Laporan Uji Kuantitatif Karbohidrat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURNAL PRAKTIKUM BIOMOLEKUL UJI KUANTITATIF KARBOHIDRAT



Kelompok 4 Anggota : Nina Indraswati



(171810301009)



Qurotul Ainiyah



(171810301003)



Selma Ajeng Wulandari



(171810301069)



Bambang Hidayat



(171810301075)



LABORATORIUM BIOKIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2019



BAB 1. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupan sehari-hari sering melakukan aktivitas yang membutuhkan energi cukup banyak. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan bagian utama kalori total yang dikonsumsi manusia juga bagi kebanyakan kehidupan hewan seperti mikroorganisme. Energi ini diperoleh dari bahan makanan yang dimakan setiap harinya. Bahan makanan tersebut pada umumnya mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat merupakan salah satu senyawa organik yang memiliki rumus umum Cn(H2O)n. Karbohidrat digolongkan kedalam senyawa biomakromolekular yang banyak dijumpai dalam tubuh makhluk hidup. Karbohidrat mengandung tiga komponen utama yaitu C (karbon), H (Hidrogen), dan O (oksigen) yang terikat dengan ikatan kovalen (Marks et al., 2000). Karbohidrat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan jumlah monomer penyusunnya



meliputi



monosakarida,



oli/digosakarida



dan



polisakarida.



Monosakarida merupakan jenis karbohidrat yang paling sederhana sedangkan jenis karbohidrat yang paling kompleks yaitu polisakarida. Pengujian karbohidrat pada suatu bahan pangan perlu dilakukan untuk mengetahui kadar karbohidrat pada bahan pangan tersebut. Analisa ini disebut dengan analisa kuantitatif. Analisa karbohidrat secara umum, terdapat dua macam, yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisis karbohidrat pada percobaan ini dilakukan dengan metode Nelson-Somogyi (Almatsier, 2010). Percobaan kali ini bertujuan agar mahasiwa dapat menentukan kadar glukosa dalam suatu sampel sebagai dasar untuk mempelajari perubahan biokimiawi karbohidrat dengan metode Nelson Somogyi. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga arsenomolibdat. Metode ini didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi tembaga sulfat oleh gula-gula pereduksi. Kupri yang direduksi membentuk kupro dengan pemanasan, lalu dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molibdenum. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan



mengukur absorbansinya. Pengaplikasian karbohidrat dalam kehidupan sehari hari bermanfaat untuk menguji sampel makanan yang mengandung karbohidrat apakah makanan tersebut mengandung gula preduksi. Gula preduksi berbahaya untuk penderita diabetes, jadi uji ini sangat bermanfaat untuk mengklasifikasi makanan yang mengandung gula preduksi atau tidak mengandung gula preduksi (Marks et al., 2000).



1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada percobaan analisis kuantitatif karbohidrat ini adalah bagaimana cara mahasiswa dapat menentukan konsentrasi glukosa dengan spektrofotometer ?



1.3 Tujuan Tujuan pada percobaan analisis kuantitatif karbohidrat ini adalah menentukan konsentrasi glukosa dengan spektrofotometer.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Karbohidrat Karbohidrat adalah polimer aldehid atau polihidroksi keton dan meliputi kondensat polimer-polimernya. Nama dari jenis-jenis karbohidrat didapatkan berdasarkan senyawa-senyawa aldehid atau keton yang memiliki rumus empiris CnH2nOn sedangkan karbohidrat memiliki rumus empiris Cn(H2O)n yaitu karbon yang mengalami hidroksi. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya, rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Karbohidrat dalam tubuh berguna untuk mencegah timbulnya ketois, pemecahan tubuh protein yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein. Karbohidrat adalah sumber kalori terbesar dalam makanan sehari-hari dan biasanya merupakan 40-45% dari asupan kalori kita (Marks et al., 2000). Karbohidrat yang dihasilkan oleh makhluk hidup sangat beragam, baik oleh manusia, hewan, maupun tumbuhan. Karbohidrat dalam tubuh manusia dan hewan disusun dari beberapa asam amino, gliserol lemak, dan sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan Karbohidrat dibagi menjadi beberapa jenis atau golongan sesuai dengan sifat-sifatnya terhadap zat-zat penghidrolisis. Karbohidrat atau gula dibagi menjadi empat jenis pokok, yaitu : 1.



Gula sederhana atau monosakarida, kebanyakan adalah senyawa-senyawa yang mengandung lima dan enam atom karbon. Karbohidrat yang mengandung 6 karbon disebut heksosa. Gula yang mengandung 5 karbon disebut pentosa. Gula sederhana pada umumnya merupakan polihidroksi aldehida yang disebut aldosa dan polihidroksi keton disebut ketosa.



2.



Oligosakarida, senyawa berisi dua atau lebih gula sederhana yang dihubungkan oleh pembentukan asetal antara gugus aldehida dan gugus keton dengan gugus hidroksil. Dua gula yang digabungkan akan membentuk disakarida,



bila



tiga



diperoleh



trisakarida



dan



seterusnya.



penggabungan bersama-sama gula ini disebut ikatan glikosida.



Ikatan



3.



