Laporan Praktikum Acetanilid Dan Iodoform [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (SINTESA DAN IDENTIFIKASI ACETANILID dan SINTESA IODOFORM )



Disusun Oleh: EKA PUSPA SARI 19330717 KELAS A



LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2020



PERCOBAAN VI SINTESA DAN IDENTIFIKASI ACETANILID A. Tujuan



: Agar mahasiswa dapat memahami cara sintesa dan identifikasi Acetanilid.



B. Pendahuluan : Asetanilida merupakan suatu amida dengan bentuk berupa padatan kristal putih dengan massa jenis 1,21 gram/mL, titik lebur 113 oC-114oC, titik didih 305oC, berat molekul 135,17 gram/mol. Asetanilida sangat larut dalam alkohol, sedangkan kelarutan dalam air adalah 0,53 gram dalam 100 mL dan kelarutan eter adalah 7 gram dalam 100 mL (Morrison and Boyd, 1992). Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetanilida atau sering disebut fenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3. Asetanilida pertama kali ditemukan oleh friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Asetanilida digunakan sebagai inhibitor dalam hidrogen peroksida dan digunakan untuk menstabilkan pernis ester selulosa. Asetanilid digunakan untuk produksi 4-asetamidobenzenesulfonil klorida, suatu perantara kunci untuk pembuatan obat sulfat. Berdasarkan fungsi dari asetanilida tersebut maka asetanilida perlu untuk disintesis (Krik dan Othmer, 1981). Proses sintesis asetanilida dapat dilakukan dalam beberapa proses salah satunya adalah dengan cara mereaksikan asam asetat anhidrat dengan anilin. Larutan anilin dilakukan dalam beberapa proses salah satunya adalah dengan cara mereaksikan asam asetat anhidrat dengan anilin. Larutan anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrid berlebih 150% dengan konversi 90% dan yield 65%, direfluks hingga tidak ada anilini yang tersisa pada temperatur 30oC-110oC. Campuran hasil reaksi disaring kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan proses pendinginan, sedangkan filtratnya digunakan kembali. Penggunaan asam asetat anhidrid dapat diganti dengan asetil klorida (Delvira, 2011). Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH 2 itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Adanya stabilisasi-resonansi anilin ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m-, p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik, namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan



daripada posisi m-. Struktur resonansi terpaparkan diatas menunjukkan bahwa posisiposisi o- dan p- mengemban muatan negatif parsial sedangkan posisi m- tidak (Fessenden dan Fessenden, 1999). Proses rekristalisasi pada dasarnya adalah melarutkan senyawa yang akan dimurnikan kedalam pelarut yang sesuai pada atau dekat titik didihnya, menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut, biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal, dan memisahkan kristal dari larutan berair. Kristal dan terbentuk dikeringkan dan ditentukan kemurniannya dengan penentuan titik lebur, kromatografi dan metode spektroskopi. Pelarut dalam rekristalisasi merupakan penentu keberhasilan pemisahan, jika senyawa larut dalam keadaan panas maka penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa organik sering mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat dimurnikan dengan penambahan karbon aktif penghilang warna seperti norit (Damtith, 1994). C. Alat yang Digunakan : -



Beaker glass 1000 ml



-



Penyaring buchner



D. Bahan yang Digunakan : -



Anilin



-



Asam asetat glasial



-



HCl pekat



-



Na Asetat



-



Carbon aktif



E. Cara Kerja : 1.



Masukkan 9,1 ml HCl pekat ke dalam beaker glass yang berisi 250 ml air.



2.



Kemudian tambahkan 10 ml anilin, kocok sampai homogen.



3.



Bila larutan berwarna tambahkan 1,75 g carbon aktif dan panaskan pada suhu 50 oC selama 5 menit sambil diaduk.



4.



Saring melalui kertas saring.



5.



Buat larutan Na Asetat 16,5 g dalam 50 ml air.



