Laporan Praktikum PCT Infus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Segala puji syukur kelompok 3 panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah serta karuniaNya, sehingga kelompok 3 dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum “Formulasi Sediaan Steril” tepat pada waktunya. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti praktikum “Formulasi Sediaan Steril” di Akademi Farmasi Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo. Dalam penulisan dan penyusunan laporan ini, kelompok 3 mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu kelompok 3 mengucapkan terima kasih kepada pihak yang banyak memberi bimbingan. Begitu pula kepada orang-orang disekitar kami yang telah memberi dukungan dan semangat sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. Namun terlepas dari hal tersebut, kami menyadari bahwa laporan “Formulasi Sediaan Steril” yang telah disusun masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran ataupun koreksi yang sifatnya membangun agar penyusunan laporan selanjutnya lebih baik lagi. Semoga Allah membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan akhir ini dengan melimpahkan rahmat dan karuniaNya. Segala upaya telah dilakukan untuk kesempurnaan penulisan, namun kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan laporan akhir ini. Semoga laporan akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin



Sidoarjo, 13 Oktober 2019



Penyusun



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1 1.1



Latar Belakang .................................................................................................................. 3



1.2



Tujuan Praktikum ............................................................................................................ 4



BAB II................................................................................................................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 5 2.1



Sediaan Parenteral ............................................................................................................ 5



2.2



Tetapan Isotonis ................................................................................................................ 8



2.3



Syarat-syarat Infus ........................................................................................................... 8



2.4



Keuntungan Sediaan Infus ............................................................................................... 9



2.5



Kerugiaan Sediaan Infus .................................................................................................. 9



2.6



Fungsi Pemberian Infus.................................................................................................... 9



2.7



Sterilisasi .......................................................................................................................... 10



2.8



Wadah .............................................................................................................................. 11



BAB III............................................................................................................................................. 12 METODE PRAKTIKUM .............................................................................................................. 12 3.1



Alat Praktikum................................................................................................................ 12



3.2



Bahan Praktikum ............................................................................................................ 12



3.3



Latar Belakang Bahan Obat .......................................................................................... 12



3.4



Tinjauan Bahan Farmakologi Obat .............................................................................. 13



3.5



Organoleptis .................................................................................................................... 13



3.6



Mikroskopis ..................................................................................................................... 13



3.7



Karakterisitik fisik/fisikamekanik................................................................................. 13



3.8



Karakteristik fisikokimia ............................................................................................... 14



3.9



Stabilitas........................................................................................................................... 14



3.10



Inkompatibilitas Dengan Eksipien ................................................................................ 14



3.11



Bentuk Sediaan, Dosis, Dan Pemakaian ....................................................................... 14



3.12



Permasalahan Formulasi ................................................................................................ 14



3.13 Penyelesaian Masalah ...................................................................................................... 15 3.14



Macam-macam formulasi............................................................................................... 15



3.15



Formula yang direncanakan .......................................................................................... 16



3.16



Perhitungan Berat Dan Volume .................................................................................... 16



3.17



Prosedur Kerja ................................................................................................................ 20



3.18



Rancangan Kemasan Primer & Sekunder ................................................................... 21 2



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara kuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam dan basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat system pencernaan mengalami gangguan. Terapi intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. Terapi intravena digunakan untuk memberika cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi



atau



syok,



untuk



memberikan



garam



yang



diperlukan



untuk



mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. Tipe-tipe dari sediaan infus adalah : 1. Cairan hipotonik, osmoloritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum. Dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi). Sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “megnalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi diuretic, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis



diabetic.



Komplikasi 3



yang



membahayakan



adalah



perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCL 45% dan Dekstrosa 2,5%. 2. Cairan isotonic, osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah) sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat kepekaan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongesif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCL 0,9%) 3. Cairan hipertonik, osmolaritasnya lebih tinggi dibandngkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, emningkatkan produksi urin, dan mnegurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCL 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%, produk darah (darah) dan albumin. Berdasarkan uraian di atas yang menyebabkan bahwa banyak manfaat dari sediaan infus di bidang pengobatan maka kami tertarik melakukan praktikum pembuatan sediaan infus. 1.2



Tujuan Praktikum 1. Mempelajari cara pembuatan larutan parenteral berupa sediaan infus 2. Mempelajari cara evaluasi sediaan larutan parenteral berupa sediaan infus



