Laporan Uji Depth of Cure Resin Komposit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN SKILL LAB BIOMATERIAL II UJI KEDALAMAN PENYINARAN RESIN KOMPOSIT (PRAKTIKUM II)



Disusun oleh: CANIA AURELLIA FARADILLA PUTRI 10617028



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA 2019



Tanggal Skill Lab : Selasa, 12 Maret 2019



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi sewarna gigi yang banyak digunakan saat ini karena memiliki nilai estetis yang tinggi dibandingkan dengan bahan tumpatan warna gigi yang lain. Istilah resin komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan yang berbeda dengan sifat-sifat yang unggul sehingga akan menghasilkan sifat yang lebih baik dari pada bahan itu sendiri (Anusavice, 2003). Resin komposit terdiri dari matriks resin, partikel bahan filler, dan bahan-bahan tambahan seperti coupling agent (silane), pigmen dan inisiator (Anusavice, 2013). Terdapat berbagai tipe resin komposit yang memiliki karakteristik fisik berbeda-beda, dan diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel, jumlah, dan bahan pengisi anorganiknya. Resin komposit biasanya diklasifikasikan menjadi empat tipe berdasarkan ukuran, jumlah, dan komposisi bahan pengisi anorganik: yaitu resin komposit makrofil, resin komposit mikrofil, partikel kecil, resin komposit nanofil, dan resin komposit hibrid (Jang, 2015). Resin komposit yang biasa digunakan untuk restorasi anterior adalah resin komposit mikrofil dan hibrid karena memiliki hasil poles yang baik (Anusavice, 2003). Resin komposit hibrid mengandung dua macam bahan pengisi yaitu koloid silika dan partikel kaca yang mengandung logam besar. Silika koloidal memiliki ukuran partikel 0,6-1,0µm. Meskipun bahan pengisi silica koloidalnya kecil namun sifat resin komposit lebih ditentukan oleh ukuran partikel bahan pengisi yang lebih besar (Manappallil, 2010). Baru-baru ini telah diperkenalkan komposit low-shrinkage



yang memiliki



polymerization shrinkage rendah untuk digunakan dalam klinik. Bahan tersebut memiliki modulus elastisitas yang tinggi karena memiliki kandungan filler yang banyak, matriks baru ini disebut resin komposit berbahan dasar siloren. Silorane komposit kombinasi siloxane dan oxirane mempunyai keunggulan karena daya penyerapan air yang rendah, kelarutan dan koefisien yang rendah dibandingkan dengan resin komposit metakrilat. Resin komposit silorane menunjukan penyusutan polimerisasi dan microleakage yang lebih rendah dibandingkan dengan resin komposit berbasis methacrylate (Jang, 2015). 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui kedalaman tumpatan resin komposit yang dapat ditembus saat proses polimerisasi menggunakan light curing 1.3 Manfaat 1. Mengetahui kedalaman tumpatan resin komposit yang dapat ditembus saat proses polimerisasi menggunakan light curing



BAB II METODE PENGAMATAN 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Bahan 1. Resin Komposit (jenis packable)



2. Vaselin dental



2.1.2 Alat 1. Cetakan akrilik (diameter 5 mm atau 10 mm dengan kedalam 2 mm dan 4 mm)



2.Light Curing



2. Sonde lurus



3. Sonde halfmoon



4. Eksavator



6. Glass Plate, Paper Pad



7.Plastis filling instrument



8. Lap putih 2.2 Prosedur Kerja 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Menyiapkan vaselin setipis mungkin, dan diolesi pada cetakan akrilik bagian bawah. 3. Aplikasi resin komposit dilakukan secara bulk (satu kali aplikasi) dengan plastis instrumen pada masing-masing cetakan (ketebalan 2 dan 4 mm) dan dikondensasi diratakan menggunakan kondensor sampai penuh. 4.



