field



Well Name



: Beta 5, Beta 6, Beta 7, Beta 8, Beta 9, Beta 10, Beta 11, Beta 12, Beta 13, Beta 14, Beta 15, Beta-Inj-1, Beta-Inj-2, Beta-Inj-3.



Drilling Contractor



: Wilayah kerja pertambangan



Skenario



: Infill and Injection Drilling



Well Description



: Infill and Injection Well



Tabel V-1.Skenario Sumur Beta 5



Operation Infill Well (Multilateral 4)



Beta 6



Infill Well (Horizontal)



Beta 7



Infill Well (Vertikal) 113



Zona Produksi 1, 2, 3 Horizontal Section 200 m 1, 2, 3 Horizontal Section 400 m 1, 2, 3



Waktu Apr-10 Agus-10 Des-10



Beta 8 Beta 9



Infill Well (Vertikal) Infill Well (Multilateral 2)



Beta 10



Infill Well (Multilateral 4)



Beta 11 Beta 12 Beta 13



Infill Well (Vertikal) Infill Well (Vertikal) Infill Well (Vertikal &Horizontal) Infill Well (Horizontal) Infill Well (Horizontal) Injection Well Gas Injection Well Water Injection Well Gas



Beta 14 Beta 15 Beta-Inj-1 Beta-Inj-2 Beta-Inj-3



1, 2, 3 1, 2, 3 Horizontal Section 200 m 1, 2, 3 Horizontal Section 200 m 1, 2, 3 2, 3 1, Horizontal Zona 2 & 3, Horizontal Section 400 m 2, 3 Horizontal Section 600 m 2, 3 Horizontal Section 400 m 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3



Apr-11 Agus-11 Okt-11 Jan-12 Apr-12 Jun-12 Sept-12 Des-12 Jul-12 Okt-12 Sept-12



5.4. Ringkasan Operasi Pemboran Sumur ini direncanakan akan dibor vertikal, dengan estimasi hari kerja sekitar 30 Hari pemboran , pada kedalaman akhir 2230.4 ft TVD. Operasi pemboran sumur ini diringkas sebagai berikut 1. Rig masuk Lokasi. 2. Pasang Conductor pipe 20”dengan hammer di kedalaman 262.4 ft .



3. Bor formasi dengan pahat 17 ½” menggunakan tricone bit sampai kedalaman 1232 ft. Pasang dan semen Selubung 13 3/8” dengan guide shoe, float collar dan centralizer pada casing. 4. Pasang BOP 13 5/8” x 5000 psi



5. Pasang BHA dan bit 12 ¼”,Bor formasi dengan pahat 12 1/4” menggunakan bit tricone sampai kedalaman 1612 ft, masuk dan semen selubung 9 5/8” di kedalaman 1612 ft dengan guide shoe, float collar dan centralizer pada casing. 6. Pasang BOP 9 5/8” x 5000 psi.



7. Pasang BHA dan bit 8 1/2”,Bor dengan pahat 8 ½” menggunakan tricone.” sampai kedalaman 2230.4 ft. Masuk dan semen Production Casing 7” di kedalaman 2230.4 ft dengan guide shoe, float collar dan



114



centralizer pada casing. 8. Melakukan horizontal drilling menggunakan coil tubing. 9. Pasang BOP 7 1/6” X 5000 Psi 10. Rig down



5.5. Program Pahat Pada sumur ini ada 4 trayek yang akan di lakukan yakni trayek conductor dengan di lakukan penumbukan karena formasi yang di tembus di anggap lunak, dan 3 trayek lainnya di lakukan proses pemboran dengan menggunakan Roller Cone Bit dengan gigi pendek . Bit yang digunakan untuk 3 trayek pemboran. Masing-masing adalah Roller Cone Bit 17 ½ ”, Roller Cone Bit 12 ¼ ”,dan Roller Cone 8 ½ ”. Tabel V-2. Bit Program Size



IADC Code



Type BIT



Keterangan



26"



-



-



Penumbukan



17 1/2"



1,1,5



Roller Cone Bit



Bor,Semen



12 1/4"



1,3,5



Roller Cone Bit



Bor,Semen



8 1/2"



1,3,5



Roller Cone Bit



Bor,Semen



5.6. Program BHA BHA yang digunakan pada sumur ini adalah BHA sumur 115ertical. Komponen BHA terdiri dari, Stabilizer, Reamer, Jar, Drill Pipe, dan Drill Collar.



Tabel V-3. Program BHA Trayek



17 1/2"



12 1/4"



8 1/2"



Stabilizer



17 1/4"



12 "



8 1/4"



Reamer



17 1/4"



12 1/4"



8 1/2"



115



Drill Collar



10 "



10 "



6 3/4"



Jar



8"



8"



6 1/2"



Drill Pipe



5"



5"



5"



5.7. Perencanaan Desain Lumpur (Mud Program) Mud program berfungsi sebagai hidrolika pemboran yang disesuaikan dengan jenis lithologi yang akan ditembus. Sumur ini menggunakan jenis lumpur yaitu KCL Polymer Muds Pada trayek conductor casing tidak digunakan lumpur pemboran karena digunakan metode penumbukan . Untuk selanjutnya trayek surface casing, trayek intermediate casing, production casing, menggunakan KCL Polymer Muds. Lumpur yang digunakan pada interval 0-1232 ft pada surface casing dengan diameter lubang 17 ½ ” adalah KCL Polymer Muds yang berfungsi mengangkat cutting dan menahan tekanan formasi. Pada trayek ini kita menembus formasi lempung yang dapat menyebabkan terjadinya swelling, tapi dengan jenis lumpur yang di gunakan ini dapat memilimalisir terjadinya problem ini. Lumpur yang digunakan pada interval 0-1612 ft pada intermediate casing dengan diameter lubang 12 ¼” menembus formasi pasir dan juga lempung dapat menyebabkan terjadinya swelling, tapi dengan jenis lumpur yang di gunakan ini dapat memilimalisir terjadinya problem ini. Production casing (0 – 2230.4 ft) dengan diameter lubang 8 1/2“ sama dengan trayek sebelumnya yaitu dengan menggunakan KCL Polymer Muds.



Tabel V-4. Program Lumpur MUD PROPERTIES



Surface



Intermediate



Production



Interval (ft)



0 - 1232



1232 – 1612



1612 – 2230.4



116



Mud Density (ppg)



8.75 - 9.53



9.53 – 10.14



10.14 – 10.75



Plastic Viscosity (cp)



12 - 25



12 - 25



15 - 25



Yield Point (lb/100ft2)



10 – 20



10 – 20



10 – 20



Gel Strength (10” / 10’)



6 – 8 / 8 - 20



6 – 8 / 8 – 20



2 – 8 / 8 - 15



(lb/100ft2) pH



9 - 11



9 - 11



9 - 11



API Filtrate ( cm3/30 min



10 - 12



10 - 12



5-8



KCL



KCL



KCL



) Additives 5.8. Casing Design Casing design pada sumur ini terdiri dari trayek conductor casing, surface casing, intermediate casing, production casing. Pada trayek conductor casing menggunakan grade H-40 dan surface casing menggunakan casing J-55 didasarkan dari perhitungan beban burst maupun collapse grade ini mampu menahan beban tersebut pada trayek ini, sama hal nya untuk trayek intermediate menggunakan casing H-40, dan trayek production menggunakan casing H-40 agar dapat menahan tension, tekanan burst, tekanan collapse, dan abnormal pressure. Berikut ini adalah tabel perencanaan casing design :



117



Tabel V-5. Perencanaan Casing Casing Size



Depth,ft



Grade Casing



Berat,lbm/ft Koneksi



Collapse



Burst



Resistance,psi Resistance,psi



20"



262.4



H-40



94



BTC



13 3/8"



1232



J-55



54.5



BTC



1130



2730



9 5/8"



1612



H-40



32.3



BTC



1370



2270



7"



2230.4



H-40



20



BTC



1970



2720



5.9. Program Semen Semen digunakan untuk memperkuat casing dan mengisolasi casing dari formasi, Semen yang digunakan adalah kelas G. Pada penyemenan zona casing produksi densitas berkisar 11.5 ppg untuk tail dan 10.45 ppg untuk lead. Berikut adalah tabel program semen yang akan digunakan untuk sumur ini : Tabel V-6.Program Semen HOLE SIZE



17 ½”



12 ¼”



8 ½”



Slurry Type



Lead



Lead



Lead



Cement Density



9.63



10.13



10.45



Slurry Type



Tail



Tail



Tail



Cement Density



10.68



11.18



11.5



118



5.10. Profil Sumur 5.10.1.



Profil Penampang Sumur Infill



Conductor



20”, H-40, 262.4 ft



Surface



13 3/8”, J-55, 1232 ft



Intermediate



9 5/8”, H-40, 1612 ft



Production



7”, H-40, 2230.4 ft



119



5.10.2. Profil Penampang Sumur Infill Horizontal



5.10.3. Profil Penampang Sumur Infill Multilateral



120



5.11. Completion Komplesi



sumur



dilakukan



pada



tahap



akhir



atau



tahap



penyempurnaan proses pemboran agar sumur siap produksi. Agar laju produksi optimum dan tidak menimbulkan efek negatif terhadap formasi, jenis dan metode komplesi sumur harus sesuai. Tipe komplesi yang akan digunakan adalah Open Hole Completion, untuk tipenya yakni Comingle Completion ( ada lebih dari satu lapisan yang di produksikan ). Untuk X-mastree yang di gunakan adalah 3 1/8” x 2 1/16” x 3000 psi. Ukurang tubing yang digunakan adalah 2 7/8” untuk mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoir sampai ke permukaan. 5.12. Desain BOP Blow Out Preventer merupakan peralatan yang vital dalam proses pemboran karena berfungsi sebagai pengaman untuk mencegah semburan liar di permukaan. Lapangan ini merupakan lapangan dengan kedalaman relatif dangkal. Satu rangkaian BOP terdiri dari : ·



Annular Preventer



·



Ram Preventer



·



Casing Head



·



Kill Line



·



Choke Line



5.13. Waktu Rencana Pelaksanaan Pemboran dan Estimasi Biaya Pemboran Perencanaan



waktu



pelaksanaan



pemboran



dibuat



untuk



memperkirakan lama operasi pemboran agar dapat memperkirakan biaya yang digunakan untuk pemboran sumur. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan sumur diantaranya adalah biaya rig, casing, pekerja, peralatan, 121



material dan lain-lain. Waktu rencana pelaksanaan pemboran dapat dilihat pada table dan gambar berikut. Sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk



membuat



satu



sumur



tersebut



dideskripsikan



dalam AFE



(Authorization For Expendeture) pada table di bawah ini. Tabel V-7. Estimasi Waktu Pemboran Ket A–B



B–C C–D D –E E–F F–G G–H H–I I–J J–K K–L



Operation Preparation Rig-up, termasuk R/U Top Drive dan stand-up DP & DC. Drilling 17.5" OH to 375 m, Circulation, Trip, POOH & L/D BHA RIH & 13.3/8" Casing Cementing job, WOC, N/U WellHead, N/U BOP & Pressure Test Drilling 12.25" OH to 491 m, Circulation, Trip, POOH & L/D BHA RIH & Cement Casing 12.1/4", TSK, N/U WellHead, N/U & Tes BOP Drilling 8.5" OH to 680 m, Circulation, Trip, POOH & L/D BHA RIH & Cement Casing 7", TSK, N/U WellHead, N/U & Tes BOP RIH Scrapper to Liner depth interval, RIH and perform production casing cementing job RIH Casing Scrapper, RIH Production String & Set Packer. N/D BOP Stack. N/U X-masstree. Production Test Rig Down TOTAL OPERASIONAL DAYS



122



Days 0 7



Depth, M 0 0



9.514509



375



11.99806



375



13.82585



491



15.57709



491



17.66168



680



18.20335



680



19.63662



680



22.87769



680



25.87769 28.87769 28.87769



680 680 680



Gambar 5.5. Estimasi Waktu Pemboran Tabel V-8. Estimasi Biaya Pemboran L



WORK



I



PROGRAM



DESCRIPTION



N



& BUDGET



E TANGIBLE COST 1



CASING



111,624



2



CASING ACCESSORIES



41,551



3



TUBING



11,066



4



WELL EQUIPMENT-SURFACE



115,932



5



WELL EQUIPMENT-SUBSURFACE



13,532



6



OTHER TANGIBLE COST



-



TOTAL TANGIBLE COSTS



293,704



INTANGIBLE COSTS PREPARETION AND TERMINATION 1



SURVEYS



5,119



2



LOCATION STAKING AND POSITIONING



-



3



WELL SITE & ACCESS ROAD PREPARATION



-



4



SERVICE LINES & COMMUNICATIONS



2,892



5



WATER SYSTEMS



274,077



6



RIGGING UP / RIGGING DOWN



203,363



123



SUB TOTAL



485,450



DRILLING / WORKOVER OPERATIONS 1



CONTRACT RIG



301,099



2



DRILLING RIG CREW / CONTRACT RIG CREW



-



3



MUD, CHEMICAL & ENG SERVICES



203,383



4



WATER



-



5



BITS, REAMERS AND CORE HEADS



34,951



6



EQUIPMENT RENTAL



81,060



7



DIRECTIONAL DRILLING AND SURVEYS



-



8



DIVING SERVICES



-



9



CASING INSTALATION



-



10



CEMENT, CEMENTING AND PUMPING FEES



107,483



11



OTHER (MONITOR, DISPOSAL & H2S SAFETY SERVICES)



-



SUB TOTAL



727,976



FORMATION EVALUATION 1



CORING



-



2



MUD LOGGING SERVICES



24,928



3



DRILLSTEM TEST



-



4



OPEN HOLE ELECTRICAL LOGGING SERVICES



18,735



SUB TOTAL



43,663



COMPLETION 1



CASING, LINER AND TUBING INSTALLATION



-



2



CEMENT, CEMENTING & PUMPING FEES



4,818



3



CASED HOLE ELECTRICAL LOGGING SERVICES



10,769



4



PERFORATING AND WIRELINE SERVICES



28,861



5



STIMULATION TREATMENT



-



6



PRODUCTION TEST



-



SUB TOTAL



44,448



GENERAL 1



SUPERVISION



20,186



2



INSURANCE



893



3



PERMITS AND FEES



8,462



4



MARINE RENTAL AND CHARTERS



-



124



5



HELICOPTER AND AVIATION CHARGES



-



6



LAND TRANSPORTATION



5,663



7



OTHER TRANSPORTATION



-



8



FUEL AND LUBRICANTS



49,242



9



CAMP FACILITIES



5,692



10



ALLOCATED OVERHEADS - FIELD OFFICE



11



- JAKARTA OFFICES



51,634 51,634



1



SUB TOTAL



193,406



2



TOTAL INTAGIBLE COST TOTAL COST



1,494,944 1,788,648



3



- THIS YEARS



1,788,648 1,788,648



TOTAL



5.14. Program Kerja 5.14.1. Persiapan Tajak Sebelum tajak pastikan lokasi pemboran, logistik dan transportasi, rig dan semua peralatan telah siap. pastikan juga semua peralatan dan material, termasuk suku cadang telah siap di lokasi dan lakukan checklist persiapan tajak, yaitu : 1. Setelah Rig-Up, periksa kembali dan konfirmasikan segala hal yang berhubungan dengan “space-out” BOP dan Well Head. 2. Periksa dan lakukan functional test terhadap peratalan Rig, diyakinkan berfungsi dengan baik. 3. Lakukan inspeksi (safety check list dari instansi yang berwenang) masalah keselamatan instalasi pengeboran, peralatan pemadam kebakaran dan peralatan keselamatan kerja, termasuk peralatan pendeteksi gas beracun H2S, Co2 dan Breathing aparatus.



125



4. Periksa semua tanki lumpur dan peralatan solid control dalam kondisi kerja yang baik. 5. Periksa persediaan spare part pompa lumpur, komponen rig, dan persediaan mud screen. 6. Periksa semua peralatan komunikasi, yakinkan berfungsi dengan baik. 7. Periksa dan pastikan semua komponen Pahat dan Crossover yang dibutuhkan untuk merangkai BHA telah tersedia dan dalam kondisi baik. 8. Pastikan semua peralatan dan material sudah tersedia di well site dan dalam kondisi baik. Pastikan alat untuk peralatan fishing tersedia komplit dan dalam kondisi yang baik. 9. Siapkan dan pasang handling tools untuk masuk rangkaian BHA dan Casing semua trayek. 10. Periksa seluruh system sambungan dan diuji sampai tekanan kerja. 11. Lakukan safety meeting di lokasi untuk memastikan seluruh personil dapat mengetahui tanggung jawab, prosedur dan keselamatan kerja. 12. Pastikan semua material (Mud chemical, casing, dll.) serta peralatan untuk kebutuhan sumur telah tersedia



5.14.2. Penumbukan Conductor casing 20” Pada trayek ini tidak di lakukan operasi pemboran melainkan dengan proses penumbukkan selubung ukuran Conductor casing 20 “ pada kedalaman 262.4 ft. setelah trayek ini baru di laukan proses pemboran dengan meggunakan Roller Cone Bit. 5.14.3. Trayek Lubang 17 ½” Kedalaman Trayek : 1232 ft Lumpur



: KCL Polimer, 8.75 – 9.53 ppg



Pahat



: Tricone Bit IADC 1,1,5



BOP



: 21” x 5000 psi 126



Casing



: 13 3/8”,J-55,54.5 lb/ft,BTC



5.14.3.1. Operasi Pemboran 1. Bor formasi dengan pahat 17 ½” menggunakan tricone bit sampai



kedalaman 1232 ft.. Pasang dan semen Selubung 13 3/8” di kedalaman 1232 ft dengan guide shoe, float collar dan centralizer pada casing. 2. Pasang BOP 13 3/8” x 5000 psi. Tes tekanan 2500 psi. 3. Pasang BHA dan bit 12 ¼”,bersiap untuk lanjut melakukan proses



pemboran trayek selanjutnya. 4. Melakukan LOT.