Polisakarida, gula yang didalamnya terikat lebih dari satu gula sederhana yang dihubungkan dalam ikatan glikosida. Polisakarida meliputi pati, sellulosa dan dekstrin.



4.



Glikosida, dibedakan dari oligo dan polisakarida yaitu senyawa tersebut mengandung molekul bukan gula yang dihubungkan dengan gula oleh ikatan glikosida.



(Sastrohamidjojo, 2005). Senyawa karbohidrat sebagian jenisnya bersifat gula pereduksi. Gula reduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa (Winarno, 2004). Sifat gula pereduksi ini disebabkan adanya gugus aldehida dan gugus keton yang bebas, sehingga dapat mereduksi ion-ion logam. Gugus aldehida pada aldoheksosa mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat dalam pH netral oleh zat pengoksidasi atau enzim. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Gugus aldehida dan gugus alkohol primer dalam zat pengoksidasi kuat akan teroksidasi membentuk asam dikarboksilat atau asam ardalat. Gugus aldehida atau gugus keton monosakarida dapat direduksi secara secara kimia menjadi gula alkohol, misalnya D-sorbito yang berasal dari D-glukosa (Almatsier, 2010).



2.2 Uji Kuantitatif Karbohidrat Uji kuantitatif merupakan metode analisis kimia yang digunakan untuk menentukan jumlah atau kadar zat tertentu dalam suatu sampel. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik, atau biokimiawi, dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan sehingga diperoleh monosakarida. Metode ini dapat dilakukan dengan cara bahan dihidrolisis dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu (Fauzi, 1994).



2.2.1 Metode Nelson-Somogyi Metode ini merupakan salah satu metode kimiawi yang dapat digunakan untuk analisa karbohidrat adalah metode oksidasi dengan kupri. Metode ini didasarkan pada peristiwa tereduksinya kupri okisida menjadi kupro oksida karena adanya kandungan senyawa gula reduksi pada bahan. Reagen yang digunakan biasanya merupakan campuran kupri sulfat, Na-karbonat, natrium sulfat, dan K-Na-tartrat (reagen Nelson Somogy). Metode Nelson Somogyi digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga-arsenol-molibdat. Reagen nelson somogyi berfungsi sebagai oksidator antara kuprooksida yang bereaksi dengan gula reduksi membentuk endapan merah bata. Pereaksi Somogyi merupakan pereaksi tembaga alkali yang mengandung Na2PO4 anhidrat dengan garam K-Na-tartrat (garam Rochelle), sedangkan pereaksi Nelson mengandung amonium molibdat H2SO4, NaHAsO4.7H2O. Konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan dengan membandingkannya terhadap larutan standar. Reaksi warna yang membentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Fauzi, 1994).



2.3 Ketela Rambat Putih (Ubi jalar) Ubi jalar (Ipomoea batatas) atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika. Ubi jalar mulai menyebar keseluruh dunia, terutama dengan Negara-negara yang beriklim tropis yang di perkirakan pada abad ke-16. Indonesia merupakan penghasil ubi jalar terbesar keempat terbesar di dunia pada tahun 1960-an, dan lima daerah yang meliputi penanaman komoditas ubi jalar ini adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, dan Sumatera Utara. Ubi jalar dapat tumbuh dengan baik pada suhu 21-27°C dengan suhu terendah pada 16°C dan suhu maksimum mencapai 40°C. Warna kulit dan daging yang terdapat pada ubi jalar sangat beragam seperti, putih, kuning, ungu serta merah keungu-unguan. Ubi jalar merupakan sumber pangan berenergi, yaitu dalam bentuk gula atau karbohidrat. Ubi jalar juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti kalsium dan zat besi, serta vitamin A dan C. Ubi jalar sebagai sumber pangan memberikan kontribusi



istimewa, dari umbi segarnya yang dipanen bisa langsung diolah untuk dikonsumsi dengan cara dibakar, digoreng, direbus, ataupun dikukus (Sarwono, 2005). Bagian dari ubi jalar yang dapat dikonsumsi yaitu sebesar 86%. Kandungan kimia ubi jalar cukup baik untuk dijadikan bahan pangan. Komposisi kimia ubi jalar sebagian besar terdiri dari air 72,8%, dan 24,3% karbohidrat, sedangkan komposisi lainnya seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral sangat tergantung pada faktor genetic dan kondisi penanamannya. Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim tanam (Sarwono, 2005). Tabel 2.1 menunjukkan kandungan gizi ubi jalar ata ketela rambat per 100 gram. No



Kandungan Gizi



Ubi putih



1



Kalori (kal)



123



2



Protein (g)



1,8



3



Lemak (g)



0,7



4



Karbohidrat (g)



27,9



5



Kalsium (g)



30



6



Fosfor (mg)



49



7



Zat besi (mg)



0,7



8



Natrium (mg)



-



9



Kalium (mg)



-



10



Niacin (mg)



-



11



Vitamin A (SL)



60



12



Vitamin B1 (mg)



0,9



13



Vitamin B2 (mg)



-



14



Vitamin C (mg)



22



15



Air (g)



16



Serat makanan (g)



-



17



Beta Karoten (g)



-



18



Bagian yang dapat dimakan (%)