Plat cetakan bagian atas diolesi tipis vaselin, plat cetakan akrilik atas disekrup



sampai permukaan sampel komposit rata, sekrup plat bagian atas di kendorkan kemudian resin komposit



disinar menggunakan LED dengan arah sinar tegak lurus selama 20



detik, dengan jarak ±1 mm (sedekat mungkin dan tidak menempel). 5. Setelah polimerisasi sampel resin komposit, kemudian dilakukan uji gores sonde tanpa ada tekanan sonde pada permukaan resin komposit yang jauh dari sumber penyinaran (permukaan komposit bagian bawah cetakan) 6. Bandingkan jumlah dan kedalaman goresan permukaan bawah sampel resin komposit ketebalan 2 mm dan 4 mm dengan mengisi tabel hasil pengamatan



2.3 Dokumentasi Pengamatan



Gambar 1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan



Gambar 2. Cetakan akrilik yang sudah diolesi vaselin dental



Gambar 3. Mengambil resin komposit dan meletakannya pada cetakan akrilik yang sudah diolesi vaselin dental



Gambar 4. Resin komposit diratakan



Gambar 5. Resin komposit di polimerisasi menggunakan light curing dengan jarak kurang lebih 1 mm selama 20 detik



Gambar 6. Melakukan uji gores pada resin komposit yang telah dipolimerisasi



BAB III HASIL PENGAMATAN Tabel hasil pengamatan goresan resin komposit :



NO.



1 . 2 .



KELOM POK Ketebalan 2 mm Ketebalan 4 mm



Keberadaan goresan Ad a √ √



Kejelasan goresan tidak



jelas



Tidak jelas



Kedalaman goresan > 1mm



√ √



1mm < √







BAB IV PEMBAHASAN 4.1 RESIN KOMPOSIT 4.1.1 Definisi Resin komposit adalah tumpatan sewarna dengan gigi yang merupakan gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul. Bahan-bahan ini memiliki sifat mekanis yang baik dan mendekati sifat- sifat dentin dan enamel. Resin komposit paling umum digunakan untuk bahan restorasi karena merupakan bahan yang baik dari segi estetika, kekuatan dan ketahanan terhadap keausan bahan. Resin komposit sering digunakan untuk restorasi anterior kelas 3, 4 dan 5 di mana estetika menjadi keutamaan. Resin komposit juga dapat digunakan untuk restorasi posterior karena tahan terhadap keausan dan mengurangi polimerisasi (McCabe, 2014). Bahan ini sudah lama digunakan di kedokteran gigi sejak tahun 1940 dan telah mengalami perkembangan pesat. Bahan ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan pengisi (filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan filler yang disebut coupling agent. Jadi, resin komposit dapat digunakan untuk pengganti struktur gigi yang hilang atau untuk memodifikasi warna dan kontur gigi sehingga meningkatkan estetik fasial (Annusavice, 2003). 4.1.2 Jenis-Jenis A. Berdasarkan Aktivasi Klasifikasi resin komposit berdasarkan aktivasi terbagi atas tiga yaitu resin komposit aktivasi cahaya, resin komposit aktivasi kimia dan resin komposit aktivasi dual. 1. Resin komposit aktivasi cahaya (light-cured) Resin komposit light-cured tersedia dalam berbagai warna dalam syringe yang terbuat dari plastik untuk melindungi bahan dari paparan cahaya. Resin komposit ini menggunakan sinar dengan waktu pengaturan yang dikontrol untuk polimerisasi. Resin komposit ini menggunakan sinar cahaya biru dengan panjang



gelombang



470



nm



yang



diserap



dengan



foto-aktivator



seperti



camphoroquinone. 2. Resin komposit aktivasi kimia (chemical-cured atau self-cured) Resin komposit chemical-cured disediakan dalam dua pasta yaitu katalis dan universal. Aktivasi kimia dicapai pada suhu kamar dengan amina organik (pasta katalis) bereaksi dengan peroksida organik (universal) untuk menghasilkan radikal bebas dan menyerang ikatan karbon ganda dan menyebabkan polimerisasi. Dua pasta ini dicampur dalam waktu 20-30 detik. 3. Resin komposit aktivasi dual (dual-cured) Jenis resin komposit berdasarkan dual-cured berisi inisiator dan akselerator yang memungkinkan teraktivasi oleh sinar dan mengeras dengan sendirinya (self curing) (McCabe, 2014). B. Berdasarkan Viskositasnya Resin Komposit dibedakan berdasarkan viskositasnya menjadi dua jenis yaitu : resin komposit packable dan resin komposit flowable 1. Resin komposit packable Resin komposit packable adalah pasta komposit yang memiliki viskositas yang sangat tinggi dan perlekatan permukaan yang rendah. Bahan ini tidak terkondensasi seperti amalgam tetapi dapat dikompresi. Resin komposit ini direkomendasikan untuk restorasi kelas 1 dan 2. Resin komposit ini terdiri dari resin dimetakrilat dengan aktivasi cahaya dan diaktifkan dengan pengisi yang berporeus atau tidak teratur. Bahan pengisi dalam komposit ini memiliki volume 66% sampai 70%. Interaksi bahan pengisi dan modifikasi resin komposit ini menyebabkannya menjadi packable.



