Laporan Praktikum Embriologi Dan Genetika Perkembangan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI DAN GENETIKA PERKEMBANGAN GAMETOGENESIS



OLEH NAMA



: ANDI NASTITI RUSMAN



NIM



: O11114014



KELOMPOK



: 3 (TIGA)



NAMA ASISTEN



:



LABORATORIUM EMBRIOLOGI DAN GENETIKA PERKEMBANGAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015



I



TUJUAN PRATIKUM Adapun tujuan dari pratikum ini yaitu: A. Mengetahui gambaran histologi testis dengan penekanan pada diferensiasi sel-sek spermatogenik di tubulus seminiferus. B. Mengetahui gambaran histologi ovarium pada berbagai tipe folikel dan corpus luteum.



II



TINJAUAN PUSTAKA Gametogenesis merupakan proses pembentukan gamet (sel kelamin)



yang terjadi melalui pembelahan meiosis. Gametogenesis berlangsung pada sel kelamin dalam alat perkembang biakan. Gametogenesis meliputi Spermatogenesis (pembentukan spermatozoa atau sperma) dan Oogenesis (pembentukan ovum) (Wahyu, 1990). Gametogenesis amat dibutuhkan oleh tubuh kita untuk penggandaan sel kelamin. Ini berbeda fungsi dengan sel-sel tubuh yang mana jika ada sel tubuh kita yang rusak maka akan terjadi proses penggantian dengan sel baru melalui proses pembelahan mitosis, sedangkan sel kelamin atau gamet sebagai agen utama dalam proses reproduksi menggunakan proses pembelahan meiosis. Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa mitosis menghasilkan sel baru yang jumlah kromosomnya sama persis dengan sel induk yang bersifat diploid (2n), sedangkan pada meiosis jumlah kromosom pada sel baru hanya bersifat haploid (n). Gametogenesis dibedakan menjadi 2, yaitu Spermatogenesis dan Oogenesis (Campbell, 2008). A. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone (Wildan yatim, 1990). Spermatogenesis terjadi di testis. Didalam testis terdapat tublus seminiferus. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan jaringan



ikat, pada jaringan epithelium terdapat sel – sel spermatogonia dan sel sertoli yang berfungsi member nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus terdapat pula sel leydig yang mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada proses Spermatogenesis (Guyton, 2006). Spermatogenesis terjadi dalam tiga fase, yaitu fase spermatogonial, fase meiosis, dan fase spermiogenesis yang membutuhkan waktu 13-14 hari (Yuwanta, 2004). Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia (jamak). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap – tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma (Yuwanta, 2004). Sperma sebagian besar terdiri dari: 1. Deoxyribonucleoprotein yang terdapat dalam nucleus yang merupakan kepala dari sperma. Nucleoprotin dalam inti sperma semua spesies, terbentuk oleh asam deoxyribonucleus yang terikat pada protein. Akan tetapi pada spesiesspesies itu nucleoprotein-nucleoprotein-nucleoprotein tidak identik satu sama lain, melainkan ada perbedaan – perbedaannya yaitu terutama pada 4 bagian pokok ialah adenine, quinine, oxytosine, dan thymine. 2. Muco-polysaccharide yang terikat pada molekul-molekul protein terdapat diacrosome, yaitu bagian pembungkus kepala. Polysaccharide yang terdapat pada acrosome ini mengandung 4 macam gula – gula yaitu : fucose, suatu methylpentose, galactose, mannose dan hexosamine. Keempat unsur gula-gula ini terikat pada protein sehingga member reaksi pada zat warna asam, yaitu PAS (Periodic Acid Schiff). Fungsi dari muco-polysaccharide yang terikat pada molekul protein dalam metabolisme sperma tidak diketahui. 3. Plasmogen atau lemak aldehydrogen yang terdapat di bagian leher, badan dan ekor dari sperma, merupakan bahan yang dipergunakan oleh sperma itu untuk respirasi endogen.



