Laporan Tutorial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TUTORIAL BLOK 4.3 – ELEKTIF TOPIK 1A. MANAJEMEN BENCANA MODUL 1 SKENARIO 1: GEMPA DI PADANG



KELOMPOK 8 B TUTOR: DR. TOFRIZAL KETUA: GENTA PRADANA – 0910312040 SEKRETARIS: 1. LAURA KOSASI – 0910312125 2. MIFTAHUL JANNAH – 09103120 ANGGOTA: 1) MUTYA RESTU AYU – 0910311016 2) NADIA VENTIANI – 0910312045 3) MIFTAHUL JANNAH – 0910312074 4) FARAZNASIA BENNY – 0910312098 5) ANDIO RAHMAN – 0910313192 6) AISYAH FITHRI S – 0910313253 7) NUR AIN BT MOH RIZAL - 0910314175



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2012



MODUL 1 SKENARIO 1: GEMPA DI PADANG Irfan mungkin tidak dapat melupakan hal ini sepanjang hidupnya. Ceritanya dimulai pada suatu sore di akhir Oktober, ia baru saja selesai melakukan penjahitan luka di ruang gawat darurat RS M Jamil Padang. Tiba-tiba ia merasakan lantai tempatnya berpijak bergoyang dan dalam sekejab ia melihat orang-orang di ruangan tersebut berlarian keluar gedung. Secara refleks, ia ikut lari keluar dengan memapah pasien yang baru saja selesai dijahitnya. Goncangan tersebut terasa sangat lama, walaupun akhirnya ia mengetahui bahwa lamanya hanya satu menit. Dalam 1 jam kemudian korban-korban berdatangan ke Rumah Sakit, ruang gawat darurat tidak mampu menampung jumlah korbanyang berdatangan sehingga perawatan korban meluber keluar ruangan dan dirawat di tenda-tenda yang dibangun oleh Depsos dan TNI. Irfan baru menyadari betapa banyak yang ia harus ketahui mengenai manajemen gawat darurat terutama dalam menghadapi bencana. Dalam waktu 24 jam, berbagai macam lembaga kemanusiaan baik pemerintah, LSM nasional dan internasional berdatangan ke RS. Tidak aneh bagi Irfan melihat dokter asing melakukan tindakan medik ataupun operasi di RS. Apakah ada lembaga atau peraturan yang mengatur hal tersebut? Irfan menyadari bahwa program kesiapsiagaan dan mitigasi dalam menghadapi bencana masih belum diterapkan karena mudahnya bangunan runtuh yang mengakibatkan banyak korban. Walaupun dari berita yang ia ketahui bahwa Sumatera barat daerah rawan bencana namun program ini sepertinya belum dilaksanakan sepenuhnya baik oleh masyarakat maupun pemerintahan. Irfan bertekad suatu saat nantinya ia akan memperdalam mengenai manajemen bencana alam mulai dari kesiapsiagaan, mitigasi, reaksi cepat, dan rehabilitasi dalam bencana. Bagaimana anda menjelaskan tndakan kedaruratan medis dalam bencana?



I.



Terminologi



a. Mitigasi: suatu upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun melalui upaya peningkatan kesadaran dan pengetahuan tentang bencana.



II.



Identifikasi masalah



a. Bagaimana manajemen gawat darurat dalam menghadapi bencana? b. Apakah ada aturan yang mengatur petugas medik internasional untuk melakukan suatu tindakan medik di Indonesia?



c. Bagaimana koordinasi antara bagian (Depsos, TNI, dll) dengan RS? Adakah peraturan yang mengaturnya? Siapa yang mengepalai?



d. Bagaimana program kesiapsiagaan, mitigasi, reaksi cepat, dan rehabilitasi dalam menghadapi bencana?



e. Bagaimana langkah rujukan dalam penanganan bencana alam? f. Apa saj peraturan yang mengatur tentang menajemen bencana? g. Bagaimana peran serta pemerintah, swasta, dan masyarakat



dalam



penanggulangan bencana? Apa lembaganya?



h. Bagaimana peraturan prioritas penanganan korban bencana? III.