2. Resin komposit flowable Resin komposit flowable adalah komposit yang memiliki viskositas yang rendah dengan aktivasi cahaya. Resin komposit ini direkomendasi untuk lesi serviks, restorasi gigi sulung dan restorasi kecil. Resin komposit ini mengandung resin dimetakrilat dan bahan pengisi anorganik dengan ukuran partikel 0,4-3,0 µm dan bahan pengisi 42% - 53%. Resin komposit ini memiliki modulus elastisitas yang rendah sehingga dapat menjadikan resin komposit ini berguna pada abfraksi di daerah servikal dan memiliki penyusutan polimerisasi yang lebih tinggi dan ketahanan aus yang lebih rendah dibanding dengan resin komposit lainnya karena kandungan bahan pengisinya yang rendah (Annusavice, 2013). C. Berdasarkan Ukuran Partikel Klasifikasi Resin Komposit berdasarkan ukuran partikelnya dibagi menjadi empat yaitu : macrofiller, microfiller, nanofiller dan hybrid 1. Komposit tradisional (macrofiller) Komposit tradisional sudah digunakan sejak akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Kemudian sudah mengalami sedikit modifikasi selama bertahuntahun. Komposit tradisional disebut juga komposit konvesional/ komposit berbahan pengisi makro/ ukuran partikel pengisi relatif besar. Bahan pengisi yang sering digunakan untuk bahan komposit ini adalah quartz giling. Resin komposit tradisional memiliki ukuran partikel relatif besar, sekitar 8-12 µm. bahan ini mempunyai permukaan yang kasar dan cenderung berubah warna. 2. Komposit berbahan pengisi mikro (microfiller) Untuk mengatasi masalah kekasaran permukaan pada resin komposit tradisional, dikembangkan suatu bahan yang menggunakan partikel silika koloidal sebagai



bahan pengisi anorganik. Partikel individu berukuran 0,04-0,4 µm. Karena memiliki ukuran filler yang kecil komposit ini memiliki ikatan yang lemah sehingga kekuatannya rendah, tetapi memiliki nilai estetis yang bagus dan permukaan yang halus. 3. Komposit hibrid Komposit hibrid merupakan kombinasi dari dua komposit dengan ukuran partikel yang berbeda. Ada dua jenis resin komposit. Komposit mikrohibrid yaitu gabungan komposit tradisional dan mikro. Rata-rata ukuran partikel komposit mikrohibrid adalah 0,4-,1 µm. Katagori bahan komposit ini dikembangkan dalam rangka memperoleh kehalusan permukaan yang lebih baik daripada komposit partikel kecil sehingga estetisnya setara dengan komposit berbahan mikro. Sifat-sifat umum seperti sifat fisik dan mekanik dari komposit mikrohibrid berada diantara bahan komposit tradisional dan bahan pengisi mikro, sehingga mikrohibrid lebih unggul sifat-sifatnya dibandingkan dengan komposit berbahan mikro.2,18 Sedangkan, komposit nanohibrid merupakan gabungan dari komposit microfiller dan komposit nanofiller, rata-rata berukuran 0,2-3 µm. Komposit nanohibrid memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik serta mudah dipoles (permukaannya halus). 4. Komposit Nanofiller Komposit nanofiller memiliki filler yang tinggi, memiliki estetis yang baik, serta kekuatan dan ketahanan yang hampir sama dengan mikrofiller. Nanofiller memiliki partikel kecil dengan ukuran rata-rata 0,02-0,1 µm (Annusavice, 2013). 4.1.3