68,5



86



Tabel 2.1 Kandungan Gizi setiap 100 gram Ketela Rambat Putih (Sumber : Gardjito et al., 2013)



2.4 Spektrofotometer



Spektrofotometer merupakan salah satu metode analisis instrumental yang memiliki dasar pada interaksi energi dan materi. Energi yang biasa digunakan dalam analisis spektrofotometri dapat ditentukan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan melalui intensitas serapan pada panjang gelombang maksimum yang dapat memberikan absorbansi maksimum. Prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada fenomena penyerapan sinar oleh spesi kimia tertentu paa daerah ultraviolet dan sinar tampak. Prinsip dasar analisis komponen dengan spektrofotometri adalah total absorbansi larutan merupakan jumlah absorbansi setiap komponennya. Hal ini berlaku apabila komponen-komponen yang digunakan memiliki sifat aditif. Sifat keaditifan tersebut merupakan sifat-sifat komponen yang tidak bereaksi dalam bentuk apapun. Larutan pada teori dapat terdiri dari bermacam-macam komponen, namun pada praktiknya puncak absorbansi dlam spektrofotometri UV-Vis memastikan bahwa tidak ada panjang gelombang yang cukup sesuai untuk penentuan sampel dengan jumlah komponen yang banyak (Almatsier, 2010).



BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN



3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - Tabung reaksi - Pipet tetes - Pipet mohr 5 mL - Pipet mohr 1 mL - Pipet volume 10 mL - Pipet volume 5 mL - Ball pipet - Gelas beaker 150 mL - Botol Semprot - Hot plate atau penangas



3.1.2 Bahan - Glukosa - Larutan etanol - Reagen Nelson - Akuades - Ketela rambat - Arsenomolibdat



3.2 Diagram Alir Percobaan 3.2.1 Pembuatan Kurva Standar Glukosa Tabung standar glukosa



Tabung sampel



+ Campuran reagen nelson 25:1



+ campuran reagen nelson



- dikocok -



ditempatkan pada water bath mendidih



-



dipanaskan 20 menit



-



didinginkan



standar glukosa dingin



sampel dingin



+ 1 ml larutan arsenomolibdat



+ 1 ml arsenomolibdat



- dikocok 5 menit



- dikocok 5 menit



standar glukosa dan endapan Cu2O larut



Sampel dan endapan Cu2O larut



+ 7 ml air



+ 7 ml air dikocok



- dikocok



Diukur absorbansi panjang gelombang 540 nm



Kurva standart



3.2.2 Analisis Kuantitatif Metode Nelson-Somogyi Tabung standar glukosa



Tabung sampel



-



+ Campuran reagen nelson



- + campuran reagen nelson



-



dikocok



- dikocok ditempatkan pada water bath mendidih dipanaskan 20 menit didinginkan



Standar glukosa dingin +



Sampel dingin



1 ml larutan arsenomolibdat



+ 1 ml arsenomolibdat



dikocok 5 menit



dikocok 5 menit



Standar glukosa dan endapan Cu2O larut



Sampel dan endapan Cu2O larut



+ 7 ml air



+ 7 ml air



dikocok



dikocok



Analisis data



Analisis data



3.2.3



Analisis Kuantitatif kadar glukosa dalam ketela rambat Ketela rambat dihaluskan Pasta + 25 ml C2H5OH panas diaduk 5 menit disaring



Residu



Filtrat



+ C2H5OH panas sampai larut disaring tiga kali



Residu



Filtrat



diuapkan sampai berkurang 20% + 50 ml air Hasil - diukur dengan metode Nelson Somogyi Analisis data



3.3 Prosedur Kerja 3.3.1



Pembuatan Kurva Standar Larutan stok glukosa dibuat dari 5 mg/50 ml akuades yang digunakan



untuk membuat serial larutan standar dengan pencampuran seperti pada tabel yang telah dicantumkan. Volume campuran disesuaikan dengan peralatan yang ada dengan akurasi tertinggi yang dimiliki dan perbandingan volumenya harus tetap. Tabung reaksi masing-masing ditambahkan dengan reagen Nelson-Somogyi seperti pada langkah 3.3.2 3.3.2



Analisis Kuantitatif Metode Nelson Somogyi Reagen Nelson sebanyak 1 mL ditambahkan pada tiap tabung (tabung



standar glukosa dan tabung sampel) lalu kocok dengan baik. Tabung reaksi larutan standar dan sampel secara bersamaan dimasukkan dalam water bath mendidih dan dipanaskan tepat selama 20 menit. Tabung reaksi diangkat secara bersamaan dan ditempatkan dalam gelas beaker yang berisi air dingin. Larutan arsenomolibdat sebanyak 1 mL ditambahkan pada tiap tabung setelah temperatur air dalam gelas beaker mencapai temperatur ruang (gelas beaker dapat dialiri air kran). Tabung reaksi masing-masing dikocok dengan baik selama lima menit untuk melarutkan endapan Cu2O dan untuk mereduksi arsenomolibdat. Air sebanyak 7 mL ditambahkan dalam tiap tabung setelah seluruh endapan Cu2O melarut dan kocok dengan kuat. Absorbansi diukur pada panjang gelombang  540 nm. 3.3.3



Analisis Kuantitatif Kadar Glukosa dalam Ketela Rambat



Ketela rambat putih dihancurkan dengan bantuan mortar hingga halus. Ketela rambat kemudian ditimbang sebesar 5 gram lalu dilarutkan dalam 25 ml C2H5OH panas. Campuran kemudian diaduk selama 5 menit dan disaring. Pelarut kemudian diuapkan hingga volumenya berkurang 20% dari volume awal. Larutan ekstrak ketela rambat ditambahkan dengan air hingga volumenya menjadi 50 mL. larutan kemudian diukur dengan metode Nelson Somogyi dengan langkahlangkah pada 3.2.1.



BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil 4.1.1 Tabel Hasil Pembuatan Kurva Standar Glukosa No.



Larutan Standart



Absorbansi



1.



Larutan Blanko



-0.88



2.



Larutan standart tabung 1



0.191



3.



Larutan standart tabung 2



0.407



4.



Larutan standart tabung 3



0.538



5.



Larutan standart tabung 4



0.719



6.



Larutan standart tabung 5



1.008



4.1.2 Tabel Hasil Kadar Glukosa dalam Sampel Konsentrasi No.



1.



Sampel



Ketela



Absorbansi



(mg/mL)



Kadar Glukosa (%)



Mentah



Matang



Mentah



Matang



0,815



790,4



2348



0,79



2,34



0,976



774,04



12,6



0,78



0,0013



0,7



54,89



66,12



0,055



0,066



rambat 2.



Singkong



3.



Beras



4.



Kentang



0,390



31,35



25,62



0,0314



0,026



5.



Pisang



0,406



132,4



535,4



0,132



0,54



4.2 Pembahasan Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hampir seluruh makhluk hidup. Berdasarkan banyak molekul penyusunnya karbohidrat digolongkan menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Golongan karbohidrat tersebut dapat diketahui keberadaan dan kadarnya dengan uji kualitatif dan uji kuantitatif. Praktikum pada kali ini adalah tentang analisis kuantitatif karbohidrat. Menurut Lehninger (2008) analisis kuantitatif pada karbohidrat dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode tersebut



diantaranya adalah metode Nelson Somogyi, metode Luff Schoorl, metode Anthrone, dan metode Lane-Eynon. Uji kuantitatif yang dilakukan pada percobaan ini adalah dengan menggunakan metode Nelson Somogyi. Metode Nelson Somogyi merupakan metode yang didasarkan pada hasil reduksi dari senyawa kupri oksida menjadi kupro oksida karena adanya kandungan kandungan gula pereduksi di dalam sampel. Prinsip kerja dari metode Nelson Somogyi adalah gula pereduksi akan mereduksi senyawa kupri oksida menjadi senyawa kupro oksida yang akan direaksikan dengan arsenomolibdat membentuk kompleks berwarna biru. Percobaan ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu tahap pembuatan kurva standar glukosa dan analisis kuantitatif kadar glukosa dalam sampel. Perlakuan pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah pembuatan kurva kalibrasi. Fungsi kurva kalibrasi adalah sebagai data dalam mencari kadar glukosa pada masing – masing sampel. Persamaan garis akan dihasilkan pada kurva kalibrasi yang digunakan untuk menentukan rumus dalam penentuan konsentrasi glukosa. Pembuatan kurva kalibrasi juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap absorbansi yang terukur. Kurva kalibrasi dibuat dari larutan glukosa standar dengan berbagai konsentrasi. Larutan glukosa standar dibuat dari larutan induk berupa larutan stok glukosa yang diambil 0,25 mL; 0,75 mL; 1,25 mL; 1,75 mL; dan 2,5 mL lalu diencerkan dengan akuades sehingga volumenya menjadi 2,5 mL. Larutan blanko juga dibuat dalam tahapan ini. Larutan blanko dibuat dari akuades, yang berfungsi sebagai kalibrasi dan larutan pembanding. Penggunaan larutan blanko disesuaikan dengan pelarut yang digunakan dalam proses pengenceran. Percobaan ini menggunakan akuades sebagai pelarut, sehingga larutan blanko yang digunakan adalah akuades. Perlakuan selanjutnya adalah penambahan 2,5 mL reagen Nelson Somogyi pada masing – masing larutan termasuk larutan blanko. Penambahan reagen Nelson bertujuan untuk mereduksi kupri oksida menjadi kupro oksida, dimana senyawa K-Na-tartrat yang terkandung di dalam reagen nelson berperan untuk mencegah terjadinya pengendapan kupri oksida. Penambahan reagen Nelson akan menghasilkan warna biru pada masing-masing larutan yang berasal dari warna biru reagen Nelson. Larutan tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath yang



