LAPORAN PRAKTIKUM MODUL 1 Tep [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 1 KETIDAKPASTIAN PADA EKSPERIMEN



Nama



: Stephanie



(6161901014)



Nama rekan



: Jason Orlando



(6161901026)



: Michael Immanuel



(6161901008)



Hari, tanggal praktikum



: Kamis, 29 Agustus 2019



Hari, tanggal pengumpulan



: Kamis, 05 Agustus 2019



Asisten



: Rani Veridiana, S. Si



LABORATORIUM FISIKA DASAR PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN SAINS UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2019 Penerima Laporan



DAFTAR ISI DAFTAR ISI………………………………………………………………..…………………….i BAB I - DASAR TEORI 1.1 Ketidakpastian pengukuran (uncertainty in measurement) ……………………………………. ..1 1.1.1



Ketidakpastian pada pengukuran tunggal…………………………………….......... ...2



1.1.2



Ketidakpastian pada pengukuran berulang……………………………………....... ....2



1.1.3



Ketidakpastian suatu besaran yang bergantung pada besaran lain…………… ….3



1.2 Laporan hasil pengukuran……………………………………...………………………………… …..4 1.3 Ketidakpastian (KTP) relative……………………………………...……………………………… ...4 1.4 Nonius……………………………………...……………………………………............................... ..5 1.5 Alat ukur……………………………………...……………………………………..............................5 1.5.1



Mistar……………………………………...……………………………………............... .5



1.5.2



Jangka sorong……………………………………………………………………………....5



1.5.3



Mikrometer sekrup……………………………………………………………………6



1.5.4



Neraca ohaus empat lengan……………………………………......…………………..7



BAB II – DATA PRAKTIKUM……………………………………....................................................8 BAB III – PERHITUNGAN DATA PRAKTIKUM 3.1 Laporan hasil perhitungan rapat massa logam dari tabel 2.1 yang merupakan data pengukuran tunggal. ……………………………………..................................................................................9 3.2 Laporan hasil pengukuran diameter dan ketebalan koin logam dari tabel 2.3 yang merupakan data pengukuran berulang. ……………………………………...................................................11 3.3 Hasil perhitungan volume koin logam……………………………………...................................13 3.4 Hasil perhitungan volume tabung logam……………………………………...............................15 BAB IV – KESIMPULAN……………………………………..........................................................17 DAFTAR PUSTAKA……………………………………...…………………………………….............18



i



BAB I DASAR TEORI



1.1 Ketidakpastian pengukuran (uncertainty in measurement) Pengukuran merupakan proses penentuan suatu besaran, dimensi, ataupun kapasitas berdasarkan suatu pembuktian ataupun perhitungan. Hasil pengukuran tidak ada yang bernilai pasti. Ketidakpastian dalam kegiatan pengukuran bergantung pada ketelitian alat yang digunakan serta keterampilan yang dimiliki pengguna alat. Hasil dari suatu pengukuran dinyatakan dalam dua nilai, yakni (1) besarnya nilai pengukuran dan (2) ketelitian dari hasil pengukuran. Nilai pengukuran tersebut berkaitan dengan nilai skala terkecil (nst) dari alat ukur yang digunakan dimana ketelitiannya dapat dituliskan dengan memperhatikan angka penting. Ketidakpastian secara metrologis telah didefinisikan oleh ISO (atau VIM, Vocabulaire International de Metrologie) sebagai berikut: “non-negative parameter characterizing the dispersion of quantity values being attributed to a measurand, based on the information used”. Definisi tersebut menunjukkan bahwa suatu perhitungan dari penyebaran nilai kuantitatif suatu hasil pengukuran diambil dari informasi yang didapat.



Secara umum, ketidakpastian pengukuran disebabkan oleh: -



Kesalahan umum : kesalahan membaca skala kecil ataupun keterbatasan keterampilan pengamat.



-



Kesalahan sistematik : disebabkan oleh ketidaksempurnaan alat maupun lingkungan di sekitar alat yang mempengaruhi kinerjanya (misal: suhu ruangan, kelembapan).



-



Kesalahan Acak : disebabkan oleh fluktuasi tegangan listrik, gerak brown (tumbukan) molekul udara, bising (fluktuasi cepat pada komponen alat bersuhu).