Sifat-Sifat



Sifat-sifat resin komposit terbagi atas empat, yaitu sifat fisik, sifat mekanis, sifat



optis dan sifat biologis. A. Sifat Fisik 1. Polymerization shrinkage Resin komposit memiliki kekurangan yaitu mengalami pengerutan selama polimerisasi. Hal ini akan menyebabkan kebocoran mikro, kegagalan perlekatan bahan adhesif, iritasi pulpa, karies sekunder, sensitif pasca restorasi serta kegagalan restorasi. Dasar dari teknik penambalan sedikit demi sedikit adalah untuk mengompensasi pengerutan yang terjadi pada saat pengerutan. Campuran pertama yang dimasukkan ke dalam dasar kavitas akan sudah terpolimerisasi sebagian sewaktu campuran berikutnya diambil serta dimasukkan ke dalam kavitas sehingga adanya ruangan karena pengerutan lapisan pertama akan diisi oleh lapisan berikutnya. 2. Sifat termal Resin komposit memberikan isolasi termal yang baik untuk pulpa gigi karena matriks polimer organik memiliki konduktivitas termal yang rendah. Koefisien linear ekspansi termal dari resin komposit berkisar 25-38 x 10-6/ºC untuk resin komposit dengan partikel halus dan 55-68 x 10-6/ºC untuk resin komposit dengan partikel microfine.3 Konduktivitas termal dari semua resin komposit cocok dengan enamel dan dentin dan jauh lebih baik dibandingkan dengan amalgam.1 Konduktivitas termal resin komposit dengan partikel halus adalah lebih besar dari resin komposit dengan partikel microfine karena konduktivitas pengisi anorganik lebih tinggi dibandingkan dengan matriks polimer. 3. Penyerapan air Penyerapan air resin komposit hybrid (5-17 mg/mm3) lebih rendah



dibandingkan dengan resin komposit microfine (26-30 mg/mm3) karena fraksi volume yang lebih rendah dari polimer dalam resin komposit dengan partikel halus. Kualitas dan stabilitas bahan antara silane penting dalam meminimalkan kerusakan ikatan antara bahan pengisi dan polimer dan jumlah penyerapan air. Penyerapan air merupakan proses yang lambat bila dibandingkan dengan polymerization shrinkage dan stress.3 Penyerapan air oleh resin komposit berkorelasi dengan penurunan kekerasan permukaan dan ketahanan aus. 4. Kelarutan Kelarutan resin komposit bervariasi 0,25-2,5 mg/mm3 dan berkisar antara 1,5% sampai 2,0% dari berat bahan asli.3 Alkohol adalah pelarut bis-GMA dan gel fluor yang ditambah asam akan meningkatkan laju disolusi partikel bahan pengisi. Oleh karena itu, produk yang tidak mengandung alkohol harus digunakan. B. Sifat Mekanis 1. Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan tekanan yang diberikan kepadanya tanpa terjadi kerusakan. Kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang diuji dengan metode diametral dan kekuatan lentur dan modulus untuk komposit gigi sangat penting. Kekuatan tekan sangat penting karena diperlukan untuk kekuatan mengunyah.3 Kekuatan lentur dan modulus tekan resin komposit microfilled dan flowable sekitar 50% lebih rendah dari nilai untuk resin komposit hybrid dan resin komposit packable karena volume persen bahan pengisi yang terdapat di dalam komposit ini sendiri.



2. Modulus elastisis Modulus lentur dari resin komposit microfilled dan flowable biasanya lebih rendah daripada resin komposit packable karena penurunan volume persen bahan pengisi yang terdapat di dalam resin ini sendiri. 3. Kekerasan permukaan Restorasi harus memiliki permukaan halus dan teratur tetapi kondisi ini tidak sering terjadi karena resin komposit sering terpapar dengan abrasi, erosi dan atrisi di dalam rongga mulut.24 Kekerasan permukaan memberikan indikasi ketahanan terhadap penetrasi ketika di bebani dengan indentasi. Nilai kekerasan tergantung pada metode yang digunakan untuk pengukuran. Umumnya, nilai yang rendah menunjukkan angka kekerasan bahan yang lunak dan sebaliknya.17 Nilai kekerasan untuk resin komposit (22-80 kg/mm2) yaitu lebih rendah dari enamel (343 kg/mm2) dan amalgam (110 kg/mm2). Kekerasan permukaan resin komposit dengan partikel yang halus lebih besar dari nilai untuk resin komposit dengan partikel microfine karena fraksi kekerasan dan volume partikel bahan pengisi (Amelia,2015) C. Sifat optis 1. Radiopacity Beberapa bahan pengisi seperti kaca kuarsa, lithium-aluminium dan silika tidak radiopak dan harus dicampur dengan bahan pengisi lain untuk menghasilkan komposit radiopak. Dalam komposit nanofilled, radiopacity dicapai dengan menggunakan zirkonia nanomerik (5-7 nm) atau dengan memasukkan zirkonia di dalam nanocluster bersama dengan silica (Alrahlah, 2013). D. Sifat biologis



