Laporan Survey Pendahuluan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

uji syukur kehadirat Allah SWT berkat Rahmat-Nya Laporan Survey Pendahuluan paket pekerjaan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat yang dikerjakan oleh konsultan perencana PT. Genta Prima Pertiwi Jo. PT. Astakona Dutasarana Dimensi dapat selesai pada waktunya. Paket pekerjaan ini adalah salah satu paket perencanaan teknis yang dilaksanakan Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XVII Manokwari. Hasil akhir dari perencanaan ini yang diharapkan adalah tersedianya data geoteknik dan desain penanganan untuk daerah rawan longsor Provinsi Papua Barat yang memenuhi syarat dari segi teknis peraturan perencanaan yang berlaku dan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja sebagaimana diatur dalam kontrak. Dalam laporan ini akan diuraikan mengenai hasil pelaksanaan survey pendahuluan dan rencana survey detail selanjutnya sebagaimana dimaksudkan dalam kontrak kerja No. 09/HK.0203/P2JN-PB/PPK.PRCN/SOILIN/APBN/2017 Tanggal 19 April 2017 antara Pejabat Pebuat Komitmen Perencanaan Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Papua Barat dengan PT. Genta Prima Pertiwi jo PT. Astakona Dutasarana Dimensi sebagai konsultan perencana. Kami sangat berterima kasih kepada pemberi pekerjaan yang telah memberi kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat. Akhir kata semoga laporan ini dapat memberi gambaran umum rencana pelaksanaan pekerjaan perencanaan.



Manokwari, 18 April 2017 Konsultan Perencana PT. Genta Prima Pertiwi jo PT. Astakona Dutasarana Dimensi



IR. LUCKY CAROLES Team Leader



i



........................................................................................................................ i .......................................................................................................................................ii ................................................................................................................. 1 ...................................................................................................... 1 ........................................................................................................ 1 ............................................................................................... 1 .................................................................. 2



......................................................................................... 3 ................................................................................... 3 ............................................................................................. 3 ................................................................................................................ 11 ..................................................................... 12



................................................ 13 ................................................................................................. 13 ....................................................................................... 14



......................................................................... 72 ...................................... 72 ................................................................................... 72 .......................................................................................... 72 .............................................................. 73 ................................................................. 73 ............................................................................... 74 .................................................................................... 74



ii



Maksud dari kegiatan survey pendahuluan paket pekerjaan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat adalah mendapatkan deskripsi umum gerakan tanah pada daerah longsor.



Tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh data awal sebagai bahan untuk kegiatan tahap berikutnya. Survey ini diharapkan mampu memberikan saran dan arahan pertimbangan terhadap survey teknik,



terutama survey geoteknik dalam rangka menentukan



penyelidikan terhadap tanah yang perlu dilakukan melalui pengamatan visual dan rencana investigasi dengan data-data pendukung yang ada, serta menentukan jenis, lokasi dan jumlah sampel penyelidikan terinci yang akan dilaksanakan, sehingga diperoleh suatu perencanaan teknis yang akurat.



Lingkup pekerjaan kegiatan survey pendahuluan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat antara lain pemetaan topografi, pemetaan geologi gerakan tanah, dan melakukan pengamatan visual (lokasi, ciri, jenis, penyebab longsoran), yang diinventarisir dalam standar formulir yang telah ditentukan, dilengkapi dengan foto dokumentasi.



Adapun sistematika penulisan laporan survey pendahuluan paket Soil investigasi dan perencanaan khusus daerah rawan longsor Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut ini :



1



I.



Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang kegiatan, maksud dan tujuan, sasaran, ruang lingkup dan sistematika penulisan laporan.



II.



Dekripsi Lokasi Proyek Bab ini menguraikan tentang lokasi proyek, aksebilitas pencapaian ke lokasi dan gambaran umum lokasi..



III.



Hasil Pelaksanaan Survey Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang hasil survey pendahuluan dan rencana penanganan.



IV.



Rencana Kerja Survey Detail Bab ini menguraikan tentang rencana kerja survey detail tim konsultan perencana meliputi survey topografi dan geologi, penyelidikan geohidrologi, penyelidikan tanaha dengan geolistrik, bor mesin, sondir dan analisa hasil penyelidikan.



Susunan tim pelaksana survey pendahuluan paket Soil investigasi dan perencanaan khusus daerah rawan longsor Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut ini :



Ketua Tim



:



Lucky Caroles, ST (Team Leader)



Anggota



:



Ir. Muh. Idris Razak (Ahli Jalan Raya) Ir. Ruslan (Ahli Geologi / Geoteknik) Ir. Nurlah (Ahli Hidrologi) Yunus Manating, ST (Teknisi Material) Godlif L. Tomasui (Surveyor)



Tim pengawas :



Rifal Waroy,ST



Lapangan



2



Nama Paket



: Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat



Pengguna Jasa



: Pejabat



Pembuat



Komitmen



Perencanaan



Satuan



Kerja



Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Papua Barat, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional wilayah XVII Manokwari. Penyedia Jasa



: PT. Genta Prima Pertiwi jo PT. Astakona Dutasarana Dimensi



No. Kontrak



: 09/HK.0203/P2JN-PB/PPK.PRCN/SOILIN/APBN/2017



Tanggal Kontrak : 19 April 2017 No. SPMK



:-



Tanggal SPMK



: 19 April 2017



Masa Layanan



: 6 (Enam) Bulan



Rencana PHO



: 15 Oktober 2017



2.2.1 Letak Geografis Provinsi Papua Barat



Provinsi Papua Barat merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Papua selain Provinsi Papua. Provinsi Papua Barat terletak antara 00 - 04° Lintang Selatan dan antara 124°-132° Bujur Timur.



Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi Papua Barat memiliki batas-batas: • Sebelah utara adalah Samudera Pasifik • Sebelah Selatan adalah Laut Banda, Provinsi Maluku • Sebelah Timur adalah Provinsi Papua



3



• Sebelah Barat adalah Laut Seram, Provinsi Maluku



Sampal akhir 2015, Provinsi Papua Barat terbagi menjadl 12 kabupaten dan 1 kota. Luas daratan masing-masing kabupaten/kota, yaitu: Fakfak (11.036,48 km2), Kaimana (16.241,84 km2), Teluk Wondama (3.959,53 km2), Teluk Bintuni (20.840,83 km2), Manokwari (3.186,28 km2), Sorong Selatan (6.594,31 km2), Sorong (6.544,23 km2), Raja Ampat (8.034,44 km2), Tambrauw (11.529,18 km2), Maybrat (5.461,69 km2), Manokwari Selatan (2.812,44 km2), Pegunungan Arfak (2.773,74 km2) serta Kota Sorong (656,64 km2).



Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Papua Barat



2.2.2 Kondisi Iklim dan Curah Hujan



Provinsi Papua Barat termasuk daerah yang beriklim tropis, temperatur suhu rata-rata berkisar antara 26° c - 28° c dengan kelembaban udara antara 78 - 85 %, curah hujan ratarata 176,20 mm/thn sampai lebih dari 537,60 mm/tahun.



4



Daerah Provinsi Papua Barat pada dasarnya beriklim tropis dengan dua musim, berdasarkan curah hujan yakni : 1) Musim hujan pada periode bulan Desember sampai Juni 2) Musim kemarau pada periode bulan Juli sampai November



2.2.3 Fisiografi Pada umumnya fisiografi wilayah Provinsi Papua Barat terdiri atas wilayah pesisir dan pulau, dataran rendah dan rawa, dataran tinggi dan pegunungan, serta cekungan dan pelembahan. Menurut Dow et al. (2005), wilayah Kepala Burung (Bird’s Head) merupakan pegunungan masif kasar di sebelah tenggara yang terdiri atas batuan metamorfik dan granitik. Di sebelah selatan dan barat yang berangsur menurun ketinggiannya terdiri atas dataran tinggi batu gamping (limestone), dataran aluvial dan rawa. Dataran rendah ini terbagi dua oleh teluk yang terbentang mengikuti arah Timur-Barat, dan diapit oleh daerah rawa dan dataran dari bahan aluvium barusan (recent) dan tersier akhir yang disebut Teluk Bintuni (menyerupai mulut burung). Di wilayah barat daya, terdapat suatu busur (arch) luas dari batu gamping (limestone) menjorok keluar dari dataran dan membentuk jazirah Onin dan Kumawa, sedangkan di sebelah selatan Teluk Bintuni, dijumpai dataran Bomberai yang menghubungi jazirah Onin-Kumawa dengan Leher Burung (Bird’s Neck), terdiri atas dataran rendah dari bahan aluvium barusan dan Tersier Akhir. Di wilayah barat dijumpai kepulauan Raja Ampat.



Pada umumnya pulau-pulau di wilayah ini



bergunung atau



berbukit. Dataran rendah di jumpai di utara pulau Misool dan di selatan pulau Salawati. Pulau kecil Numfor di utara Manokwari memiliki dua daerah perbukitan dengan elevasi lebih dari 110 m dpl.