5.14.3.2. Lithologi Menurut Spruyt (1956) formasi in terlatak selaras diatas Formasi Air Benakat. Formasi ini dapat dibagi menjadi dua anggota “a” dan anggota “b”. Anggota “a” disebut juga Anggota Coklat (Brown Member) terdiri atas batulempung dan batupasir coklat sampai coklat kelabu, batupasir berukuran halus sampai sedang. Didaerah Palembang terdapat juga lapisan batubara. Anggota “b” disebut juga Anggota Hijau Kebiruan (Blue Green Member) terdiri atas batulempung pasiran dan batulempung tufaan yang berwarna biru hijau, beberapa lapisan batubara berwarna merah-tua gelap, batupasir kasar halus berwarna putih sampai kelabu terang. Ketebalan formasi ini sekitar 450 -750 meter. 5.14.3.3. Pipa Terjepit Pipa terjepit yakni keadaan di mana rangkaian drill string tidak dapat berputar ataupun di naik-turunkan, hal ini di antara nya dapat di sebabkan akibat terjepit dari fomrasi yang mengembang ( swelling clay ) maupun juga dapat terjadi akibat runtuhan formasi. Pada trayek ini menembus batuan lempung yang berpotensi untuk terjadinya swelling clay, namun keadaan ini sudah di antisipasi dengan menggunakan lumpur jenis KCL Polimer yang



127



memang sering di gunakan untuk menembus jenis formasi lempung guna menghindari terjadinya swelling clay. 5.14.4. Trayek Lubang 12 ¼” Kedalaman Trayek : 1612 ft Lumpur



: KCL Polimer, 9.53 – 10.14 ppg



Pahat



: Tricone Bit IADC 1,3,5



BOP



: 13 5/8” x 5000 psi



Casing



: 9 5/8”,H-32.3 lb/ft, BTC



5.14.4.1. Operasi Pemboran 1. Bor formasi dengan pahat 12 1/4” menggunakan bit tricone sampai kedalaman 1612 ft, masuk dan semen selubung 9 5/8” di kedalaman 1612 dengan guide shoe, float collar dan centralizer casing. 2. Pasang BOP 9 5/8” x 5000 psi, tes tekanan 2500 psi 3. Pasang BHA dan bit 8 1/2”, bersiap untuk melanjutkan proses pemboran trayek produksi. 4. Melakukan LOT. 5.14.4.2. Lithologi Menurut Spruyt (1956), formasi ini merupakan tahap awal dari siklus pengendapan Kelompok Palembang, yaitu pada saat permulaan dari endapan susut laut. Formasi ini berumur dari Miosen Akhir hingga Pliosen. Litologinya terdiri atas batupasir tufaan, sedikit atau banyak lempung tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan atau batupasirnya semakin keatas semakin berkurang kandungan glaukonitnya. Pada formasi ini dijumpaiGlobigerina spp, tetapi banyak mengadung Rotalia spp. Pada bagian atas banyak dijumpai Molusca dan sisa tumbuhan. Di Limau, dalam penyelidikan Spruyt (1956) ditemukan serpih lempungan yang berwarna



128



biru sampai coklat kelabu, serpih lempung pasiran dan batupasir tufaan. Ketebalan formasi ini berkisar 250 – 1550 meter. 5.14.4.3. Pipa Terjepit Pipa terjepit yakni keadaan di mana rangkaian drill string tidak dapat berputar ataupun di naik-turunkan, hal ini di antara nya dapat di sebabkan akibat terjepit dari fomrasi yang mengembang ( swelling clay ) maupun juga dapat terjadi akibat runtuhan formasi. Pada trayek ini menembus batuan lempung yang berpotensi untuk terjadinya swelling clay, namun keadaan ini sudah di antisipasi dengan menggunakan lumpur jenis KCL Polimer yang memang sering di gunakan untuk menembus jenis formasi lempung guna menghindari terjadinya swelling clay. 5.14.4. Trayek Lubang 8 ½” Kedalaman Trayek : 2230.4 ft Lumpur



: KCL Polimer 10.14 – 10.75 ppg



Pahat



: Tricone Bit IADC 1,3,5



BOP



: 9 5/8” x 5000 psi



Casing



: 7”,H – 40 lb/ft, BTC



5.14.4.1. Operasi Pemboran 1. Bor dengan pahat 8 ½” menggunakan tricone bit. sampai kedalaman 2230.4 ft. Masuk dan semen Produksi casing 7” di kedalaman 2230.4 ft dengan guide shoe, float collar dan centralizer casing. 2.



Sirkulasikan lubang sampai bersih.



3.



Logging lapisan produktif. Kemudian lakukan completion.



4.



Rig down.



5.14.4.2. Lithologi Menurut Spruyt (1956), formasi ini merupakan tahap awal dari siklus 129



pengendapan Kelompok Palembang, yaitu pada saat permulaan dari endapan susut laut. Formasi ini berumur dari Miosen Akhir hingga Pliosen. Litologinya terdiri atas batupasir tufaan, sedikit atau banyak lempung tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan atau batupasirnya semakin keatas semakin berkurang kandungan glaukonitnya. Pada formasi ini dijumpaiGlobigerina spp, tetapi banyak mengadung Rotalia spp. Pada bagian atas banyak dijumpai Molusca dan sisa tumbuhan. Di Limau, dalam penyelidikan Spruyt (1956) ditemukan serpih lempungan yang berwarna biru sampai coklat kelabu, serpih lempung pasiran dan batupasir tufaan. Ketebalan formasi ini berkisar 250 – 1550 meter. 5.14.4.3. Pipa Terjepit Pipa terjepit yakni keadaan di mana rangkaian drill string tidak dapat berputar ataupun di naik-turunkan, hal ini di antara nya dapat di sebabkan akibat terjepit dari fomrasi yang mengembang ( swelling clay ) maupun juga dapat terjadi akibat runtuhan formasi. Pada trayek ini menembus batuan lempung yang berpotensi untuk terjadinya swelling clay, namun keadaan ini sudah di antisipasi dengan menggunakan lumpur jenis KCL Polimer yang memang sering di gunakan untuk menembus jenis formasi lempung guna menghindari terjadinya swelling clay. 5.14.5. Hal Khusus 1. Pasang detector gas beracun pada tempat – tempat tertentu di sekitar cellar dan perangkat bor. 2. Pengambilan serbuk bor dengan pengawasan Well site geologist 3. “Composite Log “ harus di buat menurut pedoman Standard 4. Sebelum operasi dimulai harus dilakukan commisioning dan functional test” terhadap seluruh peralatan Rig dibawah pengawasan Company Man, dan di yakinkan berfungsi dengan baik 5. Lumpur agar dicampur dengan anti korosi terhadap metal 6. Pada daerah hilang sirkulasi ( Zona Loss ) atasi dengan material 130



sumbat sampai hilang sirkulasi mengecil , kemudian di ikuti dengan sumbat semen. 7. Setiap akan menyemen selubung , kondisikan lubang dan sirkulasai sampai bersih 8. Bila terjadi hambatan pada saat pemboran karena kerusakan peralatan , cabut rangkaian pahat sampai Casing shoe 9. Apabila terjadi hilang Lumpur , cabut rangkaian minimal 1 (satu ) stand pipa bor secepat mungkin atau sampai shoe selubung , untuk menghindari rangkaian terjepit. 11. Bila rangkaian terjepit , segera pompakan dan rendam rangkaian dengan campuran solar + chemical lubrikasi ( konsentrasi 10 – 25 % ) selama 3 – 4 jam, sambil gerakan rangkaian dan kerjakan jar. 12. Jika terjadi kick langsung tutup BOP, matikan pompa kemudian cek apakah ada aliran di flow line, jika ada aliran buka chock, normalkan bottomhole pressure. 13. Penyimpangan program atau pola yang telah di tentukan harus mendapat persetujuan Pimpinan. 14. Peralatan Safety (BOP, BPM, Relif Valve pompa Lumpur) harus diperiksa dan di uji sesuai dengan tekanan kerja peralatan tersebut setiap setelah pemasangan (sebelum mengebor trayek baru), di bawah pengawasan Company Man dan diyakinkan teruji dengan baik. 15. Waspada terhadap kemungkinan terjadinya hilang sirkulasi, jepitan, overpressured dan masalah limbah pemboran. 16. Seluruh program material dapat berubah, tergantung pada kondisi pemboran. 17. Buat berita acara tajak sumur penyelesaian/penutupan sumur.



131



dan



berita



acara



5.14.6. Lain-Lain 1. Pengelolaan Lumpur dilaksanakan oleh Mud Engineer disupervisi oleh Company Man. 2. Deskripsi serbuk bor dan batuan oleh Wellsite Geologist , serta laporan dibuat sesuai standar 3. Penyemenan dilaksanakan oleh Cementing Services dibawah pengawasan Company Man. 4. Ikuti SOP pada setiap pelaksanaan kerja, utamakan keselamatan kerja serta cegah pencemaran lingkungan. 5. Apabila ada perubahan yang prinsip dari program ini harus dikomunikasikan kepada TIM dan mendapat persetujuan dari Pimpinan Pusat. 5.14.7. Lindung Lingkungan 1. Pengeloaan Limbah dilaksanakan oleh HSE, Well site Supervisor dan di bantu oleh Rig Superintentent , Company Man 2. HSE wajib melaporkan ketinggian air limbah 3. Water Disposal dan Water Treatmen harus berfungsi dengan baik 4. Usahakan dapat di lakukan dengan sistim sirkulasi tertutup 5. Hindari kebocoran minyak Pelumas, solar, Lumpur dll



132



BAB VI FASILITAS PRODUKSI



Setelah memperkirakan kinerja produksi dari suatu lapangan minyak,



hal



penting



yang



harus



dilakukan



selanjutnya



adalah



merencanakan fasilitas untuk memproduksikan hidrokarbon di lapangan tersebut. Fasilitas produksi mencakup fasilitas produksi di sumuran, fasilitas transportasi ke



stasiun pengumpul maupun ke titik lainnya, fasilitas



pemisahan fasa fluida terproduksi, dan fasilitas penyimpanan hidrokarbon. Pada bab ini akan dibahas tentang fasilitas produksi yang rencanannya akan kami terapka dalam perencanaan pengenmbangan lapangan Beta. 6.1 Fasilitas Sumuran 1) Kepala Sumur (Wellhead) Kepala sumur merupakan peralatan kontrol sumur di permukaan yang terbuat dari besi baja membentuk suatu sistem seal/penyekat untuk menahan semburan atau kebocoran cairan sumur ke permukaan yang tersusun atas casing head (casing hanger) dan tubing head (tubing hanger). 1. Casing Head Merupakan fitting (sambungan) tempat menggantungkan casing. Diantara casing string pada casing head terdapat seal untuk menahan aliran fluida keluar. Pada casing head terdapat pula gas outlet yang berfungsi untuk : -



Meredusi tekanan gas yang mungkin timbul diantara casing



string. -



Mengalirkan fluida di annulus (produksi).



2. Tubing Head Alat ini terletak dibawah x-mastree untuk menggantungkan tubing dengan sistem keranan (x-mastree). Funsi utama dari tubing head, adalah : 133



- Sebagai penyokong rangkaian tubing. - Menutup ruangan antara casing-tubing pada waktu pemasangan x-mastree atau perbaikan kerangan/valve. -



Fluida yang mengalir dapat dikontrol dengan adanya connection diatasnya.



2) X-mass Tree Alat ini mrupakan susunan kerangan (valve) yang berfungsi sebagai pengamanan dan pengatur aliran produksi di permukaan yang dicirikan oleh jumlah sayap/lengan (wing) dimana choke atau bean atau jepitan berada. Peralatan pada x-mastree terdiri : 1. Manometer tekanan dan temperatur, ditempatkan pada tubing line dan casing line. 2. Master valve/gate, berfungsi untuk membuka atau menutup sumur, jumlahnya satu atau tergantung pada kapasitas dan tekanan kerja sumur. 3. Wing valve/gate, terletak di wing/lengan dan jumlahnya tergantung kapasitas dan tekanan kerja sumur yang berfungsi untuk mengarahkan aliran produksi sumur. 4. Choke/bean/jepitan, merupakan valve yang berfungsi sebagai penahan dan pengatur aliran produksi sumur, melalui lubang (orifice) yang ada. Ada dua macam choke, yaitu : -



Positive choke : merupakan valve dimana lubang (orifice) yang ada sudah mempunyai diameter tertentu, sehingga pengaturan aliran tergantung pada diameter orificenya.



-



Adjustable choke : choke ini lebih fleksible karena diameter orifice dapat diatur sesuai posisi needle terhadap seat sehingga pengaturan alirannya pun fleksible sesuai keperluan (tekanan dan laju aliran).



5. Check valve, merupakan valve yang hanya dapat mengalirkan fluida pada satu arah tertentu yang berfungsi untuk menahan aliran dan 134



tekanan balik dari separator. Pada x-mastree, check valve ini ditempatkan setelah choke sebelum masuk flow-line. Penambahan fasilitas di sumuran ini akan sangat tergantung pada jumlah penambahan sumur infill pada scenario yang di pilih. Penambahan fasilitas sumuran akan sebanyak jumlah sumur baru yang akan dibuat.



6.2 Fasilitas Transportasi ke Stasiun Pengumpul Pada lapangan Beta fluida produksi yang berasal dari sumur akan dialirkan ke stasiun pengumpul melalui pipa salur dengan diameter 2 7/8 in. Namun dibeberapa titik akan dipasang manifold dan header berukuran 7 in untuk menggabungkan beberapa sumur di menjadi satu aliran menuju stasiun pengumpul. Berikut ini adalah perencanaan jalur pipa berdasarkan kondisi permukaan di lokasi operasi.



Gambar 6.1 Jalur Pipa Salur Lapangan Beta



135



6.3 Fasilitas Stasiun Pengumpul Setelah fluida produksi mengalir ke permukaan maka kemudian fluida produksi tersebut dialirkan menuju stasiun pengumpul melalui pipa salur. Pada stasiun pengumpul ini kemudian fluida terproduksi akan dipisahkan menurut fasanya yaitu minyak gas dan air. Fungsi dari pemisahan ini adalah agar minyak/gas yang terproduksi dapat memenuhi standar untuk dijual ke konsumen.



Setelah



melalui



serangkaian



proses transportasi dan pemisahan kemudian masing-masing fasa akan dialirkan menuju fasilitas yang berbeda. Pada lapangan Beta minyak yang terproduksi



yang telah mengalami serangkaian proses pemisahan akan



ditampung ke dalam storage tank untuk kemudian didistribusikan ke konsumen melaui pipa, mobil tanki, maupun kapal. Sedangkan gas teproduksi akan dilakukan dehidrasi dan dikompresi untuk nantinya diinjeksikan lagi ke reservoir dan di flare, dan air akan ditampung ke tanki penimbunan dan kemudian di proses di water treatment plant (WTP) yang telah disiapkan untuk dioalah dan kemudian disiapkan untuk diinjeksikan kembali ke reservoir. 6.3.1 Proses Separasi Fluida Terproduksi Pada proses ini, fluida teproduksi akan dilakukan pemisahan sesuai fasa. Proses ini membutuhkan beberapa fasilitas peralatan di stasiun pengumpul. Berikut ini adalah penjelasan tentang fasilitas yang rencananya akan digunakan pada stasiun pengumpul lapangan Beta. 1) Manifold Manifold adalah serangkaian kerangan atau valve yang berfungsi untuk menyamakan tekanan dari beberapa aliran fluida sebelum digabungkan menjadi satu aliran pada pipa header. Header digunakan pada lapangan Beta untuk menggabungkan aliran dari beberapa sumur sebelum memasuki stasiun pengumpul untuk pengolahan selanjutnya. 136



2) Separator Produksi Separator merupakan vessel yang berfungsi untuk memisahkan fluida produksi menurut fasanya. Terdapat beberapa separator yang rencananya akan digunakan pada lapangan Beta yaitu, separator 3 fasa (FWKO) untuk pemisahan tahap pertama fasa minyak, air, dah gas, dan separator 2 fasa unntuk mengantisipasi masih adanya fasa gas yang terikut dalam pemisahan tahap pertama. 3) Free Water Knock Out (FWKO) Free Water Knock Out adalah separator 3 fasa yang fungsi utamanya adalam memisahkan air yang terproduksi dari minyak pada fasa bebas.



4) Seperator Tes Separator tes adalah separator tiga fasa yang fungsinya adalah untuk mengetahui laju alir minyak, air, dan gas dari suatu sumur. 5) Knock Out Drum KO Drum adalah vessel yang digunakan untuk memisahkan fasa cairan yang mungkin masih terikut dari fasa gas sebelum dikompresi atau diflare. 6) Oil Skimmer Vessel Oil skimmer adalah alat yang digunakan untuk memisahkan fasa minyak yang masih terbawa oleh aliran air dari pemisahan tahap pertama.



137



7) Level Controller Level controller merupakan alat yang digunakan untuk mengontrol tinggi kolom fluida di dalam suatu vessel. Alat ini bekerja dengan secara kontinyu mengukur level fluida dalam alat dan memberikan signal kepada control valve untuk membuka dan menutup untuk menyesuiakan tinggi kolom fluida di dalam vessel. 8) Pressure Controller Pressure controller adalah alat yang digunakan untuk mengatur tekanan yang ada di dalam suatu vessel. Alat ini bekerja dengan cara memberikan signal kepada control valve untuk membuka dan menutup



untuk menyesuaikan tekanan gas di dalam valve.



