Laporan Steril [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



LAPORAN AKHIR INJEKSI ACIDUM FOLICUM BATCH SHEET I



Nomor Batch : 03032015C DISUSUN OLEH Kelompok 4



Tanggal : 03032015 DISETUJUI OLEH Yola Desnera putri S.Farm., Apt.



Afifah Nurdiyanah (A 0121 060)



Nella S.Farm., Apt.



Haifa Hanifah (A 0121 068) M. Sofyan Abdillah (A 0121 070) Wulan Purnawati (A 0121 048) Kode Nama Volume Produk 001



I.



Produk Folatfil



Produk 1 mL



Bentuk Larutan



FORMULA



R / Acidum Folicum



0,5 %



Obat suntik dalam ampul 1 ml no.VII



FORMULA LENGKAP R / Acidum Folicum



0,5 %



Natrii Chloridum



0,8283 %



Dinatrii Edetas



0,05 %



Natrii Hydroxydum 0,1 N ad larut Aqua Pro Injection II.



MONOGRAFI



Kemasan



Waktu



Ampul



Pengolahan 3 jam



2



II.1. Zat aktif II.1.1. Acidum Folicum



a. Pemerian b. Kelarutan c. d. e. f. g.



pH Suhu lebur Penyimanan Penggunaan OTT



: serbuk coklat kekuningan : tidak larut dalam air, larut dalam basa lemah, alkali hidroksida, alkali karbonat, NaOH, HCl. : 8-11 : : dalam wadah terutup rapat, terlindung dari cahaya. : : terhadap oksidator, reduktor, logam berat. Sumber : Farmakope Indonesia edisi III hal 51



II.2. Zat Tambahan II.2.1. Natrii Chloridum a. Sinonim : Sodium Chloride b. Rumus Molekul : NaCl c. BM : 58,44 d. Pemerian : serbuk kristal putih, tidak berwarna, mempunyai rasa garam e. Kelarutan : sedikit larut dalam etanol, larut dalam 250 bagian etanol 95 %, larut dalam 10 bagian gliserin, larut dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian pada suhu 100oC f. pH : 6,7 – 7,3 g. Fungsi : agen tonisitas, sumber ion natrium h. OTT : larutan natrium klorida bersifat korosif dengan besi, membentuk endapan bila bereaksi dengan perak, garam merkuri, agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan asam sodium klorida, kelarutan pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium klorida i. Titik lebur : 801oC j. Titik didih : 1439oC k. Stabilitas : larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca. Larutan cair ini dapat disterilisasi dengan cara autoklaf atau filtrasi. Dalam bentuk padatan stabil dan harus



3



disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan tempat kering. II.2.2. a. b. c.



Dinatrii Edetas Nama lain : NaEDTA Rumus molekul : C10H14N2Na2O8.2H2O Pemerian : tidak berbau, serbuk putih atau kristal putih, sedikit rasa asam. d. Kelarutan : praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sedikit larut dalam etanol 95%, larut dalam 1 : 11 air. Sumber : Handbook of exipient hal 192



II.2.3. Natrii Hydroxydum 0,1 N ad larut a. BM : 40,00 b. Pemerian : bentuk batang, butiran, masa hablur atau keping, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur, putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap karbondioksida. c. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol 95 %. d. Densitas dan fase: 2,1 g/cm3 dalam bentuk cairan e. Titik lebur : 318oC f. Titik didih : 1390oC Sumber : Farmakope Indonesia edisi III hal 412 II.2.4. Aqua Pro Injection a. Pemerian : cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa b. Kelarutan : dapat bercamppur dengan pelarut polar dan elektrolit c. OTT : dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau kelembaban) Air dapat berekasi kuat dan cepat dengan logam alkali dan zat pengoksidasinya, seperti Calsium oksidan Mg oksida. Air juga bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat, serta bereaksi dengan bahan organik dan kalsium carbide. d. Stabilitas : air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap panas) Air untuk penggunaan khusus harus disimpan dalam wadah yang sesuai. e. Pembuatan : aqua destilata dipanaskan sampai mendidih, dipanaskan 30 menit. f. Fungsi : sebagai bahan pembawa sediaan intra vena. Sumber : Farmakope Indonesia edisi III hall 97



4



III.