1



1.1.1 Ketidakpastian pada pengukuran tunggal Pengukuran tunggal merupakan pengambilan data dari hasil kegiatan mengukur sasuatu dan hanya dilakukan satu kali. Ketidakpastiannya dapat diperoleh dari setengah nilai skala terkecil (nst) dari alat ukur yang digunakan. Hal tersebut dapat dinyatakan dalam 1



Δx = 2 𝑛𝑠𝑡



bentuk :



1.1.2 Ketidakpastian pada pengukuran berulang Pengukuran berulang merupakan pengambilan data dari hasil kegiatan mengukur sesuatu yang dilakukan secara berulang. Pengulangan ini dilakukan guna mendapatkan nilai X0 yang semakin mendekati nilai kebenarannya. Berdasarkan analisis statistik, nilai terbaik untuk mengganti X0 adalah rata-rata dari n nilai yang didapat (𝑥̅ ). Hal tersebut dapat dituliskan dalam: ∑ 𝑥𝑖 𝑛



𝑥̅ =



Sedangkan ketidakpastian (Δx) pada pengukuran berulang dapat diperoleh dengan mencari nilai deviasi standar dari nilai rata-rata sampel yang dapat dituliskan dengan: Δx = 𝑆𝑥̅ = √



𝑛 ∑ 𝑥𝑖 2 −(∑ 𝑥𝑖 )2 𝑛(𝑛−1)



Dengan keterangan: n = banyaknya data yang didapat ∑ 𝑥𝑖 2 = jumlah kuadrat data yang didapat (∑ 𝑥𝑖 )2 = kuadrat jumlah data yang didapat



2



1.1.3 Ketidakpastian suatu besaran yang bergantung pada besaran lain Untuk mengetahui informasi dari suatu pengukuran, kita memerlukan alat ukur. Namun, tidak semua besaran dapat diukur secara langsung, contohnya ialah rapat massa padatan atau biasa disebut dengan massa jenis. Bagaimana cara mendapatkan nilai kebenaran dalam perhitungannya? Dengan dikenalnya definisi 𝜌 =



𝑚 𝑉



, dimana m (massa



benda) dan V (volume benda) dapat diukur dengan alat, maka nilai kebenaran 𝜌 dapat diketahui melalui perhitungan. Pengukuran ketidakpastian yang tediri dari besaran lain ini dapat dikelompokkan menjadi 3 keadaan: -



Ketika 𝑥𝑛 merupakan data pengukuran tunggal, maka ∆𝑧 = |



𝜕𝑧 𝜕𝑥1



|(∆𝑥1 ) + |



∆𝑧 ∆𝑥2



| (∆𝑥2 ) + ⋯ + |



Dengan ∆𝑥𝑛 =



-



1 2



∆𝑧 ∆𝑥𝑛



|(∆𝑥𝑛 )



nst



Ketika 𝑥𝑛 merupakan data pengukuran berulang, maka ∆𝑧 = √|



𝜕𝑧 2 𝜕𝑧 2 ∆𝑧 2 | (∆𝑥1 )2 + | | (∆𝑥2 )2 + ⋯ + | | (∆𝑥𝑛 )2 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 ∆𝑥𝑛



Dengan ∆𝑥𝑛 = nilai deviasi standar (𝑆𝑥̅ ) -



Ketika x merupakan data pengukuran tunggal dan y merupakan data pengukuran berulang, maka



∆𝑧 = √|



𝜕𝑧 2 2 𝜕𝑧 2 | ( ∆x)2 + | | (∆y)2 𝜕x 3 𝜕y



1



Dengan ∆x = 2 nst sedangkan ∆𝑦 = nilai deviasi standar standar (𝑆𝑥̅ )



3



1.2 Laporan hasil pengukuran Hasil pengukuran tunggal maupun berulang dapat dituliskan dengan: ℓ = {x0 ± Δx}[x] Dimana ℓ menyatakan panjang benda yang sebenarnya, x0 menyatakan nilai hasil pengukuran yang didapat , Δx merupakan nilai ketidakpastiannya, dan [x] merupakan satuan besaran ℓ (dalam satuan SI). Pelaporan ini menyatakan bahwa hasil pengukuran diperkirakan berada dalam jangkauan (x0+∆𝑥) hingga (x0 - ∆𝑥).