berisi dengan air mendidih selama 20 menit. Tujuan dari pemanasan adalah untuk membantu mempercepat proses pereduksian kupri oksida menjadi kupro oksida. Glukosa (gula pereduksi) akan mereduksi senyawa pengoksidasi berupa kupri oksida yang terdapat di dalam reagen Nelson menjadi senyawa kupro oksida yang ditandai dengan adanya endapan merah bata. Penggunaan waktu selama 20 menit karena untuk mengoptimalkan gula pereduksi mereduksi kupri oksida. Proses pemanasan menyebabkan larutan sampel terdapat endapan merah bata pada dasar tabung dan warna larutan memudar menjadi biru pucat. Tabung 1 yang berisi larutan blanko tidak terdapat endapan karena di dalam larutan ini tidak mengandung glukosa, sehingga kupri oksida tidak dapat tereduksi. Tabung 2tidak menghasilkan endapan yang disebabkan karena terlalu sedikitnya glukosa, sehingga tidak cukup memungkinkan untuk mereduksi kupri oksida. Tabung 3, 4, 5, dan 6 menghasilkan endapan merah bata, dimana semakin banyak larutan glukosa dalam larutan maka endapan yang dihasilkan juga semakin banyak. Kondisi ini disebabkan karena semakin banyak glukosa maka akan semakin banyak pula kupri oksida yang tereduksi, sehingga menghasilkan produk berupa kupro oksida yang banyak. Larutan yang telah dipanaskan didinginkan dalam gelas beaker berisi air dengan suhu ruang. Tujuan dari pendinginan adalah agar reaksi berjalan secara stabil, karena apabila tetap dalam keadaan panas dikhawatirkan akan terdapat komponen senyawa yang rusak atau habis menguap. Larutan yang terdapat pada tabung reaksi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 ditambahkan dengan 2,5 mL larutan arsenomolibdat dan dikocok selama 5 menit. Tujuan dari penambahan larutan arsenomolibdat adalah untuk mereaksikan kupro oksida dengan arsenomolibdat. Peristiwa ini akan menyebabkan senyawa arsenomolibdat tereduksi menjadi senyawa molibdenum yang berwarna biru serta endapan merah bata dari kupro oksida akan larut. Warna larutan semakin biru pekat seiring dengan meningkatnya endapan merah bata yang ada dalam tabung reaksi. Tabung reaksi 6 memiliki warna biru paling pekat mengingat di dalam larutannya mengandung endapan kupro oksida yang paling banyak dibandingkan dengan tabung lainnya. Peristiwa ini disebabkan karena semakin banyak endapan kupro oksida yang bereaksi dengan arsenomolibdat, sehingga akan semakin banyak pula



arsenomolibdat yang tereduksi. Tabung 1 memiliki warna yang paling cerah karena di dalamnya tidak terbentuk endapan merah bata dari kupro oksida, sehingga tidak ada senyawa yang bereaksi dengan arsenomolibdat. Proses pengocokan bertujuan untuk membuat larutan homogen secara sempurna, sehingga kupro oksida dapat bereaksi dengan senyawa arsenomolibdat secara sempurna yang ditandai dengan larutnya endapan dan terbentuknya larutan berwarna biru. Warna biru yang dihasilkan dalam proses ini nantinya akan diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer. Perlakuan selanjutnya adalah penambahan 1,75 mL akuadespada masing – masing larutan yang bertujuan untuk mengencerkan larutan. Proses pengenceran bertujuan untuk mengurangi kepekatan dari larutan, sehingga nilai absorbansinya dapat terbaca oleh spektrofotometer. Peristiwa ini dikarenakan larutan yang terlalu pekat, maka partikel-partikel yang tersusun akan semakin rapat, sehingga akan menghalangi proses penyerapan sinar. Larutan yang telah ditambahkan dengan akuades dikocok dengan kuat supaya larutan terbentuk secara homogen. Larutan dalam tabung reaksi 1 sampai 6 diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer visible dimana panjang gelombang yang digunakan adalah 540 nm. Penggunaan panjang gelombang 540 nm dikarenakan warna komplementer dari larutan adalah biru sehingga warna yang diserap berada di daerah warna kuning.



C vs A y = 0.0297x - 0.0366 R² = 0.9832



0.8 0.7 0.6



Axis Title



0.5 0.4



Series1



0.3



Linear (Series1)