Biasanya melibatkan blanket gas untuk menambah tekanan vessel bila dianggap kurang. 9) Storage Tank Storage tank merupakan tanki yang digunakan untuk menyimpan fluida terproduksi yang telah berhasil dipisahkan maupun bahan kimia. Storage tank yang digunakan untuk penyimpanan minyak di lapangan Beta didesain menggunakan storage tank tipe floating roof untuk mengantisipasi tekanan uap yang terbentuk pada tanki. 10) Gas Scrubber (suction) Gas scrubber merupakan peralatan pemisah yang digunakan untuk menagkap butiran cairan yang terikut dalam gas sebagai liquid carryover sebelum masuk ke kompresor agar kompresor terhindar dari kerusakan akibat adanya cairan. 11) Flare Pit Flare pit adalah alat yang digunakan untuk membakar gas terproduksi yang tidak digunakan. Pada lapangan Beta, flare pit 138



dipasang diatas tower untuk alasan keselamatan. Sebagian gas tetap dibakar walaupun pada dasarnya akan dikembalikan ke reservoir. Hal ini dilakukan atas dasar alasan safety untuk mengantisipasi adanya lonjakan produksi gas yang melebihi kemampuan fasilitas produksi. 12) Kompresor Kompresor adalah alat yang digunakan untuk menambah tekanan gas sepanjang aliran produksi dan injeksi lapangan Beta. Pada lapangan Beta gas akan dikompresi sampai tekanan injeksi dengan 3 tahap dengan rasio kompresi sekitar2 untuk tiap stagenya.



139



Gambar 6.2 Skema Fasilitas di Stasiun Pengumpul Lapangan Beta



140



Dari skema terlihat pada stasiun pengumpul lapangan Beta digunakan dua header yang berbeda. Header yang pertama dan utama adalah header produksi yang mengalirkan menuju FWKO. Header kedua adalah test header yang digunakan untuk operasi tes sumur. 6.3.2 Water Treatment Plant Air formasi yang ikut terproduksi pada produksi minyak di lapangan Beta setelah dipisahkan dari skimmer akan menjalani serangkaian proses untuk memastikan kualitas air agar layak diinjeksikan kembali ke reservoir di lapangan Beta. Pada lapangan Beta ini Wilayah kerja pertambangan berencana bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu Veolio Water Management yaitu perusahaan penyedia teknologi pemurnian air limbah dengan memilih produk OPUS II yang mereka tawarkan dengan kapasitas 3200 BWPD.



Gambar 6.3 Skema Water Treatment Plant OPUS II Teknologi OPUS II terdiri dari serangkaian proses treatment yang melibatkan chemical softening, filtrasi membrane, ion echange softening, dan reverse osmosis yang dioperasikan pada pH yang dinaikan. Proses pretreatment sebelum proses RO didesain untuk mengurangi minyak bebas, hardness, logam, dan padatan terlarut pada air terproduksi. Proses



141



RO dilakukan pada pH yang dinaikan yang secara efektif mengotrol zat partikel, biologi, dan organic pengotor, dan mencegah pembentukan scale akibat silica, dan menghilangkan silica, zat organic, dan boron. Pada teknologi OPUS II, feed water pertama kali menjalani proses softening kimia, yang merupakan pemisahan minyak bebas dan padatan dari air yang menggunakan teknologi ultrafiltrasi CeraMem. Proses ini terdiri dari serangkaian tanki reaksi yang dilanjutkan pada tanki kristalisasi yang dilengkapi dengan teknologi pencampuran Turbomix yang mengakibatkan pengendapan dari kekerasan dan logam pada feed water dan kristalisasi padatan yang terbentuk dari pengendapan. Air yang sudah dilembutkan dan padatan yang sudam mengkristal kemudian diproses melalui sistem ultrafiltrasi membrane keramik yang dioperasikan dengan prinsip cross-flow untuk menghilangkan minyak bebas, kekerasan total, dan padatan yang terendapkan pada konsentrasi yang lebih rendah. Limbah padatan dari proses CeraMem secara kontinyu di proses kembali pada tanki kristalisasi dan dibersihkan secara berkala. Filtrat dari proses CeraMem kemudian ditreat dengan ion exchange softening memanfaatkan resin Weak Acid Cation (WAC) pada bentuk sodium untuk pemisahan kekerasan dan logam terlarut menjadi konsentrasi yang lebih rendah tanpa koreksi pH. Air yang telah melewati treatment awal kemudian ditekan melewati RO yang dioperasikan dengan pH yang dinaikan pada mode pass tunggal atau ganda untuk mengurangi TDS, boron, dan zat organic. Sebelum air produksi diinjeksikan kembali ke reservoir, sebelumnya air akan diambil untuk dianalisa di laboratorium. Hasil analisa seharusnya akan berada dibawah ambang batas baku injeksi air yang diizinkan oleh Kepmen KLH atau SK Gubernur airnya dibuang ke lingkungan. Apabila melebihi standard KLH/Gubernur air akan diproses kembali.



142



Tabel VI-1 Performa WTP OPUS II



6.3.3 Perencanaan Pengadaan Fasilitas Produksi Lapagan Beta Dalam perencanaan pengembangan lapangan Beta, perusahaan kami akan melakukan pengadaan fasilitas produksi untuk medukung operasi kami di Lapangan Beta. Perencanaan pengadaan fasilitas produksi ini dirancang berdasarkan kemampuan produksi lapangan yang dihasilkan dari simulasi reservoir. Berdasarkan analisa kebutuhan fasilitas produksi pada skenario pengembangan yang akan dilakukan, maka beberapa fasilitas yang diajukan untuk ditambahkan adalah sebagai berikut: Tabel VI-2 Perancanaan Pengadaan Fasilitas Produksi Lapangan Beta Item



Sizing



FWKO



48" OD x



Horizontal



10'



3 phase Test



24" OD x



Separator



10'



2 phase



36" OD x



Separator



10'



Liq



Gas



Capacity



Capacity



BPD



MMSCFD



3170



WP



Unit



35



720



1



780



9.2



720



1



3325



14.8



720



1



143



Oil Skimmer Vessel



3000



Knock Out Drum



1 7 MMSCFD



1



Gas Scrubber



3



Compressor



3



Booster Pump



5



Water Treatment



3200



1



Oil Tank



5000



1



Water Tank



5000



1



Backup Tank



3000



1



Plant



Manifold



1



Pipeline 2 7/8 in Christmast Three Well Head Power Generator 1000



1



Kva Flare Stack Unit



1



144



BAB VII FIELD DEVELOPMENT SCENARIO



7.1.



Sejarah Lapangan Beta Lapangan Beta adalah lapangan yang telah diberikan pemerintah



pada 30 desember 2003 dan lapangan ini diberikan kontrak selama 30 tahun. Lapangan ini terdapat formasi air bekanat yang batuannya adalah batuan pasir dan memiliki 5 lapisan yaitu Z380, R10, Z450, Z550 and Z650. Namun yang akan dikembangkan pada lapangan ini hanya 3 lapisan yaitu Z380, Z550 and Z650. Lapangan ini pada saat ini telah melewati tahap eksplorasi dengan membuat 4 sumur. Sumur beta 1 di buat pertamakali 4 maret 2007, sumur ini di buat untuk mengetahui apakah benar reservoir memiliki kandungan minyak. Kemudian sumur beta 2 di buat untuk dapat mengetahui contak antara air dan minyak (WOC) pada reservoir. Selanjutnya sumur beta 3di buat untuk dapat mengetahui jenis sesar yang membagi antara beta 1 dan beta 2 dan mengetahui batas hidrokarbon yang searah. Dan yang terakhir beta 4 di buat untuk di puncak antiklin dapat mengetahui stratigrafi secara detail dari lapisan atas sampai lapisan bawah yang mungkin tidak dapat ditembus oleh sumur 1. 7.2.



Tahapan Pengembangan Lapangan. Lapangan beta belum berpoduksi, namun setelah dihitung



menggunakan volumetrik pada reservoir air bekanat ini memiliki OOIP sebesar 21,45 MMSTB dan recovery factor yang di hitung menggunakan JJ.Arps sebesar 35%. Selain itu hasil analisa dari data-data yang ada menyatakan bahwa agar lapangan ini dapat dikembangkan. Berdasarkan data yang ada, maka dapat menggunakan simulasi reservoir untuk mensimulasikan dan prediksi produksi dari reservoir tersebut. 145



Untuk dapat merubah lapangan beta dari lapangan eksplorasi menjadi



lapangan



eksplorasi,



dapat



dilakukan



dengan



cara



menamambahkan sumur infill baik secara vertical, horizontal maupun Multilateral drilling. Selain itu untuk sumur injeksi (injeksi gas atau air) dapat pula ditambahakan untuk dapat menguras hidrokarbon yang tersisa. Perencanaan



pengembangan



lapangan



tersebut



didasarkan



atas



pertimbangan-pertimbangan yang mencakup beberapa aspek baik ditinjau secara geologi, reservoir, pemboran, produksi dan keekonomian lapangan yang paling memungkinkan. 7.3.



Skenario Pengembangan Lapangan. Seperti



yang



telah



disebutkan



sebelumnya



pengembangan



lapangan yang dilakukan yaitu dengan cara pemboran sumur infill dan penambahan sumur injeksi. mempertimbangkan aspek-aspek yang telah disebutkan di atas juga didasarkan pada pertimbangan faktor perolehan, distribusi saturasi air, permeabilitas, porositas, volume clay dan tekanan. Pada kali ini akan dilakukan skenario yang dilakukan sebanyak 4 skenario, meliputi : 



Skenario 1. Basecase + Dilakukan 11 sumur infill vertikal.







Skenario 2. Basecase + Dilakukan 8 sumur infill vertikal dan 2 sumur injeksi air.







Skenario 3. Basecase + 4 infill vertikal, 3 Infill Horizontal, 3 infill Multilateral, 2 injeksi gas dan 1 injeksi air.







Skenario 4. Basecase + penambahan Multilateral pada sumur Beta 1,2,3 dan 4, 1 infill vertikal, 1 infill horizontal, 6 sumur infill Multilateral dan 2 injeksi air. Seperti yang udah dijelas bahwa metode yang dilakukan untuk



meramalkan produksi menggunakan analisa simulasi reservoir. Melalui ini 146



akan



diketahui



seberapa



besar



minyak



yang



diperoleh



dengan



penambahan skenario-skenario yang ada. Berikut adalah tabel kegiatan skenario pengembangan lapangan : Tabel VII-1 Skenario 1 Skenario 1 No



Nama Kegiatan



Tanggal Pembuatan



1



Infill Vertikal BETA 5



Feb-10



2



Infill Vertikal BETA 6



Jun-10



3



Infill Vertikal BETA 7



Nov-10



4



Infill Vertikal BETA 8



Mar-11



5



Infill Vertikal BETA 9



Feb-11



6



Infill Vertikal BETA 10



Oct-11



7



Infill Vertikal BETA 11



Dec-11



8



Infill Vertikal BETA 12



Mar-12



9



Infill Vertikal BETA 13



May-12



10



Infill Vertikal BETA 14



Jul-12



11



Infill Vertikal BETA 15



Oct-12



147



Tabel VII-2 Skenario 2 Skenario 2 No



Nama Kegiatan



Tanggal Pembuatan



1



Infill Vertikal BETA 5



Feb-10



2



Infill Vertikal BETA 6



Jun-10



3



Infill Vertikal BETA 7



Nov-10



4



Infill Vertikal BETA 8



Mar-11



5



Infill Vertikal BETA 9



Feb-11



6



Infill Vertikal BETA 10



Oct-11



7



Infill Vertikal BETA 11



Dec-11



8



Infill Vertikal BETA 12



Mar-12



9



Injeksi air -1



Jun-12



10



Injeksi air -2



Oct-12



148



Tabel VII-3 Skenario 3 Skenario 3 No



Nama Kegiatan



Tanggal Pembuatan



1



Infill Multilateral BETA 5



Feb-10



2



Infill Horizontal BETA 6



Jun-10



3



Infill Vertikal BETA 7



Nov-10



4



Infill Vertikal BETA 8



Mar-11



5



Infill Multilateral BETA 9



Feb-11



6



Infill Multilateral BETA



Oct-11



10 7



Infill Vertikal BETA 11



Dec-11



8



Infill Vertikal BETA 12



Mar-12



9



InfillHorizontal BETA 13



May-12



10



Infill Horizontal BETA



Jul-12



14 11



Infill Horizontal BETA



Oct-12



15 12



Injeksi gas -1



Jun-12



13



Injeksi gas -2



Nov-12



14



Injeksi air -1



Dec-12



149



Tabel VII-4 Skenario 4 Skenario 4 No



Nama Kegiatan



Tanggal Pembuatan



1



Multilateral Beta 1



Sep-09



2



Multilateral Beta 2



Oct-09



3



Multilateral Beta 3



Nov-09



4



Multilateral Beta 4



Dec-09



5



Infill Vertikal BETA 5



Feb-10



6



Infill Multilateral BETA 6



Jun-10



7



Infill Multilateral BETA 7



Nov-10



8



Infill Multilateral BETA 8



Mar-11



9



Infill Multilateral BETA 9



May-11



10



Infill Horizontal BETA 10



Oct-11



11



Infill Multilateral BETA



Dec-11



11 12



Infill Multilateral BETA



Mar-12



12 13



Injeksi air -1



Mar-12



14



Injeksi air -2



Jun-12



Tabel VII-5 Np dan RF Tiap Skenario Pengembangan Lapangan Beta Skenario Kumulatif produksi (MMSTB)



Recovery factor (%)



1



3.29



15.33



2



3.39



15.79



3



5.48



25.56



4



4.53



21.10



150



Produksi minyak (MMSTB)



6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1 basecase



skenario 1



skenario 2



skenario 3



skenario 4



Gambar 7.1 Grafik Perbandingan Produksi setiap Skenario



Perbandingan Kumulatif Produksi tiap Skenario 6,000,000.00



Cumulative Production



5,000,000.00 4,000,000.00 3,000,000.00 2,000,000.00 1,000,000.00 0.00 2009



2014



2019



2024



2029



2034



Tahun cumulative oil Skenario 1



cumulative oil Skenario 2



cumulative oil Skenario 3



cumulative oil Skenario 4



Gambar 7.2 Grafik Perbandingan kumulatif Produksi setiap Skenario Berdasarkan tabel dan grafik di atas dapat diketahui skenario manakah yang dapat menghasilkan kumulatif produksi total dan recovery 151



total. Pada setiap skenario tentunya akan menghasilkan kumulatif produksi total dan recovery total yang berbeda-beda, dikarenakan perlakuan yang dilakukan pada setiap skenario yang berbeda. Pada skenario dilakukan pemboran infill secara Multilateral dan gas flooding memiliki recovery paling besar karena dapat menguras secara luas dan gas dapat mendesak minyak dengan baik. Penambahan sutau kegiatan pada lapangan dapat memberikan perolehan minyak yang signifikan. Bisa diambil kesimpulan bahwa semakin banyak kegiatan yang dilakukan akan dapat memperoleh minyak yang besar pula. Namun, untuk memilih skenario yang akan dipergunakan, tidaklah cukup hanya dengan memperhatikan tingkat perolehan minyak dan recovery faktor yang didapatkan. Namun haruslah memperhitungkan aspek keekonomian. 7.4.



Strategi Pengembangan Lapangan Selain



menjelaskan



mengenai



rencana



skenario



dari



pengembangan Lapangan Beta, pada bab ini juga akan diberikan strategi pengembangan lapangan kedepannya, guna menjaga produksi dari sumursumur pada Lapangan Beta. ini tetap berproduksi secara optimum. 7.4.1. Pencegahan Korosi pada peralatan di bawah sumur dan permukaan. Korosi merupakan suatu hal yang menyebabkan terjadinya lubang pada besi. Dalam industry perminyakan penggunaan besi atau baja sangatlah banyak digunakan pada semua bidang. Terjadinya korosi ini dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan yang ada. Jika terjadi kerusakan maka dapat menghambat proses produksi dijalankan. Suatu contoh bila tubing didalam lubang sobor terjadi korosi dan menyebabkan kebocoran, maka proses produksi dapat terganggu dan hasil produksi tidak sesuai target. Berikut adalah cara pencegahan korosi : Pencegahan Timbulnya Problem Korosi



152



Ada beberapa jalan untuk mencegah/mengurangi terjadinya korosi, yaitu : 1. Pemilihan Material Besi dan baja adalah logam-logam yang sangat biasa digunakan dalam operasi perminyakan. Pemilihan logam harus memperhatikan lingkungan yang korosif. Adanya H2S, dimana pengaruh hidrogen dapat merapuhkan strength dan daya tahan logam. 2. Engineering Design Rencana yang tepat untuk susunan peralatan dan pemasangan akan dapat memungkinkan untuk dilakukan perbaikan dan perawatan dimasa yang akan datang untuk mengontrol korosi. Banyak jenis korosi yang dapat dikurangi dengan engineering design yang tepat. Ada beberapa problem korosi yang sangat umum diakibatkan oleh design yang kurang tepat, yaitu : - Adanya celah-celah penyebab penghimpunan sel-sel korosi - Sistem aliran yang buruk dari saluran dan peralatan dapat menyebabkan penghimpunan sel korosi - Penyambungan logam yang tidak cocok juga dapat menyebabkan terjadinya korosi 3. Coating ( Perlapisan ) Terdapat dua jenis coating, yaitu : metalic coating dan plastic coating. Coating adalah melapisi peralatan dengan menggunakan bahan-bahan pelapis tertentu. a. Metalic Coating Biasanya dipakai zinc atau alumunium karena metal ini memberikan hasil yang baik dan ekonomis sedangkan chroming coating biasanya dipakai untuk sistem pompa. b. Plastic Coating Plastik yang digunakan untuk coating ada dua macam, yaitu thermoplastic yang menjadi lunak jika dipanaskan dan thermo setting plastic yang menjadi makin keras jika dipanaskan. Ketebalan coating ada yang tipis ( thin film )



153



dengan ukuran 5 – 7 mils ( 1/100 in ), sedangkan coating dengan ketebalan 12 – 25 mils disebut thick mil coating. Thick coating dianjurkan untuk korosi yang serius. 4. Chemical Inhibitor Chemical inhibitor digunakan untuk mengurangi terjadinya korosi. Berdasarkan komposisinya ada dua jenis inhibitor, yaitu : - Organic Inhibitor Biasanya mengandung nitrogen, belerang atau struktur asetilen. Dipakai untuk sumur-sumur gas kondensat, sumur minyak dan dalam pengasaman. Inhibitor organik ini dimasukkan kedalam sistem dalam bentuk cairan dan dipompakan dengan pompa kimia serta untuk memudahkan pemakaian, maka zat kimia diencerkan. Inhibitor diinjeksikan kedalam sistem secara kontinyu. Inhibitor yang baik dan efektif pada konsentrasi antara 15 – 30 ppm. - Anorganic Inhibitor Biasanya berupa kromat, fosfat, nitrit, arsenit dan lain-lain. Dipakai pada sistem tertentu pada peralatan pendingin, pengasaman pada suhu tinggi dan pada permukaan baja yang akan dicat. 5. Cathodic Protection Digunakan pada peralatan-peralatan yang berada dalam larutan elektrolit untuk mencegah korosi pada permukaan baja. Cara ini memberikan hasil yang baik pada pipe line, casing, tangki dan sebagainya. Cathodic protection tidak akan bekerja dalam kondisi atmosfir atau pipa yang berisi gas atau minyak, sebab keadaan sekelilingnya merupakan konduktor yang jelek. 6. Galvanic Cell dan Metal Tahan Korosi Galvanic Cell merupakan perbedaan potensial listrik yang terjadi jika dua buah metal yang berbeda dimasukkan ke dalam elektrolit yang sama (larutan asam atau garam), jika perbedaan potensial itu dihubungkan dengan kawat maka akan timbul arus listrik melalui kawat tersebut.