5



2.2.4 Stratigrafi Interpretasi kondisi geologi umum yang dimaksud merupakan tatanan litologi/batuan penyusun lokasi pekerjaan yang ditinjau secara regional. Lokasi pekerjaan menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi terdapat pada 3 (tiga) lembar yaitu ; 1. Peta Geologi Bersistem Lembar Mar 2. Peta Geologi Bersistem Lembar Ransiki 3. Peta Geologi Bersistem Lembar Manokwari Merujuk pada data tersebut maka lokasi pekejaan dapat disederhanakan berdasarkan lintasan trase jalan pekerjaan yang terbagi menjadi 2 (dua) ruas pengamatan yaitu : 1. Ruas Manokwari –Kebar 2. Ruas Manokwari –Bintuni Berdasarkan penyederhanaan tersebut maka tatanan startigrafi lokasi pekerjaan terdiri dari 20 (dua puluh) kelompok formasi/satuan batuan yang diuraikan sebagai berikut; 1. Endapan Alluvium dan Litoral (Qa) terdiri dari kerikil, pasir lanau dan lumpur 2. Endapan Undak Alluvium (Qt) terdiri dari kerikil pasir dan lumpur 3. Terumbu Koral (Qhc) terdiri dari terumbu muda 4. Alluvium terangkat dan Fanglomerat (Qf) terdiri dari konglomerat, lapisan bongkah dan lempung 5. Formasi Manokwari (Qpm) terdiri dari biomikrit ganggang-foraminifera, kalsidurit dan kalkarenit 6. Formasi Kais (Tpb) terdiri dari biomikrit ganggang –foraminifera 7. Formasi Berangan (Tpba) terdiri dari aglomerat bersusun andesit dan basalt 8. Granodiorit Wariki (Tmld) terdii dari granodiorit, tonalit, retas dan lempeng pegmatite 9. Formasi Befoor (Tqb) terdiri dari batupasir aneka bahan, batupasir kerakalan, konglomerat, batulempung, batunappal, dan batuan gunungapi 10. Formaai Klasafet (Tmk) terdiri dari batunapal, batulempung gampingan, serpih, sedikit batupasir gampingan, kalkarenit, anglomerat gampingan



6



11. Formasi Wai (Tqw) terdiri dari batugamping terumbu, konglomerat, batupasir, napal, batu lumpur gampingan 12. Batuan Gunungapi Arfak (Tema) terdiri dari tufa, anglomerat, dan sedikit lava, lava bantal bersusun andesit, dan basal 13. Granit Anggi (Ra) terdiri dari granit pluton mengandung biotit dan muskovit, retas, sill, urat dari granudiorit, granit, diorite, pegmatite 14. Diorit Lembai (Pwg) terdiri dari diorite dan zaitun setempat gabro 15. Kompleks Mawi (Pkm) rdiri dari serpih, argilik, batupasir, batupasir aneka bahan 16. Formasi Kemum (SDk) terdiri dari batuan sedimen malih tingkat rendah berupa kuarsit, argilit, batusabak, sekis, filis dan metamikro monzonit 17. Bancuh tak terpisahkan dari system sesar ransiki (Rfx) terdiri dari batugamping terstrukrut kuat, bercampur dengan batuan gunungapi 18. Bancuh takterpisahkan dari sistem sesar sorong (Sfx) terdiri dari batulumlur gamping, serpih, batupasir, dan konglomerat 19. Formasi Tambarau (Jkt) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir, kuarsit, sekis dan geneis 20. Kompleks terobosan netoni (Rn) terdir dari granit, syenit, kuarsa, monzonit, dan kuarsa



7



Gambar 2.2 Geologi regional ruas jalan nasional Manokwari –Bintuni



8



Gambar 2.3 Geologi regional ruas jalan nasional Manokwari -Kebar



9



2.2.5 Stuktur Geologi Struktur geologi lokasi pekerjaan berhubungan dengan zona lemah yang menjadi salah satu penyebab kejadian longsor. Sesar mayor yang terdapat pada lokasi pekerjaan berupa : 1) Sesar Sorong Sesar sorong memanjang dari arah timur barat terletak pada bagian utara dari pulau papua, sesar ini merupakan retakan besar dalam kerak bumi berupa sesar geser. Sesar ini relatif searah dengan ruas jalan nasional yang menghubungkan Kota Manokwari –Kota Sorong. 2) Sesar Ransiki Sesar sorong memanjang dari arah utara-selatan berupa sesar geser , relatif mengikuti jalan nasional ruas Kota Manokwari-kota Bintuni. Selain sesar mayor tersebut terdapat pula sesar mikro yang dapat menyebabkan zona lemah sehingga berpotensi terhadap kejadian longsor.



Sesar sorong



Sesar Ransiki



Gambar 2.4 Struktut mayor pada lokasi pekerjaan



10



Paket pekerjaaan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat terdiri dari dua lingkup pekerjaan yaitu soil investigasi dan perencanaan penanganan longsor. Dari hasil yang telah disetujui pihak Satuan Kerja P2JN Provinsi Papua Barat dan PPK Perencanaa, diperoleh lokasi longsoran sebagai berikut :



Tabel 2.1 Lokasi Pekerjaan Perencanaan



Koordinat No.



Ruas



No. Link



KM / Sta.



Lokasi



Lokasi Latitude



Item Perencanaan Longitude



Ruas Manokwari - Sorong 1 Arfu - Prafi - Marmare - Maruni



009



KM. 33+400



2 Arfu - Prafi - Marmare - Maruni



009



3 Kebar - Arfu



Warmare



0°59'27.36"S



133°59'30.30"E Soil Investigasi



KM. 117+400 Bukit Doa



0°45'8.06"S



Soil Investigasi dan 133°29'43.45"E Perencanaan Penanganan Longsor



008



KM 140+000 Gunung Pasir



0°47'28.77"S



133°20'57.70"E Soil Investigasi



1 Maruni - Oransbari



011



KM. 54+000



Bukit Acemo



01° 5'27.83"S



134° 4'49.65"E



Soil Investigasi



2 Maruni - Oransbari



011



KM. 58+000



Bukit Sayori



01° 7'27.76"S



134° 5'59.17"E



Soil Investigasi



3 Maruni - Oransbari



011



KM. 63+400



Warkapi



01° 8'15.51"S



134° 6'38.53"E



Soil Investigasi



4 Oransbari - Ransiki



012



KM. 96+775



Membab



01°24'9.50"S



Soil Investigasi dan 134°12'33.02"E Perencanaan Penanganan Longsor



5 Ransiki - Mameh



013



KM.160+000 Gunung Botak, Segmen I



01°40'39.83"S



134° 4'22.58"E



Soil Investigasi



6 Ransiki - Mameh



013



KM.162+300 Gunung Botak, Segmen II



01°41'29.72"S



134° 4'35.06"E



Soil Investigasi



7 Ransiki - Mameh



013



KM. 163+700 Gunung Botak, Segmen III



01°41'56.64"S



134° 4'44.17"E



Soil Investigasi



Ruas Manokwari - Bintuni



Pekerjaan soil insvestigasi dilakukan di dua ruas jalan nasional, yaitu Ruas Manokwari – Sorong dan Ruas Manokwari – Bintuni. Panjang komulatif penanganan yaitu 15,00 km. Pekerjaan perencanaan penanganan longsor dan Detail Engineer Desain dilakukan di dua titik/lokasi, yaitu Bukit Doa KM. 117+400 No.Link 009 Ruas Arfu – Prafi – Warmare dan Membab KM. 96+775 No. Link 012 Ruas Oransbari – Ransiki.



11



Gambar 2.2 Peta Lokasi Pekerjaan



Aksebilitas menuju lokasi pekerjaan dari Kota Manokwari yang merupakan Ibu Kota Provinsi Papua Barat dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan kondisi jalan baik hingga rusak ringan dengan membutuhkan waktu tempuh ± 6 jam dengan jarak tempuh ±140 km ke Warmare, Bukit Doa, dan Gunung Pasir yang ada pada Ruas Jalan Manokwari - Sorong dan waktu tempuh ± 8 jam dengan jarak tempuh 167 km ke lokasi Bukit Acemo, Bukit Sayori, Warkapi, Bembab, dan Gunung Botak yang ada pada ruas Jalan Manokwari – Bintuni.



12



Survei Pendahuluan dilakukan sebagai tahap awal untuk mendapatkan data lapangan guna menentukan perkiraan dan saran dalam proses perencanaan. Survey pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi umum daerah longsor. Data tersebut mencakup luas daerah yang terlibat, jenis gerakan tanah/batuan, kedalaman bidang longsor, penyebab longsoran dan bila mungkin keaktifannya. Perlu pula dipelajari bila ada metode penanggulangan yang telah dilakukan, apakah berhasil atau tidak. Hal ini penting sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah penanggulangannya. Bila konstruksi yang dibuat tidak berhasil perlu diteliti kembali, apakah ada faktor-faktor yang belum diperhitungkan dalam perencanaannya.



Untuk dapat mencapai maksud tersebut dalam tahap survey pendahuluan dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang meliputi pemetaan (topografi), pemetaan geologi gerakan tanah, pendugaan geofisika, penggalian sumur dan parit uji, dan pengamatan visual (ciri, jenis longsoran dan penyebabnya).