1. Biokompatibilitas Hampir semua komponen utama dari resin komposit (Bis-GMA, TEGDMA dan UDMA) bersifat sitotoksik. Organisasi Internasional Standardisasi (ISO) membuat pengujian toksisitas bahan material kedokteran gigi dengan merendam bahan komposit di dalam berbagai medium berair dan organik untuk melihat respon biologis dari bahan komposit (Alrahlah, 2013). 4.1.4 Komposisi 1. Matriks Resin Matriks resin organik yang paling sering digunakan adalah bisphenol Aglycidyl methacrylate (bis-GMA) yang dihasilkan dari reaksi antara bisphenol A dan glycidyl



methacrylate.Bis-GMA



memiliki



dua



gugus



hidroksil



untukmeningkatkan viskositas sehingga dapat berpolimerisasi menjadi bentuk polimer ikatan ganda dan memiliki dua cincin karbon aromatik untuk menambah berat molekul dan kekakuan (Gambar 1).



Matriks resin yang sering ditambahkan pada bis-GMA adalah triethylene glycoldimethacrylate (TEGDMA). Struktur kimia TEGDMA memiliki sifat mekanisyang lebih rendah daripada bis-GMA (Gambar 2).Matriks resin lainnya yaitu urethane dimethacrylate (UDMA) yang biasanya digunakan sebagai matriks resin tambahan atau pengganti bis GMA.25 Struktur kimia UDMA memiliki gugus urethane yang memberikan kekuatan dan kekerasan pada polimer serta penyerapan air yang rendah (Gambar 3) (Annusavice, 2013).



2.Partikel Bahan Pengisi Anorganik (Filler) Partikel bahan pengisi umumnya dihasilkan dari penggilingan atau pengolahan quartz atau kaca untuk menghasilkan partikel yang berkisar antara 0,1-100 µm. Partikel bahan pengisi anorganik (filler) umumnya membentuk 30-70% volume dan 50-85% berat komposit. Penambahan filler sebagian besar menentukan sifat mekanik dari bahan restorasi. Partikel-parikel filler ditambahkan ke fase organik untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik dari matriks, seperti berkurangnya pengerutan karena jumlah resin sedikit, berkurangnya penyerapan air dan ekpansi koefisien panas dan meningkatkan sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan dan ketahanan abrasi . Faktor-faktor penting lainnya yang menentukan sifat dan aplikasi klinis komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan, ukuran partikel dan distribusinya. Partikel filler yang digunakan bervariasi dalam komposisi kimia, morfologi dan dimensi. Pengisi utama adalah silikon dioksida, silikat boron dan silikat alumunium lithium juga umum digunakan. Pada kebanyakan restorasi komposit, bahan kuarsa sebagian besar



digantikan oleh partikel logam berat yang radiopak seperti barium, zinc, strontium, alumunium atau zirkonium (Anusavice, 2013). 3. Bahan Coupling Agent (Silane) Resin komposit yang pertma kali ditemukan, tidak berfungsi dengan baik karena ikatan antara matriks dan filler tidak kuat. Coupling agent memperkuat ikatan antara filler dan matriks resin dengan cara bereaksi secara kimia (Rodrigues Junior, 2007). Hal tersebut membuat matriks resin memindahkan tekanan kepada partikel filler . Kegunaan coupling agent tidak hanya untuk memperbaiki sifat kimia dari resin komposit tetapi juga meminimalisasi hilangnya partikel filler akibat penetrasi cairan antara resin dan filler. Bahan coupling memiliki fungsi utama sebagai fasilitator ikatan antara matriks resin dan partikel bahan pengisi (filler). Bahan coupling yang sering digunakan adalah organosilane (3 methacryloxypropyl trimethoxysilane) (Annusavice, 2013).