0.2 0.1 0 -0.1 0



10



20 Axis Title



30



Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Glukosa Standar



Nilai absorbansi pada tabung reaksi 2, 3, 4, 5, dan 6 secara berturut-turut adalah 0,057; 0,13; 0,30; 0,491; dan 0,733. Gambar grafik di atas menunjukkan semakin tinggi konsentrasi maka nilai absorbansi yang diperoleh juga akan semakin tinggi. Grafik yang diperoleh telah sesuai dengan hukum Lambert Beer, dimana konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi. Nilai absorbansi terbesar terdapat pada tabung reaksi 6 yang terdapat larutan glukosa paling banyak dibandingkan dengan kelima tabung lainnya. Grafik pada gambar 4.2 menghasilkan persamaan garis y = 0,0297x – 0,0366. Persamaan ini digunakan sebagai data untuk mencari konsentrasi glukosa yang terdapat di dalam sampel dengan y adalah absorbansi sampel dan x adalah konsentrasi sampel. Percobaan selanjutnya adalah analisis kuantitatif kadar glukosa dalam ketela rambat putih. Ketela rambat putih digunakan dalam percobaan ini karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 gram dengan kandungan glukosa sekitar 0,38-5,64 % (Honestin, 2007). Analisis kuantitatif kadar glukosa dalam ketela rambat putih ini dilakukan dengan membuat dua sampel yang berbeda, yaitu rebus, kukus dan mentah. Ketela rambat kemudian dihancurkan secara merata. Ketela rambat rebus, kukus dan mentah perlu dihancurkan untuk memperkecil ukuran permukaan pada ketela rambat. Ukuran ketela yang lebih kecil akan memperluas permukaan dari partikel sehingga akan lebih mudah untuk mengalami tumbukan di setiap sisi partikel pada saat direaksikan. Penghancuran dan penghalusan ini dilakukan dengan bantuan mortar. Tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah ketela rambat kukus ditambahkan dengan etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut pada ketela rambat kukus. Proses ini dilakukan dengan proses pemanasan dimana akan terjadi etanol panas sebagai pelarut karena karbohidrat yang ada di dalam ketela rambat larut dalam etanol panas. Kelarutan tersebut disebabkan karena adanya persamaan gugus hidroksil pada etanol dan karbohidrat. Gugus hidroksil pada karbohidrat yang banyak dapat memecah gugus hidroksil pada etanol, sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen yang baru. Peristiwa tersebut yang menyebabkan karbohidrat dapat terekstrak di dalam etanol. Penambahan etanol panas juga dilakukan untuk memisahkan



kandungan karbohidrat yang ada pada ketela rambat dengan senyawa lain yang ada pada ketela. Ketela rambat yang telah dilarutkan diaduk. Pengadukan dilakukan setelah ditambahkan etanol panas. Pengadukan ini dilakukan agar campuran dapat bereaksi secara sempurna. Penyaringan kemudian dilakukan setelah pengadukan campuran. Penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan ampas ketela rambat dari larutan ketela rambat yang telah terekstrak oleh etanol. Larutan yang telah berisi ekstrak ketela rambat diuapkan hingga berkurang dari volume awal. Proses penguapan bertujuan untuk mengurangi kadar etanol yang ada di dalam cairan. Penguapan dilakukan dengan menyisakan larutan sebanyak 20 % bertujuan supaya ekstrak ketela rambat yang terdapat dalam pelarut etanol tidak mudah menguap, sehingga dapat dianalisi Larutan yang telah diuapkan kemudian



ditambahkan



akuades.



Penambahan



akuades



bertujuan



untuk



mengencerkan ekstrak, sehingga kepekatannya akan berkurang. Perlakuan ini bertujuan



supaya



nilai



absorbansi



dari



larutan



dapat



terukur



dalam



spektrofotometer. Larutan sampel ketela rambat kukus kemudian diuji dengan metode Nelson Somogyi. Larutan ekstrak ketela rambat kukus diberikan perlakuan yang sama dengan perlakuan pada pembuatan larutan standar. Larutan ekstrak ketela rambat setelah dilakukan pemanasan terjadi perubahan warna dimana larutan yang semula berwarna biru menjadi berwarna jingga. Larutan ketela rambat kukus menghasilkan warna biru yang lebih pekat dibandingkan dengan larutan ketela rambat mentah. Peristiwa tersebut menandakan bahwa kandungan glukosa dalam ketela rambat matang lebih banyak dibandingkan dengan ketela rambat mentah, sehingga akan lebih banyak kupri oksida yang tereduksi dan menghasilkan kupro oksida yang juga lebih banyak. Honestin (2007) menyatakan bahwa kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan jumlah gula pada ubi jalar mentah. Peristiwa ini disebabkan karena pada saat proses pemasakan terjadi peningkatan suhu, sehingga partikel-partikel glukosa di dalam ubi akan bertumbukan dan mudah terurai. Penambahan arsenomolibdat dalam larutan ketela rambat juga menghasilkan larutan berwarna biru, dimana ketela rambat kukus lebih pekat dibandingkan dengan ketela rambat mentah tetapi



akan lebih baik lagi ketela rambatnya di rebus karena ketela tersebut dapat terurai dengan air panas atau terhidrolisis. Peristiwa ini disebabkan karena endapan kupro oksida dalam ketela rambat rebus dan kukus lebih banyak mereduksi arsenomolibdat dibandingkan pada ketela rambat mentah. Larutan ketela rambat ini kemudian ditentukan nilai absorbansinya dengan panjang gelombang yang sama dengan larutan standar yaitu 540 nm. Ketela rambat mengandung glukosa di dalamnya, sehingga untuk menentukan absorbansinya digunakan panjang gelombang 540 nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum dari glukosa. Pengukuran absorbansi pada ubi mentah dan ubi kukus menghasilkan nilai absorbansi rata - rata yaitu masing - masing sebesar 0,716 dan 0,039. Absorbansi pada sampel ubi kukus lebih kecil dibandingkan nilai absorbansi ubi mentah. Kondisi