4. Protein yang menyerupai keratin yang merupakan selubung tipis yang meliputi seluruh badan, kepala dan ekor sperma. Protein ini banyak mempunyai ikatan dengan unsure zat tanduk yaitu S (sulfur). Protein ini terutama banyak terdapat pada membran sel – sel dan fibril – fibrilnya. Mungkin protein yang mengandung banyak S ini bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas permukaan sel sperma itu. 5. Enzim dan co-enzim. Sperma mengandung bermacam - macam enzim – enzim dan co-enzim yang pada umumnya digunakan untuk proses hidrolisis dan oksidasi. Misalnya semua enzim dan co-enzim yang diperlukan dalam siklus glikolisis ada pada sel sperma. Sel sperma juga mengandung yaluronidase yang diduga berada dekat sekali ke permukaan sel, sehingga setiap saat dapat dilepaskan ke medium sekitarnya (Partodihardjo, Soebadi. 1980). Ciri utama spermatozoa adalah motilitas yang digunakan sebagai patokan paling sederhana dalam penilaian kualitas semen. Persentase spermatozoa motil (bergerak progresif) dapat digunakan sebagai ukuran kesanggupan untuk membuahi ovum (SETIADI cit Pamungkas, 2008). Motilitas dipengaruhi oleh umur sperma, maturasi sperma, penyimpanan energi (ATP), agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi dan adanya rangsangan atau hambatan (HAFEZ cit Pamungkas, 2008).



Gambar 1 Testis (Bacha,1990) 1. Proses Pembentukan Spermatogenesis Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Proses ini dimulai dengan sel benih primitif, yaitu spermatogonium. Pada saat terjadinya perkembangan sel kelamin, sel ini mulai mengalami mitosis, dan menghasilkan generasi sel-sel yang baru. Sel-sel yang baru dibentuk dapat mengikuti satu dari dua jalur. Sel-sel ini dapat terus membelah sebagai sel induk, yang disebut spermatogonium tipe A, atau dapat berdeferensiasi selama siklus mitosis yang progresif menjadi spermatogonium B. Spermatogonium B merupakan sel progenitor yang akan berdeferensiasi menjadi spermatosit primer. Segera setelah terbentuk, sel-sel ini memasuki tahap profase dari pembelahan meiosis pertama. Spermatosit primer merupakan sel terbesar dalam garis keturunan spermatogenik ini dan ditandai dengan adanya kromosom dalam berbagai tahap proses penggelungan di dalam intinya (Fawcett, 2002).



Gambar 2. Tahapan-tahapan pembentukan Spermatogenesis (Wijaya,2009). Dari pembelahan meiosis pertama ini timbul sel berukuran lebih kecil yang disebut spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena merupakan sel berumur pendek dan berada dalam tahap interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan meiosis kedua. Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Karena tidak ada fase-S (sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis pertama dan kedua pada spermatosit, jumlah DNA per sel berkurang setengah selama pembelahan kedua ini, yang menghasilkan sel haploid (n). Oleh karena itu, proses meiosis menghasilkan sel dengan jumlah kromosom haploid. Dengan adanya pembuahan, sel memperoleh kembali jumlah diploid yang normal (Junqueira et al., 2007). Pada proses Spermatogenesis terjadi proses - proses dalam istilah sebagai berikut :



a. Spermatositogenesis (spermatocytogenesis)



adalah



tahap



awal



dari



Spermatogenesis, yaitu peristiwa pembelahan spermatogonium menjadi spermatosit



primer



(mitosis),



selanjutnya



spermatosit



melanjutkan



pembelahan secara meiosis menjadi spermatosit sekunder dan spermatid. Istilah ini biasa disingkat proses pembelahan sel dari spermatogonium menjadi spermatid. b. Spermiogenesis (spermiogensis) adalah peristiwa perubahan spermatid menjadi sperma yang dewasa. Spermiogenesis terjadi di dalam epididymis dan membutuhkan waktu selama 2 hari. Terbagi menjadi empat tahap yaitu: 1) Pembentukan golgi, axon ema dan kondensasi DNA 2) Pembentukan cap akrosom 3) Pembentukan bagian ekor 4) Maturasi dan reduksi sitoplasma difagosit oleh Sel Sertoli. c. Spermiasi (Spermiation) adalah peristiwa pelepasan sperma matur dari sel sertoli ke lumen tubulus seminiferus selanjutnya ke epididymidis. Sperma belum memiliki kemampuan bergerak sendiri (non-motil). Sperma non motil ini ditranspor dalam cairan testicular hasil sekresi sel Sertoli dan bergerak menuju epididymidis karena kontraksi otot peritubuler. Sperma baru mampu bergerak dalam saluran epididymidis namun pergerakan sperma dalam saluran reproduksi pria bukan karena motilitas sperma sendiri melainkan karena kontraksi peristaltik otot saluran (Yuwanta, 2004). Ada dua fase atau tahap Spermatogenesis : a. Fase spermatocytogenesis, yaitu fase pertumbuhan jaringan spermatogenik dengan pembelahan sederhana. b. Fase spermiogenesis, yaitu fase terjadinya peristiwa metamorfosis atau perubahan bentuk dari spermatid menjadi spermatozoa muda dan sempurna (Yuwanta, 2004). Pada tahap pertama Spermatogenesis, spermatogonia yang bersifat diploid berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Setelah beberapa minggu, setiap spermatosit primer membalah secara meiosis membentuk dua buah spermatosit