1.3 Ketidakpastian (KTP) relatif Ketidakpastian relatif atau ketidakpastian mutlak berhubungan erat dengan ketelitian dari hasil pengukuran, terutama pada hasil pengukuran berulang. Nilai ini menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada laporan hasil pengukuran. Semakin kecil nilai ketidakpastian relatifnya, maka semakin tinggi ketelitian dari hasil pengukuran yang dilakukan. Nilai ketidakpastian relatif suatu pengukuran dapat dihitung dengan membandingkan ketidakpastian pengukuran (∆𝑥) dengan nilai rata-rata (𝑥̅ ) dari banyaknya data yang diambil. KTP relatif =



∆𝑥 𝑥



× 100%



Nilai KTP relatif ini menentukan berapa banyak angka penting (AP) yang perlu dituliskan dalam laporan hasil pengukuran. Aturan banyaknya angka penting tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: -



Ketidakpastian relatif ~10% penulisan hasilnya menggunakan 2 AP



-



Ketidakpastian relatif ~1% penulisan hasilnya menggunakan 3 AP



-



Ketidakpastian relatif ~0,1% penulisan hasilnya menggunakan 4 AP



Sebagai contoh, pada pengukuran berulang ketebalan spidol dihasilkan x =(48.3704211 ± 0.463015) mm. Ketidakpastian relative yang didapat bernilai ~1%, maka hasil pengukuran laporan dituliskan dalam 3 angka penting. Laporan hasil pengukuran dituliskan dalam x = (48.3 ± 0.46) mm.



4



1.4 Nonius Nonius atau Vernier merupakan salah satu skala ukur tambahan yang memberikan tingkat ketelitian yang lebih tinggi pada alat ukur tertentu. Skala ukur ini selalu berhubungan dengan skala utama pada alat ukur yang digunakan karena skala ini membuat jarak antara dua garis terdekat pada skala utama seolah-olah diperkecil. Contoh alat ukur dengan nonius ialah jangka sorong, spektometer dan mesin bubut. Contoh alat ukur yang tidak memiliki nonius ialah mistar, termometer, dan stopwatch.



1.5 Alat ukur 1.5.1 Mistar



Mistar atau biasa disebut dengan penggaris merupakan salah satu alat ukur panjang yang sering digunakan untuk menggambarkan garis lurus. Alat ukur ini tidak memiliki skala nonius. Skala terkecil dari mistar bernilai 0.1 cm atau 1 mm. Besarnya nilai ketelitian pada mistar bernilai 0.5 mm, diperoleh dari setengah nilai skala terkecil. Dalam membaca skala pada mistar, posisi mata pengamat perlu tegak lurus dengan mistar dan dengan benda yang diukur. 1.5.2 Jangka Sorong



5



Salah satu alat ukur panjang yang dapat digunakan untuk mengukur kedalaman, jarak, maupun diameter dalam kita kenal dengan sebutan jangka sorong. Pierre Vernier adalah matematikawan yang memperkenalkan alat ini pada tahun 1631. Alat ini memiliki dua bagian penting, yaitu skala utama dan skala nonius. Skala utama pada jangka sorong terletak pada rahang tetap. Sedangkan skala noniusnya terletak pada rahang geser dan menunjukkan tingkat ketelitian sebesar 0.05 mm diperoleh dari setengah nilai skala terkecilnya. Nilai skala terkecil pada jangka sorong sebesar 0.1 mm.



Bagaimana cara kita membaca pengukuran yang dilakukan dengan jangka sorong? Hal yang perlu dilakukan pertama kali ialah membaca skala utama. Nilai yang diambil merupakan angka yang letaknya paling dekat dengan garis nol pada skala nonius. Setelah itu, perhatikan skala pada rahang geser untuk mengetahui skala noniusnya. Pada gambar di atas terdapat garis pada skala nonius yang berhimpit dengan salah satu garis pada skala utama. Angka pada skala nonius yang berhimpit tersebut yang diambil dalam proses pengukuran. Maka, hasil pengukuran dari contoh pengukuran di atas sebesar 31.7 mm. 1.5.3 Mikrometer Sekrup