4. Sistem Fotoinisiator dan Aktivator Fotoinisiator



yang



sering



digunakan



adalah



gugus



diketone



seperti



camphorquinone (CQ) yang menyerap cahaya tampak berwarna biru dengan panjanggelombang antara 400-500 nm dan yang paling optimal sekitar 465 nm. Camphorquinone yang dihubungkan dengan aktivator yaitu tertiary amine seperti



dimethylaminoethylmethacrylate



(DMAEMA)



(Gambar



5)



akan



menghasilkan radikalbebas sehingga dapat menginisiasi proses polimerisasi. (Annusavice, 2013).



5. Inhibitor dan Stabilizer Inhibitor dan stabilizer memiliki struktur kimia seperti hydroquinone yaitu 4methoxyphenol (MEHQ) dan 2,6-di-tert-butyl-4-methyl phenol atau butylated hydroxytoluene (BHT) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya polimerisasi yangterlalu dini. 6. Modifier Optik Stain dan opacifiers digunakan untuk mengubah dan memodifikasi warna visual (shading) dan translusensi bahan komposit menjadi kombinasi yang lebih baik sebagai bahan restorasi yang menyerupai warna gigi. Bahan yang sering digunakan untuk meningkatkan opasitas adalah titanium dioksida dan alumunium oksida dalam jumlah kecil antara 0,001-0,007% berat (Annusavice, 2013). 7. Komposisi Lain Oksida anorganik pigmen ditambahkan ke composites dalam jumlah kecil untuk menyediakan berbagai standar yang teduh .Yang paling banyak , empat tempat yang teduh , mulai dari kuning menjadi abu abu , yang disediakan .Dalam menanggapi minat konsumen , para produsen yakni mobil sekarang menawarkan diperpanjang berkisar antara 16 atau 25 tempat yang teduh , serta warna pilihan dari bioform dan vita keramik warna memberi petunjuk kepada .Kebanyakan



produsen menawarkan pengubah seperti sangat pigmen tints untuk mencampur dengan nuansa standar , serta opaquers dan glasir .Polimerisasi inhibitor dan stabilizer ditambahkan ke nilai komposit untuk memperpanjang kehidupan rak (Annusavice, 2013). 3.1.5



Reaksi Polimerisasi



Resin komposit biasanya dipolimerisasi menggunakan visible light activated light dengan panjang gelombang 450-475 nm. Sumber cahaya meliputi quartz halogen, laser, plasma arc dan yang terbaru light emitting diodes (LED). Energi minimum yang diperlukan untuk mengeraskan resin komposit adalah 300 mW/cm2.21 Faktor-faktor yang mempengaruhi polimerisasi dari resin komposit adalah: 1. Lama curing: Ini tergantung pada warna resin, intensitas cahaya, dalamnya kavitas, ketebalan resin, pengisi komposit 2. Warna resin: Warna yang lebih gelap memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicuring (60 detik dengan kedalaman maksimum 0,5 mm) 3. Suhu: resin komposit pada suhu ruangan akan mengeras lebih sempurna dan lebih cepat 4. Ketebalan resin: Ketebalan optimum adalah 1-2 mm 5. Jarak penyinaran: Jarak optimum adalah < 1 mm, dengan posisi cahaya 90º dari permukaan komposit 6. Kualitas sumber cahaya: Panjang gelombang antara 400 – 500 nm. Reaksi polimerisasi terbagi atas tiga yaitu self-cured resin komposit, light-cured resin komposit dan juga dual-cured resin komposit. Self-cured resin komposit mengandung inisiator dan akselerator. Inisiator yang digunakan adalah benzoyl



peroxide dan akselerator yang digunakan adalah tertiary aromatic amine. Kemudian, resin komposit akan mengeras dengan sendirinya. Light-cured resin komposit menggunakan sinar dengan panjang gelombang tertentu untuk mengaktivasi polimerisasi. Sinar yang digunakan adalah sinar biru dengan panjang gelombang 470 nm yang akan diserap oleh fotoaktivator (0,2%-1%) dan champoroquinone. Selfcured resin komposit mengandung initiator dan akselerator dan diaktivasi menggunakan sinar dan akan mengeras dengan sendirinya (Van, 2007). 4.1.6 Keuntungan dan Kerugian Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan komposit sebagai bahan restorasi adalah sebagai berikut : A. Kelebihan 1. Estetik yang sangat baik karena dapat sewarna dengan gigi 2. Lebih banyak rongga konservatif 3. Memiliki ketetapan yang baik 4. Dapat diperbaiki dengan baik, manipulasi dapat dilakukan dengan mudah 5. Dapat terikat ke enamel dan dentin menggunakan sistem adhesif 6. Mengurangi kebocoran micro bila dibandingkan dengan amalgam 7. Konduktivitas termal rendah 8. Polimerisasi yang tepat akan menjadikan shrinkage yang rendah B. Kekurangan 1. Memakan waktu yang lama untuk tumpatan dan relative mahal 2. Hidrofobik 3. Fotofilik 4. Penyusutan polimerisasi