154



Peralatan-peralatan yang berada dalam air atau larutan garam atau basa cenderung mengalami korosi lebih besar yang disebabkan karena adanya galvanic cell ini. Cara mengatasi yang terbaik adalah melapisi (coating) atau menggunakan metal tahan korosi seperti monel atau stainless steel.



155



BAB VIII HEALTH SAFETY AND ENVIRONMENT AND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY



Health, safety and environment (HSE) merupakan hal yang sangat penting bagi setiap perusahaan yang bergerak di indusiti minyak dan gas bumi (migas). Disamping memiliki high technology dan high cost, juga mempunyai tingkat resiko kecelakaan kerja yang lebih tinggi (high risk). Dengan



demikian,



aturan



tentang



Kesehatan,



Keselamatan



dan



Lingkungan Hidup (HSE) di industri migas merupakan hal yang mutlak harus



diberlakukan.



Melindungi



dan



menjaga



kesehatan



pekerja,



keamanan pekerja serta keadaan dan kelestarian lingkungan baik secara fisik



maupun



sosial



harus



menjadi



prioritas



perusahaan



dalam



mengembangkan suatu lapangan. Oleh sebab itu, Penerapan prinsip HSE sangat efektif apabila diberlakukan sejak dibangunnya suatu perusahaan atau dimulainya suatu kegiatan serta dalam pelaksanaannya dibutuhkan manajemen yang baik agar kegiatan industri tersebut tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan baik secara fisik maupun sosial dan juga



untuk



mencegah,



mengurangi bahkan



meminimalkan



resiko



kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat menghabisakan banyak biaya untuk perusahaan, melainkan harus sebagai investasi jangka panjang yang dapat memberi keuntungan untuk perusahaan pada masa yang akan datang dan berkelanjutan. Untuk



membuat



suatu



pembangunan



suatu



industri



yang



berkelanjutan perlu dilakukan studi awal terkait kondisi lingkungan sebelum konstruksi dan operasi dijalankan. Analisis mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi dan potensi dari suatu daerah serta permasalahannya harus diketahui sejak awal untuk membangun suatu perencanaan yang 156



baik. Sebagai mana yang dikemukaka oleh Hadi (2001) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan secara implisit juga mengandung arti untuk memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas dari sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan bagi industri di bidang usaha minyak dan gas bumi merupakan hal terpenting dari suatu kegiatan usaha yang harus dilakukan agar industri dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Corporate Social Responsibility merupakan bentuk tanggung jawab suatu



perusahaan



dalam



membantu



pemerintah



daerah



guna



meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR) berlandaskan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Bab VIII pasal 40 ayat 3,4,5 dan 6 yang berisikan badan usaha dan bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. 8.1. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pengelolaan pada bidang HSE yang cocok untuk pengembangan



Lapangan Beta.



2. Bagaimana program CSR yang sesuai untuk daerah Lapangan Beta, sebagai bentuk tanggung



jawab sosial dalam pemberdayaan



masyarakat sekitar daerah Lapangan Beta. 3. Bagaimana rona lingkungan awal yang terdapat pada Lapangan Beta baik itu penggunaan lahan dan daerah sensitif yang terdapat pada Lapangan Beta dan sekitaranya. 4. Bagaimana nilai perubahan dari pembangunan dan pengembangan kemajuan pada Lapangan Beta baik jenis maupun besarnya dampak yang ditumbulkan dari operasi Lapangan Beta dan sekitarnya. 5. Bagaimana perusahaan melakukan perbaikan dan penyempurnaan terus menerus berdasarkan hasil evaluasi untuk menciptakan HSE yang baik di lingkungan perusahaan.



157



8.2. SAFETY GOLDEN RULES WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN 1. Pertama-tama Berpikirlah & Rencanakan Penilaian resiko yang terperinci dan perencanaan yang baik sebelum memulai perkerjaan membantu anda untuk dalam memilh APD (alat pelindung diri) yang tepat dan menyelesaikan pekerjaan dengan aman dan effisien. 2. Hentikan segera jika tidak aman Keputusan anda untuk menghentikan pekerjaan yang tidak aman akan mendapat



dukungan



dari



semua



manajer



Wilayah



Kerja



Pertambangan . 3. Laporkan tindakan & kondisi tidak aman Melaporkan semua “kecelakan dan kejadian / nyaris celaka“ akan menyelamatkan nyawa dan tidak melaporkan dapat dihukum. 8.3. TUJUAN DAN MANFAAT MELAKUKAN EBA (ENVIRONMENTAL BASELINE ASSESSMENT) Tujuan dari pelaksanaan Environmental Baseline Assessment (EBA) ini yaitu : 4. Mengetahui pengelolaan lingkungan yang seharusnya dilakukan untuk proyek pengembangan Lapangan Beta. 5. Mengetahui kondisi karakteristik rona lingkungan awal dari Lapangan Beta baik itu penggunaan lahan serta kawasan sensitif disekitar lokasi operasi. 6. Mengetahui penilaian yang menggambarkan apa yang bisa terjadi pada dasar yang merupakan hasil proyek pembangunan dan pengembangan Lapangan Beta dengan memprediksi besarnya dampak. Istilah besarnya digunakan sebagai singkatan untuk mencakup semua dimensi meramalkan dampak yang meliputi : a) Sifat perubahan (apa yang dipengaruhi dan bagaimana). b) Batas geografisnya dan distribusi.



158



c) Ukurannya, skala atau intensitas. d) Durasi, frekuensi,reversibilitas dan e) Jika relevan, kemungkinan dampak yang terjadi sebagai akibat dari disengaja atau tidak direncanakan peristiwa. Manfaat dari pelaksanaan Environmental Basseline Assessment (EBA) pada Lapangan Beta ini : 7. Sebagai bahan pertimbangan SKK Migas serta Pemda dalam memberikan izin pengembangan Lapangan Beta, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 8. Sebagai media informasi bagi masyarakat yang berbeda di wilayah sekitar lokasi operasi mengenai dampak lingkungan serta tindakan peminimalisirkan dampak oleh pihak Kontrak Karya Kerjasama (KKKS). 8.4. PENERAPAN SAFETY TRAINING OBSERVATION PROGRAM (STOP) STOP merupakan singkatan dari Safety Training



Observation



Program. Program ini merupakan suatu program “PEDULI” untuk menunjukan bahwa kita peduli terhadap orang lain dengan mengamati, berbicara dan diskusi mengenai permasalahan keselamatan kerja serta memberikan kepada mereka penghargaan kepada mereka untuk mendorong praktek kerja yang aman , dan memberikan umpan balik untuk menghilangkan perilaku yang beresiko. STOP didasarkan pada ide bahwa keselamatan kerja adalah tanggung jawab bersama semua orang. Ini membantu para pekerja melihat keselamatan kerja dari sudut pandang baru, sehingga mereka dapat membantu mereka sendiri dan rekan kerja mereka untuk bekerja dengan aman . Program ini mendorong cara berpikir dimana keselamatan kerja adalah diskusi yang terjadi setiap hari , bukan hanya ketika melakukan observasi formal.



159



8.4.1. Maksud dan Tujuan Safety Training Observation Program (STOP) 9. Memastikan semua karyawan mampu mendefinisikan istilah bahaya dan meningkatkan keterampilan pengenalan bahaya. 10.



Menghilangkan kejadian dengan menangani perilaku karyawan yang



aman dan tidak aman di lingkungan kerja. 11.



Merubah perilaku dengan memngamati orang dan memberikan



umpan balik untuk mendorong praktek kerja yang aman dan menghilangkan perilaku yang beresiko. 8.4.2. Siklus Observasi Safety Training Observation Program (STOP)



Gambar 8.1. Siklus STOP Berikut adalah Siklus Observasi Safety Training Observation Program (STOP) yaitu : 1.



Pertama kali anda harus MEMUTUSKAN untuk melakukan observasi keselamatan.



2.



Berikutnya anda harus BERHENTI didekat para karyawan sehingga anda bisa melihat apa yang sedang merka lakukan.



3.



Kemudian MENGAMATI karyawan dengan cara yang seksama dan sistematis , perhatikan segala sesuatu yang dikerjakan, fokuskan pada perilaku aman dan tidak aman.



4.



Setelah anda mengamati karyawan, anda BERTINDAK . Hal ini



melibatkan



pembicaraan



160



dengan



karyawan



yang



bersangkutan, hal ini juga untuk membina tata kerja yang aman dan memperhatikan perilaku yang beresiko. 5.



Pada sewaktu waktu setelah anda bertindak dengan cara berbicara kepada karyawan, anda MELAPOR observasi dan tindakan anda meanggunakan Kartu observasi keselamatan STOP.



8.4.3. Teknik Observasi Safety Training Observation Program (STOP) Bicaralah dengan orang yang bersangkutan hingga dia memahami mengapa tindakannya yang tidak aman berbahaya. Gunakan Sikap bertanya : 1.



Cedera APA yang dapat terjadi JIKA hal yang tak terduga terjadi?



2.



BAGAIMANA pekerjaan ini dapat dilakukan dengan lebih aman.



3.



Gunakan akal sehat anda dan tindakan untuk mencegah terulangnya kejadian



dan harus sesuai dengan kebijakan



perusahaan 4.



Gunakan observasi total :



5.



LOOK ABBI (above, below, behind and inside - Lihat atas, bawah, belakang dan didalam)



6.



Dengarkan adanya getaran dan suara yang tidak biasa (aneh).



7.



Cium adanya bau yang tidak biasa.



8.



Rasakan adanya suhu dan getaran yang tidak biasa.



9.



Gunakan siklus observasi keselamatan kerja



10. Rencanakan, berhenti, bertindak, dan laporkan. 8.5. LOKASI KAJIAN Secara administratif lokasi Lapangan Beta sebagian besar berada di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Secara geografis Kabupaten Musi Banyuasin terletak pada posisi 1,3° - 4° LS dan 103° - 105° BT dengan batas wilayah sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten, sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim , sebelah



161



Timur berbatasan Kabupaten Banyuasin. Cakupan wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin saat ini terdiri dari 14 Kecamatan, 236 desa dan 13 kelurahan, dengan luas wilayah 14.265,96 Km 2. Pola penggunaan lahan menurut data GIS (Geographic Information System) Bapeda Kabupaten Musi Banyuasin, wilayah seluas 204.011 Ha tersebut terdiri dari Sawah Irigasi 121.355 Ha (59,50%); Sawah tadah hujan 12.420 ha (06,09%); Perkebunan 42.130 ha (15,75%); Pemukiman 17.980 ha (08,81%); Empang 12.600 ha (06.18%); Lainnya 7.526 ha (03,67%). LOKASI LAPANGAN



Gambar 8.2. Lokasi Lapangan Beta Sedangkan Kecamatan Bayung lencir berada di bagian perbatasan Provinsi Jambi. Bayung Lencir terletak di bagian utara dari Kabupaten Musi Banyuasin dan berada sekitar 51 kilometer di sebelah Selatan Kota Jambi itu sendiri. Secara topografi , wilayah Bayung Lencir berada di dataran rendah berawa. Koordinat Bayung Lencir berada pada 6° 28' 0" lintang Selatan dan 108° 17' 0" bujur Timur. Kecamatan Bayung Lencir berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi di bagian Barat , di sebelah Selatan berbatasan dengan Tungkal Jaya dan Batanghari Leko, Kecamatan Lalan di bagian Timur, Provinsi Jambi Utara. Luas wilayah 4.847 km2.



162



Gambar 8.3. Lokasi Sumur Beta 8.6 ANALISIS PENENTUAN KAWASAN SENSITIF Pembangunan dan pengembangan di lapangan Beta akan membutuhkan Production rig untuk melakukan eksploitasi secara onshore dan pembangunan jaringan pipa untuk mengirim minyak hasil produksi dari lapangan Beta menuju ke stasiun pengumpul yang berada di daerah Balongan. Perlu diketahui deskripsi karakteristik lingkungan dan sosial untuk menentukan kawasan sensitif dan permasalahan lingkungan baik fisik maupun sosial yangberada di daerah tersebut. 8.6.1. Bentuk Lahan Bentuk lahan pada Kecamatan Bayung Lencir



Kabupaten Musi



Banyuasin berupa daratan alluvial pada bagian Timur sakibat aktifitas dari sungai di tengah kapling dan batuan yang ada di kecamatan Bayung Lencir terutama disusun oleh endapan aluvium dataran banjir dan back swamp dikarenakan aktifitas fluviatil dan denudasional di daerah tersebut.



163



8.6.2. Tanah Wilayah Kecamatan Bayung Lencir memiliki jenis Organosol dan tanah Gley Humus yang sebagian besar merupakan satuan jenis tanah yang berada di daerah dataran tinggi yang berbukit-bukit yang tidak jauh dari pengaruh aliran sungai. Sedangkan daerah yang jauh dari sungai terdiridari jenis tanah Podzolik Merah Kuning. Merupakan tanah hasil pelapukan material organik yang sangat cocok untuk bercocok tanam. Tanah podzolik adalah tanah yang terbentuk di daerah yang memiliki curah hujan tinggi dan suhu udara rendah. Di Indonesia jenis tanah ini terdapat di daerah pegunungan. Umumnya, tanah ini berada di daerah yang memiliki iklim basah dengan curah hujan lebih dari 2500 mm per tahun. Di Indonesia, tanah ini tersebar di daerah-daerah dengan topografi pegunungan, seperti Sumatera Utara dan Papua Barat.Alfisols adalah tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horizon argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi, pada umumnya tanah ini tidak kering. Jika dilihat dari ciri dan karakteristik tanah ini, bisa di simpulkan bahwa tanah podzolik merupakan tanah yang tergolong tidak subur baik itu secara fisik maupun kimianya. Akan tetapi mengingat lahan yang semakin susah dicari maka tanah podzolik pun menjadi sasaran para petani untuk melakukan proses bercocok tanam. 8.6.3.Topografi Berdasarkan topografinya ketinggian wilayah Bayung Lencir pada umumnya berkisar antara 100 - 200 m diatas permukaan laut. Secara garis besar morfologi wilayah Kabupaten Musi Banyuasin di bagi menjadi daerah perbukitan rendah bergelombang dan dataran alluvial. Perbukitan Barisan menempati daerah



di bagian Barat daya membentuk perbukitan yang



memanjang dengan arah Barat laut - tenggara sedangkan dataran rendah menempati bagian tengah sampai ke Utara. 8.6.4. Iklim dan curah hujan



164



Letak Kabupaten Musi Banyuasin yang berada di tengah sumatra membuat suhu udara di Kabupaten Musi Banyuasin cukup tinggi berkisar antara 22.9 – 30 C. Tipe iklim di Musi Banyuasin termasuk iklim tropis, menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe D (iklim sedang) dengan karakteristik iklim antara lain: 



Suhu udara harian berkisar antara 13,7º dengan suhu udara tertinggi 17,6 C dan terendah 9 C







Kelembaban udara antara 70-80%







Curah hujan rata-rata tahunan 233,88 mm pertahun dengan jumlah hari hujan 91 hari







Angin Barat dan angin Timur tertiup secara bergantian setiap 5-6 bulan sekali. (sumber : BMKG Musi Banyuasin 2013).



