Laporan Ppra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN BUKTI KEGIATAN KOMITE PPRA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA



PENDAHULUAN Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat anti microbial resistence, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat berhubungan dengan penggunaan, sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal. Resistensi antimikroba yang dimakasud adalah resistensi terhadap antimikroba yang efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri jamur,virus, dan parasit. Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimakasud adalah penggunaan antibiotik.Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Melalui penggunaan antibiotik yang rasional dan bijak merupakan salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan dalam program pencegahan pengendalian infeksi dan program pengendalian resistensi antimikroba. I.



LATAR BELAKANG Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methicillin-



Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), PenicillinResistantPneumococci, Klabsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Laktamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-Blanco et al.2000; Stevenson et al. 2005). Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitihan Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherechia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik atara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan klorampenikol (25%). Hasil penelitihan 781 pasien yang di rawat di



di



dapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), klorampenikol (43%), siproploksasin (22%), dan gentamisin (18%).



Hasil dari pemantauan uji kultur di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ditemukan beberapa jenis kuman yang menyebabkan resisten antara lain Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, stapilococcus aureus, Acinetobacter baumanii, Pseudomonas aeroginosa, dll. Dari data tersebut dapatlah sebagai gambaran bahwa kejadian resistensi antimikroba di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga mulai muncul sehingga saat ini sangatlah dituntut dalam pengendalian penggunaan antibiotika secara bijak. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pada bagian kedua perihal Jaminan kesehatan maka di butuhkan suatu pedoman pengobatan Antibotik sebagai pedoman pendukung Formularium Nasional yang dapat di gunakan sebagai acuan pada dan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Pedoman berupa formularium nasional untuk menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta menjamin kerasionalan penggunaan obat yang aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat. Maka dari itu untuk penggunaaan antibiotika secara bijak dan peningkatan mutu seoptimal mungkin perlu adanya program pengendalian resistensi antimikroba di secara kontinyu oleh Komite PPRA dan Komite PPI



II. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN Indikator 4.1 [R]



Regulasi tentang pengendalian resistensi antimikroba di RS Program tentang pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) 4.2 Bukti pelaksanaan rapat tentang penyusunan [D] program melibatkan pimpinan RS Bukti program PRA-RS yang sudah disetujui/ditandatangani Direktur (direktur, kepala unit pelayanan, kepalabidang, tim PPRA) 4.3 Bukti tersedianya anggaran operasional PPRA [D] 4.4 Bukti dalam rekam medis tentang pelaksaan [D] pengunaan antibiotic sebagai terapi profilaksis pembedahan pada seluruh proses asuhan pasien 4.5 Bukti laporan tentang PPRA RS secara berkala minimal 1 tahun sekali kepada KPRA Kemenkes



Indikator 4.1.1 Bukti penetapan tim PPRA yang dilengkapi



Proses Sudah Belum v



Keterangan



v v v



v v



v



Proses Sudah Belum v



Program baru mulai jalan



Keterangan



[R] 4.1.2 [D] 4.1.3 [D] 4.1.4 [D] 4.1.5 [D]



uraian tugas, tangung jawab dan wewenangnya Bukti pelaksanaan kegiatan PPRA Bukti penetapan indicator mutu



v



Bukti hasil pencapaian indicator mutu



v



Bukti laporan tentang kegiatan tim PPRA secara berkala kepada Direktur RS



NO 1. 2. 3. 4. 5.



v



v



SPO SPO surveilans antibiotic secara kualitatif SPO surveilans antibiotic secara kuantitatif SPO penggunaan antibiotic rasional (bijak) SPO pengambilan data rekam medis pasien untuk dilakukan surveilans antibiotic secara kuantitatif SPO pengambilan sampel kultur bakteri



No. Kode DDD J01CA01 A J01DD01 B J01MA02 C Total DDD



Nama Antibiotik CEFTRIAXONE CEFIXIME AMOXICIILIN



Tot DDD 48,50 33,50 10,50



Bukti laporan peta kuman



KET SUDAH BELUM v v v V V Tot DDD/rawat inap*100 173,21 119,64 37,50 330,36



Gambar 1.1 Tabel Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Febris Thypoid berdasarkan DDD/100 Patien-days



Banyaknya penggunaan antibiotik di suatu rumah sakit dapat dihitung menggunakan metode DDD dengan satuan DDD/100 patient-days yang menggambarkan banyaknya pasien yang mendapatkan dosis harian definitif (DDD) untuk indikasi tertentu atau dalam laporan ini untuk indikasi Febris Thypoid. Pada laporan ini ditemukan total penggunaan antibiotik pada pasien 12 Febris Thypoid rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yaitu sebesar 330,36 DDD/100 patient-days. Semakin besar nilai total DDD/100 patient-days berarti menunjukan tingginya tingkat pemakaian antibiotik dalam 100 hari rawat (Sari A et al, 2016). Jika dibandingkan dengan penelitian Scholze et al (2015) mengenai penurunan penggunaan antibiotik di salah satu rumah sakit negara jerman, penggunaan antibiotik oleh pasien sepsis dan pneumonia dirumah sakit tersebut memiliki total penggunaan 67,1 hingga 51,0 DDD/100 patient



days. Nilai ini menjadi acuan bahwa penggunaan antibiotik di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga untuk pasien Febris Thypoid masih sangatlah tinggi, sehingga untuk kedepannya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan peresepan antibiotik.