Mikrometer sekrup merupakan salah satu alat ukur panjang yang ditemukan oleh Willaim Gascoigne sebagai alat ukur yang memiliki ketelitian lebih tinggi disbanding jangka sorong. Alat ukur ini memiliki skala nonius dengan nilai skala terkecil 0.01 mm dan tingkat ketelitian alat sebesar 0.005 mm. Seperti halnya jangka sorong, alat ukur ini juga memiliki dua bagian penting, yaitu skala utama dan skala nonius. Skala utama micrometer sekrup berada di poros tetap sedangkan skala noniusnya berada di poros putar. 6



Pada contoh pengukuran di atas, bagian skala utama dibaca terlebih dahulu, yaitu 5 mm. Kemudian untuk skala noniusnya diambil dari angka pada poros putar yang garisnya berhimpit dengan garis pada skala utama, yaitu 0.42 mm. Maka, hasil pengukuran dari contoh pengukuran di atas bernilai 5.42 mm. 1.5.4 Neraca ohaus empat lengan Neraca ohaus merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda. Alat ukur ini diperkenalkan oleh Gustav Ohaus, ilmuwan Amerika Serikat pada 1912. Pada pengukuran kali ini, kita menggunakan neraca ohaus empat lengan. Neraca ohaus tidak memiliki skala nonius, dengan nilai skala terkecil 0.01 gram, dan tingkat ketelitian 0.005 gram.



3



5



1



2



4



Bagian-bagian yang terdapat pada neraca ohaus empat lengan terdiri dari: (1) tombol kalibrasi, (2) tempat beban, (3) pemberat atau anting, (4) lengan neraca, dan (5) garis kesetimbangan atau titik nol. Cara membaca neraca ohaus adalah dengan memposisikan pemberat atau anting hingga garis kesetimbangan mengarah pada nol. Pengukuran dibaca mulai dari pemberat yang paling belakang yang menunjukkan skala ratusan.



7



BAB II DATA PRAKTIKUM



Tabel 2.1 nilai skala terkecil pada alat ukur No. 1. 2. 3. 4.



Alat



Keterangan



Mistar Jangka sorong Mikrometer sekrup Neraca empat lengan



Nilai skala terkecil (nst) 0.1 cm 0.1 mm 0.01 mm 0.01 gram



Tanpa nonius Dengan nonius Dengan nonius Tanpa nonius



Tabel 2.2 pengambilan data tunggal No. 1.



Benda Balok logam



2.



Bola logam



Pengukuran Panjang (p) Lebar (l) Tinggi (t) Massa (m) Diameter (p) Massa (m)



x 4 cm 1.9 cm 1.9 cm 120.8 gram 20 mm 32.5 gram



Δx 0.05 cm 0.05 cm 0.05 cm 0.005 gram 0.005 mm 0.005 gram



Tabel 2.3 pengambilan data berulang No.



Benda



Pengukuran Diameter (mm)



1.



2.



Koin logam



Tabung logam



Ketebalan (mm)



1 18.86



Pengulangan 2 3 4 18.89



18.87



18.88



5



Alat Ukur



18.85 Mikrometer sekrup



3.13



3.10



3.14



3.15



3.13



Diameter Dalam (mm)



19.20



19.15



18.95



19.10



18.95



Kedalaman (mm)



42.85



Jangka Sorong -



-



-



-



8



BAB III PERHITUNGAN DATA PRAKTIKUM



3.1



Laporan hasil perhitungan rapat massa logam dari tabel 2.1 yang merupakan data pengukuran tunggal. Diketahui definisi rapat massa sebagai berikut: 𝜌=



𝑚 = 𝑚. 𝑉 −1 𝑉



1.) Balok logam Massa (m) balok = 120.8 gram ∆𝑚 = 0.005 𝑔𝑟𝑎𝑚 Panjang (p) = 4 cm Lebar (ℓ) = 1.9 cm Tinggi (t) = 1.9 cm ∆𝑝 = ∆𝑙 = ∆𝑡 = 0.05 𝑐𝑚



Volume balok = 𝑝 × 𝑙 × 𝑡 = 4 × 1.9 × 1.9 = 14.44 cm3 𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉 ∆𝑉 = | | . |∆𝑝| + | | . ⌈∆ℓ⌉ + | | . |∆𝑡| 𝜕𝑝 𝜕ℓ 𝜕𝑡 = |