Berdasarkan Schmidt dan Ferguson tipe iklim untuk kabupaten Musi Banyuasin termasuk ke dalam iklim tipe A, yaitu sangat basah. Daerah berikilm sangat basah sangat cocok untuk dikembangkan pertaniannya dan perkebunannya dengan tersedianya air karena intensitas hujan cukup tinggi sepanjang tahun. Berdasarkan rata-rata curah hujan per bulan musim kemarau terjadi pada bulan Juli - September sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan Oktober - Mei. 8.6.5. Hidrologi Berdasarkan



kondisi



geografis



dan



fisiografi



wilayah



yang



merupakan dataran rendah pada bagian hilir daerah aliran sungai yang besar, yaitu DAS Lalan dan DAS. Kabupaten Musi Banyuasin menjadi salah satu wilayah di Sumatera Selatan sebagai daerah sentra pertanian dan merupakan daerah penyangga pengadaan stok pangan Provinsi dan Nasional. A. Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabupaten Musi Banyuasin merupakan daerah rawa dan sungai besar serta kecil seperti Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Batanghari 165



Leko dan lain-lain. Untuk aliran Sungai Musi yang berada di bagian Timur dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Disamping itu daerah ini juga terdiri dari lebak dan danau-danau kecil. Kelestarian fungsi sumber daya air. Berdasarkan pada letak atau posisinya sumber daya air dibedakan menjadi : 1) Air Permukaan Sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kab. Muba beserta debit ratarata hariannya adalah sebagai berikut : Tabel VIII.1. DAS Kabupaten Musi Banyuasin DAS



PANJANG SUNGAI



LUAS DAS



DEBIT



Sungai Ibul ( Anak Sungai Musi ) Sungai A. Calik ( Anak Sungai A.Banyuasin ) Sungai Dawas ( Anak Sungai A. Calik ) Sungai Supat ( Anak Sungai A. Calik ) Sungai Keluang ( Anak Sungai A. Calik ) Sungai Tungkal ( Anak Sungai A. Calik ) Sungai Lalan ( Anak Sungai A.Banyuasin ) Sungai Merang ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Bohar ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Medak ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Tungkal ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Serdang ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Meranti ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Kepahiang ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Mangsang ( Anak Sungai Lalan )



35



14.500



3,3



57



96.400



28



50



6.500



1,6



32



22.600



5,1



19



9.400



2,1



82



149.500



33,6



243



830.300



196,8



66



83.900



24,4



20



10.000



2,2



72



108.300



25,7



25



5.900



1,9



34



8.300



2,4



28



15.100



4,4



16



13.300



3,9



18



7.400



1,8



166



Sungai Mendis ( Anak Sungai Lalan ) Sungai Batang Hari Leko (Anak Sungai Musi) Sungai Kapas (Anak S. Batang Hari Leko) Sungai Meranti (Anak S. Batang Hari Leko) Sungai Putat (Anak S. Batang Hari Leko) Sungai A. Aur (Anak S. Batang Hari Leko) Sungai Rampasan (Anak S. Batang Hari Leko) Sungai Angit (Anak S. Batang Hari Leko) Sungai Kukui (Anak S. Batang Hari Leko) Sungai Lalang (Anak S. Batang Hari Leko)



19



3.900



0,9



176



374.600



103,9



63



71.300



16,9



38



26.400



8,8



38



20.100



8,6



19



12.700



5,4



19



11.600



4,9



13



5.300



2,3



15



10.200



4,3



25



21.900



5,2



Sumber : Dinas PU Cipta Karya dan Pengairan Kab. Musi Banyuasin 



Potensi Sumber Air Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin yang memiliki kemampuan



sebagai lahan mata air di wilayah bagian Selatan Kecamatan Haurgeulis dan Cikedung dan sebagian besar di Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai zona lahan air tanah bebas (zona air tanah dangkal). Air tanah tawar dapat diperoleh dengan cara membuat sumur bor dalam yang selanjutnya akan memancarkan air tanah tawar. Daerah Bayung Lencir mermpunyai akumulasi air tanah dalam tawar yang cukup besar. 8.6.6. Daerah Rawan Bencana Kabupaten



Musi



Banyuasin



baik



secara



geologi



maupun



berdasarkan topografi memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap beberapa jenis bencana, diantaranya adalah kebakaran, dan kekeringan. Untuk potensi bencana kegempaan baik tektonik maupun vulkanik di Kabupaten Musi Banyuasin relatif besar untuk beberapa daerah, hal ini disebabkan karena letak Musi Banyuasin yang berada di Tegah pulau



167



Sumatera, dan berada di belakang Pegunungan Barisan yang relatif dekat dari pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia yang berada pantai Selatan sumatera serta jauh dari lokasi keberadaan gunung berapi. Kawasan rawan bencana dapat dilihat pada Gambar.



Gambar 8.4 Peta kawasan Rawan Bencana Kekeringan Kabupaten Musi Banyuasin



168



Gambar 8.5 Peta kawasan Rawan Bencana Kabupaten Musi Banyuasin



Gambar 8.6 Peta kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi Kabupaten Musi Banyuasin



169



Dikabupaten Musi Banyuasin beberapa daerah yang dikhawatirkan akan mengalami banjir merupakan daerah yang berada disekitar sepanjang sungai Musi. Khususnya pada daerah-daerah yang terjadi diwilayah sungai musi, selain itu wilayah lainnya mencakup sebagian Kec. Bayung Lencir dengan luasan keseluruhan 30.457,750 Ha. Pengelolaan daerah yang sering mengalami banjir adalah dengan membatasi kegiatan pembangunan khususnya perumahan dan permukiman pada daerah tersebut. Pada beberapa daerah tertentu perlu diarahkan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) Kebakaran yang terjadi dipengaruhi oelh faktor alam yang berupa cuaca kering serta faktor manusia yang berupa pembakaran baik sengaja maupun tidak sengaja, kebakaran ini akan menimbulkan efek panas yang sangat tinggi sehingga akan meluas dengan cepat kerusakan yang ditimbulkan berupa kerusakan lingkungan, jiwa dan harta benda. Dampak lebih



lanjut



adalah



adanya



asap



yang



ditimbulkan



yang



dapat



mengakibatkan pengaruh pada kesehatan terutama pernafassan serta gangguan



aktivitas



sehari-hari,



seperti



terganggungnya



jadwal



penerbangan. Tebalnya asap juga dapat menggagu cuaca.wialyah bencana kebakaran ini mencakup wilayah: Kec.Babat Toman, Kec.Bayung Lencir, Kec Lalan, Kec.Lais, Kec.Plakat Tinggi, Kec. Sanga Desa dengan luas keseluruhan 218.608,803 Ha. 8.6.7. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah atau pun kawasan yang memiliki fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan ( KEPRES RI nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pasal 1 butir 1). Kawasan



170



Lindung yang terdapaat pada daerah sekitar Lpangan stuktur cemara ini adalah kawasan resapan air dan kawasan sempadan sungai. Perencanaan pembangunan dan pengawasan sistem pengolaan limbah yang dikasilkan harus diperatikan agar tidak mengganggu kawasan lindung.



Gambar 8.7 Peta Penggunaan lahan kawasan Musi Banyuasin 8.6.8 Komponen Sosial A. Infrastuktur 1. Air Bersih Sebagian besar sumber air bersih di Kecamatan Bayung Lencir bersumber dari air sumur, baik jenis sumur dangkal maupun dalam. Untuk jenis sumur dangkal, sumber air dapat mulai ditemukan pada kedalaman 810 meter sudangkan untuk sumur dalam ditemukan sumber air mulai kedalaman 20-30 meter. Kualitas air yang didapat pun beragam, ada yang sudah baik namun maih ada juga yang masih buruk karena banyak mengandung kapur. Kondisi yang demikian menyebabkan untuk konsumsi sehari-hari perlu dilakukan penyaringan lebih lanjut atau lebih memiloh untuk membeli air isi ulang untuk kebutuhan memasak dan minum. Akan tetapi, Pemerintah setempat juga berupaya dalam membantu warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Ini tercermin dari seringnya pemerintah



171



memberi bantuan air bersih untuk beberapa desa yang rawan kekeringan terutama untuk musim kemarau. 2. Telekomunikasi Sebagian desa di Kecamatan Bayung Lencir ada yang sudah terjangkau oleh jaringan telepon kabel dan ada juga yang masih belum. Namun, untuk saat ini walaupun jaringan telpon kabel sudah ada, banyak warga yang lebih memilih menggunakan handphone yang dianggap lebih fleksibel dalam kemudahan dan kenyamanan berkomunikasi. 3.Listrik Semua desa/ kelurahan di Kecamatan Bayung Lencir terlah teraliri listrik. Daya listrik yang digunakan juga beragam, namun yang mendominasi adalah daya listrik 450 dan 900 watt. 4. Drainase Saluran drainase di kecamaatan Bayung Lencir pada umumnya masih menggunakan sistem drainase dengan sistem gravitasi. Sunngai merupakan muara akhir dari pembuangan aliran drainase. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lintasan air sungai di Kecamatan Bayung Lencir. Sungai-sungai tersebut masih tergolong sungai sungi kecil dan terdapat sungai besar di Kecamatan Bayung Lencir yaitu sungai cimanuk yang memiliki luas 4.325 km². B. Sosial dan Budaya Kondisi sosial budaya suatu masyarakat merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan pembangunan yang dapat dilihat secara kasat mata. Dari berbagai macam kondisi sosial budaya akan dirangkum dalam beberapa indikator, seperti indikator pendidikan, kesehatan, tingkat pendapatan, keluarga berencana, dan agama. 1. Agama Kehidupan beragama diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 dan Sila Pertama Pancasila. Kehidupan beragama dikembangkan dan diarahkan



172



untuk peningkatan akhlak demi kepentingan bersama untuk membangun masyarakat adil dan makmur. Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu Kabupaten dengan mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam. Pada tahun 2014 penduduk yang beragama Islam tercatat sebanyak 2.053.372 jiwa, sedangkan sisanya tersebar pada empat agama lain seperti Protestan tercatat sebesar 4.102 jiwa, Katolik 1.982 jiwa, Hindu 257 jiwa, Budha 213 jiwa dan Konghucu sebanyak 5 jiwa. 2. Kesehatan Dan Keluarga Berencana Pembangunan



kesehatan



bertujuan



untuk



meningkatkan



kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat



kesehatan yang optimal. Untuk



tersebut pondasi adalah



mencapai



tujuan



fasilitas kesehatan yang murah, representatif



serta mudah diakses diharapkan dapat meningkatakan kesadaran untuk hidup sehat. Jumlah Puskesmas termasuk puskesmas pembantu di Kabupaten Musi Banyuasin tercatat sebanyak 119 unit. Jumlah tenaga medis yang bertugas di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2014 tercatat sebanyak 1.303 orang. Banyaknya dokter yang melayani penduduk Musi Banyuasin tercatat sebanyak 75 dokter (termasuk dokter gigi). Sedang jumlah bidan yaitu 567 orang. 3. Pendidikan Indikator lain dari keberhasilan pembangunan manusia adalah kemajuan dibidang pendidikan. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun ajaran 2012/2013 untuk tingkat Sekolah Dasar jumlah sekolah tercatat sebanyak 885, murid sebanyak 189.726 orang dan guru sebanyak 9.024. Kemudian di tingkat SLTP jumlah sekolah tercatat sebanyak 157, murid sebanyak 68.850 orang dan guru sebanyak 3.625 orang. Sedangkan di tingkat SLTA jumlah sekolah tercatat sebanyak 51, murid sebanyak 17.954 orang dan guru sebanyak 1.452 orang. Dan untuk Sekolah Menengah Kejuruan tercatat memilik sekolah sebanyak 61 sekolah, 23.951 murid dan 1.662 guru.



173



C. Kependudukan Dari data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Musi Banyuasin penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin, rata-rata mengalami kesamaan untuk tiap kecamatan yaitu yang paling ramai berada di pusat kecamatan karena



disana



banyak



dijumpai



roda



perekonomian,



sedangkan



permukiman yang lain menyebar di wilayah sekitarnya. Jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2013 sebanyak 1.868.395 jiwa, dengan komposisi jumlah laki-laki sebanyak 858.942 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 809.453 jiwa. Jumlah rumah tangga Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2013 sebanyak 488.546 KK. Kecamatan Musi Banyuasin merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar sebanyak 106.688 jiwa. Konsentrasi sebaran jumlah penduduk terpusat pada kecamatan-kecamatan bagian Utara Kabupaten Musi Banyuasin. Pada akhir Tahun 2012 berdasarkan hasil Registrasi Penduduk jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin tercatat sebanyak 1.844.897 jiwa. Sedangkan pada akhir Tahun 2010 berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 angkanya hanya tercatat 1.668.395 jiwa. Bila dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk 2000 maka terdapat kenaikan rata-rata laju pertumbuhan penduduksetiap tahunnya 0,54 persen. D. Ekonomi Dari segi mata pencarian, Kecamatan Bayung Lencir didominasi oleh pekerjaan sebagai petani dan buruh tani serta peternak . Hal ini juga disebabkan oleh pengguaan lahan yang sebagian besar digunakan sebagai lahan pertanian dan juga untuk pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi dan unggas. Di pidang pertanian dan perkebunan warga kabupaten Musi Banyuasin bekerja sebagai Petani padi dan perkebunan mangga. Dari segi pendapatan per kapita, daerah kabupaten Musi Banyuasin tergolong rendah dilihan dari banyaknya keluarga miskin di daerah kabupaten Musi Banyuasin. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti



174



kurangnya



kesadaran



warga



kabupaten



Musi



Banyuasin



tentang



pentingnya pendidikan dilihat dari mimimnya kelulusan wajib sekolah 12 tahun. 8.7 PELAKSANAAN 8.7.1. Health and Safety Kajian dari aspek HSE menguraikan tentang Kesehatan dan keselamatan kerja(K3) yang akan diupayakan oleh Wilayah kerja pertambangan dalam pengembangan Lapangan Beta . Fungsi dari divisi ini adalah merencanakan, mengatur , mengenalisa dan mengkoordinasikan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan tujuan agar pekerja dapat bekerja dalam suatu lingkungan industri yang aman sesuai dengan norma keselamatan dan menghindarkan rugi perusahaan. Hal ini berpedoman pada Undang-undang keselamatan kerja yaitu



UU No.1



Tahun 1970, Peraturan Pemerintahan RI No. 13 Tahun 2003 tentang tenaga kerja pasal 86 tentang hak perlindungan keselamatan kera, dan pasal 87 tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.



175



Management review



Commirment & Policy



act improvement



check



plan Implementation



Checking and Corrective action



do



Planning



Gambar 8.8. Diagram Alir Management K3 di PT Wilayah kerja pertambangan a. Commitment & Policy Peraturan yang berlaku di daerah tempat beroperasi dan komitmen perusahaan sebagai acuan perusahaan dalam membuat suatu kebijakan K3. b. Planning (perencanaan) 12. Identifikasi kecelakaan, penilaian resiko, menentukan solusinya 13. Membuat standart operasional dan kebutuhan lainnya 14. Penentuan sasaran dan program yang akan dijalankan 



Implementation (implementasi)







Pengadaan sumber daya manusia, pembagian peran dan tanggung jawab, memberi kejelasan otoritas masing-masing peran.



176







Peningkatan kompetensi sumber daya dengan meningkatkan pelatihan dan kepedulian sumber daya pada pentingnya K3.







Menjalin komunikasi, partisipasi, dan konsultasi antar pekerja







Dokumentasi







Kontrol dokumen







Kontrol operasi







Membuat kesiapsiagaan dan respon terhadap bahaya darurat (emergency).







Checking and Corrective Action ( Pemantauan dan Koreksi)



Pengukuran dan Pemantauan 1. Evaluasi 2. Identifikasi kecelakaan 3. Memantau kondisi kenyamanan pekerja 4. Koreksi dan pengambilan kebijakan preventif 5. Menyimpan data yang terekam 6. Audit internal 



Management Review Melihat hasil dari program yang telah dijalanan kemudian menentukan



kebijakan manajemen selanjutnya. 8.7.2. Environment Divisi



Environment



adalah



divisi



yang



berfokus



pada



penanggulangan dampak lingkungan kegiatan operasi pada lapangan Beta. Dengan tugas melakukan koordinasi, pengawasan serta memimpin jalannya pemantauan/pengelolaan limbah baik non-B3 maupun limbah B3, penjagaan fungsi lingkungan selama jalannya operasi, dan penghijauan lingkungan. a. Pemantauan dan Pengelolaan Limbah Pemantauan dan pengelolahan limbah dibagi menjadi dua yaitu pengelolaan limbah B3 dan Pengelolaan Limbah Non-B3. 177



Gambar 8.9. Proses Pengelolaan Limbah Wilayah Kerja Pertambangan b. Pengolahan Limbah Domestik Unit Sewage Treatment Plant (STP) digunakan untuk mengolah air limbah domest ik yang berasal dari kegiatan perkantoran, messhall dan camp agar kualitas air buangannya memenuhi nilai baku mutu sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 112 tahun 2003. Pengolahan limbah domestik berdampak penting bagi lingkungan oleh karena itu pengelolaannya harus dikelola dengan baik. c. Pengelolaan Bioremidiasi Pengelolaan Fluida pemboran dan cutting mempunyai kandungan yang sangat berbahaya bagi lingkungan apabila tidak di-treatment dengan benar. Fluida pemboran merupakan fluida yang memiliki kandungan kimia



178



dari aditif-aditif yang ditambahkan saat pemboran berlangsung. Cutting sendiri merupakan serbuk batuan akibat tergerusnya batuan formasi dan disirkulasikan



oleh



fluida



pemboran



menuju



permukaan,



hal



ini



menyebabkan cutting yang juga memiliki kandungan kimia dari bawah permukaan juga akan terkontaminasi oleh kandungan kimia fluida pemboran. Pertimbangan dari pembuangan fluida pemboran dan cutting adalah proses dari peralatan treatment yang berkelanjutan sehingga fluida pemboran dan cutting dapat aman dibuang tanpa mengganggu lingkungan. berdasarkan kep. No- 03/BAPEDAL/09/1995, parameter yang dianalisa dari Drill Cutting TCLP (ToxicityCharacteristic Leaching Procedure) dan pH. Parameter TCLP yang dites adalah Arsen, Barium, Boron, Cadmium, Chromium, Copper, Lead, Mercury, Selenium, Silver, Zinc. Jenis lumpur pemboran yang digunakan pada pengembangan lapangan ini sebagai berikut. Langkah kerja cutting SBM dengan cara bioremediasi adalah sebagai berikut : 



Cutting SBM yang TPH < 15% dibawa ke BA (Bioremediation Area ).







Cutting dimasukkan kedalam cutting bin/ cutting bag.







Cutting yang berada di dalam cutting bin / cutting bag disebarkan secara merata kedalam pit/ pada permukaan tanah yang dipadatkan







Selanjutnya cutting yang berada didalam pit diberi tambahan/ campuran bulking agent berupa sekam dan atau pasir. Proses pencampuran dengan menggunakan traktor.