6.



Masukkan ke dalam filtrat tadi 12,8 ml asam asetat anhidrat kocok sampai larut/homogen, lalu masukkan larutan Na asetat yang tadi dibuat. Kocok dengan sempurna dan dinginkan dalam es.



7.



Saring acetanilid yang terbentuk dengan corong buchner.



8.



Hasil dikeringkan di udata.



9.



Lakukan pemurnian dengan cara rekristalisasi sebagai berikut: Larutan Acetanilid yang didapat dalam 500 ml air mendidih, bila larutan berwarna tambahkan 3,5 g karbon aktif, aduk dan saring dalam keadaan panas-panas. Dinginkan filtrat yang didapat sampai terbentuk kristal. Saring melalui corong buchner dan keringkan di udara.



Identifikasi



:



-



Titik leleh



-



Zat + H2SO4 pekat + K2Cr2O7 pada lihat warnanya ungu lalu hijau.



-



Esterifikasi : Zat + alkohol + asam sulfat pekat, panaskan bau etil asetat.



F. Hasil dan Pembahasan Hasil No



Aktivitas Hasil Pengamatan HCl yang sudah diencerkan + 10 Menghasilkan panas (eksoterm),



warna



1.



ml anilin + karbon aktif lalu didominasi anilin berwarna kekuningan +



2.



dipanaskan karbon aktif menjadi kehitaman Disaring Larutan kemerahan dari anilin Larutan + asam asetat anhidrat + Penambahan Na asetat agar tetap dalam



3.



Na asetat keadaan bebas air Larutan di dinginkan dalam es Terbentuk kristal berwarna kuning pudar



4.



dan disaring dengan corong bening



5. 6.



Buchner Pemurnian dengan rekristalisasi Uji titik leleh



Kristal berwarna putih 114oC



Pembahasan Praktikum kali ini membahas mengenai sintesis asetanilida yang bertujuan untuk cara sintesa dan identifikasi acetanilid. Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongan sebagai amida primer, ada satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Amina aromatis yang digunakan dalam percobaan ini adalah anilin. Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini dengan anilin sebanyak 10 ml akan dilarutkan dengan HCl (p) sebanyak 9,1 ml yang telah dilarutkan dengan air sebanyak 250 ml sehingga akan membentuk warna kekuningan dengan penambahan carbon aktif yang berguna untuk menarik pengotor yang ada pada larutan dan pemanasan dan diaduk. Larutkan di saring dan ditambahkan asam asetat anhidrat sebanyak 12,8 ml kocok hingga larut homogen lalu masukkan larutan Na asetat yang



dibuat tadi yang bertujuan agar menjaga larutan tetap dalam kondisi bebas air, kocok dan dinginkan dalam ice bath agar mempercepat terbentuk acetanilid. Penambahan dari asam asetat glasial berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H+ / H3O+) dan sangat mempengaruhi reaksi untuk membentuk suatu garam amina, selain itu asam asetat berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dari asetat anhidrida sehingga asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali, karena adanya pengaruh air. Kristal yang diperoleh dikeringkan di udara. Bila kristal yang dihasilkan masih berwarna artinya masih mengandung pengotor di dalamnya, yaitu sisa reaktan atau hasil samping reaksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian kembali dengan metode rekristalisasi. Tahap selanjutnya yaitu proses rekristalisasi dari asetanilida yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Fungsi dari rekristalisasi adalah untuk memperoleh kristal asetanilida yang lebih murni. Proses rekristalisasi dilakukan dengan cara melarutkan kristal dalam 500 ml air mendidih untuk mempercepat kelarutan kristal, bila larutan berwarna ditambahkan 3,5 g karbon aktif yang berfungsi untuk menarik pengotor, lalu aduk dan saring dalam keadaan panas-panas. Filtrat yang didapat didinginkan sampai terbentuk kristal kembali kemudian saring kristal menggunakan corong buchner atau corong basa juga boleh dan keringkan kristal di udara. Uji senyawa hasil sintesis asetanilid hasil percobaan dilakukan beberapa uji yaitu uji titik lebur, warna, bau hingga dengan pereaksi. Titik leleh kristal asetanilida ditentukan dengan menggunakan melting poitn apparatus diperoleh sebesar 114oC, mendekati dengan titik leleh kristal asetanilida menurut smith, 2010 sebesar 115 oC (Dzikrullah, A., dkk. 2016). Identifikasi 