𝜕𝑝.𝑙.𝑡 𝜕𝑝



𝜕𝑝.𝑙.𝑡



| . |∆𝑝| + |



𝜕ℓ



𝜕𝑝.𝑙.𝑡



| . ⌈∆ℓ⌉ + |



𝜕𝑡



| . |∆𝑡|



= (𝑙. 𝑡)|∆𝑝| + (𝑝. 𝑡)⌈∆ℓ⌉ + (𝑝. 𝑙 )|∆𝑡| = (1.9 × 1.9)(0.05) + (4 × 1.9)(0.05) + (4 × 1.9)(0.05) = 0.1805 + 0.38 + 0.38 = 0.9405 cm3



𝝆=



𝟏𝟐𝟎.𝟖 𝟏𝟒.𝟒𝟒



= 𝟖. 𝟑𝟔𝟓𝟔𝟓𝟎𝟗𝟔𝟗𝟓 gram/cm3



𝜕𝜌 𝜕𝜌 ∆𝜌 = | | . |∆𝑚| + | | . |∆𝑉 | 𝜕𝑚 𝜕𝑉 𝜕𝑚.𝑉 −1 𝜕𝑚.𝑉 −1 =| |. |∆𝑚| + | | . |∆𝑉 | 𝜕𝑚



𝜕𝑉



= |𝑉 −1 |. |∆𝑚| + |𝑚. −𝑉 −2 |. |∆𝑉 | 9



0.005



= |14.44 | + |



(120.8)(0.9405) −14.442



|



= 0.0003463 + 0.54486806 ∆𝝆 = 0.5452143566 gram/cm3 KTP relatif =



∆𝜌 𝜌



x 100%



0.5452143566



= 8.3656509695 × 100% = 6.51729744 % ~ 10%  2 AP Jadi, rapat massa balok logam = 𝝆 ± ∆𝝆 = (8.4 ± 0.55) gram/cm3.



2.) Bola logam Massa bola = 32.5 gram ∆𝑚 = 0.005 gram Diameter (d) = 20 mm ∆𝑑 = 0.005 mm 4



4



𝑑



Volume bola = 3 𝜋𝑟 3 = 3 𝜋( 2 )3 4



= 3 × 3.14 × 103 = 4186.67 mm3 𝜕𝑉 ∆𝑉 = | | . |∆𝑑 | 𝜕𝑑



= |



4 𝑑 𝜕 3 𝜋(2 )3 𝜕𝑑



| . |∆𝑑 |



4 = | 𝜋 3𝑑 2 | . |∆𝑑 | 3 = = = =



|4𝜋 𝑑 2 |. |∆𝑑 | |4𝜋 (20)2 | × |0.005| |5024| × |0.005| 25.12 mm3



10



𝜌=



𝑚 𝑉 32.5



= 4186.67 32.5



= 4186.67 𝝆 = 0.0077627327 gram/mm3 ∆𝜌 = |𝑉 −1 |. |∆𝑚| + |𝑚. −𝑉 −2 |. |∆𝑉 | 0.005



32.5×25.12



= |4186.67 | + |( −4186.672 )| = 0.0000011942666 + 0.000046576359 ∆𝝆 = 0.00004777062 gram/mm3 KTP relatif = =



∆𝜌 𝜌



x 100%



0.00004777062 0.0077627327



x 100%



= 0.61538406 % ≈ 1%  3 AP Jadi, rapat massa bola logam = 𝝆 ± ∆𝝆 = (0.00776 ± 0.0000478) gram/cm3.



3.2



Laporan hasil pengukuran diameter dan ketebalan koin logam dari tabel 2.3 yang merupakan data pengukuran berulang. 1.) Diameter koin Diketahui data pengukuran sebagai berikut : Pengulangan 1 2 3 4 5 Jumlah 𝑑̅ = =



𝑑𝑖 (mm) 18.86 18.89 18.87 18.88 18.85 94.35



𝑑𝑖 2 (mm2) 355.6996 356.8321 356.0769 356.4544 355.3225 1780.3855



∑ 𝑑𝑖 𝑛 94.35 5



̅ = 18.87 mm 𝒅



11



𝑛 ∑ 𝑑𝑖 2 − (∑ 𝑑𝑖 )2 ∆𝑑 = 𝑆𝑑̅ = √ 𝑛(𝑛 − 1) =√



5 (1780.3855)−(94.35)2 5(4)



=√



8901.9275−8901.9225 20



=√



0.005 20



= √0.00025 ∆𝒅 = 𝟎. 𝟎𝟏𝟓𝟖𝟏𝟏𝟑𝟖𝟖𝟑 mm



KTP relatif = =



∆𝑑 𝑑



x 100%



0.0158113883 18.87



x 100%



= 0.08379114 % ≈ 0.1 %  4 AP Jadi, d±∆𝒅 = (18.87 ± 0.01581) mm.