Dalam pelaksanaan survey pendahuluan dilakukan beberapa jenis survey sebagai berikut: 1. Survey dan pemetaan topografi Diperlukan sebagai peta dasar untuk penyelidikan selanjutnya. Oleh sebab itu peta topografi harus dapat memberikan gambaran keadaan lapangan di daerah gerakan tanah dengan baik. Disamping itu peta topografi tersebut dipakai pula dalam pekerjaan desain. Sebagai kelengkapan dalam pemetaan topografi ini dilakukan pula pengukuran penampang/profil di tempat-tempat yang dipandang perlu.



2. Survey dan pemetaan geologi gerakan tanah



13



Dimaksudkan tidak saja untuk mengetahui jenis dan sebaran batuan dan struktur geologi, tetapi juga mencakup proses geologi yang berkaitan dengan gerakan tanah, dan prakiraan tata air tanah di daerah penyelidikan.



3. Pendugaan geofisika Didasarkan pada prinsip pengukuran sifat fisika batuan. Pekerjaan ini dilakukan dengan metoda seismik dan geolistrik. Dari kedua cara tersebut dapat diperoleh data bawah permukaan.



4. Sumur dan parit uji Dilakukan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan, terutama tanah, dengan jalan membuat galian baik secara manual maupun masinal. Dari penggalian sumur dan parit uji ini dilakukan pengambilan contoh tanah atau batu untuk pengujian laboratorium.



5. Pengamatan visual ciri dan jenis longsoran, dan Penyebabnya Berdasarkan data awal yang diperoleh diharapkan dapat diambil putusan untuk tahap pekerjaan berikutnya. Untuk kasus-kasus tertentu dengan dasar data awal dapat dibuat perencanaan untuk penanggulangan gerakan tanah. Perian umum ini juga merupakan titik tolak untuk menentukan tahap pekerjaan berikutnya yaitu survey detail.



1. Ruas Manokwari – Bintuni



Pengamatan pada ruas Manokwari-Bintuni dilakukan pada 6 lokasi pekerjaan yaitu ; 1. Gunung Acemo 2. Warkapi 3. Membab



14



4. Gunung Botak I 5. Gunung Botak II 6. Gunung Botak III



3.1.1 Gunung Acemo 3.1.1.1 Gambaran Umum Ruas Acemo A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh : a) Batuan Gunungapi Arfak (Tema) yang disusun oleh Tufa, aglomerat dan sedikit lava, breksi lava, lava bantal bersusun andesite sampai basal, batuan gunungapi klastika, batuan terobosan basal sampai andesit porfiri dan gabbro sampai diorite setempat batugamping. Umur fomasi Eosen Atas sampai Miosen Tengah. b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur formasi kwarter-resen. Strukur geologi berupa sesar geser yang berarah timur - barat, terletak pada sisi barat daya lokasi pekerjaan. Peta geologi regional Gunung Acemo dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar berikut. Lokasi Penyelidikan Longsor



Qa



Batas Formasi Batuan Sesar Geser



Gambar 3. 1 Geologi Regional Gunung Acemo dan sekitarnya



15



Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ; a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material ± 3 m. b) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil hingga kerakal merupakan endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan ± 15-20m merujuk pada kemiringan batuan dasar dan elevasi permukaan. c) Breksi vulkanik, tersusun atas material berukuran lempung hingga pasir sebagai material pengikat (semen) dan fragmen berupa batuan beku yaitu basal yang berukuran berangkal-bongkah dengan ketebalan lapisan ± 5 m. d) Tufa (batuan dasar) merupakan batuan vulkanik disusun oleh partikel berukuran pasir halus yang tersemenkan oleh debu vulkanik.



16



Gambar 3. 2 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan



Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif barat laut – tenggara (N295ºE) dengan kemiringan batuan relative ke timur laut (39º) (Gambar 4.3).



Gambar 3.3 Singkapan batuan vulkanik berupa tufa pada tebing yang memperlihatkan arah perlapisan dan kemiringan batuan dengan kedudukan N 2950E / 390 pada koordinat 397824/ 9879419



17



B. Kondisi Jalan Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan penetrasi dan butas dan sebagian merupakan jalan perkerasan (dalam tahap pengerjaan) dengan kondisi terjal turun dimana letak tebing berada pada sisi kanan jalan dan jurang pada sisi kiri (dari arah Manokwari). Pada beberapa titik dijumpai beberapa kerusakan pada badan jalan diantaranya amblas, lubanglubang dan retak (Gambar 4) .



Gambar 3.4 Kerusakan badan jalan pada lokasi pekerjaan C. Drainase Tipikal drainase adalah drainase permukaan



dengan kondisi kurang berfungsi, hasil



observasi lapangan menunjukkan bahwa drainase sebagian telah tertutup oleh material hasil longsoran dan sebagian dalam tahap konstruksi (Gambar 4.5).



Gambar 3.5 Drainase dalam tahap konstruksi



18



Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng. Pada lokasi pekerjaan dijumpai pula aliran air yang keluar dari badan jalan yang diidentifikasikan bersumber dari gully erosion yang berasal dari lereng yang kemudian mengalin dibawah badan jalan dan keluar pada sisi bahu jalan (Gambar 4.6)



A



B



Gambar 3.6 Aliran air yang keluar dari bawah badan jalan pada koordinat 397654/9879376 (A) dan Gully Erosion (B)



3.1.1.2 Identifikasi Penyebab Kerusakan Jalan Ruas Acemo Penyebab kerusakan jalan pada lokasi pekerjaan disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu ; 1) Pegaturan sistem drainase permukaan yang tidak berfungsi menyebabkan limpasan air permukaan mengalir diatas badan jalan yang bersumber dari sisi hulu dengan suplai utama berasal dari gully dimana box culvert yang berfungsi mengalirkan aliran air memotong badan jalan tidak mampu menampung debit maksimum saat terjadi hujan deras sehingga suplay air mengalir mengikuti badan jalan. 2) Pada sisi gully tidak tidak dipasang lapisan impermeable sehingga terjadi inviltrasi yang kemudian mengalir mengikuti lapisan timbunan jalan yang berifat poros (pasir) dan akhirnya pada kondisi jenuh membentuk mata air pada bahu jalan. 3) Kondisi jalan yang mengikuti lereng yang sangat terjal/curam >450 tidak memenuhi prasarat geometri jalan.



19



3.1.1.3 Karakteristik Kerusakan Jalan Ruas Acemo Identifikasi kerusakan jalan yaitu dengan melakukan observasi secara visual dilapangan, pengujian resistivity dan pengamatan citra. Berdasarkan tanjauan tersebut maka diketahui bahwa karakteriksi potensi kerusakan jalan pada luas acemo berupa: 1) Potensi longsoran tersebut dapat terjadi pada sisi lereng yang telah mengalami penimbunan, merujuk pada pengujian resistivity lintasan 1 diinterpretasikan bahwa ketebalan timbunan pada sisi lereng maksimum 25m, hal ini berpotensi longsor karena timbunan berada pada sisi lereng yang terjal dan tidak adanya bangunan penahan timbunan disertai pengaturan sistem drainase dan berada pada batuan dasar tufa/breksi vulaknik yang bersifat impermeable (nilai resistivitas >100Ωm) , lapisan timbunan tersebut diduga mengandung airtanah hal ini diindikasikan dengan nilai resistivitas 0-100Ωm (Gambar 4.7). 2) Kerusakan jalan akibat aliran air, disebabkan dari 2 sumber yaitu aliran air permukaan dan aliran air bawah permukaan. Kerusakan akibat aliran permukaaan berupa amblasan setempat yang membentuk cekungan pada permukaan aspal sedangkan kerusakan akibat aliran air bawah permukaan berupa ablasan jalan (settlemen). Berdasarkan pengujian resistivity lintasan 2 diketahui bahwa aliran air bawah pemukaan berasal dari gully (anak sungai) yang mengalami infintasi pada lapisan timbunan (resisitivitas 0-100Ωm) kemudian mengalir dibawah badan jalan mengikuti lapisan timbunan dengan ketebalan diduga ±3m. Aliran air tersingkap dipermukaan berupa aquifer(mata air) di elektroda no 4-5, hal ini disebabkan karena lapisan timbunan tidak menerus pada bagian bawah jalan namun dibatasi oleh lapisan batuan dasar (resisitivitas >100Ωm) yang bersifat impermabel (elektoda 8-16).



3.1.2 Ruas Warkapi 3.1.2.1 Gambaran Umum Ruas Warkapi A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merusuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :



20



a) Batuan Gunungapi Arfak (Tema) yang disusun oleh Tufa, aglomerat dan sedikit lava, breksi lava, lava bantal bersusun andesite sampai basal, batuan gunungapi klastika, batuan terobosan basal sampai andesit porfiri dan gabbro sampai diorite setempat batugamping. Umur fomasi Eosen Atas sampai Miosen Tengah. b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur Formasi Kwarter - Resen. c) Endapan undak alluvium (Qt) terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur. Umur Formasi Kwarter – Resen



Lokasi Penyelidikan Longsor Batas Formasi Batuan Sesar / kekar



Gambar 3.7 Geologi regional Sayori (warkapi) dan sekitarnya



Strukur geologi berupa kelurusan (sesar atau kekar) yang berarah Barat - Timur, terletak pada sisi Barat laut lokasi pekerjaan.