Setelah diberi tambahan bulking agent selanjutnya dilakukan proses pembajakan dengan mesin pembajak agar bulking agent dan cutting tercampur.







Setelah dilakukan pembajakan maka diberi tambahan nutrisi berupa Urea, TSP, KCL. 179







Melakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah, dalam melakukan penyiraman diperlukan peralatan sistem irigasi.







Dilakukan proses pembajakan kembali untuk mengatasi terjadinya kekurangan oksigen. Semakin sering dilakukan pembajakan laju biodegradasi semakin meningkat.







Dilakukan proses pemantauan secara rutin dan kontinyu setiap 2 minggu sekali. Pemantauan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi hidrokarbon didalam tanah terkontaminasi.







Untuk mengetahui konsentrasi hidrokarbon (TPH) didalam tanah terkontaminasi berkurang atau < 1% membutuhkan waktu 3-6 bulan.







Setelah dilakukan pemantauan maka dilakukan pengukuran konsentrasi TPH. Jika konsentrasi TPH < 1% maka cutting yang berada didalam pit diberi tambahan mikroba dengan cara disemprotkan. Tetapi jika konsentrasi TPH > 1% maka dilakukan pembajakan kembali sampai konsentrasi TPH < 1%.







Selanjutnya setelah konsentrasi TPH < 1% dan sesuai dengan baku mutu lingkungan maka dapat dibuang kelingkungan sehingga dapat ditanami tanaman penghijauan serta dapat digunakan sebagai material penimbun.



d. Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Limbah organik merupakan limbah yang membusuk dan dapat terurai oleh mikroorganisme. Macam-macam limbah organik yaitu sisa makanan, metabolisme manusia, kertas, kardus, puntung rokok, kayu, daun. Sampah organik bisa ditimbun di trash pit atau dibakar di incenetor, tergantung jenis sampah yang dihasilkan. Sampah basah (limbah dapur, sisa makanan) dibuang di trash pit. Sampah kering bisa dibuang di trash pit atau dibakar di incinerator. Proses incinerator adalah proses tempat



180



pembakaran limbah domestik yang berupa kertas, kardus, tissue, puntung rokok. Limbah non B3 yang dibakar di incinerator yaitu limbah organik sebanyak 90 % dan anorganik sebanyak 10 %. Dari hasil pembakaran incinerator menimbulkan emisi udara yang di periksa per 3-6 bulan, parameter yang diukur adalah CO dan temperatur. Pembakaran incinerator terdapat 2 ruangan yaitu primary room dan secondary room. Pembakaran dilakukan diruang primary room dengan temperatur 6000C – 8000C, kemudian asap yang ditimbulkan dari proses incinerator disaring di secondary room dengan temperatur 8000C – 10000C, sebelum asap keluar ke alam bebas, cerobong asap disemprot air agar dapat mengurangi emisi udara, air dari hasil emisi udara tersebut dibuang kelingkungan, acuan baku mutu yang dikeluarkan oleh KLH. Insinerator yang dipantau yaitu abu, kemudian abu diolah berdasarkan standar baku mutu (KLH), baru dibuang kelingkungan dengan cara abu disaring, sedangkan abu halus dengan cara TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) kemudian abu kasar dibuat batako. Berdasarkan SOP dari KLH daya tampung incinerator 15 Kg/jam dalam sekali rolling dan dalam sehari hanya bisa melakukan pembakaran sebanyak 75 Kg/hari dan dibagi menjadi 5 kali rolling. e. Pengelolaan Emisi Udara Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PP No. 41 Tahun 1999, Sekertaris Negara PROF. DR. H. Muladi S.H.). Sumber utama emisi: 1. Kompresor turbin 2. Generator turbine 3. Boiler/heater 4. Well testing 5. Drilling dan peralatan atau transportasi yang berkaitan dengan logistik



181



6. Venting 7. Oily Water Treatment Unit (OWTU) 8. Figitve emissions 9. Oil Spill incidents dan Bioremediasi Gas H2S merupakan gas beracun yang berasal dari formasi bawah permukaan dan sering dijumpai pada lokasi pemboran. Gas ini sangat berbahaya karena sangat beracun dan sangat mudah terbakar. Gas ini dapat membunuh apabila dijumpai pada konsentrasi yang tinggi dan tidak melaksanakan SOP yang tepat. Gas CO2 juga berasal dari bawah permukaan dan sangat sensitif terhadap isu polusi udara secara global. Walaupun tidak terlalu berbahaya, namun gas CO2 juga merupakan salah satu poin dari HSE yang paling penting. Flaring dapat dilakukan dengan mengacu pada PERMEN ESDM Nomor 31 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Pembakaran Gas Suar Bakar (Flaring) Pada Kegiatan Usaha Minyak Dan Gas Bumi. 1. Kebisingan Polusi suara dapat terjadi akibat peralatan-peralatan berat yang bekerja pada proses pengembangan lapangan. Tingkat



kebisingan



tersebut diukur dan dipantau serta diberikan jarak aman (embarkasi) sehingga dapat ditentukan jarak aman baik bagi pekerja maupun warga sekitar yang dekat dengan daerah operasi,



karena dapat berpotensi



menggangu warga, bahkan pada level yang terlampau tinggi



dapat



memahayakan pendengaran tenaga kerja dan warga. Tingkat kebisingan yang disarankan adalah 85 dB (A) untuk waktu kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu, atau pada kasus jam kerja lembur, waktu keterlibatan dalam setahun tidak boleh lebih dari 2000 jam. Tingkat kebisingan di ruang akomodasi yang digunakan untuk kegiatan di luar jam kerja harus tidak lebih dari 70 dB (A). Namun, tingkat suara 70 dB (A) dapat mengganggu konsentrasi mental serta kenyamanan tidur. Oleh sebab itu disarankan agar tingkat kebisingan ruang tidur harus di bawah 45 dB (A). Pada prakteknya, pengontrolan tingkat kebisingan dan persyaratan untuk perlindungan



182



pendengaran dapat berjalan apabila dibuat peta kebisingan lokasi kerja di mana seluruh mesin- mesin dijalankan pada beban kerja yang normal. Tanda-tanda yang menyatakan bahaya bising harus dipasang dan pelindung telinga yang layak harus tersedia bagi seluruh karyawan yang bekerja di daerah yang tingkat kebisingannya tinggi. Kebisingan yang terjadi dipengaruhi sejak awal proses konstruksi hingga operasi berlangsung. 2. Penjagaan Fungsi Lingkungan Selama Jlannya Operasi dan Penghijauan Lingkungan Karena adanya pembangunan akan merubah lahan dan karekteristik lingkungan suatu wilayah diperlukan pemantauan dan usaha-usaha pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan . a. Pemantauan Kualitas Air Pemantauan dilakukan untuk menilai dampak dari kegiatan operasi terhadap air permukaan maupun air tanah yang ada disekitar lokasi operasi. b. Pemantauan Kualitas udara dan suhu Pemantauan



dilakukan



untuk



melihat



dampak



yang



ditimbulkan selama operasi, penghijauan lahan disekitar lokasi dilakukan untuk mengurangi dampak operasi terhadap kualitas udara dan suhu di wilayah tersebut. 8.8. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Corporate Social Resposibility (CSR) berlandaskan UU No.22 Tahun 2001 tentang Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Bab VIII pasal 40 ayat 3,4,5 dan 6 yang berisikan Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Program-program CSR dimaknai juga sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kesenjangan dan mencegah timbulnya konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Pemberdayaan komunitas secara berkesinambungan, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki perusahaan,



183



melalui peran aktif komunitas dengan memanfaatkan potensi yang ada di dalam masyarakat dan lingkungannya agar meningkat kesejahteraannya dan mendorong kemandirian masyarakat sekitar wilayah Ring 1 perusahaan, termasuk salah satunya wilayah Struktur Beta. Program yang diusulkan unuk diimplementasikan di wilayah Lapangan Beta adalah program Community Empowerment yang difokuskan pada 5 (lima) bidang, yaitu bidang infrastruktur, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. 8.8.1. Community Empowerment Tujuan dan manfaat Pelaksanaan a. Tujuan 



Mengembangkan potensi dari masyarakat kecamatan Bayung Lencir.







Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kecamatan Bayung Lencir.







Pemerataan pembangunan ekonomi berdasarkan kemampuan dan potensi komunitas pedesaan.



b. Manfaat 1. Terwujudnya



desa-desa



yang mandiri secara finansial dan



infrastruktur 2. Teratasinya permasalahan ekonomi di desa tersebut 3. Bagi



pemerintah,



Terbangunnya



sistem



pengembangan



pemerintahan desa berbasis ekonomi pedesaan yang kokoh, mandiri dan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan 4. Bagi Perusahaan Implementasi corporate social responsibility program



funder



sebagai



wujud



nyata



pengabdian



kepada



masyarakat dan meningkatkan goodwill funder di masyarakat. c.



Pengembangan Ekowisata



Sebagai Strategi Pelestarian Hutan



Mangrove Kabupaten Musi Banyuasin yang dikenal sebagai kabupaten yang tekenal dengan sumberdaya alamnya dan pertaniannya juga dikenal sebagai daerah yang memiliki potensi pesisir yang sangat menjanjikan.



184



Salah satunya adalah kawasan hutan mangrove. Saat ini Kabupaten Musi Banyuasin masih meliki hutan mangrove yang berada di sepanjang pesisir pantai seluas 8.023,55 ha. Hutan ini jika tidak dikelola dengan baik, diperkirakan luasnya akan terus berkurang dan pada saatnya menjadi sangat sedikit, sehingga keberadaannya tidak berarti atau berguna bagi kehidupan organisme lain. Berkurangnya luasan hutan bakau tersebut telah mengakibatkan : 1. Berkurangnya kemampuan daratan khusunya pantai Musi Banyuasin dalam menghalangi abrasi pantai akibat gelombang laut. 1. Penyusupan (intrusi) air laut ke daratan sehingga dapat mengganggu aktifitas masyarakat 2. Penurunan hasil tagkapan (Produktivitas) ikan di pantai dan laut lepas Indramaayu yang diduga akibat dari berkurangnya areal pemijahan dan pembesaran anak-anak ikan (Nursey ground). Sehingga mengakibatkan turunnya pendapatan para nelayan di daerah sekitar dan menurunkan taraf hidup dari nelayan kabupaten Musi Banyuasin. d. Konsep Ekowisata Secara konseptual, ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan parawisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)



dan



meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Definisi ekowisata tersebut diatas mengisyaratkan adanya 3 dimensi penting ekowisata yaitu : 1. Konservasi : suatu kegiatan wisata tersebut membantu usaha pelestarian alam setempat dengan dampak negatif seminimal mungkin.



185



2. Pendidikan : wisatawan yang mengikuti wisata tersebut akan mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai keunikan biologis, ekosistem dan kehidupan sosial di kawasan yang dikunjungi. 3. Sosial : masyarakat mendapat kesempatan untuk menjalankan kegiatan tersebut. Perlu dipahami, bahwa tujuan dengan dilaksanakan pembangunan dan pengembangan kawasan hutan mangrove sebagai obyek wisata alam dan wisata pendidikan yaitu : 1. Melindungi kawasan hutan bakau sebagai plasma nulfah. 2. Mengembangkan hutan bakau menjadi obyek wisata alam dan pendidikan yang dapat menarik kunjungan wisatawan . 3. Kawasan hutan bakau sebagai wisata pendidikan akan sangat bermanfaat sebagai sarana pendidikan lingkungan. 4. Dalam rangka membentuk pola kemitraan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, serta peningkatan pendapatan asli daerah. Sedangkan sasaran dengan dibangunnya kawasan wisata alam dan pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin ini adalah dalam rangka melestarikan fungsi hutan mangrove dan meminimalisir kerusakan hutan mangrove dari kegiatan penduduk setempat dan stekeholders yang hanya mengejar keuntungan ekonomi tanpa memperlihatkan fungsi ekologi. e. Pembangunan dan Pengebangan Kampung Wisata 



Profil Komunitas Kabupaten Musi Banyuasin terkenal sebagai kabupaten sentral



tempat memancing terbesar atau lumbung beras di daerah Sumatra Selatan



dan sebagai kota rawa. Penataan yang kurang baik dan



dukungan pemerintah setempat menjadi salah satu faktor kurang berkembangnya industri pertanian dan perkebunan di Kabupaten Musi Banyuasin.



Potensi-potensi



tersebut



merupakan



sumberadaya



pembangunan yang telah banyak berperan dalam peningkatan perekonomian masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin selama ini.



186



Mengingat sampai saat ini Kabupaten Musi Banyuasin masih minim memiliki lokasi wisata yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan nusantara, maka perusahaan Wilayah Kerja Pertambangan bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dan PT. Perhutani untuk membangun dan mengembangkan kawasan kampung wisata. 



Konsep Kampung Wisata Konsep dari pembangunan dan pengembangan kampung wisata



Musi Banyuasin memiliki tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup petani dengan pemanfaatan lahan pertanian dan perkebunan yang baik dan terstuktur. Selain untuk meningkatkan taraf hidup petani, kampung wisata juga bisa di jadikan kawasan wisata edukasi khususnya untuk wisatawan nusantara yang dialamnya terdapat taman buah, khusunya taman buah mangga dan tanaman buah lain sebagai saranan wisata dan pembangunan lahan pertanian serta area outbond di kampung wisata ini. Selain itu kampung wisata Musi Banyuasin direncanakan sebagai pusat sanggar Tari yang merupakan tarian khas Sumatera Selatan.



Sehingga



tersedia



kawasan



kampung



wisata



yang



berwawasan lingkungan, pendidikan, sosial dan budaya. Selain itu dengan



dibangunnya



kampung



wisata



Musi



Banyuasin



dapat



meningkatkan roda ekonomi warga sekitar sehingga taraf hidup masyarakat sekitar dapat berkembang. 8.8.2 Penanggulangan bencana kekeringan ekstrim di Kecamatan Bayung Lencir Daerah Kecamatan Bayung Lencir merupakan daerah dengan curah hujan terendah diantara kecamatan lain yang ada di kabupaten Musi Banyuasin. Terdapat satu sungai besar pada wilayah ini yaitu sungai Cimanuk terdapat pada bagian Selatan dari kecamatan Bayung Lencir. Sebagian besar sumber air bersih di Kecamatan Bayung Lencir bersumber dari air sumur, baik jenis sumur dangkal maupun dalam. Untuk jenis sumur dangkal, sumber air dapat ditemukan mulai kedalaman 8-9 meter sedang untuk sumur dalam dapat ditemukan sumber



187



air mulai kedalaman 20-30 meter. Kualitas air yang dihasilkan pun beragam, ada yang sudah baik namun ada juga yang masih buruk karena banyak mengandung kapur. Sebagian daerah kecamatan Bayung Lencir juga rentan terhadap bencana kekeringan ekstrim saat bulan kemarau tiba karena kurangnya hutan tadah hujan sebagai tempat persediaan alami dari air tanah di daerah tersebut. Pemda



setempat



telah



melakukan



langkah-langkah



untuk



mengurangi dampak dari kekeringan ekstrim yang terjadi di kecamatan Jepon yaitu dengan memberikan bantuan air bersih dengan menggunakan bantuan tanki air bersih untuk beberapa desa yang rawan kekeringan terutama untuk musim kemarau. Dan untuk sektor pertanian ketika musim kemarau petani akan mengganti tanamannya dengan tanaman dari jenis palawija yang membutuhkan lebih sedikit air untuk hidup. 1. Pengadaan Air Bersih untuk Kebutuhan Sehari-hari Kebutuhan akan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari adalah kebutuhan dasar yang sangat penting bagi masyarakat. Pada musim kemarau sebagian wilayah Bayung Lencir akan mengalami kekeringan ekstrim yang menganggu akitvitas dari masyarakat. Berdasarkan keadaan hidrologi Sumber air tanah dapat ditemukan mulai kedalaman 8-9 meter sedang untuk sumur dalam dapat ditemukan sumber air tanah mulai kedalaman 20-30 meter. Pelaksanaan 1. Melakukan pencarian sumber mata air bersih dan uji kualitas air sumur dalam. Proses ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya sumber mata air yang dapat dimaanfaatkan, dan juga untuk mengetahui kualitas dari air tanah dalam pada daerah agar dapat menentukan masuk kedalam kelas baku mutu untuk minum atau hanya untuk kebutuhan sehari-hari. 2. Menentukan sumber air bersih yang digunakan



188



Berdasarkan proses diatas kita dapat mengevaluasi hasilnya apakah menggunakan sumur atau sumber mata air bedasarkan kuantitas air dan kualitasnya. 3. Menentukan treatment yang akan digunakan Berdasarkan uji kualitas dan uji kuantitas akan di desain pengolah air agar sesuai dengan baku mutu. Bila tidak ekonomis sumber air didatangkan dari luar kecamatan Bayung Lencir 4. Menentukan alur dan metode distribusi Penentuan didasarkan pada ketersediaan akses transportasi , jarak, dana keamanan dari daerah 2. Menghitung kebutuhan air yang diperlukan untuk metode SRI SRI (System of Rice Intensification) adalah cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan yang seimbang terhadap tanah, tanaman dan air (Juhendi, 2008). Menurut Tim Balai Irigasi SRI (2009) pada Buku Seri 19 Penelitian Hemat Air pada SRI, dalam menghitung kebutuhan air pada irigasi terputus pada metode SRI dilakukan dengan suatu model neraca air. Model tersebut disimulasikan dalam interval harian, persamaan tersebut adalah sebagai berikut. ΔH + I + R = P + Etc + D Keterangan: ΔH= perubahan simpanan air (mm), I= irigasi (mm), P= perkolasi(mm), E= evapotranspirasi(mm), D= drainase (mm) Besar simpanan air dalam tanah dipengaruhi oleh hujan dan irigasi sebagai komponen air yang masuk dan evapotranspirasi, drainase dan perkolasi sebagai komponen air yang keluar. Irigasi dan drainase dilakukan untuk mengatur kondisi air sehingga simpanan air sesuai dengan perlakuan yang dikehendaki. Pola irigasi terputus pada metode SRI dilakukan dengan mengairi lahan (dari sumber hujan maupun irigasi) saat terjadi retak rambut