sekunder yang bersifat haploid. Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis membentuk empat buah spermatid. Spermatid merupakan calon sperma yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid. Setiap spermatid akan berdiferensiasi menjadi spermatozoa atau sperma. Proses perubahan spermatid menjadi sperma disebut spermiasi (Junqueira et al., 2007). Spermatogonium berubah menjadi spermatosit primer melalui pembelahan mitosis. Selanjutnya, spermatosit primer membelah diri secara miosis menjadi dua spermatosit sekunder yang haploid dan berukuran sama. Spermatosit sekunder mengalami pembelahan meiosis dua menghasilkan empat spermatid. Spermatid adalah calon sperma yang belum berekor. Spermatid yang telah mempunyai ekor disebut sperma. Pada manusia Spermatogenesis berlangsung lebih kurang 16 hari. Selama Spermatogenesis, sperma menerima bahan makanan dari sel-sel sertoli. Sel sertoli merupakan tipe sel lainnya di dalam tubulus seminiferus (Junqueira et al., 2007).



Gambar 3 Tubulus Seminiferus (Bacha,1990) 2. Hormon uang Berpengaruh dalam Proses Spermatogenesis Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon, diantaranya a. Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon peransang folikel (Folicle Stimulating Hormon/ FSH) dan hormon lutein (Luteinizing Hormon/ LH). b. LH merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/ testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder. c. FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein)



yang



akan



memacu



spermatogonium



untuk



memulai



Spermatogenesis. d. Hormon pertumbuhan, secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada Spermatogenesis. B. Oogenesis dan Folikulogenesis Gametogenesis pada hewan betina disebut oogenesis. Oogenesis merupakan proses pembentukan sel kelamin (gamet) betina atau oosit. Proses ini bersamaan dengan proses pembentukan folikel yang dikenal dengan folikulogenesis (Johnson,2003). Oogenesis merupakan proses pembentukann ovum di dalam ovarium. Tidak seperti spermatogenesis yang dapat menghasilkan jutaan sperma dalam waktu yang bersamaan, oogenesis hanya mampu menghasilkan satu ovum matang sekali waktu (Toelihere,1985).



Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogenia (jamak; oogonium). Hal tersebut terjadi dalam organ reproduksi betina yaitu di ovarium (Toelihere,1985). Sel induk telur (oogonium) menjadi besar sebelum membelah secara meiosis. Sel yang menjadi besar ini disebut oosit primer. Akan tetapi, dibandingkan spermatogenesis, ada dua perbedaan utama pada oogenesis. Pertama, sel oosit primer jauh lebih besar karena mengandung komponen sitoplasmik lebih banyak. Kedua, dua oosit sekunder (hasil pembelahan meiosis I) berbeda ukuran dan fungsi. Salah satu sel oosit sekunder memiliki ukuran lebih besar. Sel oosit sekunder yang berukuran lebih besar ini akan melakukan meiosis II yang hanya akan menghasilkan satu uvum (sel telur) yang sehat dan fungsional dan satu badan kutub yang akan mengalami degenerasi. Sedangkan sel oosit sekunder yang berukuran lebih kecil (badan kutub pertama) juga mengalami degenerasi (mati). Dengan demikian, dari total empat sel haploid hanya satu sel haploid saja yang fungsional menjadi sel ovum, sedangkan tiga sel lainnya mengalami degenerasi (Toelihere,1985). Sama halnya dengan spermatogenesis, oogenesis merupakan suatu proses pembentukan ovum, dimana proses pembentukannya terjadi di ovarium bagian perifer atau ovarium tepi. Pada ternak mamalia sebelum ovulasi sel telur terletak pada satu sisi ovarium terbungkus dari satu masa padat sel-sel folikuler yang disebut cumuloophorus. Sel telur yang baru diovulasikan dikelilingi oleh lapisan sel granulose (corona radiata) (Toelihere,1985). 1. Proses Oogenesis Sejak masa embrio hingga dewasa, oogonia (sel induk telur) di dalam ovarium