Peta geologi regional Sayori (warkapi) dan



sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 4.9. Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut (Gambar 4.10) ; a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material ±1 m. b) Lempung pasiran bercampur fragmen berukuran pasir halus – kerikil dan merupakan endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar



21



c) Breksi Vulkanik merupakan batuan dasar pada lokasi pekerjaan yang disusun oleh partikel berukuran pasir halus yang tersemenkan oleh debu vulkanik dan memiliki fragmen yang berukuran kerikil - bongkah. Batuan dasar terbagi menjadi dua yaitu breksi vulkanik dengan susunan matriks, semen dan fragmen dan breksi vulkanik dengan fragmen bongkah.



Gambar 3.8 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan



Struktur geologi yang berkembang dilokasi pekerjaan yaitu struktur kekar, struktur ini dijumpai pada lapisan batuan breksi vulkanik utamanya pada fragmen batuan (Gambar 3.9).



22



Gambar 3.9 Struktur kekar pada fragmen breksi vulkanik



B. Kondisi Jalan Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan perkerasan lentur (butas) dengan kondisi badan jalan secara umum baik dan tingkat kemiringan secara umum landai/datar mengingat lokasi merupakan daerah dengan morfologi pantai (Gambar 3.10) .



Gambar 3.10 Kondisi badan jalan secara umum



Berdasarkan lapisan bidang longsor yang tersingkap, diketahui 3 jenis lapisan perkerasan pada lokasi pekerjaan yang dapat dilihat pada gambar 3.11.



23



Gambar 3.11 Lapisan perkerasan badan jalan



C. Drainase Tipikal drainase adalah drainase permukaan



dengan kondisi tidak berfungsi, hasil



observasi lapangan menunjukkan bahwa sebagian drainase tertutup oleh material longsoran dan tanaman rambat.



Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air



mengikuti kemiringan lereng (Gambar 3.12).



Gambar 3.12 Kondisi eksisting darinase di lokasi pekerjaan



24



3.1.2.2 Identifikasi Penyebab Kerusakan Jalan Ruas Warkapi Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan, kondisi drainase, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut : 1) Jenis materal pada pada permukaan lapisan taah asli berupa pasir lempungan bercampung bongkah batuan yang belum terkompasksi sehingga pada saat terjadinya hujan mengalami kenaikan muka airtanah yang menyebabkan pergerakan material tersebut pada sisi lereng 2) Akitivitas pasang surut dan gelombang menyebabkan abrasi pada lokasi pekerjaan sehingga fondasi dari talud eksisting tersingkap dipermukaan. 3) Terdapat talud eksisting dan breakwater namun tidak mampu meredam energy gelombang 4) Kurang berfungsinya drainase aliran air permukaan sehingga laju infiltrasi besar menyebabkan kenaikan muka airtanah terutama sehingga beban bertambah dan tidak dapat ditanggung oleh talut eksisting.



3.1.2.3 Karakteristik Longsoran Ruas Warkapi Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berdasarkan letak kejadian terbagi menjadi dua bagian yaitu; a) Longsor Sisi Lereng Jenis longsor pada sisi lereng berupa tipe aliran longsor debris dengan jenis material longsor berupa tanah bercambur bongkah batuan, berdasarkan jumlah volume material longsor masih dikategorikan longsoran mikro. Arah aliran longsor mengarah ke utara dengan dampak kerusakan yang dihasilkan berupa rusaknya talud pasangan batu pada sisi lereng (Gambar 3.13).



25



Gambar 3.13 Runtuhan batuan dan tanah pada koordinat 400872 / 9874395



b) Longsor Sisi Pesisir Longsor pada daerah ini di sebabkan oleh aktivitas pasang surut dan gelombang yang pada sisi timur lokasi pekerjaan. Observasi lapangan menunjukkan bahwa telah dilakukan penanggulangan abrasi berupa pembuatan breakwater dan talud pasangan batu namun tidak bekerja secara maksimal, tinggi muka air pada saat kondisi pasangan tertinggi berada diatas breakwater eksisting sehingga runup gelombang langsung melepaskan energi pada dinding pasangan batu, selain itu tidak adanya pelindung kaki pada kaki talud menyebabkan penggerusan pada kaki fondasi sehingga menyebabkan kegagalan konstruksi. Jika ditinjau dari pengujian resisitivity baik pada lintasan 1 maupun lintasan 2 diketahui bahwa struktur tanah lapisan bawah jalan berupa lempung pasiran bercampur kerakal yang merupakan bahan material insitu yang digunakan sebagai bahan timbunan dengan nilai resisitivitas (0-100Ωm) hal ini dibuktikan dengan penampang melintang jalan yang telah mengalami kerusakan, sebagian dari material tersebut telah terintrusi oleh air laut, perlu diketahui bahwa sifat airlaut menyebabkan hilangnya ikatan partikel pada material lempung hal ini menyebabkan erosi pada bagian bawah timbunan jalan.



26



3.1.3 Ruas Membab KM 96+775 3.1.3.1 Gambaran Umum Ruas Bembab A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh : a) Batuan Gunungapi Arfak (Tema) yang disusun oleh Tufa, aglomerat dan sedikit lava, breksi lava, lava bantal bersusun andesite sampai basal, batuan gunungapi klastika, batuan terobosan basal sampai andesit porfiri dan gabbro sampai diorite setempat batugamping. Umur fomasi Eosen Atas sampai Miosen Tengah. b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur formasi kwarter-resen. Strukur geologi berupa sesar geser yang berarah timur laut - barat daya, terletak pada sisi barat daya lokasi pekerjaan. Peta geologi regional Bemba dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 4.18.



Qa Tema



Lokasi Penyelidikan Longsor Batas Foemasi Batuan Sesar Geser



Qa Gambar 3.14 Geologi regional bembab dan sekitarnya Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ;



27



a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material >50cm. b) Lempung pasiran bercampung fragmen kerikil hingga kerakal merupakan endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang kemudian tertransportasi pada sisi lereng diperkirakan ketebalan lapisan 15-20m merujuk pada kemiringan batuan dasar dan elevasi permukaan. c) Tufa (batuan dasar) merupakan batuan vulkanik disusun oleh partikel berukuran pasir halus yang tersemenkan oleh debu vulkanik. Batuan dasar terbagi menjadi dua yaitu lapisan blok tufa yang terkekarkan kuat dan lapisan tufa degan struktur yang lebih kecil.



1.5 m



2 3 4 5



6



7



Gambar 3.17 Strata perlapisan tanah pada badan jalan



30



Gambar 3.18 Drainase yang telah beralih fungsi menjadi bahu jalan



3.1.3.2 Identifikasi Penyebab Longsor Bembab Penyebab kerusakan jalan pada ruas bembab disebaban oleh kejadian longsor pada ruas tersebut. Identifikasi langsor dapat dilakukan



dengan melihat kondisi permukaan



tanah/batuan, kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut: 1) Kondisi lereng yang sangat terjal >450 2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah 3) Batuan dasar berupa tufa terkekarkan sehingga dapat menjadi bidang gelincir terutama pada saat infiltrasi air permukaan pada fraktur batuan 4) Drainase aliran air permukaan yang telah beralih fungsi menjadi bahu jalan sehingga aliran air mengikuti geometri permukaan lereng 5) Geometrik jalan pada tikungan menyebabkan kendaraan mengurangi kecepatan dan relatif diam sehingga beban vertikal pada jalan menjadi maksimum 6) Arah kemeringan lereng yang relatif mengikuti kemiringan batuan



31



3.1.3.3 Karakteristik Longsoran Ruas Bembab Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berupa rotasi multiple dengan arah longsoran relatif mengarah ketimur.



Kedalaman bidang longsoran diinterpretaskan bervariasi 15-20m



dengan panjang skap 88-141m. Telah dilakukan penangulangan sementara berupa pembuatan bronjong namun tidak efektif mencegah terjadinya longsor hal ini disebabkan karena bronjong berada diatas bidang gelincir sehingga tidak berfungsi sebagai bangunan pengendali longsor justru menambah beban mati tanah eksisiting.



3.1.4 Ruas Gunung Botak Segmen 1 3.1.4.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Botak Segmen 1 A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh : a) Komplek Mawi (PKm) yang disusun oleh serpih, argilit, batulanau dan batupasir. Umur fomasi Permian hingga Kapur Atas. b) Kelompok Kembelangan (JKk) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir gampingan, setempat biokalkarenit dan konglomerat.. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur Atas. c) Batugamping Imskin (KTi) terdiri dari kalsilutit, batunapal dan kalkarenit. Umur formasi Kapur Atas hingga Miosen Tengah. Struktur geologi berupa gawir (escarpment) yang terletak di sebelah Barat lokasi pekerjaan dengan arah relative Barat Laut – Tenggara.



32



PKm



JKk



KTi Lokasi Pekerjaan Batas Formasi Batuan Gawir



Gambar 3.19 Geologi Regional Gunung Botak Segmen 1 dan sekitarnya Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ; a) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil merupakan endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan ± 3-5m merujuk pada kemiringan batuan dasar dan elevasi permukaan. b) Lapisan batuan dasar berupa batuan sedimen tua yaitu serpih. Batuan dasar ini terbagi dua yaitu batuan serpih yang telah mengalami struktur geologi yang kuat yang membentuk blokblok batuan berukuran kerakal hingga bongka dan batuan serpih yang mengalami struktur geologi yang lebih kecil dan berada pada bagian bawah susunan stratigrafi daerah ini



33



Gambar 3.20 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan



Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif barat daya – timur laut (N210ºE) dengan kemiringan batuan relative ke barat laut (29º) (Gambar 4.28).