Alat dan Bahan III.1. Alat a. Beaker glass b. Corong c. Ampul d. Kaca arloji e. Spatel logam f. Batang pengaduk g. Alat suntik (Injeksi) III.2. a. b. c. d. e.



IV.



Bahan Acidum Folicum Natrii Chloridum Dinatrii Edetas Natrii Hydoxydum Aqua Pro Injection



Prosedur Di didihkan 25 ml aqua pro injeksi (a.p.i) dalam beaker glass selama 10



menit. Disuspensikan asam folat dalam sebagian a.p.i. Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam suspensi tersebut sampai larut. Dilarutkan NaCl dalam sebagian a.p.i. Dicampurkan kedua larutan tersebut. Ditambahkan larutan dinatrii edetas. Ditambahkan a.p.i ad 16 ml. Larutan diisikan kedalam 7 ampul sebanyak 1,1 ml tiap ampulnya. Disterilkan dalam autoklaf 121oC selama 15 menit.



V.



Data Pengamatan



5



Zat ∆tb C Natrium folat 0,069 0,526 Dinatrii Edetas 0,132 0,05 Tabel 5.1 Data ∆tb Natrium Folat dan Dinatrii Edetas C asam folat diperoleh dari perhitungan BM Na−folat bm As . folat



C=



=



x C as.folat



464,4 ×0,5 = 0,526% 441,4



a. Perhitungan tonisitas : 0.52−∆ tb .C W= 0,576



=



0,526.0,069+0,132.0,05 ¿ 0,52−¿ ¿



= 0,8283% Untuk membuat supaya larutan tersebut isotonis ditambahkan NaCL 0,8283% (g/ml). b. Perhitungan ampul : = (n+2). C+ 6 ml = (7+2). 1.1+ 6 ml = 9,9+ 6 = 15,9 ml c. Perhitungan Satuan Dasar : Acidum folicum 0,5% = Natrii Clorida 0,8283 % = = 8,283mg



0,5 g 100 ml



=



0,8283 g 100 ml



0,005 g 1 ml =



= 0,005 g = 5mg



0,008283 1 ml



= 0,008283g



6



Dinatrii Edetas 0,05%



=



0,05 g 100 ml



=



0,0005 g 1 ml



= 0,0005g =



0,5mg d. Perhitungan Volume Produksi : Acidum folicum = 5 mg× 16 ml= 80 mg NaCL = 8,283 mg × 16 ml= 132,528 mg Dinatrii Edetas = 0,5 mg× 16 ml= 8 mg 1 : 100 (1g : 100 ml) 8 mg 1000 mg × 100 ml = 0,8 ml 1 ml = 20 tetes 0,8 ml = 16 tetes



VI.



Pembahasan Pada praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Steril ini dilakukan



pembuatan sediaan injeksi Acidum Folicum 0,5% mL sebanyak 7 ampul. Pada dasarnya



asam



folat



memiliki



khasiat



untuk



mengobati



anemia



megaloblastik, pencegahan defek tabung saraf, profilaksis pada status hemolitik kronik dan profilaksis defisiensi folat pada pasien cuci darah. Sediaan injeksi sendiri merupakan suatu sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Oleh karena itu ada beberapa syarat yang harus diperhatikan pada saat pembuatan sediaan injeksi, diantaranya yaitu: steril, yaitu sediaan injeksi harus bebas dari mikroorganisme yang bersifat patogen yang dapat mengurangi khasiat dari sediaan. Bebas bahan partikulat, yaitu bebas dari bahan asing atau bahan yang tidak larut agar tidak terjadi penyumbatan pada pembuluh darah saat digunakan. Mengandung zat pengawet, sediaan injeksi memungkinkan pengambilan secara berulang, untuk itu harus digunakan bahan pengawet untuk mempertahankan khasiat zat aktif. Stabil, tidak berubah khasiat obat setelah pengambilan obat secara berulang kali dan tidak berubah bentuk atau pH dari sediaan. Harus