mengalami



perkembangan.



Oogonium



pada



masa



embrio



ini



memperbanyak diri secara mitosis membentuk oosit primer (Purnomo et al., 2010). Pada ovarium yang ada di dalam tubuh embrio atau fetus terdapat sekitar 600.000 buah sel induk telur atau disebut oogonium. Pada saat umur fetus (embrio) lima bulan, oogonium memperbanyak diri secara mitosis, membentuk kurang lebih 7 juta oosit primer. Pada saat embrio (fetus) umur 6 bulan, oosit



primer dalam tahap meiosis (profase I). Setelah itu, terjadi pengurangan jumlah oosit primer sampai lahir. Pada saat lahir dua ovarium mengandung 2 juta oosit primer. Selanjutnya, oosit primer yang sedang tahap membelah tersebut istirahat sampai masa pubertas. Pada waktu anak berumur 7 tahun jumlahnya susut lagi menjadi sekitar 300.000 - 400.000 oosit primer (Rachmawati et al.,2010). Tiap bulan sejak puberitas, hormone seks menyebabkan 20 sampai 25 folikel menjadi besar dan ditransformasi menjadi folikel primer. Sebagian besar mengalami degenerasi, hanya satu yang menjadi matang dan menjadi folikel sekunder. Folikel ini tambah cepat dalam beberapa hari, dindingnya menebal dan cairan berkumpul dikelilingi oleh oosit yang dikandungnya (Toelihere,1985). a. Tahap pembentukan sel telur ( proses oogenesis) Berikut adalah tahapan pembentukan ovum atau proses berlangsungnya oogenesis. 1) Sel-Sel Kelamin Primordial Sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam ektoderm embrional dari saccus vitellinus, dan mengadakan migrasi ke epitelium germinativum kira-kira pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri (dalam kandungan). Masing-masing sel kelamin primordial (oogonium) dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk Folikel Primordial (Toelihere, 1985). 2) Folikel Primordial Folikel Primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan folikel ini dihasilkan sebanyak 600.000 buah. Sejumlah folikel primordial berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanakkanak, tetapi tidak satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu folikel dapat menyelesaikan proses pemasakan dan disebut folikel de graaf dimana didalamnya terdapat sel kelamin yang disebut oosit primer (Toelihere, 1985). 3) Oosit Primer Inti (nukleus) oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n). Satu pasang kromosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan disebut kromosom XX atau XY. Kromosom-kromosom yang lain



disebut autosom. Satu kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin membawa gen-gen yang disebut DNA (Toelihere,1985).



Gambar 4 Folikel Primordial (Bacha,1990) 4) Pembelahan Meiosis Pertama Meiosis terjadi di dalam ovarium ketika folikel de Graaf mengalami pemasakan dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau ovum membelah sehingga kromosom terpisah dan terbentuk dua set yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Satu set tetap lebih besar dibanding yang lain karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut oosit sekunder yang bersifat haploid. Sel yang lebih kecil disebut badan polar pertama. Kadang-kadang badan polar primer ini dapat membelah diri dan secara normal akan mengalami degenerasi. Pembelahan meiosis pertama ini menyebabkan adanya kromosom haploid pada oosit sekunder dan badan polar primer, juga terjadi pertukaran kromatid dan bahan genetiknya (Johnson, 2003). 5) Oosit Sekunder Oosit sekunder meninggalkan folikel ovarium menuju tuba fallopi. Bila terjadi fertilisasi, maka akan terjadi proses pembelahan meiosis kedua, begitu pula dengan badan polar pertama akan membelah menjadi dua badan polar. ke dua yang akhirnya mengalami degenerasi (Rachmawati et al., 2010). Bila tidak terjadi fertilisasi atau kepala spermatozoa tidak mampu menembus zona pellucida oosit, maka akan terjadi menstruasi dan siklus