Gambar 3.21 Singkapan batuan serpih dengan arah sebaran perlapisan N210ºE/29º



34



B. Kondisi Jalan Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan timbunan material campuran batu dan tanah dimana material berasal dari cutting tebing yang berada disisi jalan dan disebagian tempat lapisan permukaan jalan sudah berupa lapisan batu pecah (cipping). Secara umum kondisi permukaan badan jalan dalam kondisi rata namun dibeberapa titik masih dijumpai permukaan jalan yang bergelombang. Lebar badan jalan sekitar 4-6m. C. Drainase Tipikal drainase adalah drainase permukaan, pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng. Kondisi eksisting drainase pada lokasi pekerjaan terbagi tiga bagian yaitu dalam tahap konstruksi, kurang berfungsi dan tidak ada drainase.



A



B



Gambar 3.22 Lapisan permukaan badan jalan pada lokasi pekerjaan, lapisan campuran tanah dan batu (A) dan lapisan batu pecah (B)



35



Gambar 3.23 Kondisi eksisting drainase pada lokasi pekerjaan



3.1.4.2 Identifikasi Penyebab Longsor Gunung Botak Segmen 1 Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan, kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut: 1) Kondisi lereng yang sangat terjal/curam >450 2) Jenis batuan pada lokasi disusun oleh jenis sedimen tua yang terbentuk akibat proses struktur geologi, hal ini menyebabkan lokasi sangat rentan terhadap kejadian longsor yang diakibatkan karena struktur kekar yang dominan dan massif pada batuan serpih.



36



3) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah 4) Drainase aliran air permukaan yang kurang berfungsi hingga tidak berfungsi. 3.1.4.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Botak Segmen 1 Pada lokasi pekerjaan di Gunung Botak Segmen 1 yang memiliki panjang ruas jalan ± 2.2 km telah dilakukan inventarisasi terhadap titik longsoran yang terjadi di beberapa tempat. Berdasarkan letak kejadiannya maka longsoran pada segmen ini terbagi menjadi dua bagian yaitu; A. Longsor Sisi Lereng Tipikal longsor pada sisi lereng lokasi pekerjaan berupa translasi (tanah) dan runtuhan batu (rockfall)



dengan arah longsoran relatif



mengarah ketimur,



longsoran dominan disebabkan karena struktur batuan dasar berupa serpih yang terkekarkan kuat sehingga menyebabkan ketidakstabilan lereng didukung oleh kondisi surface runoff yang melewati kekar pada saat terjadinya hujan. Selain hal tersebut jika merujuk pada bentuk struktur geologi dapat dilihat bahwa sisi lereng yang bersifat lebih stabil berada pads sisi dengan arah cutting lereng yang searah dengan strike batuan, sedangkan arah cutting yang tegak lurus terhadap strike bersifat labil.



A



B



Gambar 3.24 Runtuhan batuan dan tanah pada Koordinat 396924 / 9813563 (A),runtuhan batuan pada koordinat 396917 / 9814503 (B)



37



B. Potensi Longsor Sisi Jurang Tipikal longsor pada sisi jurang masih dalam level potensi jika merujuk berdasarkan hasil resisitivity pada tiga lintasan diketahui bahwa pada sisi jurang ketebalan timbunan yang dijadikan lapisan subbase (timbunan) jalan berupa material insitu yaitu lapukan batuan serpih berupa lempungpasiran bercampur kerikil dan bongkahan serpih dengan nilai resisitivity 0-500Ωm, ketebalan lapisan timbunan maksimum ±10m. Faktor utama penyebab potensi penyebab longsor pada sisi jurang selain kemiringan lereng yang relatif terjal yaitu faktor aliran airtanah yang dominan mengalir melalui kekar pada batuan serpih dengan nilai resistivitas 0-100 Ωm. Lapisan batuan yang cukup stabil berupa serpih terkekaran lemah dengan nilai resistivity >500 Ωm.Selain longsoran erosi pada sisi jurang tergolong kuat ditandai dengan terbentuknya real erotion sepanjang sisi jurang yang merepukan salah satu tahapan terbentuknya gully, erosi tersebut jika tidak ditangani akan menyebabkan hilangnya lapisan timbunan jalan yang berdampak pada terjadinya settlemen pada badan jalan.



3.1.5 Ruas Gunung Botak Segmen 2 3.1.5.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Botak Segmen 2 A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh : a) Komplek Mawi (PKm) yang disusun oleh serpih, argilit, batulanau dan batupasir. Umur fomasi Permian hingga Kapur Atas. b) Kelompok Kembelangan (JKk) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir gampingan, setempat biokalkarenit dan konglomerat.. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur Atas. c) Batugamping Imskin (KTi) terdiri dari kalsilutit, batunapal dan kalkarenit. Umur formasi Kapur Atas hingga Miosen Tengah. Struktur geologi berupa gawir (escarpment) yang terletak di sebelah Barat lokasi pekerjaan dengan arah relative Barat Laut – Tenggara.



38



PKm



JKk



KTi



Lokasi Pekerjaan Batas Formasi Batuan Gawir



Gambar 3.25 Geologi Regional Gunung Botak Segmen 2 dan sekitarnya Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut : a) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil merupakan endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan ± 1.5m merujuk pada kemiringan batuan dasar dan elevasi permukaan. b) Lapisan batuan dasar berupa batuan sedimen tua yaitu serpih. Batuan ini telah mengalami struktur geologi yang ditandai dengan banyaknya struktur kekar yang terbentuk pada permukaan lapisan .



39



Gambar 3.26 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan



Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif tenggara – barat laut (N168ºE) dengan kemiringan batuan relative ke barat daya (24º). Struktur geologi yang dijumpai di lokasi ini berupa struktur kekar.



A



B



Gambar 3.27 Singkapan batuan serpih yang memperlihatkan arah perlapisan (A) struktur kekar yang berkembang (B).



dan



40



B. Kondisi Jalan Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan perkerasan lentur dengan kondisi penampang badan jalan terjal naik (dari arah Manokwari – Bintuni). Kondisi badan jalan secara umum dalam kondisi baik namun setempat masih dijumpai retak.



A



B B



Gambar 3.28 Jalan perkerasan lentur pada lokasi pekerjaan (A) dan kondisi badan jalan yang retak (B).



C. Drainase Tipikal drainase adalah drainase permukaan, pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng. Kondisi eksisting drainase pada lokasi pekerjaan kurang berfungsi hingga tidak berfungsi yang disebabkan oleh material longsoran masuk kedalam drainase.



A



B



Gambar 3.29 Kondisi eksisting drainase pada lokasi pekerjaan



41



3.1.5.2 Identifikasi Penyebab Longsor Gunung Botak Segmen 1 Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan, kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut: 1) Kondisi lereng yang sangat terjal/curam >450 2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah 3) Drainase aliran air permukaan yang kurang berfungsi hingga tidak berfungsi. 3.1.5.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Botak Segmen 2 Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berupa translasi dan aliran dengan arah longsoran relatif pada sisi lereng mengarah Barat Laut – Utara. Pada lokasi pekerjaan di Gunung Botak Segmen 2 yang memiliki panjang ruas jalan ± 600m telah dilakukan inventarisasi terhadap titik longsoran yang terjadi di beberapa tempat. Berdasarkan skala volume material longsorang jenis longsoran masih dikategorikan longsoran mikro hanya setempat dan cukup ditanggulangai dengan pembersihan material longsor. Kusus pada longsor aliran perlu adanya penanganan kusus karena tipikal longsor ini lebih didominasi oleh aliran material yang secara menerus mengalir mengikuti aliran airpermukaan membentuk aliran debris dan dapat membahayakan pengguna jalan saat kondisi hujan.



Gambar 3.30 Longsor translasi pada Koordinat 397401 / 9813020 42



Gambar 3.31 Longsor aliran pada Koordinat 397335 / 9813053



Gambar 3.32 Longsor aliran pada koordinat 397318 / 9813080



Selain observasi permukaan dilakukan pula identifikasi bawah permukaan dengan melakukan pengujian resistivity. Berdasarkan pengujian tersebut diketahui bahwa lapisan batuan dasar pada lokasi pekerjaan berupa serpih sangat dekat dengan permukaan badan jalan sehingga dapat dijastifikasi bahwa kondisi badan jalan dapat dikategorikan aman. Berdasarkan letak kejadian penanggulangan lebih difokuskan pada material longsoran dan aliran material yang berasal dari sisi lereng.