Zat + H2SO4 pekat + K2Cr2O7 padat lihat warnaya ungu lalu hijau Acetanilid merupakan senyawa amida primer dimana jika dilarutkan dengan



asam sulfat dan kalium kromat atau dengan uji kromat anhidrat pada senyawa yang mengandung alkohol primer dan sekunder maka akan menghasilkan endapan ungu hingga hijau. 



Esterifikasi : Zat + alkohol + asam sulfat pekat, panaskan bau etil asetat



Pada esterifikasi yang dilakukan pada acetanilid produk direaksikan dengan alkohol dan H2SO4 (p) sebagai katalisator dan dibantu pemanasan menghasilkan bau etil asetat. Hal ini terjadi karena alkohol yang melarutkan asetanilid dan H2SO4(p) memecah struktur acetanilid yang membuat gugus asetil yang terdapat pada asetanilid terlepas dan menghasilkan ester wangi dengan bau etil asetat. Pada senyawa amida akan membebaskan NH3 yang berbau khas. G. Tugas Pendahuluan 1.



Tuliskan mekanisme reaksi pembuatan aspirin



Pembuatan aspirin melalui reaksi esterifikasi. Asam salisisat dicampur dengan anhidrat asam asetat, menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup alkohol asam salisilat menjadi grup asetil (R-OH R –OCOCH3) atau aspirin. Proses ini menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan.



Penambahan H2SO4 (p) berfungsi sebagai katalisator dan donor proton yang berperan dalam ikatan rangkap pada anhidrida asetat lebih mudah terbuka lalu bergabung dengan asam salisilat yang kehilangan hidrogennya. Proses ini menghasilkan aspirin (asam asetilsalisilat) dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Setelah proses pengikatan selesai, ion SO42- kembali mengikat proton H+ yang berlebih. Sehingga asam asetat memiliki kandungan air yang sedikit sehingga lebih reaktif digunakan untuk meminimalis air pada reaksi sintesis aspirin jika tidak diminimalis airnya maka dapat menghidrolisis aspirin menjadi asam salisilat kembali.



2.



Tuliskan mekanisme reaksi pembuatan acetanilid



H NH2



+



H3C



O



CH3



O



CH3



N



O



O



O



+



H3C



OH



Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzene atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan asam klorida dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrida. Aniline primer bereaksi dengan asetat anhidrida panas menghasilkan turunan mono asetat (amida). Persamaan reaksi antara aniline dan asetat anhidrida membentuk N-carboxyanilinium dan ion asetat, kemudian ion asetat ini menyerang atom hidrogen pada gugus amida menghasilkan asetanilida dan asam asetat (Alfina, 2013). Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, ada satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Amina aromatis yang digunakan dalam percobaan ini adalah anilin . Pada percobaan ini sintesis acetanilid dilakukan dengan mereaksikan anilin, kemudian Na asetat dan asam asetat glasial untuk menjaga larutan tetap bebas air. Penambahan dari asam asetat glasial berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H+ / H3O+) dan sangat mempengaruhi reaksi untuk membentuk suatu garam amina, selain itu asam asetat berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dari asetat anhidrida sehingga asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali, karena adanya pengaruh air. H. Kesimpulan Pada percobaan yang telah dilakukan membahas mengenai sintesis asetanilida yang bertujuan untuk cara sintesa dan identifikasi acetanilid. Amina aromatis yang digunakan dalam percobaan ini adalah anilin. Larutan Na asetat yang dibuat bertujuan agar menjaga larutan tetap dalam kondisi bebas air, kocok dan dinginkan dalam ice bath agar mempercepat terbentuk acetanilid. Penambahan dari asam asetat glasial berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H+ / H3O+) dan sangat mempengaruhi reaksi untuk membentuk suatu garam amina. proses rekristalisasi dari asetanilida yang