Analisis masalah



a. Bagaimana manajemen gawat darurat dalam menghadapi bencana? Manajemen bencana: disiplin ilmu menyangkut seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana. Tujuan manajemen bencana



1. Mencegah kehilangan jiwa 2. Mengurangi penderitaan menusia 3. Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko



4. Mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda, dan kehilangan sumber ekonomi. Tahapan manajemen bencana  3 kegiatan utama: 1. Kegiatan prabencana: pencegahan,mitigasi, kesiapsiagaan, dan peringatan dini. 2. Kegiatan saat bencana: kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat,dan pegungsian. 3. Kegiatan pasca bencana: pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.



b. Apakah ada aturan yang mengatur petugas medik internasional untuk melakukan suatu tindakan medik di Indonesia? Permenkes RI no. 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang izin praktek



c. Bagaimana koordinasi antara bagian (Depsos, TNI, dll) dengan RS? Adakah peraturan yang mengaturnya? Siapa yang mengepalai? Menurut kepmenkes RI no 145 th 2007 tentang manajemen bencana di puskesmas. Puskesmas berubah menjadi pusyankeslap (pusat pelayanan kesehatan



lapangan). Dibentuk 6 tim dengan kepala puskesmas menjadi komandan insiden, yakni:



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Tim reaksi cepat (TRC) Tim rapid health assessment (TRHA) Tim bantuan kesehatan (TBK) Tim pengelola informasi bencana (TPIB) Tim logistik Tim sekretariat



d. Bagaimana program kesiapsiagaan, mitigasi, reaksi cepat, dan rehabilitasi dalam menghadapi bencana? Kesiapsiagaan: untuk yang berpotensi bencana. Mitigasi: struktural dan non struktural, dengan mencakup 3 unsur, yakni penilaian bahaya, warning, dan persiapan. Reaksi cepat: saat bencana, yakni respon darurat oleh TRC-ambulan-pemadam kebakaran, aktivasi oleh tim RHA, dan implementasi oleh tim SAR. Rehabilitasi: pasal 58 UU no 24 th 2007, yakni perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan sarana dan prasarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah, pemulihan sosial psikologi, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosek dan budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintah dan pelayanan publik.



e. Bagaimana langkah rujukan dalam penanganan bencana alam? Rujukan yang diprioritaskan adalah yang bertanda merah.



f. Apa saj peraturan yang mengatur tentang menajemen bencana? 1. UU no. 24 th 2007 tentang penanggulangan bencana diikuti aturan pelaksana terbaik



2. PPres no. 8 th 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana



3. PP no. 23 th 2008 tentang peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam penanggulangan bencana



g. Bagaimana



peran serta pemerintah, swasta, penanggulangan bencana? Apa lembaganya?



dan



masyarakat



dalam



h. Bagaimana peraturan prioritas penanganan korban bencana? IV.



Sistematika masalah



V.



Learning objective



1. 2. 3. 4. 5. VI.



Faktor risiko bencana Peraturan yang mengatur manajemen bencana Manajemen kegawatdaruratan medis Manajemen bencana (pre, saat, post) Lembaga dan cara koordinasi dengan pemerintah



Mengumpulkan data



VII. Sharing informasi 1. Faktor risiko bencan Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Wilayah Indonesia secara geografis dan geologis dapat digambarkan sebagai berikut:



a. merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu: lempeng Euroasia, Australia, Pasifik, dan Filipina. b. terdapat 130 gunung api aktif di Indonesia yang terbagi dalam Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Gunung api yang pernah meletus sekurang‐kurangnya satu kali sesudah tahun 1600 dan masih aktif digolongkan sebagai gunung api tipe A, tipe B adalah gunung api yang masih aktif tetapi belum pernah meletus sedangkan tipe C adalah gunung api yang masih di indikasikan sebagai gunung api aktif. c. terdapat lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil yang 30% di antaranya melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir, banjir bandang dan tanah longsor pada saat musim penghujan. Beberapa kejadian bencana besar di Indonesia antara lain: a. Gempa bumi dan tsunami. Gempa bumi dan tsunami terbesar terjadi pada tanggal 26 De sember 2004, melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah korban yang sangat besar, yaitu 120.000 orang meninggal, 93.088 orang hilang dan 4.632 orang lukaluka. Kemudian pada tanggal 17 Juli 2006, peristiwa yang sama kembali melanda pantai Selatan Jawa (Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Banjar, Cilacap, Kebumen, Gunung Kidul dan Tulung Agung) yang menelan korban 684 orang meninggal dunia, 82 orang orang hilang dan korban dirawat inap sebanyak 477 orang dari 11.021 orang yang luka‐luka. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 25 Oktober 2010, peristiwa gempa bumi dan tsunami kembali terjadi di Kab. Mentawai Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah korban sebanyak 509 orang; b. Gempa bumi. Gempa bumi Nias, Sumatera Utara terjadi pada 28 Maret 2005 dengan jumlah korban meninggal 1745 orang, korban hilang 25 orang dan korban luka‐luka sebanyak 1.987 orang. Setahun kemudian, tepatnya pada 27 Mei 1976 gempa bumi kembali mengguncang DI Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menelan korban sebanyak 5.778 orang meninggal, 26.013 orang rawat inap dan 125.195 orang rawat jalan. Kemudian pada 30 September 2009, gempa bumi Sumatera Barat dengan kekuatan 7,6 Skala Richter kembali lagi terjadi di lepas pantai Sumatera Barat pada pukul 17:16:10 WIB mengakibatkan korban meninggal dunia sebanyak 1.117 orang, korban luka berat sebanyak 788 orang, korban luka ringan sebanyak 2.727 orang dan pengungsi sebanyak 2.845 orang. Selain itu, sebanyak 279.201 unit rumah mengalami kerusakan. Sarana kesehatan yang rusak sebanyak 292 unit, terdiri dari 10 rumah sakit, 53 puskesmas, 137 pustu, 6 kantor dinas, 15 polindes/poskesdes, 2 gudang farmasi dan 69 rumah dinas; c. Ledakan bom. Ledakan bom Bali I 12 Oktober 2002, ledakan bom Bali II 1 Oktober 2005 dan ledakan bom di wilayah Jakarta (bom Gereja Santa Anna dan HKBP 22 Juli 2001, bom Plaza Atrium Senen 23 September 2001, bom sekolah Australia 6 November 2001, bom tahun baru Bulungan 1 Januari 2002, bom kompleks Mabes Polri Jakarta 3 Februari 2003, bom