43



3.1.6 Ruas Gunung Botak Segmen 3 3.1.6.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Botak Segmen 3 A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh : a) Komplek Mawi (PKm) yang disusun oleh serpih, argilit, batulanau dan batupasir. Umur fomasi Permian hingga Kapur Atas. b) Kelompok Kembelangan (JKk) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir gampingan, setempat biokalkarenit dan konglomerat.. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur Atas. c) Batugamping Imskin (KTi) terdiri dari kalsilutit, batunapal dan kalkarenit. Umur formasi Kapur Atas hingga Miosen Tengah. Struktur geologi berupa gawir (escarpment) yang terletak di sebelah Barat lokasi pekerjaan dengan arah relative Barat Laut – Tenggara



PKm



JKk



KTi Lokasi Pekerjaan Batas Formasi Batuan Gawir Sesar



Gambar 3.33 Geologi Regional Gunung Botak Segmen 3 dan sekitarnya



44



Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ; a) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil merupakan endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan ± 1 m. b) Lapisan batuan dasar berupa batuan sedimen tua yaitu serpih. Batuan ini telah mengalami struktur geologi yang ditandai dengan banyaknya struktur kekar yang terbentuk pada permukaan lapisan. Skematik model stratigrafi pada lokasi pekerjaan segmen 3 Gunung Botak dapat dilihat pada Gambar berikut :



Gambar 3.34 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif Barat daya – Timur laut (N245ºE) dengan kemiringan batuan relative ke Barat laut (32º). Struktur geologi yang dijumpai di lokasi ini berupa struktur kekar.



45



Gambar 3.35 Singkapan batuan serpih dengan struktur kekar B. Kondisi Jalan Kondisi fisik ruas jalan sebagian merupakan jalan perkerasan lentur dengan kondisi baik cukup baik dan sebagian merupakan jalan dengan lapisan permukaan berupa tanah dengan kondisi bergelombang. Penampang tegak badan jalan memperlihatkan sisi kanan jalan merupakan tebing dan sisi kiri merupakan jurang.



A



B



Gambar 3.36 Jalan perkerasan lentur (A) dan Jalan lapisan permukaan tanah (B)



C. Drainase



46



Tipikal drainase adalah drainase permukaan, pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng. Hasil observasi dilapangan menunjukkan bahwa ruas jalan gunung botak segmen 3 sepanjang ± 900 m tidak memiliki drainase.



Gambar 3.37 Ruas jalan tanpa drainase 3.1.6.2 Identifikasi Penyebab Longsor Gunung Botak Segmen 1 Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan, kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut: 1) Kondisi lereng yang sangat terjal/curam >450 2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran bercampur fragmen batuan berukuran kerikil higga kerakal yang memiliki porositas



yang baik namun



memiliki permeabilitas yang buruk pada saat terjadi kenaikan muka air tanah bersifat jenuh sehingga daya dukung tanah menjadi lemah dan rawan terhadap kejadian longsor 3) Batuan dasar berupa serpih yang terkekarkan sehingga dapat menjadi bidang gelincir terutama pada saat infiltrasi air permukaan pada fraktur batuan. 4) Tidak adanya drainase aliran air permukaan



3.1.6.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Botak Segmen 3 Pada lokasi pekerjaan di Gunung Botak Segmen 3 memiliki panjang ruas jalan ± 900 m diketahui zona panjang jalan yang berpotensi terjadinnya longsor yaitu sepanjang 360m



47



dengan jenis longsoran yang terjadi berdasarkan letak kejadiannya yaitu longsoran lereng dengan tipe longsor yaitu translasi. Selain pada sisi lereng dilakukan indentifikasi pula pada sisi badan jalan untuk mengetahui ada tidaknya potensi longsoran. Jenis pendekatan yang digunakan berupa pengujian geolistrik sebanyak 2 lintasan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa jenis lapisan timbunan yang digunakan sebagai subbase jalan merupakan material tanah insitu hal ini diidikasikan dengan tidak adanya corak nilai resistivty yang signifikan antara lapisan tanah asli dan timbunan memiliki kisaran nilai resistivity yang relatif sama 0100Ωm, selain hal tersebut diketahui pula bahwa telah terbentuk kantung air pada lapisan bawah jalan yang dapat menyebakan penurunan jalan (settlement) atau kejadian longsor apa bila arah aliran tanah searah dengan kemiringan lereng (Gambar 4.53-4.54), hal ini perlu segera direduksi dengan membuat drainase permukaan untuk mencegah infiltrasi yang kelapisan bawah jalan.



Gambar 3.38 Translasi pada Koordinat 397642 /9812011



48



Gambar 3.39 Translasi pada Koordinat 397548 / 9812081



Gambar 3.40 Translasi pada Koordinat 397413 / 9812339



3.2 Ruas Manokwari - Kebar Pengamatan pada ruas Manokwari-Kebar dilakukan pada 3 lokasi pekerjaan yaitu ; 1) Ruas Warmare 2) Ruas Bukit Doa 3) Ruas G.Pasir



49



3.2.1 Ruas Warmare KM 33+400 3.2.1.1 Gambaran Umum Ruas Warmare A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Manokwari, merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh formasi batuan yaitu: a) Endapan alluvium dan Fanglomerat (Qf) terdiri dari Konglomerat, lapisan-lapisan bongkah dan lempung. Umur formasi kwarter-resen. b) Formasi Arfak (Toa) terdiri dari lava bersusunan andesit sampai basal, breksi lava, batuan sedimen gunungapi, tufa dan peperit. Umur fomasi Oligosen bawah hingga Oligosen atas



Strukur geologi berupa sesar normal yang relatif berarah barat laut - tenggara terletak pada sisi timur laut lokasi pekerjaan. Peta geologi regional Ruas Warmare Km 33+400 dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar berikut.



Lokasi Pekerjaan Sesar Normal Batas Formasi Batuan



Qf Gambar 3.41 Geologi regional KM 33 (Warmare) dan sekitarnya B. Kondisi Jalan Secara umum kondisi fisik ruas jalan lokasi pekerjaan merupakan merupakan jalan perkerasan lentur dengan tingkat kemiringan secara umum landai turun hingga datar. Kusus lokasi pengambilan data geolistrik kondisi badan jalan telah rusak akibat terobosan dari air yang naik ke permukaan badan jalan dan pada beberapa titik disekitarnya juga terdapat retakan dan lubang pada badan jalan.



50



C. Drainase Tipikal drainase pada lokasi pekerjaan adalah drainase permukaan dengan kondisi kurang berfungsi, hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa drainase sebagian telah tertutup oleh material-material organik dan semak belukar. Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng.



A



B



Gambar 3.42Aliran air yang keluar pada badan jalan (A) pada koordinat 387814 / 9890454 , retakan dan lubang pada badan jalan (B) pada koordinat 387887 / 9890444



Gambar 3.43 Kondisi drainase pada bagian kiri dan kanan jalan Km 33+400



3.2.1.2 Identifikasi Penyebab Kerusakan Jalan Ruas Warmare



51



Penyebab kerusakan badan jalan dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan, kondisi drainase, kondisi muka air tanah yang tinggi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut: 1) Kondisi drainase aliran permukaan yang kurang berfungsi dan tidak adanya perawatan drainase. 2) Bentuk morfologi jalan pada sebagian ruas merupakan hasil galian punggungan bukit membentuk geometri “U” sehingga jalan menjadi cukungan aliran air permukaan dan membentuk chatchment area buatan pada punggungan



bukit



tersebut (Gambar 4.58). 3) Lapisan tanah permukaan merupakan pasir lempungan yang bersifat poros sehingga dapat menjadi reservoir dibawan badan jalan.



Gambar 3.44 Bentuk geometri penampang jalan yang membentuk “U” pada punggungan bukit



3.2.1.3 Karakteristik Kerusakan Jalan Ruas Warmare Identifikasi karakterisitik kerusakan jalan yaitu dengan melakukan observasi secara visual dilapangan, pengujian resistivity dan pengamatan citra. Berdasarkan tinjauan tersebut maka diketahui bahwa karakteristiki



kerusakan jalan pada luas acemo berupa jalan



berlubang akibat intrusi airtanah, karakteristik kerusakan tersebut diuraikan sebagai berikut;



52



1) Kerusakan jalan disebabkan adanya intrusi airtanah pada permukaan badan jalan, intrusi tersebut diduga akibat adanya lapisan aquiver dibawah badan jalan, berdasarkan hasil pengujian resisitivity lapisan akuiver disusun oleh pasir lempungan yang membentuk lapisan akuiver bebas terbuka dengan nilai resisitivity 0-100Ωm dengan lapisan impermibel dibawahnya berupa batuan vulkanik >100 Ωm. Penampang resistivity dapat dilihat pada Gambar 4.59-4.60. 2) Kemiringan akuifer mengikuti kemiringan lereng, pada areal puncak bukit yang merupakan hulu dari zona incharge aliran air permukaan dan bentuk penampang jalan yang berbentuk “u” menyebabkan akumulasi aliran airtanah terjadi dibawah badan jalan, pada saat kondisi muka airtanah naik berbanding lurus dengan bertambahnya tekanan hidrostatik sehingga airtanah mampu untuk mengintrusi badan jalan.



3.2.2 Ruas Bukit Doa 3.2.2.1 Gambaran Umum Ruas Bukit Doa A. Kondisi Geologi Lokasi penyelidikan longsor secara regional termasuk dalam Lembar Mar, merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh : a) Formasi Tambrau (Jkt) yang disusun oleh Serpih sampai batusabak, batulanau, batupasir dan setempat konglomerat dan kalsilutit ; setempat gampingan dan fosilan. Setempat batusabak berbintik–bintik, filit, kuarsit, sekis, geneis, granitoid malih ; setempat batutanduk kalsilikat. Umur fomasi Jura Tengah sampai Kapur Atas. b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur formasi kwarter-resen. Strukur geologi berupa kekar dan sesar geser yang berarah barat laut - tenggara, terletak pada sisi barat daya lokasi pekerjaan.