2.) Ketebalan koin Diketahui data pengukuran sebagai berikut : Pengulangan 1 2 3 4 5 Jumlah 𝑡̅ = =



𝑡𝑖 (mm) 3.13 3.10 3.14 3.15 3.13 15.65



𝑡𝑖 2 (mm2) 9.7969 9.6100 9.8596 9.9225 9.7969 48.9859



∑ 𝑡𝑖 𝑛 15.65 5



𝒕̅ = 3.13 mm



12



𝑛 ∑ 𝑡𝑖 2 − (∑ 𝑡𝑖 )2 ∆𝑡 = 𝑆𝑡̅ = √ 𝑛(𝑛 − 1) =√



5 (48.9859)−(15.65)2 5(4)



=√



244.9295−244.9225 20



=√



0.007 20



= √0.00035 ∆𝒕 = 𝟎. 𝟎𝟏𝟖𝟕𝟎𝟖𝟐𝟖𝟔𝟗𝟑 mm



KTP relatif = =



∆𝑡 𝑡



x 100%



0.01870828693 3.13



x 100%



= 0.5977088476 % ≈ 1 %  3 AP Jadi, t±∆𝒕 = (3.13 ± 0.0187) mm.



3.3 Hasil perhitungan volume koin logam Diketahui d menunjukkan diameter koin rata-rata = 18.87 mm dan t menunjukkan ketebalan koin rata-rata = 3.13 mm Rumus volume koin logam: 𝑉= V=



𝜋 2 𝑑 𝑡 4 3.14 4



(18.87)2 (3.13)



V = 874.8987471 mm3



13



2



2



𝜕𝑉 𝜕𝑉 ∆𝑉 = √| | . |∆𝑑|2 + | | . |∆𝑡|2 𝜕𝑑 𝜕𝑡 𝜋



𝜕4𝑑2 𝑡



∆𝑉 = √|



𝜕𝑑



2



|



𝜕4 𝑑2 𝑡



+|



2



𝜋 4



2



𝜋



. |∆𝑑|2



𝜕𝑡



| . |∆𝑡|2 2



𝜋 4



2 ∆𝑉 = √| 2𝑑𝑡| . |∆𝑑|2 + | 𝑑 | . |∆𝑡|2



𝜋 2



2



𝜋 4



2



2 ∆𝑉 = √| 𝑑𝑡| . |∆𝑑|2 + | 𝑑 | . |∆𝑡|2



2



2



3.14 3.14 ∆𝑉 = √| (18.87)(3.13)| . |0.01581|2 + | (18.87)2 | . |0.0187|2 2 4 ∆𝑉 = √(8598.679867)(0.0002499561) + (78131.63529)(0.00034969) ∆𝑉 = √(2.1492924847) + (27.3218515446) ∆𝑉 = √29.4711440293



∆𝑽 = 5.42873318826 mm3



KTP relative = =



∆𝑉 𝑉



x 100%



5.42873318826 874.8987471



x 100%



= 0.62049845 % ≈ 1%  3 AP Jadi, volume uang logam tersebut dalam V±∆𝑽 = (874 ± 5.42) mm3.



14



3.4 Hasil perhitungan volume tabung logam Diketahui data pengukuran sebagai berikut : Pengulangan 1 2 3 4 5 Jumlah ̅= 𝐷



∑ 𝐷𝑖 𝑛



̅= 𝐷



95.35 5



𝐷𝑖 (mm) 19.20 19.15 18.95 19.10 18.95 95.35



𝐷𝑖 2 (mm2) 368.6400 366.7225 359.1025 364.8100 359.1025 1818.3775



̅ = 19.07 𝑚𝑚 𝐷



𝑛 ∑ 𝐷𝑖 2 − (∑ 𝐷𝑖 )2 ∆𝐷 = 𝑆𝐷̅ = √ 𝑛(𝑛 − 1) =√



5 (1818.3775)−(95.35)2



=√



5(4) 9091.8875−9091.6225



=√



20 0.265 20



= √0.01325 ∆𝐷 = 0.1151086443 mm



Maka diketahui bahwa D merupakan diameter dalam rata-rata tabung = 19.07 mm dan h merupakan kedalaman tabung = 42.85 mm. Rumus volume tabung logam: 𝑉= V=