diperoleh pada tahap sebelumnya. Fungsi dari rekristalisasi adalah untuk memperoleh kristal asetanilida yang lebih murni. I. Daftar Pustaka Damtith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga. Delvira. 2011. Pra-prancangan Pabrik Pembuatan asetanilida dari anilin dan Asam asetat dengan Kapasita Produksi 2500 ton/tahun. Sumatra: USU Respirator. Dzikrullah, A., dkk. 2016. Sintesis Asetanilida. Departemen Kimia. Fakultas Sains dan Matematika Jurusan Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang. Fessenden, R. J dan Fessenden J. S. 1999. Kimia Organik Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Erlangga Kirk, R. E. dan Othmer, D. F. 1981. Encyclopedia of Chemical Engineering Technology. New York: John Wiley and Sons Inc. Morrison, R. T and Boyd, R. N. 1992. Organic Chemistry 5th Edition. London: Brook cole.



PERCOBAAN VII SINTESA IODOFORM A. Tujuan Praktikum : Mahasiswa dapat menggunakan cara-cara sintesa dan identifikasi senyawa poli halogen terutama iodoform. B. Prinsip Percobaan : Pembentukan iodoform dapat terjadi bila senyawa yang mengandung gugus –C-CH3 atau yang menghasilkan suatu senyawa yang mengandung gugus ini bila dioksidasi, bereaksi dengan Natrium hipoiodit. C. Teori Iodoform merupakan senyawa kimia yang dapat disintesis berdasarkan reaksi halogenasi (halogenasi pada dasarnya ialah reaksi substansi Penggantian karena atom halogen menggantikan posisi hidrogen dalam struktur), dengan bahan dasar Iodium yang direaksikan dengan aseton yang menggunakan bantuan natrium hidroksida sebagai katalisator. Iodoform merupakan suatu zat kimia yang banyak digunakan dalam bidang farmasi sebagai desinfektan dan antiseptic. Antiseptik merupakan zat yang bekerja bakteoriostatik, biasanya dipakai pada infeksi bakteri pada kulit mukosa dan melawan bakteri pada luka sedangkan desinfektan merupakan zat bekerja bakterisid, digunakan untuk membebaskan ruang dan pakaian dari mikroba. Iodoform kadang-kadang sebagai antiseptic dan desinfektan dibidang kedokteran gigi (Vogel, 1979). Iodoform sangat sukar larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Senyawa ini di dekomposisi oleh cahaya, alkalis, tanin, dan Merkuri klorida lemah. Senyawa ini juga incompatible dengan Merkuri oksida. Jika suatu senyawa iodida direaksikan dengan larutan perak nitrat, akan terjadi endapan kuning pucat, yang tidak larut dalam asam nitrat encer dan larutan amonia. Untuk membedakannya dari perak klorida dan perak bromida adalah bahwa perak iodida tidak membentuk kompleks perak diamin yang larut dengan amonia. Jika suatu senyawa iodida direaksika dengan asam encer dan kalium bikromet, akan terjadi iod yang mudah larut dalam kloroorm dengan warna violet kemerahan. Dalam larutan asam, iodida dioksidasi menjadi iod yang larut dalam senyawa hidrogen karbon dan hidrogen karbon yang terhalogenasi dengan warna violer kemerahan (Carey, 2006). Pada halogenasi aldehid dan keton, reaksi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Telah ditemukan bahwa kecepatan halogenaso suatu keton berbanding