Peta geologi regional daerah Bukit Doa dan



sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 3.45.



53



Lokasi Penyelidikan Longsor Batas Formasi Batuan Kelurusan ( sesar atau kekar )



JKt



Gambar 3.45 Geologi regional daerah Bukit Doa dan sekitarnya Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ; a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material >30cm. b) Batupasir terkekarkan kuat disusun oleh material berukuran pasir dan semen lempung sebagian belum terkompaksi secara sempurna. c) Serpih merupakan batuan sedimen yang disusun oleh material berukuran lempung tebentuk akibat adanya gejala geologi dinamik. Struktur geologi yang dijumpai pada lokasi pekerjaan berupa lipatan, kekar dan sesar geser minor. Struktur lipatan dan kekar dijumpai pada batuan sepih sedangkan sesar geser minor dijumpai pada batupasir dan serpih dengan arah pergeseran relatif timur timur laut – selatan barat daya. Arah sebaran jurus perlapisan batuan relatif timur laut – barat daya (N25ºE) dengan kemiringan batuan ke relatif berarah tenggara (51º). Struktur geologi pada daerah Bukit Doa dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar berikut



54



30m Serpih dengan struktur geologi kompleks



Gambar 3.46 Model perlapisan tanah/batuan pada ruas bukit doa



55



A



B



C



D



Gambar 3.47 Struktur geologi pada batuan serpih berupa lipatan (A) dan kekar (B). Sesar minor (C) dan bidang perlapisan batuan N250E/510 yang terletak pada koordinat X=332571 Y=9916826



B. Kondisi Jalan Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan perkerasan lentur dengan tingkat kemiringan secara umum landai - miring pada trase jalan tambahan pada sisi kiri jalan berupa jalan perkerasan kaku. Historikal jalan berdasarkan lapisan yang tersingkap pada bidang longsor diketahui bahwa telah dilakukan regenerasi pengaspalan sebanyak 2 kali, model perlapisanan jalan dapat dilihat pada Gambar 3.48



56



1



2 Profil Timbunan Badan Jalan : 1. Lapisan aspal dengan ketebalan 7 Cm 2. Campuran tanah dan material berukuran pasir hingga berangkal dengan ketebalan 50-60 cm 3. Lapisan aspal dengan ketebalan 10 cm 4. Campuran tanah dan material berukuran pasir hingga berangkal dengan ketebalan > 2 m



3



4



Gambar 3.48 Strata perlapisan tanah pada badan jalan C. Drainase Tipikal drainase adalah drainase permukaan



dengan kondisi kurang berfungsi, hasil



observasi lapangan menunjukkan bahwa drainase pada beberapa tempat telah rusak dan berlubang pada bagian dasar. Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng.



57



Gambar 3.49 Drainase yang kurang berfungsi karena telah berlubang dan pada beberapa tempat telah rusak



4.2.2.2 Identifikasi Penyebab Longsor Ruas Bukit Doa Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan, kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut: 1) Kondisi lereng yang sangat terjal >450 2) Jenis material timbunan yang menggunakan material hasil cutting pada sisi lereng yang kemudian digunakan sebagai material timbunan pada badan yang didominasi oleh pasir sehingga bersifat poros. Sifat infintrasi yang tidak didukung oleh ikatan partikel yang kuat sehingga rawan terhadap longsor. 3) Batuan dasar berupa serpih yang terkekarkan kuat sehingga dapat menjadi bidang gelincir terutama pada saat infiltrasi air permukaan pada fraktur batuan dan didukung oleh sifat imperbeable pada lapisan yang massive. 4) Drainase pada sisi selatan (lereng) sebagaian besar tidak berfungsi akibat dari kerusakan pada sisi dasar saluran dan sebagian pada sisi dinding akibat diterjang material longsor .



Drainase pada sisi utara belum ada sehingga aliran air



permukaan membentuk real erotion dan membentuk bidang gelincir pada timbunan jalan.



58



4.2.2.3 Karakteristik Longsoran Ruas Bukit Doa Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berdasarkan letak kejadian terbagi menjadi dua bagian yaitu: A. Longsor Sisi Lereng Jenis longsor pada sisi lereng berupa; 



Longsoran rotasi yang terjdi pada jenis batuan yaitu batu pasir arah dengan ketebalan longsor berdasarakan visualisasi dilapangan maksimum 3m, bergerak mengikuti kemiringan lereng dengan ukuran partikel material longsor dominan berukuran pasir dengan campuran sedikit lempung.







Longsoran aliran, jenis longsor ini terjadi akibat dari aktivitas air permukaan yang diawali dengan pembentukan splash erotion yang secara terus menerus membentuk gully erotion dan mengangkut berbagai jenis material yang dilalui oleh aliran air, dominan berupa material berukuran kerikil (pecahan serpih) dan campuran sedikit pasir (lapukan batupasir)



B. Longsor Sisi Jurang Jenis longsor pada sisi jurang berupa longsoran rotasi dengan terjadi pada bidang kontak antar batuan dasar (serpih) dan lapisan tanah timbunan (pasir lempungan bercampur kerikil setempat berupa bongkah batuan serpih), kedalaman longsoran maksimum hingga 30 m.



59



Gambar 3.50 Longsoran rotasi pada batu pasir pada sisi lerengbukit doa



Gambar 3.51 Longsoran aliran rotasi pada batuan serpih terjadi pada sisi lereng bukit doa



60



3.2.3 Ruas Gunung Pasir 3.2.3.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Pasir A. Kondisi Geologi Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Mar (Gambar 4.72), merujuk pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh : a) Formasi Kemum (Sdk) terdiri dari Serpih, batusabak, argillite, batulanau malihan, setempat



filit



yang



bersisipan



dengan



batupasir



malihan,



konglomerat,



batugamping, batuan gunungapi dan aliran turbidit. Umur fomasi Silur hingga Devon. b) Komplek Terobosan Netoni (Rn), terdiri dari granit, sient kuarsa, monzonit kuarsa, setempat diorite kuarsa, gabbro, diorite (retas dan urat pegmatite), setempat amfibolit dan sekis hornblende. Umur formasi Trias c) Formasi



Tamrau



(JKt),



terdiri



dari



serpih



sampai



batusabak,batulanau,



batupasir,setempat konglomerat dan kalsilutit, setempat gamping fosilan. Setempat batusabak berbintik filit, kuarsit, sekis, geneis, granitoid malih, setempat batutanduk kalsilikat. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur Atas d) Bancuh tak terpisahkan di dalam Sistem Sesar Sorong (Sfx), terdiri dari batulumpur, serpih, batupasir, konglomerat, batugamping, setempat serpentinit, granitoid, batuan gunungapi, batuan terobosan bersifat mafik, rijang dan batuan malihan dan fragmen berasal dari Formasi Kemum, Kelompok Aifam, Formasi Tipoma, Formasi Tamrau, Batupasir Amiri, Komplek Terobosan Natoai, Formasi Sirga dan Batugamping Kais. Umur formasi Miosen Atas hingga Resen. e) Batugamping di dalam Sistem Sesar Sorong (SFi), terdiri dari biokalkarenit, bioklasilutit, setempat breksi gampingan dan konglomerat batugamping. Umur formasi Miosen Atas hingga Resen. Struktur geologi yang berkembang di lokasi pekerjaan yaitu Sesar Geser yang berarah relative Barat – Timur yang terletak pada bagian tengah lokasi, Sesar Normal (Sesar Turun) yang berarah relative Barat -Timur yang terletak pada bagian Selatan lokasi, struktur kekar dan shear zone.



61



SDk



Lokasi Pekerjaan



Batas Formasi Batuan Sesar Geser U D



Sesar Turun



Gambar 3.52 Geologi regional Gunung Pasir dan sekitarnya



Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ; a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material >1 m.



62



b) Lempung pasiran bercampur fragmen berukuran kerikil endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang kemudian tertransportasi pada sisi lereng diperkirakan ketebalan lapisan 3-4 m. c) Lapisan batulempung dengan struktur massive akibat pengaruh intrusi batuan beku granit, diperkirakan tebal lapisan sekitar 7 m. d) Intrusi batuan beku granit yang bersifat sill (sejajar perlapisan batuan), batuan beku ini umumnya dijumpai dalam kondisi lapuk yang didominasi oleh mineral kuarsa dan mineral kelompok plagioklas yang berukuran pasir halus hingga pasir kasar, diperkirakan ketebalan lapisan 9-10 m. e) Lapisan batulempung dengan struktur massive akibat pengaruh intrusi batuan beku granit. Lokasi pekerjaan jika diteliti berdasarkan peta geologi regional merupakan lokasi yang sangat dipengaruhi oleh Sesar Sorong, oleh karena itu lokasi merupakan daerah kompleks struktur geologi berupa lipatan, kekar dan sesar.