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Sediaan Parenteral Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parenteral preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia ataua mikrobiologis. Produk steril yang banyak di produksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan berbentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parenteral, bisa diberikan dengan berbagai rute : intravena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuscular (i.m), intra articular, intathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspense, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intavena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari pertikel yang tidak larut, meskipun suspense yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati-hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringa syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnia paling tinggi, oleh karena sensitivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejulah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalan wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Sedangkan menurut Farmakope Indonesi Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air 5



yang bisa diberikan secara intravena. Suspense tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 10 larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL. Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan perlatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relative sama. Rasionya dalam tubuh adalah 57%, lemak 20,8%, protein 17%, serta mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III hal 12, infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, ebbas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan ke dalam vena, dengan volume relative banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung baterisida dan zat dapa. Larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian langsung ke dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah, dikemas dalam wadah tunggal berukuran 100 mL – 2000 mL. Tubuh manusia mengandung 60 air dna terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel), 40 yang mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat, protein serta senyawa organic asam fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat, dan lain-lain. Air ,engandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20 yang kurang lebih mengandung 3 ;iter air dan terbagi atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15 dan plasma darah 5 dalam system peredaran darah serta mengandung ion seperti Na+, klorida, dan bikarbonat. Menurut Anief tahun 2008 injeksi dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Injeksi intrakutan atau intradermal (i.c) Biasanya berupa larutan atau suspense dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1-0,2 mL) digunakan untuk tujuan diagnosa. 2. Injeksi subkutan atau hipoderma (s.c)



6



Umumnya larutan isotonis, jumlah larutan yang disuntikkan tidak leboh dari 1 mL. Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit “alveola” kulit mula-mula diusap dengan cairan desinfektan (etanol 70%). Dapat ditambahkan dengan vasokonstriktor seperti epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Larutan harus sedapat mungkin isotonis. Sedang pH nya sebaiknya netral , maksudnya untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis (mengendornya kulit). Jika tidak disuntikkan secara infus, volume injeksi 3 liter sampai 4 liter sehari, masih



dapat



disuntikkan



hialuronidase ke dalam



secara injeksi



subkutan



dengan



penambahan



atau jika sebelumnya



disuntik



hialuronidase. 3.



Injeksi intramuscular (i.m) Meupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi disuntikkan masuk otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL. penyuntikkan volume besar dilakukan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakir, sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL ke dalam otot dada dapat disuntikkan sampai 200 mL, sedang otot lain volume yang disuntikkan lebih kecil.



4. Injeksi intravenous (i.v) Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 mL, sampai 10 mL. larutan ini biasanya isotonus atau hipertonus. Bila larutan hipertonus maka disuntikkan perlahan-lahan. Jika larutan yang diberikan umumnya lebih dari 10 mL disebut infus, larutan diusahakan suapaya isotonus dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap menit dan lebih baik pada suhu badan. 5. Injeksi intraarterium (i.a) Umumnya berupa larutan, dapat mengandungcairan non-iritan yang dapat bercampur dengan air, volume yang disuntikkan 1 mL sampai 10 mL dan digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam darah perifer. 6. Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d) Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikkan ke dalam otot jantung atau vntrikulus. 7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradursl. 7



Berupa larutan harus isotonus, sebab srikulasi cairan cerebropintal adalah lambat. Meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonus. Larutan harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi disini sangat peka. 8. Injeksi intrakulus Berupa larutan atau suspense dalam air yang disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi. 9. Injeksi subkonjungtiva Berupa larutan atau suspensi dalam air yang untuk injeksi selaput lendir mata bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL. 10. Injeksi yang digunakan lain : a. Intraperitoneal (i.p) disuntikkan langsung ke dalam rongga perut, penyerapan cepat, bahaya infeksi besa, dan jarang dipakai. b. Peridural (p.d) ekstra dural, disuntikkan ke dalam ruang epideral, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang. c. Intrasisternal (i.s) disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada otak. 2.2



Tetapan Isotonis Tabel II.I. Tetapan Isotonis Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)



2.3



Osmolarita (M osmole/Liter)



Tonisitas



>350



Hipertonis



329 – 350



Sedikit Hipertonis



270 – 328



Isotonis



250 – 269



Sedikit Hipotonis



0 – 249



Hipotonis



Syarat-syarat Infus a. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis. b. Jernih, berarti tidak ada partikel padat c. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna



8



d. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan airan tubuh lain yakni 7,4 e. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai osmosis yang sama dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis yang sama dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air, mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCL 0,9% f. Harus steril, suatu bahan dinyatakan bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup dan pathogen maupun non pathogen, baik dalam bentuk vegetative (spora) g. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam. Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung radikal yang ada unsur N dan P. selama radikal masih terikat, selama itu dapat menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil. 2.4



Keuntungan Sediaan Infus 1. Obat memili onset (mulai kerja) yang cepat 2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti. 3. Bioavaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan. 4. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma. 5. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.