oogenesis akan terulang kembali. Selama pembelahan miosis II, oosit sekunder bersifat haploid yang selanjutnya disebut ootid (Johnson, 2003). Ketika inti nukleus sperma dan ovum siap melebur menjadi satu saat itu juga ootid kemudian mencapai akhirnya yaitu ovum yang matang. Dan selanjutnya akan mengalami perkembangan



embrional. Peristiwa



pengeluaran sel telur dikenal dengan istilah ovulasi. Pada setiap ovulasi hanya satu telur yang matang dan dapat hidup 24 jam. Jika ovum yang matang tersebut tidak dibuahi, maka sel telur tersebut akan mati dan luruh bersama



dengan



dinding



rahim



pada



awal



siklus



(Toelihere,1985).



Gambar 5 folikel primer (Bacha,1990)



Gambar 5 folikel tertier (Bacha,1990)



menstruasi



Gambar 6 Ovarium (Bacha,1990)



Gambar 7 Oogenesis dan Folikulogenesis (Toelihere,1985). 2. Siklus Menstruasi Menstruasi (haid) adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan endometrium. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi oleh sperma (Toelihere,1985). a. Fase menstruasi Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga corpus luteum akan menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar estrogen dan progesteron menyebabkan lepasnya ovum dari



dinding uterus yang menebal (endometrium). Lepasnya ovum tersebut menyebabkan endometrium sobek atau meluruh, sehingga dindingnya menjadi tipis. Peluruhan pada endometrium yang mengandung pembuluh darah menyebabkan terjadinya pendarahan pada fase menstruasi (Toelihere,1985). b. Fase pra-ovulasi Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium. Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi cerviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifta basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk menetralkan sifat asam pada cerviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma (Toelihere, M. R. 1985). c. Fase ovulasi Pada saat mendekati fase ovulasi terjadi perubahan produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma (Toelihere,1985). d. Fase pasca-ovulasi Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding



dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan. Namun, bila sekitar tidak terjadi pembuahan, corpus luteum akan berubah menjadi corpus albican. corpus albican memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pascaovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya (Toelihere, 1985). 3. Jenis-jenis ovum pada berbagai makhluk hidup Secara morfologi dan anatomi, terdapat bermacam-macam ovum. Ovum biasanya dibeda-bedakan berdasarkan atas jumlah yolk atau deutoplasmanya, yaitu : a. Alecithal : telur tipe ini tidak mempunyai deutoplasma, akan tetapi telur yang seperti ini hamper tidak ada karena untuk pertumbuhan embrio selalu membutuhkan makanan. b. Isolecithal (homolecithal) : ovum tipe ini hanya mengandung sedikit deutoplasma yang tersebar merata diseluruh ovum, misalnya ovum mamalia tingkat tinggi dan invertebrate. c. Telolecithal : ovum tipe ini biasanya memiliki deutoplasma yang cukup banyak dan terdapat pada bagian kutub vegetal, misalnya ovum ikan dan unggas. d. Sentrolecithal : pada ovum tipe ini deutoplasmanya terdapat di tengahtengah ovum, misalnya ovum insekta (Toelihere, M. R. 1985). Ovum yang deutoplasmanya sangat banyak pada aves dan reptilian sering juga dinamakan ovum yang bertipe megalicithal atau polylecithal (Toelihere, 1985). Kemudian selaput-selaput pada telur dapat digolongkan dalam tiga macam: a. Membran primer, yang merupakan hasil/produk daripada ovum itu sendiri. Membran ini terdiri dari membran plasma dan membran vitellinus (pada