189



atau kandungan air mendekati 80% dari jenuh lapang sampai keadaan jenuh. 8.8.3. Pelatihan Kewirausahaan dan Keterampilan Kepada Masyarakat Sekitar Wilayah Kerja Pertambangan PT. Sangsaka Enegry sekali lagi memberikan wujud kepeduliannya terhadap masyarakat sekitar daerah operasi Wilayah kerja pertambangan dengan memberikan pelatihan kewirausahaan kepada masyarakat di sekitar Wilayah kerja pertambangan agar masyarakat dapat mandiri dalam kewirausahaan dengan menyediakan sarana kursus dan pelatihan secara gratis seperti pelatihan mengenai pertanian, perkebunan, perikanan, menjahit dan lain-lain. Dengan harapan masyarakat sekitar Wilayah Kerja Pertambangan dapat mandiri dan memiliki keahlian dalam berwirausaha dan juga untuk menekan angka pengangguran di Kecamatan Bayung Lencir dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. 8.8.4 Beasiswa Wilayah kerja pertambangan Sebagai wujud bakti pendidikan dan penjaminan mutupendidikan di daerah operasi Wilayah kerja pertambangan, perusahaan kami membuat program beasiswa dengan nama Beasiswa Wilayah Kerja Pertambangan. Program ini khusus diberikan kepada mahasiswa berprestasi atau murid sma berprestasi yang ingin melanjutkan kuliah namun terkendala biaya. Dengan harapan para penerima beasiswa ketika lulus nanti mampu memberikan dampak positif kepada daerah asal mereka kecamatan Bayung Lencir. Selain biaya mereka juga akan menerima pelatihan dari beasiswa Wilayah kerja pertambangan yang akan sangat berguna bagi mereka. Disini Wilayah Kerja Pertambangan membagi jenis beasiswa menjadi 3 jenis yaitu : a. Beasiswa siswa/siswi berprestasi



190



Dengan keuntungan dapat melanjutkan perkuliahan secara gratis di semua Univeritas yang diinginkan siswa/siswi sampai mencapai sarjana. Dan setelah lulus dapat bergabung secara langsung ke Wilayah Kerja Pertambangan sebagai tenaga ahli. b. Beasiswa Mahasiswa Tingkat Lanjut Beasiswa ini berguna untuk putra dan putri daerah untuk dapat melanjutkan perkuliahannya ke tingkat Lanjut atau S-2. Dan putra putri lulusan beasiswa ini juga diberikan kesempatan untuk dapat bekerja secara langsung di Wilayah Kerja Pertambangan. c. Beasiswa untuk siswa/siswi tidak mampu Beasiswa ini di anjurkan bagi siswa / siswi tidak mampu agar dapat melanjutkan pendidikannya dengan gratis dan menerima bantuaan berupa peralatan sekolah sampai ke jenjang SMA.



191



BAB IX ABANDONMENT AND SITE RESTORATION PLAN



Abandonment and Site Restoration (ASR) Plan merupakan rencana penutupan sumur karena produksi sumur tersebut dianggap sudah tidak ekonomis lagi. Penutupan sumur harus dilakukan dengan sangat serius agar



tidak



terjadi



kesalahan



dalam



pelaksanaan



yang



dapat



membahayakan untuk warga dan lingkungan sekitar. Dengan adanya restorasi pada site, diharapkan kondisi lingkungan pada site tersebut dapat kembali seperti semula sebelum dilakukan operasi pemboran dan produksi. Dasar : •



UU RI No. 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas



9.1. Proses Abandonment Pada Sumur Beberapa prosedur teknis penutupan suatu lapangan sesuai dengan standar API, dimulai dari penutupan sumur-sumur di lapangan tersebut. Diawali dengan monitoring sumur aktif atau sumur mati, tetapi secara potensi paling aktif, monitoring ini meliputi tekanan, fluid level, tekanan kepala sumur dan aliran gas di permukaan.







Abandonment sumur terjadi ketika sumur tersebut sudah tidak produktif atau produksi hidrokarbon yang dihasilkan sudah tidak ekonomis lagi.







Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan abandonment pada sumur adalah memperhatikan kondisi mud pits agar harus dalam keadaan kering







Menghilangkan semua sampah-sampah yang ada dan peralatan yang terletak di wilayah abandont well.







Sumur disemen di tiga titik rawan pada sumur, tebalnya sekitar 30 –



192



50 meter di setiap titik penyemenan, letaknya yaitu di zona perforasi, 50 m di atas dan di bawah zona top dan bottom perforasi , sedangkan utnuk chrismast tree harus dilepas atau diangkat. proses abandon ini biasa nya di laukan dengan secondary cementing, yakni jenis cemen plug. 



Pada proses penutupan sementara, formasi disemen di atas zona produktif.







Pada proses penutupan secara permanen maka disemen pada zona produktif.







Setelah semua proses selesai, untuk selanjutnya dibuat data laporan mengenai abandonment sumur yang ditujukkan kepada Departemen Migas. Pembongkaran fasilitas permukaan adalah langkah terakhir yang



dilakukan dalam tahapan penutupan lapangan, selanjutnya lapangan dikembalikan ke pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh SKK MIGAS.



Gambar 9.1. Abandon Well single completion



193



Gambar 9.2. Abandon Well Comingle completion 9.2. Proses Restorasi Pada Site Pemboran Dan Abandont Well Proses restorasi lokasi pemboran dan abandon well adalah proses mengembalikan kondisi lingkungan seperti semula sebelum dilakukan operasi pemboran dan produksi. Limbah pemboran cair di groundpit harus diolah sampai memenuhi baku mutu limbah yang diizinkan. Groundpit harus dalam kondisi kering dan ditimbun. Cutting hasil pemboran biasa digunakan untuk menimbun groundpit, namun sebelum digunakan harus diolah terlebih dahulu dan dibersihkan dari bahan-bahan beracun. Untuk total harga ASR persumurnya adalah 150.000 US$.



194



Gambar 9.3 Abandon Well .



195



BAB X PROJECT SCHEDULE &ORGANIZATION



Gambar 10.1 Schedule Skenario 1



Gambar 10.2 Schedule Skenario 2



196



Gambar 10.3 Schedule Skenario 3



Gambar 10.4 Schedule Skenario 4



197



BAB XI LOCAL CONTENT



Berdasarkan pada peraturan pemerintah Indonesia Konten lokal mengacu pada perangkaian tindakan seperti proses rekrutmen lokal, pelatihan, pembelian barang dan jasa lokal, yang dirancang untuk mengembangkan infrastruktur industri dan keterampilan masyarakat di negara tempat berlangsungnya proyek migas. Peraturan tersebut berisi : A. Barang kebutuhan operasional Kontraktor KKS terdiri dari: 1. Barang kebutuhan utama, meliputi semua jenis barang dan peralatan yang dibutuhkan dan harus tersedia dalam kegiatan operasional eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi serta bersifat spesifik untuk kegiatan tersebut. 2. Barang kebutuhan pendukung, meliputi semua jenis barang dan peralatan yang dibutuhkan dan harus tersedia dalam kegiatan operasional Kontraktor KKS namun tidak bersifat spesifik untuk kegiatan kegiatan operasional eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi. B. Pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa khususnya dalam rangka mengutamakan



penggunaan barang Produksi Dalam Negeri dan



mengutamakan pemanfaatan jasa dalam negeri, menggunakan Buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri (buku APDN), yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang membidangi industri minyak dan gas bumi. Kontraktor KKS wajib menggunakan buku APDN tersebut sebagai acuan untuk menetapkan strategi pengadaan serta menetapkan persyaratan dan ketentuan pengadaan.Daftar tersebut berisikan informasi tentang: 1. Barang Wajib Dipergunakan, berisi jenis barang kebutuhan utama kegiatan eksplorasi dan produksi yang telah diproduksi di dalam negeri dan salah satu pabrikan telah mencapai penjumlahan TKDN



198



ditambah bobot manfaat perusahaan (BMP)minimal 40% (empat puluh persen). 2. Barang Dimaksimalkan, berisi jenis: • Barang kebutuhan utama yang telah diproduksi di dalam negeri dan salah satu pabrikan telah mencapai TKDN minimal 25% (dua puluh lima persen), namun belum ada pabrikan yang mencapai penjumlahan TKDN ditambah bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40% (empat puluh persen). • Barang kebutuhan pendukung yang telah diproduksi didalam negeri dan salah satu pabrikan telah mencapai TKDN minimal 25% (dua puluh lima persen). 3.



Barang



Diberdayakan,



berisi



daftar



barang



kebutuhan



kegiatanoperasional Kontraktor KKS yang telah diproduksi di dalam negeri dan TKDN salah satu pabrikan telah mencapai minimal 5% (lima persen), namun belum ada pabrikan denganpencapaian TKDN 25% (dua puluh lima persen). 4. Jasa Dalam Negeri, berisi daftar jasa yang telah pernah diselesaikan oleh Perusahaan Dalam Negeri dan Perusahaan Nasional di wilayah negara Republik Indonesia dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir, dengan pencapaian TKDN minimal 30% (tiga puluh persen). C. Pada dasarnya proses pengadaan dilakukan dengan metode pelelangan terbatas bagi barang Produksi Dalam Negeri. Panitia Pengadaan mengundang semua pabrikan dalam negeri atau agen tunggal yang bertindak sebagai distributor tunggal yang ditunjuk oleh pabrikan dalam negeri yang tercantum dalam buku APDN, dengan pencapaian TKDN minimal 15% (lima belas persen).Berikut adalah tabel pengadaan barang :



199



Tabel XI-I Daftar TKDN Lapangan Beta No



Deskripsi barang



% TDKN



1



Casing



100 %



2



Bit



0%



3



Tubing



100 %



4



Lumpur Pemboran



80 %



5



Semen pemboran



90 %



6



Accecories cementing



15 %



7



Production facilities unit



20 %



8



Well head



70 %



9



Manifoild



0%



10



Pipeline



60%



Rata-rata TDKN



53,5 %



Berdasarkan tabel tersebut nilai rata-rata TDKN pengadaan brang pada lapangan BETA adalah sebesar 53,5 %.



200



BAB XII COMERCIAL



Di Indonesia suatu perusahaan yang bergerak pada kegiata hulu Migas haruslah mematuhi perauturan Production Sharing Contract (PSC) yang diterapkan pemerintah Indonesia. Berikut adalah skema dari PSC tersebut :



Gambar 12.1. Skema PSC di Indonesia 12.1. Biaya Proyek Untuk dapat mengetahui apakah skenario yang direncanakan dapat menguntungkan perlu dilakukan analisa keekonomian, agar kegiatan yang dilakukan dapat menghasilakn keuntungan yang besar, untuk itu berikut adalah parameter dan asumsi yang dipergunakan: Jenis kontrak



: Production Sharing Contract 201



Waktu Proyek



: 24 tahun



Harga minyak



: 85 US$/Bbl



Bagian Negara (Before Tax)



: 33 %



Bagian Kontraktor (Before Tax)



: 67 %



DMO



: 25 %



DMO Fee



: 25 %



FTP



: 10 % ( tidak dibagi dengan kontraktor)



Metode Depresiasi



: Straigline (Selama 5 Tahun)



Pajak (Tax)



: 44%



Discount Rate



: 10 %



Biaya yang dikeluarkan (US$) 1. Capital A. Pemboran 1. Infill Vertikal Drilling



:1,888,648 US$/sumur (30%)



2. Infill Horizontal Drilling



: 2,100,000 US$/sumur (30%)



3. Infill Multilateral 2 Arah Drilling : 2,550,000 US$/sumur (30%) 4. Infill Multilateral 2 Arah Drilling : 2,700,000 US$/sumur (30%) 5. Biaya Multilateral 2 Arah



: 700,000 US$/sumur (30%)



6. Biaya Multilateral 4 Arah



: 900,000 US$/sumur (30%)



7. Abandont and side Restoration : 100,000 US$/sumur (30%) B. Fasilitas Produksi 1. Water Tank



: 16,000 US$/Unit (30%)



2. Oil Tank



: 20,000 US$/Unit (30%)



3. Pipe Line



: 850,000 US$/Unit (30%)



4. Manifold



: 9,000 US$/Unit (30%)



5. Flare Header



: 5,000 US$/Unit (30%)



6. Flare Stack



: 8,000 US$/Unit (30%)



7. FKO Drum



: 15,000 US$/Unit (30%)



8. Generator



: 20,000 US$/Unit (30%)



9. Boster Pump



: 12,000 US$/Unit (30%)



10. Water Punp



: 5,000 US$/Unit (30%)



202



11. Water Treatment



: 50,000 US$/Unit (30%)



12. Separator Test



: 100,000 US$/Unit (30%)



13. Manifold



: 10,000 US$/Unit (30%)



14. Separator Production



: 31,000 US$/Unit (30%)



15. CCR



: 180,000 US$/Unit (30%)



16. Metering



: 50,000 US$/Unit (30%)



17. Gas Scrubber



: 30,000 US$/Unit (30%)



18. FWKO



: 30,000 US$/Unit (30%)



19. Oil skimmer



: 25,000 US$/Unit (30%)



20. Equipment for Injection Gas



: 100,000 US$/Unit (30%)



21. Equipment for Injection Water : 100,000 US$/Unit (30%) 2. Non capital A. Pemboran 2. Infill Vertikal Drilling



: 1,888,648 US$/sumur (70%)



3. Infill Horizontal Drilling



: 2,100,000 US$/sumur (70%)



4. Infill Multilateral 2 Arah Drilling : 2,550,000 US$/sumur (70%) 5. Infill Multilateral 2 Arah Drilling : 2,700,000 US$/sumur (70%) 6. Biaya Multilateral 2 Arah



: 700,000 US$/sumur (70%)



7. Biaya Multilateral 4 Arah



: 900,000 US$/sumur (70%)



8. Abandont and side Restoration : 100,000 US$/sumur (70%) B. Fasilitas Produksi 1. Water Tank



: 16,000 US$/Unit (70%)



2. Oil Tank



: 20,000 US$/Unit (70%)



3. Pipe Line



: 850,000 US$/Unit (70%)



4. Manifold



: 9,000 US$/Unit (70%)



5. Flare Header



: 5,000 US$/Unit (70%)



6. Flare Stack



: 8,000 US$/Unit (70%)



7. FKO Drum



: 15,000 US$/Unit (70%)



8. Generator



: 20,000 US$/Unit (70%)



9. Boster Pump



: 12,000 US$/Unit (70%)



10. Water Punp



: 5,000 US$/Unit (70%)



203



11. Water Treatment



: 50,000 US$/Unit (70%)



12. Separator Test



: 100,000 US$/Unit (70%)



13. Manifold



: 7,000 US$/Unit (70%)



14. Separator Production



: 31,000 US$/Unit (70%)



15. CCR



: 200,000 US$/Unit (70%)



16. Metering



: 50,000 US$/Unit (70%)



17. Gas Scrubber



: 30,000 US$/Unit (70%)



18. FWKO



: 30,000 US$/Unit (30%)



19. Oil skimmer



: 25,000 US$/Unit (30%)



20. Equipment for Injection Gas



: 100,000 US$/Unit (70%)



21. Equipment for Injection Water : 100,000 US$/Unit (70%) 22. Well Test Analisys



: 5,000 US$/sumur (70%)



23. Core analysis



: 6,000 US$/sumur (70%)



B. Operating Cost 1. Lifting Cost



: 6 US$/Bbl



2. Water treatment cost



: 0.1 US$/Bbl



3. Well Service



: 5,000 US$/ sumur



C. General and Administration



: 500,000 US$/ years



204



12.2. Analisa Keekonomian Skenario. 12.2.1. Base Case Tabel XII-1 Hasil Keekonomian Basecase Parameter keekonomian Produksi Minyak Harga minyak Gross revenue Umur Proyek Investasi Biaya Operasi Net Goverment Take NCF kontraktor NPV Kontraktor ROR Kontraktor POT Kontraktor PIR Kontraktor DPIR Kontraktor



Base Case 1,405,592 65 91,363,542 24 43,983,500 8,506,902 33,669,202 5,539,937 -15,590,556 1.28% 0.13 -0.35



STB US$/Bbl US$ Tahun US$ US$ US$ US$ US$ % Tahun



GOVERMENT & CONTRACTOR TAKE ($)



NCF Goverment & Contractor Take Basecase 3,000,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00 500,000.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 TAHUN KE contractor Take



Government take



Gambar 12.2 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor



205



Pada skenario ini tidak dilakukan apapun pada lapangan, produksi hanya mengandalkan dari sumur yang ada. Hanya terdapat 4 sumur yang berproduksi dari lapangan Beta. Untuk keeokonomian Pay out time tidak dapat dihitung karena tidak ada keuntungan, namun dapat diketahui bahwa basecase dapat menghasilkan net cash flow sebesar 5,539,937US$ dan Net present value sebesar -15,590,556US$. Hal ini sangatlah tidak menguntungkan, karena analisa besarnya biaya investasi dan biaya operasi. 12.2.2. Skenario 1 (Basecase + Dilakukan 11 sumur infill vertikal) Tabel XII-2 Hasil Keekonomian Skenario 1 Parameter keekonomian



Base Case



Produksi Minyak Harga minyak Gross revenue Umur Proyek Investasi Biaya Operasi Net Goverment Take NCF kontraktor NPV Kontraktor ROR Kontraktor POT Kontraktor PIR Kontraktor DPIR Kontraktor



3,325,553.02 65 257,234,573 24 65,251,406 31,085,925 136,726,679 24,302,562 4,499,306 13.87% 5.72 0.37 0.07



206



STB US$/Bbl US$ Tahun US$ US$ US$ US$ US$ % Tahun



GOVERMENT & CONTRACTOR TAKE ($)



NCF Goverment & Contractor Take Skenario 1 20,000,000.00 15,000,000.00 10,000,000.00



5,000,000.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 TAHUN KE contractor Take



Government take



Gambar 12.3 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor Skenario 1 Skenario 1 ini merupakan skenario dengan cara melakukan 11 sumur infill vertikal. Secara keekonomian untuk kontraktor, skenario ini menghasilkan netcash flow dan net present value yang kecil. Minyak yang dihasilkan dari sumur infill yang di buat tidak banyak, sehingga biaya investasi dan operasi yang di lakukan tidak dapat tertutupi oleh penjualan minyak hasilproduksi.