2.5



Kerugiaan Sediaan Infus 1. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali. 2. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik. 3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hamper tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah pemberian intravena. 4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau ditempat praktek dokter oleh perawat yang kompeten. 5. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis, dan bebas partikel)



2.6



Fungsi Pemberian Infus 1. Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien di rumah sakit harus disuplai via intravena. Intravenous seperti protein dan karbohidrat. 2. Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare, mual, muntah, membutuhkan cairan intravenous. 3. Pengganti cairan tubuh seperti dehidrasi 4. Pembawa obat-obat. Contohnya seperti antibiotic, dll. 9



2.7



Sterilisasi Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganismehidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme, hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah. Bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunkana gas atau radiasi. Pemilhan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan. Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan dengan temperature yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut. Metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumbal besar, alat-alat gelas, pembalut operasi dan instrument. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan lain-lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel., 1989) Metode-metode sterilisasi menurut Ansel, yakni : a. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan. b. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven pensteril yang dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi. Oven dapat dipanaskan dengan gas atau listrik dan umumnya temperature diatur secara otomatis. c. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan mekanis penyaringan, digunakan utnuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas. Sediaan obat yang disterilkan dengan cara ini, diharuskan menjalani pengesahan yang ketat dan memonitoring karena efek produk



10



hasil penyaringan dapat sangat dipengaruhi oleh banyaknya mikroba dalam larutan yang difilrasi. d. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara memaparkan gas etilen oksida atau protilen oksida. Gas-gas ini sangat mudah terbakar bila tercampur dengan udara, tetapi dapat digunakan dengan aman bila diencerkan dengan gas inner seperti karbondioksida, atau hidrokarbon terfluorinasi yang tepat sesuai. e. Sterilisasi dengan sediaan pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gama dan sinar-sinar katoda, tetapi penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi pada produk dan wadah. 2.8



Wadah Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang benar-benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman, 1994). Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastic,wadah gelas, dan wadah dari karet. Wadah plastic, bahan utama dari plastic yang digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik. Unik structural organic dasar untuk masingmasing type biasa yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai dengan namanya, polimer termoplastik meleleh pada temperature yang meningkat. Wadah plastic digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila mengandung bahan penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan reaktivitas dengan prosuk yang rendah. Suatu golongan plastic baru, poliefelin, patut disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen-polietilen. Wadah gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silikon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara fisik dan kimia dengan oksida-oksida seperti oksida natrium , kalium, kalsium, magnesium, aluminium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia hamper seluruhnya tersusun dari silicon dioksida, tetpai gelas tersebut relative rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperature tinggi. 11



BAB III METODE PRAKTIKUM



3.1



Alat Praktikum 1. Beaker glass 2. Batng pengaduk 3. Corong gelas 4. Gelas ukur 5. Kaca arloji 6. Pipet tets 7. Penangas air 8. Timbangan analitik 9. Kertas perkamen 10. Spatula



3.2



Bahan Praktikum 1. Paracetamol 2. Propilenglikol 3. EDTA 4. NaCl 5. Water for Injection 6. HCL 7. NaOH



3.3



Latar Belakang Bahan Obat Nama bahan obat



: Paracetamol



Nama Kimia



: N-acetil-4-aminofenol



Struktur Kimia



: C8H9NO2



Struktur Molekul



:



OH



NHC0CH3 Berat Molekul



: 151,16 (FI, III) 12



Kemurnian



: Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak



lebih dari 101,0 %(8H9NO2). Dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Efek Terapeutik



: Analgesik dan Antipiretik



Dosis Pemakaian



: Paracetamol diberikan melalui injeksi intravena, dosis



dihitung berdasarkan berat badan : -



Pasien dengan berat badan lebih dari 50 kg, dosis tunggal 1gram setiap 1 jam atau lebih, maksimal 4 gram per hari.