5. Teknik sensitive, lebih sulit saat penumpatan 6. Lebih cepat dengan peningkatan jumlah permukaan yang dipulihkan pada tumpatan dibandingkan amalgam 7. Aman dari bakteri dibandingkan dengan restorasi amalgam, kecuali saat pemolesan cukup sulit untuk diselesaikan (Bonsor,2018) 8. Kandungan HEMA dapat menyebabkan toksisitas di daerah sel pulpa akibat mampu mengurangi Intraselular glutation level serta mampu menyebabkan reraksi alergi. 9. Resin komposit mengalami kontraksi pada polimerisasi kemungkinan terbentuknya celah di tepi rongga dan restorasi. Hal ini memungkinkan kemungkinan bahwa bakteri dan cairan oral dapat menembus, menyebabkan kerusakan pada pulpa dan kemungkinan peradangan (Nicholson, 2002). 4.1.7 Indikasi dan Kontraindikasi A. Indikasi Resin Komposit 1. Perbaikan dan penguatan penguat gigitan 2. Perbaikan dan penguatan gigi tiruan 3. Pengikut Ortodonti 4. Splinting gigi yang dikompromikan secara periodontal 5. Mahkota dan jembatan komposit dan akrilik sementara 6. Memperkuat untuk mahkota dan jembatan komposit 7. Satu restorasi menahan beban gigi 8. Restorasi kelas I,II,III,IV, dan V 9. Sebagai base lining dan core built up 10. Sebagai sealant pada restorasi resin preventif (Bonsor,2018).



B. Kontraindikasi Resin Komposit 1. Margin oklusal. Bevelling dapat meninggalkan margin tipis komposit dan membuatnya lebih rentan terhadap retak terutama jika ditempatkan dalam skema oklusal yang tidak menguntungkan. 2. Dasar gingiva. Bevelling dalam situasi ini dapat menghilangkan sejumlah enamel perifer sehingga mengorbankan ikatan yang diperoleh. 3. Dinding proksimal. Penyatuan ikatan dari kapiler akan menyebabkan ikatan yang lemah yang lebih rentan terhadap kerusakan. Bevelling di wilayah ini mungkin



juga



sulit



dilakukan



tanpa



merusak



gigi



yang berdekatan



(Bonsor,2018). 1.1 PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Pengamatan kali ini berhubungan dengan salah satu material kedokteran gigi yang digunakan untuk restorasi gigi, yaitu Resin Komposit. Resin Komposit ialah bahan tumpatan yang sewarna dengan gigi dan merupakan gabungan dari dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul. Bahan-bahan ini memiliki sifat mekanis yang baik dan mendekati sifat-sifat dentin dan enamel. Resin Komposit ini menjadi salah satu pilihan saat akan menumpat gigi anterior karena warnanya yang sesuai dengan gigi. Sebelum adanya perlekatan resin komposit dengan gigi, resin komposit perlu dilakukan polimerisasi terlebih dahulu. Pada pengamatan ini jenis resin komposit yang digunakan adalah Resin Komposit packable yang memiliki viskositas yang rendah. Dan jenis polimerisasi yang dilakukan adalah menggunakan polimerisasi light cure. Dengan polimerisasi light cure jarak sumber sinar yang paling ideal guna mendapatkan polimerisasi yang optimal adalah 1 mm dengan ketebalan material komposit resin 1,5-2mm.