207



12.2.2. Skenario 2 (Basecase + Dilakukan 8 sumur infill vertikal dan 2 sumur injeksi air.) Tabel XII-3 Hasil Keekonomian Skenario 2 Parameter keekonomian



Base Case



Produksi Minyak Harga minyak Gross revenue Umur Proyek Investasi Biaya Operasi Net Goverment Take NCF kontraktor NPV Kontraktor ROR Kontraktor POT Kontraktor PIR Kontraktor DPIR Kontraktor



3,427,065.51 65 263,716,717 24 63,843,478 31,704,267 142,832,993 25,471,977 4,937,832 14.18% 5.55 0.40 0.08



STB US$/Bbl US$ Tahun US$ US$ US$ US$ US$ % Tahun



GOVERMENT & CONTRACTOR TAKE ($)



NCF Goverment & Contractor Take Skenario 2 20,000,000.00 15,000,000.00 10,000,000.00 5,000,000.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 TAHUN KE contractor Take



Government take



Gambar 12.4 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor Skenario 2



208



Skenario 2 ini merupakan skenario dengan cara melakukan 8 sumur infill vertikal dan 2 sumur injeksi air. Secara keekonomian untuk kontraktor, skenario ini menghasilkan skenario ini menghasilkan nilai keekonomian yang lebih baik daripada skenario 1. Karena nilai produksi yang sedikit lebih besar dan biaya investasi yang lebih murah, manun secara keekonomian skenario ini tidak menguntungkan sama seperti scenario 1. Hasil rate of return masih di bawah nilai MARR yaitu di bawah 15 %. 12.2.3. Skenario 3 (Basecase + 4 infill vertikal, 3 Infill Horizontal, 3 infill Multilateral, 2 injeksi gas dan 1 injeksi air.) Tabel XII-4 Hasil Keekonomian Skenario 3 Parameter keekonomian



Base Case



Produksi Minyak Harga minyak Gross revenue Umur Proyek Investasi Biaya Operasi Net Goverment Take NCF kontraktor NPV Kontraktor ROR Kontraktor POT Kontraktor PIR Kontraktor DPIR Kontraktor



5,533,616 65 359,685,072 24 74,677,535 45,554,116 203,119,938 36,585,945 11,275,454 19.68% 4.38 0.49 0.15



209



STB US$/Bbl US$ Tahun US$ US$ US$ US$ US$ % Tahun



GOVERMENT & CONTRACTOR TAKE ($)



NCF Goverment & Contractor Take Skenario 3 30,000,000.00 25,000,000.00 20,000,000.00 15,000,000.00 10,000,000.00 5,000,000.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 TAHUN KE contractor Take



Government take



Gambar 12.5 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor Skenario 3 Skenario 3 ini merupakan skenario dengan cara melakukan 4 infill vertikal, 3 Infill Horizontal, 3 infill Multilateral, 2 injeksi gas dan 1 injeksi air. Secara keekonomian untuk kontraktor, skenario ini menghasilkan nilai keekonomian paling baik dikarenakan produksi yang besar karena terdapat sumur Multilateral dan horizontal yang menguras minyak lebih banyak dan injeksi gas dan air yang membantu mendorong mengakibatkan nilai gross revenue yang besar. Nilai Rate of Return yang besar berimbas pada cepatnya investasi kembali (POT) dan nilai net cash flow yang besar.



210



12.2.3. Skenario 4 (Basecase + penambahan Multilateral pada sumur Beta 1,2,3 dan 4, 1 infill vertikal, 1 infill horizontal, 6 sumur infill Multilateral dan 2 injeksi air.) Tabel XII-5 Hasil Keekonomian Skenario 4 Parameter keekonomian



Base Case



Produksi Minyak Harga minyak Gross revenue Umur Proyek Investasi Biaya Operasi Net Goverment Take NCF kontraktor NPV Kontraktor ROR Kontraktor POT Kontraktor PIR Kontraktor DPIR Kontraktor



4,572,873 65 297,236,793 24 82,604,563 38,846,215 149,779,754 26,186,261 5,025,430 14.34% 6.16 0.32 0.06



STB US$/Bbl US$ Tahun US$ US$ US$ US$ US$ % Tahun



GOVERMENT & CONTRACTOR TAKE ($)



NCF Goverment & Contractor Take Skenario 4 20,000,000.00 15,000,000.00 10,000,000.00 5,000,000.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 TAHUN KE



contractor Take



Government take



Gambar 12.6 Grafik Perbandingan Cashflow Government dan Contractor Skenario 4



211



Skenario 4 ini merupakan skenario dengan cara Basecase + penambahan Multilateral pada sumur Beta 1,2,3 dan 4, 1 infill vertikal, 1 infill horizontal, 6 sumur infill Multilateral dan 2 injeksi air. Dengan scenario ini di mengusahakan untuk dapat menguras minyak dari reservoir dengan menggunakan sumur Multilateral. Namun besarnya investasi tidak sebanding dengan perolehan minyaknya sehingga secara keekonomian skenario ini menghasilkan nilai keekonomian yang tidak lebih baik dari skenario 3, karena skenario ini hanya menghasilkan perolehan minyak yang sedikit namum membutuhkan investasi yang besar. Untuk memilih skenario yang paling ekonomis, perbandingan keekonomian dapat dilihat dari tabel dan grafik dibawah ini : Tabel XII-6 Perbandingan Keekonomian Tiap Skenario Skenario



Skenario 1



Skenario 2



Skenario 3



Skenario 4



GOVERNMEN T TAKE (US$)



136,726,67 9



142,832,99 3



203,119,93 8



149,779,75 4



NPV @10% CONTRACTO R (US$)



4,499,306



4,937,832



11,275,454



5,025,430



ROR POT DPIR PIR



13.87% 5.72 Tahun 0.07 0.37



14.18% 5.55 Tahun 0.08 0.4



19.70% 4.38 tahun 0.59 0.15



14.34% 6.12 tahun 0.32 0.06



CONTRACTO R TAKE(US$)



24170561



25335977



36,585,945



26,186,261



Investasi (US$)



65,251,406



63,843,478



74,637,535



82,464,563



212



Goverment Take & Investasi GOVERMENT TAKE & INVESTASI



250,000,000 203,119,938 200,000,000 150,000,000 100,000,000



136,726,679



149,779,754



142,832,993



65,251,406



63,843,478



74,637,535



82,464,563



50,000,000 0 1



2 Government Take



3



4



Investasi



Gambar 12.7 Goverment Take & Investasi



NPV CONTRACTOR & INVESTASI



Contractor Take & Investasi 90000000 80000000 70000000 60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0



82,464,563 74,637,535 65,251,406



63,843,478



36,585,945 24170561



1



26,186,261



25335977



2 NPV contractor



3



4



Investasi



Gambar 12.8 Contractor Take & Investasi Berdasarkan perbandingan antara setiap scenario yang ada. Maka scenario 3 lah yang dipilih dalam proyek ini. Perbandingan yang dilakukan meliputi indicator keekonomian yaitu berupa pay out time (POT), rate of return (ROR), net present value (NPV), profite investment ratio (PIR) dan 213



discounted profite investment ratio (DPIR). Selain itu perlu juga dilihat investasi yang harus dikeluarkan setiap skenario Untuk itu scenario ini harus dianalisa sensitivitasnya. 12.3. Analisa Sensitivitas. Harga barang dan jasa di pasar tentunya akan berubah seiring dengan perubahan waktu, dan perubahan harga ini engikuti mekanisme pasar. Pada industri Migas, naik turunnya harga ini akan berimbas pada analisa keekonomian, parameter yang paling berpengaruh yaitu Investasi, harga minyak dunia dan operating cost. Tidak hanya itu, kemampuan reservoir untuk memproduksi minyakpun akan mengalami pasang surut, sehingga sulit untuk mendapatkan nilai pasti berapakah minyak yang dpaat diperoleh. Perubahan ini akan mengakibatkan indikator ekonomi yang di hitung akan berubah. Untuk itu diperlukan sensitivitas untuk mengetahui indikator ekonomi yang akan didapatkan, baik karena perubahan harga maupun perubahan produksi,berikut adalah grafik sensitivitas yang di buat berdasarkan skenario 3, (spider diagram) :



Sensitivitas ROR 30% 25% 20% 15%



80%



85%



90%



95%



10% 100%



105%



110%



115%



Sensitivitas oil production



opex



investasi



oil price



Gambar 12.9. Spider Diagram ROR



214



120%



Sensitivitas NPV CONTRAKTOR $25,000,000 $20,000,000



$15,000,000 $10,000,000 $5,000,000 oil production



opex



investasi



oil price



$-



80%



85%



90%



95%



100% 105% Sensitivitas



110%



115%



120%



Gambar 12.10. Spider Diagram NPV Contractor



Sensitivitas NPV GOVERMENT $160,000,000 $140,000,000 $120,000,000 $100,000,000 $80,000,000 $60,000,000 $40,000,000



80%



85%



$20,000,000 oil production opex investasi $90% 95% Sensitivitas 100% 105% 110%



oil price 115%



120%



Gambar 12.11. Spider Diagram NPV Government Sensitivitas yang dilakukan adalah senstivitas terhadap Investasi, operating cost, harga minyak dan produksi minyak yang dinaikan dan diturunkan 20 % dari nilai aslinya. Dari grafik dapat dilihat pad grafik ROR nilai sensitivitas harga minyak dan produksi minyak menghasilkan nilai yang segaris. Hal ini dikarenakan nilai minyak yang berpoduksi dan harga minyak akan berpengaruh terhadap gross revenue. Kedua naik turunnya nilai ini dan investasi merupakan nilai yang sangat berpengaruh terhadap rate of



215



return, sedangkan naik turunnya operating cost sebesar 20 % tidak berpengaruh signifikan, karena nilainya tidak terlalu besar. Untuk sensitivitas yang dilakukan pada Net present value baik untuk kontraktor maupun pemerintah, semua parameter sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya net resent value, sama dengan nilai ROR naik turunnya harga minyak dan produksi minyak akan menghasilkan garis yang sama, Nilai investasipun



berpengaruh besar pada nilai NPV. serupa



dengan sensitivitas Ror nilai operating cost sangatlah berpengaruh terhadap nilai net present Value, karena nilainya tidak terlalu besar. 12.4. Kesimpulan Keekonomian. Setelah diperhitungkan indikator keekonomian pada masing-masing skenario, maka akan didapat indikator ekonomi yang beragam. Untuk dapat memilihnya, semua indikator tersebut haruslah diperhatikan. Maka akan dipilih skenario 3 yaitu Basecase + 4 infill vertikal, 3 Infill Horizontal, 3 infill Multilateral, 2 injeksi gas dan 1 injeksi air. Indikator ekomomi yang dihasilkan yaitu NCf sebesar 36,585,945 US$, NPV sebesar 11,275,454 US$, POT 4.38 tahun ROR sebesar 19.70 % dengan investasi sebesar 74,637,535 US$ dan goverment take 203,119,938 US$. Skenario 3 dipilih memiliki indicator keekonomian yang paling baik. Scenario lainnya pun memiliki indicator keekonomian yang paling tidak jauh berbeda dari scenario 3. Namun berdasarkan nilai MARR (minimum acceptable rate of return) yang sebesar 15 %, hanya scenario 3 sajalah yang lebih besar dari MARR. Seperti yang diketahui, jika suatu project melebihi nilai MARR maka proyek itu menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Mamun ROR yang diperoleh dari scenario 3 hanya sebesar 19.7 % hanya memiliki selisih sekitar 4.7 % dari nilai MARR. Kecilnya selisih tersebut, dikarenakan kecilnya harga minyak, sedangkan besarnya investasi dan biaya operasi tetap besar. Seperti yang dapat dilihat dari spider diagram, jika harga minyak lebih besar 20% dari harga minyak 65



216



US$ maka proyek ini dapat menghasilkan nilai ROR sebesar 27.2 %, lebih besar daripada harga minyak 65 US$.



217



BAB XIII CONCLUSION AND RECOMMENDATION



13.1. CONCLUSION 1. Lapangan Beta terdiri dari 3 lapisan yang produktif yang masing-masing memiliki cadangan minyak sebagai berikut: 



Lapisan Z380 : 2.22 MMSTB







Lapsian Z450 : 4.27 MMSTB







Lapisan Z650 : 1.73 MMSTB



2. Berdasarkan segi teknis dan segi keekonomisan, skenario yang terbaik yang dipilih untuk mengembangkan Lapangan Beta adalah skenario 3, yaitu : 4 Sumur Basecase, 4 Sumur Vertikal, 4 Sumur Horizontal, 3 Sumur Multilateral, 2 Sumur Injeksi Gas, dan 1 Sumur Injeksi Air. 3. Kumulatif produksi minyak Lapangan Beta menggunakan Scenario 3 adalah sebesar 5.48 MMSTB dengan recovery factor sebear 25.56%. 4. Skenario 3 menghasilkan NPV untuk Kontraktor sebesar US$ 11,275,454, ROR 19.68%, POT 4.38 tahun, PIR 0.49 dan DPIR 0.15. 13.2. RECOMMENDATION Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan maka beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan berkenaan dengan pengembangan Lapangan Beta: 1. Dari skenario 3 belum dapat memproduksikan cadangan sisa keseluruhan, oleh karena itu diperlukan penambahan sumur infill di daerah yang belum terkuras serta mengaplikasikan kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR). 2. Diperlukan untuk melakukan rate test pada sumur yang baru saja dibor untuk mengetahui performa langsung dari masing-masing sumur serta



218



diperlukan melakukan analisa air formasi untuk menentukan scaling index. 3. Pengembangan Lapangan dapat dilanjutkan menggunakan Skenario 3 sudah cukup menguntungkan meskipun harga minyak hanya sebesar 65 US$/bbl dan apabila harga minyak meningkat maka hasil keuntungan yang didapatkan akan lebih besar.



219



DAFTAR PUSTAKA



Adam, N.J, “Drilling Engineering A Complete Well Planning Approach”,Pen Well Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1985. Bourgoyne, A.T, Jr., et.al., “Applied Drilling Engineering”, SPE Textbook Series, First Printing, Richardson, Texas, USA, 1986. Dewan, John T., 1983.Essentials of Modern Open – Hole Log Interpretation.Tulsa, Oklahoma :Penwell Publishing Company. Glover, Paul W.J., Petrophysic. Department of Geology and Petroleum Geology University of Aberdeen UK. Hermawan, Reza A., 2010. Inversi Impedansi Elastik Untuk Identifikasi Penyebaran Reservoar Batupasir Studi Kasus Lapangan “Aditya” Formasi Talang Akar CekunganJawa Barat Utara.Skripsi S-1 TeknikGeofisika FTM UPN “Veteran” Yogyakarta. (Tidakdipublikasikan) Koesoemadinata, R.P., 1980. GeologiMinyak dan Gas BumiJilid 1 EdisiKe II.Institut Teknologi Bandung, Bandung. Nopyansyah, T., 2007.StudiPenyebaranReservoarBerdasarkan Data Log, Cutting, dan Atribut Seismik Pada Lapangan “TNP” Formasi Cibulakan Atas Cekungan Jawa Barat Utara, Skripsi-S1 Teknik Geologi FTM UPN “Veterran” Yogyakarta. (Tidakdipublikasikan) Rudi Rubiandini, ”TeknikPemboranLanjut”, JurusanTeknikPerminyakan ITB.



220



POD TEAM UPN VETERAN YOGYAKARTA OIL EXPO 2015 Director of Production Operation Department Full name



:Christian Bimo Adi Nugroho



Gender



:Male



Palce, Date of Birth day



: Balikpapan, 23 maret 1993



ID card/ Studen card number



: 113110053



College Major



:Petroleum Engineering



Year of study/ Smester



: 2011 / 8



Mobile phone No



: 081328387837



Email



: [email protected]



Directr of Comertial and Reservoir Development Department Full name



: Ade Hardian



Gender



:Male



Palce, Date of Birth day



: Jakarta, 6 maret 1993



ID card/ Studen card number



: 113110007



College Major



:Petroleum Engineering



Year of study/ Smester



: 2011 / 8



Mobile phone No



: 085759076253



Email



: [email protected]



221



Director drilling and completion Department Full name



: Jhoni wahyudi



Gender



:Male



Palce, Date of Birth day



: Bengkulu,28 Juni 1993



ID card/ Studen card number



: 113110004



College Major



:Petroleum Engineering



Year of study/ Smester



: 2011 / 8



Mobile [email protected] phone No : 08984215150 Email



: [email protected]



Director of Subsurface Departement Full name



: Rifky Adhatama



Gender



:Male



Palce, Date of Birth day



: Jambi,1 Juni 1993



ID card/ Studen card number



: 1131100122



College Major



:Petroleum Engineering



Year of study/ Smester



: 2011 / 8



Mobile phone No



: 0857222200627



Email



: [email protected]



[email protected]



222



Director of Exploration Department Full name



: Faris Ahad S



Gender



:Male



Palce, Date of Birth day



: Jakarta,10 Juli 1994



ID card/ Studen card number



: 111120061



College Major



: Geological Engineering



Year of study/ Smester



: 2012 / 6



Mobile phone No



: 085643934932



Email



: [email protected]



Tshirt Size



:M



223