tersebut



disebabkan



karenaubi



kukusbanyak



glukosa



yang



terurai,sehingga menjadi lebih pekat dibandingkan ubi mentah. Larutan yang pekat pada sampel ubi kukus membuatpartikel ubi kukusmenyerang cahaya kurang optimal,sehingga nilai absorbansinyamenjadi lebih kecil dibandingkan dengan nilai absorbansi ubi mentah.Kadar glukosa dalam ubi kukus dan ubi mentah yaitu masing - masing sebesar 0,324% dan 1,49%. Kadar glukosa pada ubi mentah lebih besar dibandingkan ubi kukus. Hasil tersebut tidak sesuai dengan literatur bahwa kadar gula pada ubi kukus lebih besar dibandingkan dengan ubi mentah. Ketidak sesuaian hasil tersebut dapat disebabkan karena suhu pemanasan yang terlalu tinggi membuat glukosa pada ubi kukus mengalamioksidasi menjadi senyawa asam karboksilat, sehingga hanya sedikit sajamolekul glukosa yang tersisa. Molekul glukosa yang sedikit pada ubi kukustersebut membuat kadar glukosa dalam ubi kukus menjadi lebih kecil dibandingkan kadar glukosa pada ubi mentah. Nilai kadar glukosa pada ubi rebus lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kukus. Kadar glukosa pada ubi rebus sebesar 0,48%, sedangkan kadar glukosa pada ubi kukus sebesar 0,345%. Nilai ubi rebus yang lebih tinggi daripada ubi kukus disebabkan karena molekul glukosa pada ubirebustidak banyak yang terurai akibat pemanasan. Molekul glukosa pada ubi rebus lebih banyak, sehingga kadar



glukosanya lebih tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan literatur bahwa kadar glukosa ubi rebus lebih tinggi dibandingkan ubi kukus. Kadar glukosa paling tinggi pada percobaan ini terdapat pada sampel ubi mentah. Hasil tersebut tidak sesuai literatur karena ubi mentah seharusnya memiliki sedikit monosakarida dibandingkan ubi rebus dan ubi kukus. Pemanasan yang berlebihan pada ubi rebus dan ubi kukus membuat molekul glukosa banyak yang terurai dan mengalami oksidasi, sehingga hanya terdapat sedikit molekul glukosa. Molekul glukosa yang sedikit membuat kadar glukosa pada ubi rebus dan ubi kukus lebih kecil dibandingkan ubi mentah. Konsentrasi yang telah diketahui pada masing-masing sampel dibuat sebagai data dalam mencari kadar glukosanya, sehingga diperoleh kadar sebesar 0,79 % untuk glukosa mentah sementara untuk glukosa matang adalah sebesar 2,34 %. Kadar glukosa pada ketela rambat matang lebih besar dibandingkan dengan kadar glukosa pada ketela rambat mentah. Percobaan ini telah sesuai dengan literatur, Honestin (2007) menyatakan bahwa kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan jumlah gula pada ubi jalar mentah. Peristiwa ini disebabkan karena proses pemanasan menyebabkan peningkatan suhu. Suhu yang meningkat merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat reaksi penguraian, sehingga akan menyebabkan partikel-partikel glukosa dalam ketela rambat matang dengan mudah untuk terurai. Kandungan glukosa pada ketela rambat mentah telah sesuai dengan literatur, dimana percobaan ini menghasilkan kadar sebesar 0,79 %. Honestin (2007) menyatakan bahwa kandungan glukosa yang terdapat dalam ketela rambat mentah adalah 0,385,64 %. Sampel lain yang juga digunakan dalam percobaan ini adalah beras, pisang, singkong, dan kentang. Sampel-sampel ini dipilih karena mengandung karbohidrat yang terdapat kandungan glukosa di dalamnya. Sampel-sampel ini diberi perlakuan yang sama dengan sampel ketela rambat yaitu dengan dikukus terlebih dahulu dan mentah. Sampel-sampel ini kemudian dianalisis kandungan glukosanya dengan menggunakan metode Nelson Somogyi. Kandungan glukosa pada sampel mentah yaitu pisang, beras, singkong, ketela rambat dan kentang



secara berturut-turut adalah 0,132 %; 0,055 %; 0,78 %; 0,79 dan 0,0314 %. Berdasarkan kadar glukosa yang terdapat dalam sampel mentah, ketela rambat dan singkong merupakan sampel yang mengandung glukosa paling banyak dan sampel yang mengandung glukosa paling sedikit adalah kentang. Persentase tersebut menunjukkan bahwa tingginya nilai persentase maka kandungan glukosa di dalam sampel juga semakin tinggi. Sampel matang juga ditentuntukan kandungan glukosanya dan diperoleh 0,54 %; 0,066 %; 0,026 %; 2,34 % dan 0,0013 % secara berturut-turut untuk sampel pisang, nasi, kentang, ketela rambat dan singkong. Kandungan glukosa tertinggi terdapat pada ketela rambat matang dan pisang matang dan kandungan glukosa terendah pada kentang. Diyah et al. (2016) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan glukosa pada nasi, pisang, dan singkong secara berturut-turut adalah 25,40 %; 23,06 %; dan 22,66 %. Diyah et al. (2016) menyatakan bahwa nasi memiliki kandungan glukosa tertinggi dibandingkan dengan keempat sampel matang lainnya dan diikuti dengan pisang serta singkong. Ketidaksesuaian ini mungkin dapat disebabkan karena pada saat proses pengekstrakan sampel matang, terdapat pengotor yang juga ikut terekstrak sehingga konsentrasi yang didapatkan tidak sesuai.