langsung dengan konsentrasi asam yang ditambahkan, tetapi tidak bergantung pada konsentrasi atau jenis halogen yang digunakan (Klor, Brom, atau Iod) (Fessenden, 1992). Pengujian titik leleh menggunakan melting point apparatus. Melting point apparatus merupakan alat yang digunakan untuk menentukan titik leleh dan sebuah senyawa yang mana sampel padatan akan ditentukan titik lelehnya, diletakkan pada tabung kapiler tertutup yang ada didalam alat. Sampel nantinya terpanaskan secara elektrik dimana elektror akan mendekati titik leleh pada saat sampel mencair, sinar elektror dapat menangkapnya (Adamson, 2007). Dimana titik leleh kristal iodoform adalah 119oC123oC (Parlan, 2003 : 333). D. Alat dan Bahan Alat



Bahan



: Labu Erlenmeyer



Penangas Air



Corong Buchner



Corong



Corong pisah



Kertas saring



Gelas kimia



Labu bundar



Gelas Ukur



Kondensor



: Larutan Kalium Iodide Aseton Larutan natrium hipoklorit Etanol 95%



E. Cara Kerja : 1.



Masukkan 100 ml air ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, kemudian masukkan 6 gram kalium iodida dan tambahkan 2 mL aseton.



2.



Tambahkan larutan natrum hipoklorit 5% sedikit demi sedikit ke dalam larutan diatas sampai zat padat kloroform tidak terbentuk lagi (diperlukan kira-kira sebanyak 65 mL).



3.



Diamkan campuran reaksi selama 10 menit dan saring dengan corong Buchner.



4.



Cuci kristal dengan air sebanyak 2 sampai 3 kali, kemudian biarkan kering di udara.



5.



Rekristalisasi padatan kuning iodoform yang terbentuk, dengan etanol 95%, dengan cara sebagai berikut: a) Masukkan padatan kuning iodoform dalam labu bundar 100 mL, yang telah dilengkapi dengan kondensor. b) Tambahkan 100 mL etanol 95% dan panaskan di atas penangas air sampai mendidih.



c) Tambahkan lagi etanol sedikit demi sedikit melalui kondensor sampai seluruh iodoform larut (dibutuhkan kira-kira 50 mL). d) Saring larutan melalui kertas saring dan corong, selama masih panas. Kemudian dinginkan di udara selanjutnya dengan air es. e) Saring iodoform yang diperoleh dengan corong Buchner dan keringkan di udara. f)



Identifikasi iodoform dengan cara menguji titik lelehnya.



F. Hasil dan Pembahasan Hasil No 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Aktivitas 6 gram kristal KI (putih) + 100 mL aquadest (bening) Larutan tak berwarna + 2 mL aseton



Hasil Pengamatan Larutan tak berwarna Larutan tak berwarna



(tak berwarna) Larutan bening + sekitar 65 mL NaOCl



Larutan kuning dan terdapat endapan



sedikit demi sedikit sambil dikocok Diamkan selama 10 menit dan saring



kuning Kristal kuning (iodoform) dan larutan



dengan penyaring Buchner Disaring dengan corong biasa Pengujian titik leleh



tak berwarna (filtrat) Kristal kuning Meleleh pada suhu 121oC



Pembahasan Iodoform adalah senyawa yang dibuat dan reaksi haloform antara iodin dengan aseton dalam suasana basa. Prinsip reaksi pembentukan iodoform yaitu reaksi halogenasi yang dimulai dari pembentukan atom radikal bebas dari halogen. Dimana kristal KI yang digunakan di larutan dalam air (H2O). Dilarutkan dalam air berfungsi untuk mengionkan menjadi K+ dan I-. KI berfungsi sebagai penyedia I atau iod yang akan direaksikan dengan natrium hipoklorit, hasil dari perlakuan ini adalah larutan bening atau tak berwarna. Gugus keton yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton penyedia gugus karbonil, dimana aseton ditambahkan ke dalam larutan KI yang hasilnya adalah larutan tak berwarna. Fungsi aseton adalah sebagai bahan pada pembuatan iodoform. Aseton bersifat mudah menguap, jadi pada saat penambahan aseton di lakukan dengan hati-hati dan tidak dibiarkan di udara bebas dalam waktu lama. Kemudian larutan ditambahkan dengan natrium hipoklorit secara sedikit demi sedikit sambil di aduk. Di lakukan penambahan sedikit demi sedikit dan sambil di aduk agar terjadi tumbukan antar