saat terjadi fertilisasi membran vitellinus ini akan terbagi dan membentuk membran ketiga yang disebut membran fertilisasi). Pada kebanyakan telurtelur hewan laut yang bertipe homolecithal biasanya ada lapisan tambahan berupa jelly (lapisan tak hidup) diluar membran vitellinus. Pada cacing pasir (Nereis) dilindungi oleh benang-benang halus protoplasma. b. Membran sekunder, selaput ini merupakan hasil/produk dari sel-sel folikel yang mengelilingi ovum selama periode pemasakan ovum. Membran ini biasanya bersifat impermeable seperti contohnya pada chorion dari telur insekta dan juga pada telur cyclostomata (myxine). Untuk memudahkan penetrasi sperma, membran sekunder ini dilengkapi dengan satu atau lebih lubang kecil yang disebut micropyle. c. Membran tersier, membran ini merupakan hasil/produk dari oviduct, uterus dan kelenjar-kelenjar tambahan. Membran tersier ini sangat beragam bentuk dan keberadaanya. Sebagai contoh telur ayam memiliki tiga macam membran tersier yaitu : 1) lapisan albumin, 2) membran cangkang (shell membran), dan 3) cangkang dari zat kapur (calcareous shell) (Toelihere, 1985). 4. Struktur ovum secara umum Ovum memiliki beberapa lapisan pelindung, antara lain : a. Membrane vitellin yaitu lapisan transparan dibagian dalam ovum. b. Zona pellusida, yaitu lapisan pelindung ovum yang tebal dan terletak dibagian tengah. Terdiri dari protein dan mengandung reseptor untuk spermatozoa. c. Corona radiata, yaitu merupakan sel-sel granulose yang melekat disisi luar dan merupakan mantel terluar ovum yang paling tebal (Toelihere, 1985). 5. Hormon-hormon yang Mempengaruhi Oogenesis Proses oogenensis dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu: a. Hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone), berfungsi



untuk



merangsang pertumbuhan sel-sel folikel b. Hormon LH (Luteinizing Hormone), berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pengeluaran sel ovum). c. Hormon estrogen, berfungsi menimbulkan sifat kelamin sekunder d. Hormon progesteron, berfungsi juga untuk menebalkan dinding endometrium (Toelihere,1985).



III



HASIL A. Testis hewan muda (objektif 10x)



IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV



Keterangan



XVI 1. Testis XVII



2. Tubulus seminiferus



XVIII B. Testis hewan muda (objektif 40x) XIX XX XXI XXII XXIII XXIV XXV XXVI XXVII XXVIII XXIX XXX



XXXI XXXII



Keterangan 1. Tubulus seminiferus 2. Sel sertoli



XXXIII



3. Speermatogonia



XXXIV



4. Tali testis (Tubulus belum berlumen)



XXXV



C. Testis hewan dewasa (objektif 10x) XXXVI XXXVII XXXVIII XXXIX XL XLI XLII XLIII XLIV



Keterangan



XLV 1. Testis XLVI XLVII XLVIII



2. Tubulus seminiferus 3. Sel leydig 4. Lumen tubuli



D. Testis hewan dewasa (objektif 40x) XLIX L LI LII LIII LIV



LV



Keterangan



LVI 1. Tubulus seminiferus 2. Sel intertitial



LVII



3. Membrana basalis



LVIII



4. Lumen tubuli



LIX LX



5. Spermatogonia 6. Spermatosit primer



LXI



7. Spermatid



LXII



8. Spermatozoa



LXIII E. Ovarium hewan muda (objektif 40x) LXIV LXV LXVI LXVII LXVIII LXIX LXX LXXI LXXII LXXIII LXXIV LXXV LXXVI



Keterangan



LXXVII 1. Cortex LXXVIII



2. Medulla



LXXIX



3. Follicle



LXXX LXXXI LXXXII F. Ovarium hewan dewasa (objektif 40x) Folikel Primordial LXXXIII LXXXIV LXXXV LXXXVI LXXXVII



LXXXVIII LXXXIX XC XCI XCII XCIII



XCV



Keterangan XCIV 1. Membrana basalis 2. Calon oocyte 3. Sel bergranula



XCVI



G. Ovarium hewan dewasa (objektif 40x) Folikel primer XCVII XCVIII XCIX C CI CII CIII CIV CV CVI



Keterangan



CVII 1. Membrana basalis CVIII CIX



2. Oocyte 3. Sel epitel CX 4. Sel bergranula H. Ovarium hewan dewasa (objektif 40x) Folikel sekunder



CXI CXII CXIII CXIV CXV CXVI



CXVII CXVIII



Keterangan



CXIX 1. Membrana basalis CXX



2. Oocyte



CXXI



3. Sel epitel CXXII 4. Sel bergranula CXXIII CXXIV 5. Zona pellucida I. Ovarium hewan dewasa (objektif 40x) Folikel tersier/de draaf