𝜋 2 𝐷 ℎ 4 3.14 4



(19.07)2 (42.85)



V = 12232.68716 mm3 15



2



2



𝜕𝑉 𝜕𝑉 ∆𝑉 = √| | . |∆𝐷|2 + | | . |∆ℎ|2 𝜕𝐷 𝜕ℎ 𝜋



𝜕4𝐷2 ℎ



∆𝑉 = √|



𝜕𝐷



𝜋 2



2



|



2



𝜋



. |∆𝐷|2



𝜕4𝐷2 ℎ



+|



2



𝜕ℎ



| . |∆ℎ|2 2



𝜋 4



2 ∆𝑉 = √| 𝐷ℎ| . |∆𝐷|2 + | 𝐷 | . |∆ℎ|2



2



2



3.14 3.14 ∆𝑉 = √| (19.07)(42.85)| . |0.1151086443 |2 + | (19.07)2 | . |0.05|2 2 4 ∆𝑉 = √(1645895.824)(0.0132499999) + (81497.086983)(0.0025) ∆𝑉 = √(21808.11951) + (203.742717458) ∆𝑉 = √22011.86223



∆𝑽 = 148.3639519 mm3



KTP relative = =



∆𝑉 𝑉



x 100%



148.3639519 12232.68716



x 100%



= 1.212848411 % ≈ 1%  3 AP Jadi, volume uang logam tersebut dalam V±∆𝑽 = (122 x 102 ± 148) mm3.



16



BAB IV KESIMPULAN Pengukuran merupakan kegiatan penentuan suatu besaran, dimensi, ataupun kapasitas dalam suatu satuan terhadap suatu objek. Dalam kegiatan mengukur, kita tidak akan mendapatkan hasil pengukuran yang bernilai pasti. Nilai ketidakpastian erat hubungannya dengan ketelitian dari suatu hasil pengukuran. Ketidakpastian tersebut dapat terjadi karena faktor ketidaksempurnaan alat yang digunakan maupun keterbatasan keterampilan pengamat. Setiap alat ukur memiliki nilai ketidakpastian yang berbeda-beda, tergantung pada nilai skala terkecil (nst), tingkat ketelitian alat maupun dari ada tidaknya skala nonius dari suatu alat ukur. Kita dapat mencari ketidakpastian suatu hasil pengukuran dengan mengaplikasikan rumus yang sesuai dengan masing-masing tipe pengukuran, antara lain dalam pengukuran tunggal, berulang, ataupun pengukuran besaran yang belum bisa diukur dengan alat secara langsung. Selain itu, dalam penulisan laporan hasil pengukuran kita juga perlu memperhatikan penggunaan angka penting dan nilai satuan yang sesuai.



17



DAFTAR PUSTAKA



Fisikabc. 2017. Neraca Ohaus: Bagian, Cara Menggunakan dan Membaca Skala, (online), (https://www.fisikabc.com/2017/07/neraca-ohaus.html, diakses 4 September 2019). Hewitt, Paul G. dan Paul Robinson. 2005. Laboratory Manual for Conceptual Physics Tenth Edition. Amerika Serikat: Addison Wesley. Paken, Pandiangan. 2014. Ketidakpastian dan Pengukuran, (http://repository.ut.ac.id/4772/1/PEPA4203-M1.pdf, diakses 3 September 2019).



(online),



Sa’diyah, Aminatus. 2015. Uncertainty Measurement (Ketidakpastian Pengukuran), (online), (https://lecturer.ppns.ac.id/amie/2015/04/29/uncertainty-measurements-ketidakpastianpengukuran/, diakses 3 September 2019). Wardaya College. 2016. Alat Ukur Panjang, (online), (https://www.wardayacollege.com/fisika/pengukuran/pengukuran/alat-ukur-panjang/, diakses 4 September 2019). Yusuf, Herayanti. 2014. Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian, (online), (https://www.academia.edu/13375363/DASAR_PENGUKURAN_DAN_KETIDAKPASTI AN, diakses 3 September 2019).



18