7



isotonis, sediaan injeksi merupakan sediaan parenteral. Untuk itu,sediaan injeksi harus isotonis atau sesuai dengan pH darah agar tidak terjadi atau hipotonis yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Zat pengisotonis yang digunakan adalah NaCl. Selain isotonis, sediaan juga harus bersifat isohidri, yaitu pH sediaan harus sama atau paling tidak mendekati pH fisiologis tubuh, yaitu 6,8 – 7,4. Hal ini dimaksudkan agar sediaan tidak menyebabkan ph lebesetis (inflamasi pada pembuluh darah) dan throbosis (timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah). Selain itu, tujuan dari pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanannya. Oleh karena itu, sebelum praktikum dilakukan perhitungan tonisitas terlebih dahulu yang berdasarkan kepada metode turunnya titik beku. Perhitungan tonisitas ini bertujuan agar larutan obat atau injeksi memiliki tonisitas yang sama dengan tonisitas cairan tubuh kita diantaranya yaitu darah. Dari hasil perhitungan tonisitas diperoleh hasil sebesar 0,8283% yang menunjukkan bahwa sediaan injeksi ini merupakan sediaan hipotonis. Akan tetapi menurut ketentuan yang berlaku, sediaan hipotonis tidak diizinkan dalam pembuatan sediaan injeksi karena akan mengakibatkan sel darah merah menjadi lisis atau pecah dan hal ini akan sangat berbahaya bagi penggunanya. Oleh karena itu diperlukan penambahan NaCl yang bertujuan agar sediaan ini dapat mencapai keadaan isotonis. Setelah dilakukan perhitungan isotonis dan perhitungan bahan, maka semua alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Pada saat proses penimbangan bahan harus dilebihkan 10%. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan volume pada saat pembuatan sediaan injeksi tersebut. Baik itu pada saat proses pencampuran, penyaringan, maupun pada saat proses sterilisasi. Bahan pembawa yang digunakan adalah aqua pro injeksi yang telah dididihkan terlebih dahulu selama 10 menit. Hal ini dilakukan karena aqua pro injeksi yang digunakan haruslah aqua pro injeksi yang bebas CO2. Karena CO2 dalam suatu sediaan dapat bereaksi dengan salah satu obat dan dapat membentuk endapan. Sedangkan salah satu syarat sediaan injeksi adalah jernih, oleh karena itu



8



aqua pro injeksi yang digunakan haruslah aqua pro injeksi yang bebas CO 2 agar tidak terbentuk endapan. Dilakukan penambahan NaOH 0,1 N yang bertujuan sebagai pembentuk garam, karena proses pembuatan injeksi asam folat ini berdasarkan pada pembentukan garam yang kemudian akan melarutkan suspensi asam folat tersebut menjadi larutan yang jernih. Ditambahkan larutan NaCl yang berfungsi sebagai larutan pengisotonis. Isotonis adalah kondisi dimana suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak akan terjadi pertukaran cairan diantara keduanya. Oleh karena itu dilakukan penambahan NaCl sebanyak 0,8283% untuk mencapai nilai isotonis. Kemudian ditambahkan larutan dinatrii edetas yang digunakan sebagai agen pengkelat untuk mengikat ion logam-logam yang berasal dari wadah gelas, selain itu wadah gelas berkapur dapat membebaskan logam yang dapat mengkatalisis hidrolisis zat aktif menjadi tidak stabil, oleh karena itu ditambahkan natrium edetas pada sediaan injeksi asam folat ini. Kemudian setelah semua bahan tercampurkan, dilakukan penyaringan dengan menggunakan dispossible syringe. Tujuan dari penyaringan ini yaitu untuk mencegah adanya partikulat pada sediaan injeksi. Kemudian larutan diisikan pada 7 ampul, masing-masing ampul berisi 1,1 mL dimana semua pengerjaannya dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) yang bertujuan agar proses pengerjaan benar-benar steril dan sediaan yang dibuat dapat terhindar dari adanya pirogen. Pengisian ampul dilebihkan sebanyak 0,1 mL dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya larutan yang tidak terambil atau hilang pada saat pengerjaan ampul atau dengan kata lain volume dalam ampulnya akan berkurang. Selanjutnya adalah proses penutupan dari ampul dengan mengelas bagian kepala ampul. Seharusnya, dilakukan penyemprotan dengan uap air dialiri gas inert pada ampul sebelum dilakukan penutupan ampul. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan O2 yang ada di dalam ampul agar tidak terjadi proses oksidasi. Namun tahapan ini tidak dilakukan dikarenakan fasilitas yang kurang memadai.