-



Pasien dengan berat badan 33-50 kg, dosis tunggal 15 mg/kg setiap 4jam atau lebih, dosis maksimal 60 mg/kg atau 3 gram per hari.



-



Bayi dan anak-anak antara 10-33 kg, dosis tunggal 13mg/kg. Setiap 4 jam atau lebih, dosis maksimal 60 mg/kg atau 2 gram per hari.



3.4



Tinjauan Bahan Farmakologi Obat a. Farmakologi



: Merupakan obat golongan non-opioid dengan onset



analgesik dan antipiretik yang tepat (5-10 menit analgesik, 30 menit antipiretik) lama kerja 4-6 jam dan di eliminasi melalui hati serta memiliki morfin sparing effect. Maka untuk sintesa prostaglandin di ginjal dapat menghasilkan efek analgesik dan antipiretik. b. Indikasi



: Mengurangi nyeri pada kondisi-kondisi sakit kepala, nyeri



otot, sakit gigi, sakit telinga, nyeri sendi, dan demam. Tetapi jangka pendek untuk analgesik dan antipiretik. c. Efek Samping Obat



: Perasaan sakit, sesak nafas, kulit memerah, fitur ajah



bengkak, reaksi alergi, kerusakan hati dan ginjal. d. Kontra Indikasi :



Tidak



boleh



dikonsumsi



jika



memiliki



hipersensitivitas dan kerusakan hati, pecandu alcohol e. Cara Pemakaian : 3.5



3.6



Organoleptis Warna



: Putih



Bau



: Tidak Berbau



Rasa



: Pahit



Mikroskopis Bentuk Kristal



3.7



Oral, suppositoria dubur, infus intravena.



: Hablur atau serbuk hablur



Karakterisitik fisik/fisikamekanik



13



kondisi



Kelarutan



:



Larut dalam 70 bagian air, dalam 70 bagian etanol (95%) P,



dalam13 bagian aceton P, dalam 40 bagian giserol P, dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida. Titik Lebur



: Antara 169⁰C-172⁰C.



Inkompaktibilitas : Tidak bercampur dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dan beberapa antasida. Higroskopisitas : Tidak terlalu signifikan. 3.8



Karakteristik fisikokimia Kelarutan



: Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1 N, mudah larut dalam



etanol (1,4gram/100ml) atau 14mg/ml. pKa



: 9,5



Profil Kelarutan Terhadap pH



: Hidrolisis minimum terjadi pada pH 5-7 pada



suhu 26ºC. 3.9



Stabilitas Stabilitas Bahan Padat -



Terhadap suhu



: Tidak tahan terhadap pemanasan tinggi.



-



Terhadap Kelembaban



: Stabil



-



Stabilitas Larutan



-



Terhadap pelarut



: Sangat stabil di dalam air



-



Terhadap pH



: 5,3 – 6,5



-



Terhadap cahaya



: Tidak stabil terutama terhadap sinar uv, simpan pada tempat yang terlindung cahaya.



3.10



Terhadap oksigen



: Relatif stabil



Inkompatibilitas Dengan Eksipien Na+ yang dilepaskan dari NaCl dapat menurunkan efektivitas dari Paracetamol



3.11



3.12



Bentuk Sediaan, Dosis, Dan Pemakaian Bentuk sediaan



: Paracetamol infus



Dosis



: 500 mg



Volume sediaan



: 100ml



Permasalahan Formulasi 1. Paracetamol agak sukar larut dalam air. 2. Paracetamol tidak tahan terhadap pemanasan tinggi ( >160⁰C) 3. Sediaan yang dibuat adalah bentuk injeksi 100 ml, harus dibuat isotonis.



14



4. NaCl bersifat higroskopis. 5. NaCl memiliki ion logam Na yang berdampak terhadap paracetamol. 6. Pada proses pemanasan dapat merubah pH. 7. Dalam setiap pembuatan paracetamol infus akan terjadi penurunan volume 8. Propilenglikol bersifat higroskopis. 3.13 Penyelesaian Masalah 1. Perlu penambahan cosolvensi (Propilenglikol) sebanyak 1 ml/500mg. 2. Paracetamol disterilkan dengan metode panas basah menggunakan autoklaf dengan suhu 121⁰C selama 15 menit. 3. diperlukan penambahan NaCl. 4. NaCl ditimbang menggunakan kaca arloji stangkup. 5. Ditambah bahan pengkhelat logam yaitu EDTA. 6. Ditambahkan HCL dan NaOH sebagai pengatur pH. 7. Pada penimbangan dimasukkan rumus n+2. 8. Selama proses pengambilan diletakkan di gelas ukur ditutup dengan aluminium. 3.14