bandara Soekarno‐Hatta Jakarta 27 April 2003, bom JW Marriott 5 Agustus 2003, bom Pamulang Tangerang 8 Juni 2005, bom di Hotel JW Marriott dan Ritz‐Carlton Jakarta 17 Juli 2009) mengakibatkan permasalahan kesehatan yang juga berdampak kepada aspek sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya di Indonesia; d. Letusan gunung berapi. Letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah 15 Mei 2006 mengakibatkan 4 orang meninggal, 5.674 orang pengungsian dengan permasalahan kesehatannya. Meletusnya Gunung Merapi di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta 25 Oktober 2010, mengakibatkan korban meningggal dunia sebanyak 347 orang yang terdiri dari 249 orang di Provinsi DI Yogyakarta dan 98 orang di Provinsi Jateng, korban rawat inap sebanyak 258 orang, korban rawat jalan sebanyak 52.272 orang dan jumlah pengungsi sebanyak 61.154 jiwa yang tersebar di 550 titik. Adapun fasilitas kesehatan yang rusak sebanyak 65 unit; e. Kegagalan teknologi. Kasus kegagalan teknologi yang pernah terjadi adalah ledakan pabrik pupuk Petro Widada Gresik pada tanggal 20 Januari 2004 dengan jumlah korban meninggal 2 orang dan 70 orang luka bakar; f. Banjir lumpur panas. Banjir lumpur panas yang sampai kini masih menjadi permasalahan di Indonesia sejak 29 Mei 2006 adalah lumpur lapindo di Sidoarjo di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc, Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang mengakibatkan pengungsian sebanyak 10.574 jiwa; g. Banjir bandang. Banjir bandang di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat 4 Oktober 2010, mengakibatkan korban meninggal dunia sebanyak 161 orang, korban rawat inap 36 orang, pulang sembuh 129 orang, korban rawat jalan 5.154 orang, dan pengungsi sebanyak 7.950 jiwa yang tersebar di empat kabupaten/kota di Prov. Papua Barat dan satu kabupaten di Provinsi Papua. Adapun fasilitas kesehatan yang rusak tercatat sebanyak 42 unit; h. Konflik. Sejak awal tahun 1999 telah terjadi konflik vertikal dan konflik horizontal di Indonesia, ditandai dengan timbullnya kerusuhan sosial, misalnya di Sampit Sambas, Kalimantan Barat, Maluku, Aceh, Poso, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Papua, Tarakan dan berbagai daerah lainnya yang berdampak pada terjadinya pengungsian penduduk secara besar‐besaran. Semua kejadian tersebut menimbulkan krisis kesehatan, antara lain: lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati, korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular, gangguan kejiwaan dan gangguan pelayanan kesehatan reproduksi.



2. Peraturan yang mengatur manajemen bencana a. Undang‐undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4723);



b. Undang‐undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); c. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637); d. Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembar Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); e. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; f. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas Dan Fungsi kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; g. Peraturan Menteri Kesehaan Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)



tentang



Pedoman



h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; i. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kapolri Nomor 1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan nomor Pol. : Kep/40/IX/2004 tentang Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal j. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 448 /Menkes/SK/VII/1993 tentang Pembentukan tim Kesehatan Penanggulangan Bencana di setiap Rumah Sakit k. Keputusan Menteri Kesehaan Nomor 28/Menkes/SK/I/1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik Korban Bencana l. Keputusan Menteri Kesehaan Nomor 205/Menkes/SK/III/1999 tentang Prosedur Permintaan Bantuan dan Pengiriman Bantuan m. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 066/MENKES/SK/II/2006 tentang Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana n. Keputusan Menteri Kesehatan nomor Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan



3. Manajemen kegawatdaruratan medis



145/MENKES/SK/I/2007



tentang



Pedoman



Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi: 1) Tim Reaksi Cepat/TRC; 2) Tim Penilaian Cepat/TPC (RHA team); 3) Tim Bantuan Kesehatan. Sebagai koordinator tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (sesuai Surat Kepmenkes Nomor 066 tahun 2006).



1) Tim Reaksi Cepat Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0–24 jam setelah ada informasi kejadian bencana. Kompetensi TRC disesuaikan dengan jenis bencana spesifik di daerah dan dampak kesehatan yang mungkin timbul. Sebagai contoh untuk bencana gempa bumi dengan karakteristik korban luka dan fraktur, kompetensi TRC terdiri dari : a) pelayanan medik; 1. dokter umum 2. dokter spesialis bedah/orthopedi 3. dokter spesialis anestesi 4. perawat mahir (perawat bedah, gadar) 5. tenaga Disaster Victims Identification (DVI) 6. apoteker/tenaga teknis kefarmasian 7. sopir ambulans b) surveilans epidemiolog/sanitarian; c) petugas komunikasi; d) petugas logistik.