9



Kemudian sediaan injeksi asam folat ini disterilkan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121ºC selama 15 menit. Pada proses sterilisasi ini juga dapat terlihat apabila ada ampul yang bocor maka isi dari ampul tersebut akan habis (menguap). Dari hasil sterilisasi ini didapatkan bahwa ada 4 ampul yang bocor. Maka hanya dihasilkan 3 buah ampul dalam keadaan baik sesudah disterilisasi. Evaluasi selanjutnya adalah pengevaluasian keseragaman volume akan tetapi hanya menggunakan indra penglihatan saja. Dari sediaan yang dibuat, dapat dilihat bahwa volume masing-masing ampul adalah seragam. Evaluasi kejernihan yaitu dengan melihat apakah sediaan yang dibuat benar-benar jernih atau masih ada partikel-pasrtikel zat yang belum homogen. Hasil dari evaluasi kejernihan ini adalah semua larutan dalam ampul memiliki kejernihan yang baik.



VII. Aspek Farmakologi VII.1. Absorpsi Pada pemberian oral, absorbsi asam folat baik sekali, terutama di bagian 1/3 proksimal usus halus (jejunum proksimal). Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi (transpor aktif), sedangkan pada kadar tinggi absorbsi dapat berlangsung secara difusi (transpor pasif). Asam folat muncul di plasma darah 15-30 menit setelah pemberian per oral dan T max tercapai setelah 1 jam. Ikatan Protein : 2/3 dari asam folat yang terdapat dalam plasma darah terikat pada protein yang tidak difiltrasi ginjal. VII.2.



Distribusi



Distribusinya merata ke semua sel dan terjadi penumpukan dalam cairan serebrospinal. Asam folat disimpan oleh tubuh terutama di hepar. Normal total asam folat di serum adalah 5-15 ng/mL, di cairan serebrospinal adalah 16- 21 ng/mL, dan di eritrosit adalah 175 to 316 ng/mL.



10



VII.3. Asam



Metabolisme folat



dimetabolisme



di



hepar



oleh



enzim



Catechol



O-



methyltransferase (COMT) dan Methylenetetrahydrofolate reductase menjadi 7,8dihydrofolic acid dan 5,6,7,8-tetrahydrofolic acid. VII.4.



Ekskresi



Lebih dari 90% asam folat diekskresikan di urine dalam bentuk metabolit dan sejumlah kecil diekskresikan di feces. Sebagian besar metabolit muncul di urine setelah 6 jam dan ekskresi lengkap dalam 24 jam. Asam folat juga dieksresikan melalui air susu ibu.



VIII. Kesimpulan Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: tonisitas sediaan adalah 0,072 yang berarti hipotonis dan perlu ditambahkan zat pengisotonis yaitu NaCl sebanyak 0,8283%. Jumlah ampul yang dihasilkan pada pembuatan injeksi asam folat ini yaitu sebanyak 3 ampul dan secara visual, sediaan yang telah dibuat memenuhi syarat kejernihan.



11



Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia edisi 3. Farmakope Indonesia. 1979.Jakarta : DEPKES RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia edisi 4. Farmakope Indonesia. 1979.Jakarta : DEPKES RI Wade, Ainley and Weller, Paul J. 1994. Pharmaceutical Excipients. 6th edition. The Pharmacuetical Press. London.