Macam-macam formulasi R/ Paracetamol



1



R/ Paracetamol



1



Tromethamine



0,0515



Cysteine



0,1



NaCl



0,70



Mannitol



3,85



Citric Acid monohydrate



0,014



Disodium Phospate dihydrate 0,13



HCL 10 %



qs to PH 6,0



HCL 10 %



qs



NaOH 4%



qs to PH 6,0



NaOH 1 M



qs



Water for Injection



qs



Water for Injection



qs



R/ Paracetamol



1



R/ Paracetamol



1



Tromethamine



0,0515



Propilenglikol



10 ml



Mannitol



3,36



NaCl



0,9%



Citric Acid monohydrate



0,014



EDTA



0,1% qs



HCL 10 %



qs to PH 6,0



Water for Injection



NaOH 4%



qs to PH 6,0



pH (HCl 0,1 , NaOH 0,1 N)



Water for Injection



qs



15



3.15



Formula yang direncanakan R/ Paracetamol



1



Propilenglikol



10 ml



NaCl



0,9%%



EDTA



0,1%



Water for Injection



qs



pH (HCl 0,1 , NaOH 0,1 N)



3.16



Perhitungan Berat Dan Volume Jumlah yang diminta



: 3 botol



Volume Per sediaan



: 500 mg/100 ml



pH



: 5,5-6,5



Perhitungan



:



Jumlah yang diminta 100 ml (3 botol) Volume per sediaan 3 botol/100 ml = (n + 2) x 100 ml = (3 + 2) x 100 ml = 500 ml 1. Paracetamol



: 500 mg x 3 = 1.5 gram



2. Propilenglikol



: 10 ml x 3 = 30ml



3. NaCl 0,9 %



: 0,9g /100 x 500 ml = 4.5 gram



4. EDTA 0,1 %



: 0,1 g/100 x 500 ml = 0,5 gram



5. Water For Irigasi



: ad 500 ml



6. HCL



: 16



HCL pekat N = 12,06 N N1 X V1= N2 X V2 12,06 x V1 = 0,1 x 100 ml V1= 10ml / 12,6 V1= 0,79 ml = 0,8ml



17



7. NaOH yang dilarutkan dalam 100 ml : N = gr / mr x n / v (100 ml) 0,1 = gr / 40 x 1 / 0.1 0,1 = gr / 40 Gr = 40 x 0,1 = 4 gram (4 gr / 1000 ml) M = gr / mr = 4 / 40 = 0,1 Jika NaOH dilarutkan dalam 100 ml : M = gr / mr x 1000 / v (ml) 0,1 = gr / 40 x 1000 / 100 0,1 = gr / 4 Gr = 4 x 0,1 = 0,4 gram ( 400 mg / 100 ml)



Formula Yang Dibuat : No



Nama Bahan



1.



Paracetamol



2.



Propilenglikol



3.



NaCl



4.



EDTA



5.



Water for Irigation



6.



HCl



7.



NaOH



Fungsi



% rentang pemakaian



Bahan aktif Zat pelarut tambahan Bahan pengisotonis Bahan pengkelat Pembawa dalam sediaan injeksi Zat tambahan mengatur pH menjadi asam Zat tambahan pengatur Ph menjadi basa



% rentang digunakan



Jumlah / pcs



Jumlah 3 pcs



10 % - 100 %



100 %



500 mg



1500 mg



10 % - 60 %



10 %



10 ml



30 ml



0,5 % - 0,9 %



0,9 %



0,9 g



2.7 gram



0,001 % - 20 %



0,1 %



0,1 g



0.3 gram



10 % - 100 %



100 %



100 ml



300 ml



0,1 % – 10 %



10 %



-



-



0,1 % - 10 %



10 %



-



-



18



Metode yang digunakan : No Nama Bahan 1. Paracetamol



Fungsi Bahan



Kelarutan Larut dalam 70



Ph 5,3-6,5



aktif



bagian air, dalam 70



Stabilitas



Sterilisasi Autoklaf



bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aceton P, dalam 40 bagian giserol P, dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida. 2.