BAB 5. PENUTUP



5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh pada percobaan uji kuantitatif karbohidrat kali ini adalah untuk mengetahui kadar karbohidrat dalam suatu sampel dengan menggunakan metode Nelson-Somoygi. Prinsip analisis dengan metode NelsonSomoygi didasarkan pada proses reduksi senyawa kupri oksida menjadi kupro oksida akibat adanya gula pereduksi dalam sampel. Endapan kupro oksida yang terbentuk akan bereaksi dengan arsenomolibdat yang tereduksi menjadi molybdine blue dan warna biru. Penentuan kadar karbohidrat dalam sampel dilakukan dengan mengukur absorbansi sampel menggunakan alat spektrofotometri visible. Penentuan nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 540 nm. Konsentrasi glukosa pada ketela rambat mentah adalah 1867,18 mg/mL, ketela rambat kukus adalah 161,53 mg/mL, dan ketela rambat rebus adalah 242,47 mg/mL. Konsentrasi glukosa dalam sampel digunakan sebagai data dalam mencari kadar glukosa dalam sampel ketela rambat mentah dan matang. Kadar glukosa pada ketela rambat mentah adalah 1,49% ,ketela rambat kukus adalah 0,324 %, dan ketela rambat rebus adalah 0,48%. Ketela rambat rebus memiliki kadar glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan ketela rambat mentah, dan ketela rambat kukus. 5.2 Saran aran untuk percobaan selanjutnya adalah praktikan lebih memperhatikan urutan penambahan reagen karena hal tersebut berpengaruh pada hasil yang akan diperoleh. Praktikan harus memahami prosedur percobaan untuk menghindari terjadinya kesalahan pada praktikum. Sampel yang akan diukur absorbansinya harus memiliki range warna yang serupa dengan larutan standar agar saat diukur absorbansinya nilainya dapat muncul. Kuvet yang digunakan juga harus dibilas dan dikeringkan dengan tisu untuk mencegah terkontaminasinya larutan. Pengukuran nilai absorbansi larutan standar sebaiknya dimulai dengan larutan yang memiliki konsentrasi terendah menuju larutan dengan konsentrasi tertinggi



untuk mengurangi kontaminasi. Praktikan diharapkan menjaga kebersihan dan ketertiban selama berada dalam laboratorium.



DAFTAR PUSTAKA



Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Diyah, N.W., Aprilia A., dan Gita M.W. 2016. Evaluasi Kandungan Glukosa Dan Indeks Glikemik Beberapa Sumber Karbohidrat Dalam Upaya Penggalian Pangan Ber-Indeks Glikemik Rendah. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 3(2): 67-73. Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember: UNEJ Gardjito, Murdijati, Anton Djuwardi, dan Eni Hermayani. 2013. Pangan Nusantara Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Honestin, T. 2007. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar (Ipomoea batatas). Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Horwitz, W., 2016. Official Method of Analysis of Official Analytical Chemist. Washington D.C: 20th Edition. Koehler, LH. 1952. Differentiation of carbohydrates by anthrone reaction rate and color intensity. Journal Analytical Chemistry. 24: 1576-1579 Lehninger, Albert L. 2008. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga. Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC. Sarwono. 2005. UbiJalar. Jakarta :PenebarSwadaya. Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sattler L dan FW. Zerban. 1948. The Dreywood anthrone reaction as affected by carbohydrate structure.Science. 108: 207. Sudarmadji, S. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Edisi ke-4. Yogyakarta : Liberti



Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Tim Penyusun Biokimia. 2019. Petunjuk Praktikum Biomolekul. Jember: Universitas Jember. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.



LAMPIRAN



Berikut adalah kurva larutan standar dari glukosa :



C vs A y = 0.0297x - 0.0366 R² = 0.9832



0.8 0.7 0.6



Axis Title



0.5 0.4



Series1



0.3



Linear (Series1)



0.2 0.1 0 -0.1 0



4



Konsentrasi ubi rebus







Variasi konsentrasi 1



10



20 Axis Title



y = 0,0297x - 0,0366 0,026 = 0,0297x – 0,0366 0,026 + 0,0366 = 0,0297x 0,0626= 0,0297x x = 2,11 mg/mL faktor pengenceran = 2.5 : 0,75 faktor pengenceran = 3,3 faktor pengenceran = 25 x 3,3 = 82,5 kali C = X x faktor pengenceran C = 2,11 mg/mL x 82,5 C = 174, 075mg/mL 



Variasi konsentrasi 2



y = 0,0297x – 0,0366 0,052 = 0,0297x – 0,0366



30



0,052 + 0,0366 = 0,0297x 0,0886= 0,0297x x = 2,98 mg/mL faktor pengenceran = 2,5 : 1,25 faktor pengenceran = 2 faktor pengenceran = 25 x 2 = 50 kali C = X x faktor pengenceran C = 2,98mg/L x 50 C = 149 mg/L Rata – rata konsentrsi = (174,075+ 149) mg/L : 2 = 161,5375mg/L Massa glukosa dalam 50 ml M = 0,1615375g/L x 0.05 L M = 0,0081g Kadar glukosa = ( 0,0081 grm: 2,5 grm) x 100% = 0,324%