2) Tim Peniaian Cepat (RHA team) Tim yang bisa diberangkatkan dalam waktu 0‐24 jam atau bersamaan dengan TRC dan bertugas melakukan penilaian dampak bencana dan mengidentifikasi kebutuhan bidang kesehatan, minimal terdiri dari: a) dokter umum b) epidemiolog c) sanitarian



3) Tim Bantuan Kesehatan Tim yang diberangkatkan berdasarkan rekomendasi Tim RHA untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan peralatan yang lebih memadai, minimal terdiri dari:



a) dokter umum dan spesialis b) apoteker dan tenaga teknis kefarmasian c) perawat d) perawat Mahir e) bidan f) sanitarian g) ahli gizi h) tenaga surveilans i) entomolog



4. Manajemen bencana (pre, saat, post) Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan bencana yaitu pra, saat dan pasca bencana. Pada dasarnya, upaya penanggulangan bencana meliputi: a. Tahap prabencana, terdiri atas: 1) Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi 2) Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya berupa kesiapsiagaan b. Tahap saat bencana, kegiatannya adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat c. Tahap pasca bencana, kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap dalam siklus bencana antara lain: 1. pencegahan dan mitigasi; Upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Upaya‐upaya yang dilakukan antara lain: 1) penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar; 2) pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan 3) pembuatan brosur/leaflet/poster 4) analisis risiko bencana 5) pembentukan tim penanggulangan bencana 6) pelatihan dasar kebencanaan 7) membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat. 2. kesiapsiagaan;



Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi. Upaya‐upaya yang dapat dilakukan antara lain: 1) penyusunan rencana kontinjensi; 2) simulasi/gladi/pelatihan siaga; 3) penyiapan dukungan sumber daya; 4) penyiapan sistem informasi dan komunikasi. 3. tanggap darurat; Upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain: 1) penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment); 2) pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan; 3) pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan; 4) perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan. 4. pemulihan. Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Upaya‐ upaya yang dilakukan antara lain: 1) perbaikan lingkungan dan sanitasi; 2) perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan; 3) pemulihan psiko‐sosial; 4) peningkatan fungsi pelayanan kesehatan;



5. Lembaga dan cara koordinasi dengan pemerintah LSM internasional maupun lokal yang mempunyai pos kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada para korban bencana sangat diharapkan bisa menginformasikan kepada petugas kesehatan yaitu melaporkan penyakit‐penyakit yang telah disebut dalam petunjuk teknis ini kepada Puskesmas atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat sesuai dengan format yang telah ditentukan. Prinsip utama dalam pengelolaan sumber daya manusia internasional yang efektif adalah sebagai berikut: 1) dapat membedakan antara kebutuhan yang bersifat segera untuk menyelamatkan nyawa (pencarian, penyelamatan dan pelayanan medis darurat) dan tipe bantuan kesehatan yang dibutuhkan untuk rehabilitasi jangka panjang. setiap tipe membutuhkan kebijakan dan pendekatan strategis yang berbeda; 2) memastikan bahwa tim medis dari luar dapat segera beroperasi pada 24 jam pertama (golden hours), tepat waktu untuk menyelamatkan nyawa. keterlambatan untuk membantu



korban bencana sering sekali disebabkan oleh hambatan logistik (akses, transportasi, cuaca) daripada kurangnya personel medis. dalam hal ini tim bantuan medis dari luar hanya akan menambah masalah; 3) pada saat kekurangan sumber daya manusia menjadi masalah, permintaan ditargetkan terutama pada negara tetangga atau negara lain dalam sub‐regional yang sama; 4) menerima sukarelawan atau tim medis dari luar dengan kriteria sebagai berikut: a) disponsori oleh organisasi yang dikenal dengan baik dan dapat menjamin kualifikasi sukarelawan atau tim medis yang dikirimkan; b) mengetahui atau familier dengan bahasa, kebudayaan dan level teknologi yang sesuai untuk situasi bencana di daerah tersebut; c) dapat bekerja tanpa dukungan yang berlebihan dari orang lain; d) mau dan dapat tinggal selama periode waktu yang sesuai dan layak; e) informasikan kepada media, misi diplomatik, konsulat, dan agensi lain mengenai kriteria, kebijakan dan menjelaskan prosedur registrasi, kewajiban, cakupan kerja dan supervisi sebelum menerima atau mengirimkan tim medis.



Daftar Pustaka Departemen kesehatan RI. 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta: Departemen Kesehatan RI