63



Gambar 3.53 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi gunung pasir



Gambar 3.54 Struktur kekar pada batuan granit dan batulempung 64



B. Kondisi Jalan Kondisi fisik ruas jalan sepanjang 5.8 km merupakan jalan pelaburan dengan tingkat kemiringan bervariasi yaitu landai – miring, Pada beberapa tempat menukik tajam mengikut model relief tanah asli. Penampang badan jalan secara umum datar, bergelombang hingga terjal turun.



C. Drainase Tipikal drainase adalah drainase permukaan, secara umum ruas jalan gunung pasir tidak memiliki drainase sehingga aliran air mengikuti kemiringan lereng dan menyebabkan erosi pada bagian bawah tebing. Pada beberapa titik aliran air bahkan membentuk jalur pada badan jalan (Gambar 4.76).



Gambar 3.55 Kondisi badan jalan pada lokasi pekerjaan



65



Gambar 3.56



Kondisi Ruas jalan Gunung Pasir tanpa drainase



3.2.3.2 Identifikasi Penyebab Longsor Ruas Gunung pasir Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan, kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut: 1) Kondisi lereng yang sangat terjal >450 2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah 3) Tingkat pelapukan yang kuat pada batuan dasar 4) Struktur kekar yang dominan pada batuan dasar 5) Tidak adanya drainase sehingga aliran air menggerus dinding bawah jurang dan laju infitrasi pada badan jalan 3.2.3.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Pasir Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berdasarkan letak kejadian terbagi menjadi dua bagian yaitu: A. Longsor Sisi Lereng Jenis longsor pada sisi lereng berupa longsoran translasi pada jenis tanah lempung pasiran ketebalan longsor berdasarakan visualisasi dilapangan maksimum 3m,



66



bergerak mengikuti kemiringan lereng. Bidang geliscir berupa intrusi granit sill dengan tingkat pelapukan batuan sedang –kuat.



B



A



Gambar 3.57 Longsoran translasi pada sisi lereng koordinat 318472 / 9912890 intrusi sill batuan granit (A) menjadi bidang gelincir lempung pasiran (B)



Gambar 3.58 Longsoran translasi pada sisi lereng berupa lempung pasiran pada koordinat 318304 / 9912790



67



Gambar 3.59 Longsoran translasi pada sisi lereng berupa lempung pasiran bercampur lapukan granit berukuran kerikil-kerakal pada koordinat 316984 / 9913102



B



A



Gambar 3.60 Longsoran translasi pada sisi lereng koordinat 316880 / 9913088 intrusi sill batuan granit (A) menjadi bidang gelincir lempung pasiran (B)



68



Gambar 3.61 Longsoran translasi pada sisi lereng koordinat 316974 / 9913079 materiaal longsor berupa lapukan serpih yang terkekarkan dan terlepas dari batuan induk



B. Longsor Sisi Jurang Jenis longsoran pada sisi jurang berupa; 



Longsoran translasi pada jenis tanah lempung pasiran ketebalan longsor berdasarkan identifikasi geolistrik dengan kedalaman maksimum ±20m (lintasan 3 elektroda 10-11), observasi visual dilapangan menunjukkan bahwa arah longsoran relatif tegak lurus terhadap badan jalan hal ini mencirikan bahwa pergerakan longsoran masih dapat terjadi karena belum mencapai titik stabil.







Longsoran aliran, jenis longsor ini terjadi akibat dari aktivitas air permukaan yang diawali dengan pembentukan splash erotion yang secara terus menerus membentuk gully erotion dan mengangkut berbagai jenis material yang dilalui oleh aliran air, dominan berupa material berukuran lempung pasiran bercampur kerikil –kerkal (pecahan serpih dan lapukan granit).



69



Gambar 3.62 Longsoran Translasi pada koordinat 319280 / 9913642, jenis material berupa lempung pasiran dengan bidang gelincir intrusi granit



Gambar 3.63 Longsoran Translasi pada koordinat 316939 / 9912532 jenis material berupa lempung pasiran dengan bidang gelincir intrusi granit



70



Gambar 3.64 Longsoran Translasi pada koordinat 318466 / 9912870 dengan material longsor lempungpasiran



71



Alat yang digunakan untuk survey topografi adalah alat theodolite lengkap tipe TS (total station) dan GPS untuk masing-masing lokasi. Pemetaan topografi skala 1: 1000 dan penampang skala 1:100.



Bersamaan dengan pekerjaan ini akan dilakukan juga pemetaan geologi permukaan, guna mengetahui sebaran stratigrafi, macam batuan dan struktur geologi, (pelapisan, sesar dan kekar). Pemetaan geologi permukaan dengan menggunakan peta topografi skala 1:1000 dan alat yang digunakan adalah kompas geologi (kompas brunton), palu geologi, kamera dan lainnya.



Faktor penyebab terjadinya longsor pada umumnya air, baik air permukaan maupun air tanah. Oleh sebab itu diperlukan penyelidikan geohidrologi (hydrogeology) untuk mengetahui kondisi dan pengaruh air dalam hubungannya dengan gerakan tanah.



Penyelidikan geolistrik metode Vertical Electrical Sounding (VES) cara Wenner dengan alat S-Field lengkap. Gunanya untuk mengetahui urutan stratigrafi, pendugaan bidang gelincir dan muka air tanah berdasarkan nilai tahanan jenis kelistrikan, titik-titik geolistrik akan diikat koordinat dengan pengukuran topografi atau bias juga dengan GPS.



72



Tahap penyelidikan tanah dan material di lapangan menggunakan bor mesin, tipe bor putar, dengan mesin bor TOHO lengkap, kapasitas 45 m, lubang bor yang dihasilkan dapat digunakan untuk pemasangan unting-unting, inclinometer dan piezometer sesuai kebutuhan tiap lokasi. Untuk contoh tanah yang terambil baik dari tabung contoh (UDS) akan dilakukan pengujian sifat teknis dan engineering di laboratorium mekanika tanah dan batuan.



Maksud pemboran inti adalah untuk mengetahui kondisi bawah permukaan yang jangkauannya relatif lebih dalam. Dengan pemboran inti diharapkan akan diperoleh data tentang litologi dan struktur. Pendugaan bidang longsor dilakukan dengan pengamatan pada tanda bekas geseran pada inti bor maupun sifat lainnya (hancur, jenuh air dan lain sebagainva). Pemboran dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, tetapi yang umum adalah dengan cara putaran (rotary drilling), mempergunakan sistim hidrolis dan air pembilas atau lurnpur pemboran untuk batuan , sedangkan untuk tanah pemboran dilakukan secara kering.



Peralatan ini dipergunakan untuk mengukur tahanan penetrasi dengan cara menembus lapisan tanah dengan konus yang ujungnya berbentuk kerucut dengan kemiringan 600 dan luasnya 10 cm2, dengan kecepatan konstan 1.5 - 2 cm/detik. Dengan menggunakan jenis konus ganda didapat besarnya lekatan (skin friction). Pembacaan pada setiap kedalaman (interval) 20 cm dan hasil pengujiannya diplot dalam grafik dimana tekanan sebagai absis dan kedalaman sebagai ordinatnya. Hasil sondir dapat dipergunakan untuk memperkirakan konsistensi dan kepadatan tanah.



73



Kebutuhan survey lapangan pada rencana kegiatan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :



Tabel 4.1 Rencana Survey Detail Penyelidikan Detail Ruas



No.



No. Link



KM / Sta.



Lokasi Topografi



Geologi



Geohidrologi Bor Mesin Geolistrik



Sondir



Test pit



Laboratorium



Ruas Manokwari - Sorong 1



Arfu - Prafi - Marmare - Maruni



009



KM. 33+400



Warmare



0,80 KM



1



1



-



2



2



Arfu - Prafi - Marmare - Maruni



009



KM. 117+400



Bukit Doa



1,40 KM



1



1



3



4



3



Kebar - Arfu



008



KM 140+000



Gunung Pasir



3,50 KM



1



1



6



2 3 6



Ruas Manokwari - Bintuni 1



Maruni - Oransbari



011



KM. 54+000



Bukit Acemo



1,50 KM



1



1



2



2



Maruni - Oransbari



011



KM. 58+000



Bukit Sayori



1,50 KM



1



1



2



3



Maruni - Oransbari



011



KM. 63+400



Warkapi



1,70 KM



1



1



4



6



4



Oransbari - Ransiki



012



KM. 96+775



Bembab



1,20 KM



1



1



3



3



5



Ransiki - Mameh



013



KM.160+000



Gunung Botak, Segmen I



2,40 KM



1



1



4



6



Ransiki - Mameh



013



KM.162+300



Gunung Botak, Segmen II



0,80 KM



1



1



2



7



Ransiki - Mameh



013



KM. 163+700



Gunung Botak, Segmen III



1,10 KM



1



1



2



3



Selanjutnya bila pekerjaan lapangan telah selesai serta pekerjaan laboratorium sedang berlangsung maka akan dilakukan analisa dan evaluasi data. Analisis dan evaluasi data akan menghasilkan Penampang geoteknik, Kondisi geohidrologi, Bidang gelincir longsor, dan analisa penanganan longsoran.



74



PETA LOKASI SOIL INVESTIGASI DAN PERENCANAAN KHUSUS DAERAH RAWAN LONGSOR PROVINSI PAPUA BARAT



-2-