DDD ANTIBIOTIK AMOXICIILIN



37.50



CEFIXIME



119.64



CEFTRIAXONE



173.21



0.00



20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 200.00



Gambar 1.2 Grafik Penggunaan Antibiotik per 100 hari pasien dirawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga



Berdasarkan grafik diatas yang paling banyak digunakan adalah Ceftriaxone dengan jumlah penggunaan sebesar 173,21 DDD/100 patiens-days yang dapat diartikan bahwa dalam 100 hari rawat inap di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pasien Febris Thypoid yang mendapat terapi Ceftriaxone sesuai dosis (2000 mg) per hari dari pasien antara 10-12 pasien. Penggunaan ceftriaxone mencapai 52,43 % dimana merupakan penggunaan antibiotik terbesar sebagai terapi Febris Thypoid di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pada tahun 2019. Selanjutnya penggunaan antibiotik terbesar adalah Cefixime (119,64 DDD/100 patiens-days) dan yang ketiga adalah Amoxicillin (37,50 DDD/100 patiens-days). Penggunaan antibiotik paling sedikit pada



kasus febris thypoid yaitu amoxicillin yang digunakan sebagai terapi empiris alternatif febris thypoid. Kultur bakteri merupaka suatu metode yang digunakan untuk mengetahui bakteri penyebab terjadinya infeksi pada suatu penyakit. Berdasarkan 35 catatan rekam medik pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang datanya diambil secara retrospektif terlihat pasien yang memiliki data hasil kultur adalah sebanyak (%).Data tersebut tersaji pada tabel 1.3 Hasil



N



%



Kultur



26



74,29



Tidak kultur



9



25,71



Total



35



100



Tabel 1.3. Distribusi berdasarkan kultur



Jumlah



TABEL DATA PERTUMBUHAN KUMAN BERDASARKAN MATERIAL DI RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA PERIODE JULI-OKTOBER 2019 16 14 12 10 8 6 4 2 0



Darah Sputum



Klebsiella Pseudom Klebsiella Cerratia Staphylo Enteroba Staphylo oxytoca onas pneumo marcesce coccus cter coccus aerugino nia ss s aureus cloacae hominis sa pneumo complex ssp nia hominis 1 1



5



15



1



1



2



Tabel 1.3. Grafik Pertumbuhan Pola Kuman di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga KATEGORI KRITERIA GYSENS IV A Ada antibiotika lain yang lebih efektif



N 4



% 11,43



III A III B II B 0 TOTAL



Penggunaan antibiotik terlalu lama Penggunaan antibiotik terlalu singgkat Penggunaan antibiotik tidak tepat interval Penggunaan antibiotik tepat



5 9 7 10 35



14,29 25,71 20,00 28,57 100,00



Tabel 1.3. Penggunaan Antibiotik di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Periode Juli - Oktober 2019 Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 28 pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga selama periode Juli – Oktober 2019 terlihat hanya ada beberapa kategory Gyssens (IVA, IIIA, IIIB, IIB dan 0) dari 12 kategori Gyssens yang masuk penilaian kualitas penggunaan Antibiotika dan yang memenuhi kategori Gyssens 0 (penggunaan antibiotika tepat) adalah sebesar 28,57 %. Penggunaan antibiotika secara kualitas dinilai dengan menggunakan kriteria Gyssens yang terbagi dalam 0-VI kategori, menurut Gyssens penilainan ini membutuhkan kelengkapan data agar dapat dinilai secara cermat. Berdasarkan data survailans hanya ada beberapa kategori Gyssens (IVA, IIIA, IIIB, IIB dan 0) dari 12 kasus kategori Gyssens yang masuk ke dalam penilaian kualitas penggunaan antibiotik pada pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, hasil penilaian Gyssens menunjukan penggunaan antibiotik yang memenuhi kategori Gyssens 0 (tepat penggunaan Antibiotik)adalah sebesar 28,57 %. Dari pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga 71,43 % yang tergolong tidak rasional. Antibiotik yang masuk ke dalam kategori IVA yaitu masih ada antibiotik lain yang lebih efektif. Penilaian kategori ini didasarkan pada hasil kultur pasien. Dari sisi harga obat, antibiotika yang masuk ke dalam kategori IVC yang menunjukkan bahwa dalam kasus tersebut masih dapat digunakan antibiotika lain yang lebih murah. Peresepan antibiotika yang mahal dengan harga di luar batas kemampuan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotika oleh pasien sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi (PERMENKES, 2011). Untuk kedepannya diharapkan para praktisi kesehatan khusunya intervensi farmasis dalam hal pemilihan antibiotika selama pengobatan pasien dapat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi pasien tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi kualitas penggunaan antibiotika pada pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga periode Juli – Oktober 2019 perlu rencana tindak lanjutnya adalah : 1. Perlu optimalisasi penerapan penggunaan antibiotika yang sesuai dengan standar clinical pathway terapi di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sehingga dapat meningkatkan kualitas penggunaan antibiotika yang rasional atau tepat.



2. Perlunya dilakukan kultur bakteri pada semua pasien febris Thypoid di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sebagai pemeriksaan penunjang dalam pemilihan terapi antibiotik untuk pasien



Purbalingga, Oktober 2019 Mengetahui Direktur RSUD dr. RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga



dr. Nonot Mulyono, M. Kes Pembina Utama Muda NIP. 19620909 198803 1 011



Ketua Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba ( KPPRA ) RSUD dr. RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga



dr. Yunia Annisa, SpPD, M.Kes NITK. 558 / TK / II / 2016