molekul-molekul yang terdapat dalam campuran. NaOCI sendiri berfungsi untuk membentuk NaOI yang akan bereaksi dengan aseton membentuk CHI3 (Iodoform). Hasil dari perlakuan tersebut yaitu larutan kuning dan terdapat kristal berwarna kuning dan setelah didiamkan selama sepuluh menit kristal berwarna kuning nampak jelas dalam erlenmeyer dengan larutan bening atau tak berwarna. Kristal kuning ini merupakan iodoform tapi belum diketahui derajat kemurniaannya. Selanjutnya larutan disaring menggunakan corong Buchner dan di tampung kristal yang dihasilkan. Kemudian kristal dicuci dengan air sebanyak 2 sampai 3 kali. Pencucian ini berfungsi untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang terdapat pada kristal iodoform. Setelah itu dikeringkan diudara. Untuk lebih memurnikan kristal iodoform yang berwarna kekuningan dilakukan rekristalisasi. Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan kristal iodoform dengan etanol 95%, iodofrom yang sedikit larut dalam etanol dengan adanya pemanasan dapat membuat etanol melarutkan iodoform. Tambahkan lagi etanol sedikit demi sedikit melalui kondensor sampai seluruh iodoform larut. Kemudian saring larutan dalam keadaan masih panas dengan menggunakan corong dan kertas saring, dinginkan di udara lanjut dengan air es untuk mempercepat terbentuk kristal kembali. Setelah terbentuk kristal iodoform, saring dengan corong Buchner dan keringkan di udara. Identifikasi iodoform dengan menguji titik leleh terhadap kristal iodoform hasil sintesis dengan menggunakan alat Melting Point Apparatus. Pengujian titil leleh dimana kristal mulai meleleh sempurna pada suhu 121oC. Hal tersebut telah sesuai dengan teori dimana titik leleh kristal iodoform adalah 119oC-123oC dan kristal yang didapat adalah kristal iodoform murni (Parlan, 2003: 333).



G. Tugas Pendahuluan 1.



Tuliskan persamaan reaksi untuk percobaan-percobaan di atas.



KI



H2O



+



K



+



I



-



Tahap I O



O H3C



C



CH3



+



+



I



K



-



+



H3C



NaOCl



C



CH3



+



KCl NaOI



Tahap II O H3C



C



O



H CH2



- -



+



Na O I



H3C



C



CH 2I



+



NaOH



CHI 2



+



NaOH



CI 3



+



NaOH



Tahap III H3C



O



H



C



CHI



O - -



+



Na O I



H3C



C



Tahap IV H3C



O



H



C



CI 2



O - -



+



Na O I



H3C



C



Tahap V O H3C



C



OH CI 3



+



NaOH



H3C



C



CI 3



ONa OH H3C



C



O



+



CI 3



-H



H3C



C



ONa



+



ONa



2.



CHI 3



Iodoform



Mengapa harus dilakukan rekristalisasi pada sintesa ini. Pada pengujian biasanya dilakukan rekristalisasi dimana proses pemurnian dengan pengkristalan kembali zat setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan pengotornya (Pinalla, 2011:64). Rekristalisasi dilakukan karena



diharapkan dalam produk hasil sintesa tidak terdapat bahan pengotor atau zat lain yang tidak ikut bereaksi dalam reaksi pembuatan sehingga produk iodoform yang dihasilkan murni dan sesuai dengan iodoform standar yang biasa digunakan. 3.