Propilenglikol



3-6



di Autoklaf



Zat



Dapat campur



Stabil



pelarut



dengan air, dengan



udara,



tambahan



etanol (95%) P dan



terdekomposi



dengan kloroform P,



si



larut dalam 6 bagian



kenaikan



eter P, tidak dapat



suhu,



campur dengan



bersifat



minyak tanah P dan



higroskopis.



tidak



pada



baik



minyak lemak. 3.



NaCl



2,8 4,5-7,0



Bahan



Larut



dalam



pengisoto-



bagian air, dalam 2,7



nis



bagian air mendidih



Stabil dalam Autoklaf bentuk larutan.



dan lebih kurang 10 bagian sukar



gliserol larut



P,



dalam



etanol (95%) P. 4.



EDTA



campur 4,3-7



Bahan



Dapat



pengkelat



dengan air dan etanol (95%) P.



5.



Water for Irigation



Pembawa



Dapat



bercampur



dalam



dengan pelarut polar 19



Higroskopis Autoklaf dan harus terlindungi dari kelembaban. Autoklaf



sediaan



lainnya.



injeksi 6.



HCl



Zat



11



Stabil



Autoklaf



tambahan mengatur pH menjadi asam 7.



NaOH



Zat tambahan



dibawah



pengatur



kondisi



Ph



penggunaan



menjadi



dan



basa



penyimpanan biasa.



Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa sediaan paracetamol infus 500mg/100ml. Disterilkan dengan cara autoklaf dengan suhu 121ºC dengan waktu 15 menit. 3.17 Prosedur Kerja 1. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan, lakukan pencucian dan pensterilan, alat yang berskala disterilkan di autoklaf. Sedangkan yang tidak berskala masukkan di oven. 2. Kalibrasi beaker glass 300 ml 3. Timbang Paracetamol 1.5 gram dengan menggunakan sendok tanduk, timbang dengan timbangan analitik digital dengan kertas perkamen, masukkan ke beaker glass. 4. Ambil propilenglikol 30 ml masukkan di beaker glass aduk sampai larut, jika belum larut bisa di panaskan, letakkan di stirer tambahkan Water For Injection sampai 500 ml. 5. Ambil NaCl menggunakan sendok porselen letakkan di kaca arloji stangkup timbang 2.7 gram masukkan di beaker glass aduk sampai homogen dengan batang pengaduk. 6. Ambil EDTA letakkan di kaca arloji timbang sebanyak 0,3 gram masukkan di beaker glass aduk sampai homogen. 7. Tambahkan Water For Injection ad 300 ml. 8. Verifikasi pH, kejernihan, dll. Jika pH larutan terlalu asam tambahkan NaOH, namun apabila terlalu basa tambahkan HCl. 20



9. Masukkan ke dalam botol yang telah dikalibrasi masing-masing 100ml. 10. Tutup dengan aluminium foil dan ikat kuat, tutup lagi kemudian ikat,sterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121ºC dengan waktu 15 menit. 11. Keluarkan dari autoklaf dan ukur pH. 3.18



Rancangan Kemasan Primer & Sekunder



Kemasan Primer Infus 500mg/100ml



RIWMOL



KOMPOSISI : Paracetamol, propiloenglikol, HCL, EDTA, Water For Injeksi.



injeksi 500mg/100ml I.V



PENYIMPANAN : Simpan dalam ruang dengan suhu Kurang dari 30ºC.



Batch. No No. Reg Mg. Det Exp. Det HET



HARUS DENGAN RESEP DOKTER



21



: D 1324567 : DKL 789524024310520 :102019 :102021 :Rp. 150.000



Kemasan Sekunder



Paracetamol I.V



Farmakologi .Indikasi .Kontraindikasi .Dosis .



Komposisi :



RIWMOL



Paracetamolmengandungpara cetamol, propilenglikol, NaCL, WFI



Efeksamping . Dan



RIWMOL



LL



Peringatan :Lihatbrosur



Infus 1 botol @100 ml



Infus 1 botol @100 ml



Paracetamolinfus I.V



Paracetamolinfus I.V



No .Reg



PT.DewanPerwakilanRiwik Krian -Sidoarjo



: ABC 521371



500 mg / 100 ml



500 mg / 100 ml



No. Batch: D 1324657



PT.DewanPerwakilanRiwik Krian -Sidoarjo



Penyimpanan : Padasuhukamar/ruangan 25 - 30°C



Paracetamol I.V



22



Mfg date



: 102019



Exp date



: 102021



DAFTAR PUSTAKA



23