Jika jarak sumber sinar mencapai 3-5 mm dan kedalam tumpatan resin komposit melebihi 2 mm, maka sinar yang diterima oleh material komposit resin tidak dapat mempolimerisasi komposit resin dengan optimal, yang secara langsung akan menyebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik, bahwa polimerisasi yang tidak sempurna pada komposit resin dapat menurunkan kekerasan, kekuatan dan stabilitas warna serta meningkatnya penyerapan air (Jang, 2015). Sifat fisik dan mekanik resin komposit yang sudah mengalami polimerisasi dapat diuji dengan uji gores pada daerah yang jauh dari polimerisasi light cure yang dilakukan. Proses memasukkan resin komposit kedalam tumpatan menggunakan proses bulk atau satu kali aplikasi. Dilihat dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan dengan kedalaman tumpatan menggunakan Resin Komposit kedalaman 2 dan 4 mm. Didapatkan hasil yang berbeda antara dua kelompok tumpatan tersebut. Resin komposit dengan kedalaman 2 mm mengalami polimerisasi yang sempurna. Sehingga ketika dilakukan uji gores pada daerah yang jauh dari penyinaran polimerisasi tidak ada goresan yang terlalu terlihat pada permukaan bawah tumpatan, artinya goresan ada namun kedalam goresan kurang dari 1 mm. Berbeda lagi dengan tumpatan resin komposit dengan kedalaman 4 mm, ketika diuji gores menampakkan goresan yang agak dalam sekitar lebih dari 1 mm. Hal ini dikarenakan proses polimeriasi yang ada tidak terjadi secara sempurna. Ketidaksempurnaan proses polimerisasi juga dapat terjadi karena aplikasi resin komposit pada pengamatan ini yang menggunakan sistem satu kali aplikasi (bulk). Seharusnya jika kedalaman tumpatan resin komposit diatas 2 mm maka aplikasi dan polimerisasi resin komposit dilakukan dengan teknik layer by layer supaya polimerisasi terjadi



secara sempurna.



BAB V KESIMPULAN



4.1 Kesimpulan Dari pengamatan yang sudah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Resin Komposit adalah bahan tumpatan sewarna dengan gigi yang terdiri dari gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul. Bahan-bahan ini memiliki sifat fisik, mekanis, dan estetik yang baik dan



mendekati sifat- sifat dentin dan enamel. 2. Proses polimerisasi pada resin komposit dapat berjalan dengan sempurna jika diperhatikan beberapa hal, yaitu : kedalaman tumpatan resin komposit, teknik polimerisasi yang benar dan teknik pengaplikasian resin komposit pada tumpatan.



DAFTAR PUSTAKA Alrahlah, A.A. 2013. Physical, Mechanical and Surface Properties of Dental Resin composites. School Dentistry: University of Manchester. Amelia, S. 2014. Perbedaan Kebocoran Mikro Antara Teknik Bulk dan Teknik Inkremental Pada Restorasi Gigi Posterior Dengan Resin Komposit Bulk Fill Viskositas Tinggi Pada Kavitas Kelas I, Skripsi: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada. Annusavice, K,J. 2013. Phillips Science of Dental Materials 12th ed. Elsevier Saunders :Missouri Anusavice, K.J. 2003. Phillip’s Science of Dental Material 11th ed. Elsevier: Saunders St. Louis Missouri Bonsor SJ and Pearson GJ, 2018. A Clinical Guide to Applied Dental Materials., UK: Elsevier., Chapter 7 Diansari, V., Eriwati, Y.K., Indrani, D.J. 2008. Kebocoran Mikro Pada Restorasi Komposit Resin Dengan Sistem Total-Etch dan Self-Etch Pada Berbagai Jarak Penyinaran. Indonesian Journal of Dentistry. 15(2): 121-130. Jang, J.H., Park, S.H., Hwang, I.N. 2015. Polymerization Shrinkage and Depth of Cure of Bulk-Fill Resin Composites and Highly Filled Flowable Resin. Operative Dentistry Journal. 17(3):40-46 Manappallil, J. 2010. Basic Dental Material 3rd ed. New Delhi : Jaypee



McCabe, J.F., Walls, A.W.G. 2014. Bahan Kedokteran Gigi Edisi 9. Jakarta: EGC Nicholson, John W. 2002. The Chemistry of Medical and Dental Materials. UK : RS.B O’Brien,William.,2002. Dental Material and Their Selection,3rd edition, Michigan Quintessence Publishing Powers, J.M., Sakaguchi, R.L. 2006. Craig’s Restorative Dental Materials 12th ed. St. Louis: Mosby Elsevier Van, Noort R. 2007. Introduction to Dental Materials 3th ed. London: Mosby Elsevier