Apakah kegunaan pengujian titik leleh dari iodoform Kegunaan pengujian titik leleh dari iodoform untuk memastikan kemurnian dari kristal iodoform apakah mendekati senyawa asli atau tidak. Titik leleh suatu zat padat adalah suatu temperatur dimana terjadinya keadaan setimbang antara fasa padat dan fasa cair pada tekanan satu atmosfer, prinsipnya suatu zat bisa meleleh karena ikatan antarmolekul terputus dimana putusnya molekul itu yang memerlukan suhu berbeda-beda tergantung pada kekuatan ikatan tersebut, semakin kuat ikatannya maka semakin tinggi suhu yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan tersebut. Dengan adanya zat pengotor, ikatan yang terputus akan lebih banyak atau intinya tergantung pada zat pengotornya. Rentang temperature yang tidak begitu jauh menunjukkan kemurniaan padatan tersebut. Titik leleh yang ada pada literature biasanya dalam bentuk range titik leleh. Sampel senyawa murni biasanya hanya terdiri atas satu bentuk kristal dan meleleh pada temperature dengan range kurang dari 1oC. Besar daerah titik leleh atau range lebih dari 1 oC menunjukkan adanya pengotor (Puspitasari, Nevi., dkk. 2012).



4.



Sebutkan cara-cara pengujian kemurnian suatu zat. Pada praktikum ini menggunakan pengujian kemurnian dengan pengujian titik leleh dengan alat melting point. Dengan cara sebagai berikut: a. Menghidupkan alat atau pada posisi on b. Memilih menu melting point dengan memutar knop c. Menekan method dan kemudian menekan edit d. Memasukkan harga temperature 119oC dengan memutar tombol knop e. Menekan next, memasukkan harga stop 122oC dengan memutar tombol knop, menekan tombol next f. Memasukkan temperature gradian atau kenaikan temperature 1oC/menit dengan memutar tombol knop g. Menekan tombol save h. Memasukkan pipa kapiler berisi sampel pada tempatnya i. Mengamati perubahan yang terjadi j. Menekan tombol stop bila percobaan selesai (krostal sudah meleleh)



(Sumber: Pramaesti, alda dkk. 2017) H. Kesimpulan Pada percobaan yang telah dilakukan membahas mengenai sintesis iodoform. Dimana iodoform dapat dibuat dengan reaksi haloform dan menunjukkan adanya gugus CH3CO. Reaksi haloform merupakan reaksi yang menghasilkan senyawa CHX 3 dari metil keton yang mengalami halogenasi. Kalium iodida, aseton, dan natrium hipoklorit apabila dicampur dapat membentuk yodoform melalui reaksi haloform. NaOCI sendiri berfungsi untuk membentuk NaOI yang akan bereaksi dengan aseton membentuk CHI3 (Iodoform). Hasil dari perlakuan tersebut yaitu larutan kuning dan terdapat kristal berwarna kuning.. Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan kristal iodoform dengan etanol 95%, iodofrom yang sedikit larut dalam etanol dengan adanya pemanasan dapat membuat etanol melarutkan iodoform. I. Daftar Pustaka Adamson, A. W. Dan Gast, A. P. 2007. Physical Chemistry of Surfaces. John. Wiley & Sons, Inc. New York. Carey, Francis A. 2006. Organic Chemistry Sixth Edition. New York: Megrw-Hill. Fessenden & Fessenden. 1992. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga: Jakarta. Parlan, Wahyudi. 2003. Kimia Organik I. Malang: JICA. Pinalla, Anita. 2011. Penentuan Metode Kristalisasi yang Tepat Untuk Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara. Vol. 6 No. 2 Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi V. PT Kalman Media Pustaka: Jakarta.