CXXV CXXVI CXXVII CXXVIII CXXIX CXXX CXXXI CXXXII CXXXIII



Keterangan



CXXXIV 1. Membrana basalis CXXXV 2. Oocyte CXXXVI



3. Sel bergranula



CXXXVII 4. Antrum CXXXVIII 5. Corona radiata CXXXIX



6. Zona pellucida



J. Ovarium hewan dewasa (objektif 40x) Corpus luteum CXL CXLI



CXLII CXLIII CXLIV CXLV CXLVI CXLVII CXLVIII CXLIX CL CLI



Keterangan



CLII 1. Corpus luteum CLIII



2. Folikel primer



CLIV



3. Folikel sekunder CLV 4. Folikel tersier CLVI 5. Folikel de graaf



CLVII CLVIII CLIX CLX



KESIMPULAN CLXI Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu testis hewan muda dan hewan dewasa memiliki perbedaan yaitu, pada testis hewan muda belum terdapat lumen tubul seminiferus



dan perkembangan spermatozoa juga belum terlihat.



Sedangkan pada testis hewan dewasa telah Nampak diferensiasi sel-sel spermatogonik, yang di mulai dari spermatogonia, kemudian spermatosit primer, spermatosit sekunder, kemudian menjadi spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa yang siap di ejakulasikan. CLXII Ovarium hewan muda dan ovarium hewan dewasa memiliki perbedaan . ovarium hewan muda memperlihatkan penampakan



yang



belum ada diferensiasi folikel. Sedangkan ovarium dewasa telah terlihat perkembangan folikel, dimulai dari folikel primordial, folikel primer, folikel sekunder dan folikel tersier.



CLXIII CLXIV CLXV



DAFTAR PUSTAKA



Bacha, William J.1990. Color atlas of veterinary histology. USA: Blackwell Publishing.



CLXVI



Campbell, Neil A, & Reece, Jane B. 2008. Biologi 1 Ed. 8. Jakarta: Erlangga



CLXVII CLXVIII



Fawcett, Don W. 2002. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC Guyton & Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier Saunders.



CLXIX



Johnson, George B. 2003. The Living World. Ed. ke-5. New York : McGraw-Hill.



CLXX



Junqueira, L. C., Jose Carneiro, Robert O. K. 2007. Histologi Dasar edisi ke-8. Jakarta: EGC



CLXXI



Partodiharjo, Soebadi. 1980. Perkembang Biakkan Ternak Sapi. Jakarta: PT Gramedia



CLXXII



Purnomo et al. 2010. Biologi . Jakarta: Pusat pembukuan Depertemen Pendidikan Pusat.



CLXXIII



Rachmawati, Faidah et al. 2010. Biologi Dasar. Jakarta: Pusat pembukuan Depertemen Pendidikan Pusat.



CLXXIV



Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa



CLXXV



Toelihere, Mozes. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa.



CLXXVI



Wahyu, Hary. 1990. Diktat Asistensi Anatomi Hewan-Zoologi. Yogyakarta. Jurusan Zoologi UGM.



CLXXVII



Wijaya, David Andi.2009. Pemeriksaan Mikrodelesi Kromosom Y pada pria Oligozoospermia. Fakultas Kedokteran. Jakarta : Universitas indonesia



CLXXVIII CLXXIX



Yatim, Wildan. Dkk. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius.



CLXXX



LAMPIRAN



A Ovarium Muda



( Ovarium Muda 4x Perbesaran )



( Ovarium Muda 10 Perbesaran )



( Ovarium Muda 40x Perbesaran ) B Ovarium Dewasa



( Ovarium Dewasa Perbesaran 4x )



( Ovarium Dewasa



Perbesaran 10x )



( Ovarium Dewasa Perbesaran 4x ) C Testis Muda



( Testis Muda Pembesaran 4x )



( Testis Muda Pembesaran 4x )



( Testis Muda Pembesaran 40x )



D Testis Dewasa



( Testis Dewasa Perbesaran 4x )



( Testis Dewasa Perbesaran 10x)



( Testis Dewasa Perbesaran 40x)