Laprak 7 KBHP JO [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nilai :



LAPORAN PRAKTIKUM KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN (Pengukuran pH, Total Padatan Terlarut, dan Total Asam Tertitrasi)



Oleh: Nama



: Jonathan Maynard Keyness



NPM



: 240110180059



Hari, Tanggal Praktikum



: Jumat, 25 Oktober 2019



Waktu / Shift



: 15.30 – 17.00 WIB / B1



Asisten Praktikum



: 1. A. Zahra Nursyifa 2. Maya Irmayanti 3. Nunung Nurhaijah Hudairiah 4. Zhaqqu Ilham Alhafidz



LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2019



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang



Buah-buahan segar dan sayuran merupakan produk hortikultura yang memiliki sifat mudah rusak (perishable). Sifat mudah rusak (perishable) ini dapat membatasi umur simpannya (shelf-life), sehingga dapat mengganggu kontinyuitas pasokan dalam jumlah, waktu maupun mutu produk. Kerusakan selama penanganan pascapanen dan distribusi buah-buahan merupakan permasalahan yang sering terjadi di Indonesia, terutama dalam kaitan penyediaan buah-buahan untuk konsumsi domestik maupun ekspor dengan mutu standar. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan yang benar pada tahap pascapanen dan distribusinya. Dalam penanganan pasca panen, untuk monitoring mutu selama penyimpanan buah dapat dilakukan dengan mengendalikan kondisi penyimpanan serta menduga laju penurunan mutu yang terjadi. Untuk menganalisis penurunan mutu diperlukan pengetahuan mengenai pola perubahan faktor mutu yang diamati dalam kondisi penyimpanan tertentu. Perubahan faktor mutu dapat dilihat dari karakteristik bahan hasil pertanian yang terdiri dari karakteristik fisik, kimia dan termal. Total Padatan Terlarut, Total Asam Tetritasi, dan pH merupakan faktor mutu yang bisa digunakan untuk analisis mutu buah. Di Indonesia, bahan hasil pertanian yang dimiliki sangat beragam dan menjadi penghasilan komoditas pertanian yang melimpah. Buah-buahan di Indonesia memiliki berbagai macam rasa yang berbeda. Rasa yang terkandung pada buah-buahan tersebut dipengaruhi oleh gula yang terlarut sehingga menghasilkan rasa manis. Semakin banyak kandungan gula pada suatu bahan hasil pertanian maka semakin manis rasa yang dihasilkan.



1.2



Tujuan Percobaan Tujuan praktikum kali ini adalah



1.



Mahasiswa dapat mempelajari karakteristik kematangan bahan hasil pertanian dan



2.



Mahasiswa dapat menganalisa dan menerapkan pengukuran kematangan bahan hasil pertanian dengan menentukan pH, TPT, dan TAT.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Total Padatan Terlarut Total Padatan Terlarut (TPT) merupakan kadar total padatan yang terlarut



dalam air yang terkandung didalam suatu bahan makanan. Biasanya bahan tersebut terdiri dari karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat, kalsium, magnesium,natrium, ion-ion organik, dan ion-ion lainnya. Semakin besar atau tinggi konsentrasi sukrosa yang ada dalam suatu buah yang sudah matang, akan menghasilkan total padatan terlarut yang tinggi (Buckle dkk, 1987). TPT pada pangan, kalau sampel didiamkan, ada dua kemungkinan. Bisa naik atau berkurang tergantung kandungan matrik dalam sampel. Adanya aktivitas bakteri ataupun reaksi tertentu dapat menyebabkan berubahnya nilai TSS tersebut. Oleh karena itu dalam standardnya, parameter TPT memiliki holding time/waktu tunggu yang cukup singkat. Kalau tidak salah cuma 24 atau 48 jam. Dan rekomendasinya harus langsung dilakukan analisis setelah sampel diambil, makanya disebut sebagai parameter insite atau onsite parameter (Harijono dkk, 2001). Buah yang masih terlalu muda dan belum matang biasanya mempunyai kandungan gula yang kurang dan hanya sedikit asam, yang mengakibatkan perbandingan Total Padatan Terlarut (TPT) dengan asam tinggi sehingga rasanya menjadi tidak terlalu manis. Dengan semakin masaknya buah, maka TPT akan bertambah. Total padatan terlarut pada bahan hasil pertanian dapat berubah seiring dengan kondisi dan waktu. Bahan makanan yang telah dicuci atai dicuci terlalu lama akan menyebabkan hilangnya kandungan gizi dalam jumlah banyak, selain itu pemanasan yang terlalu lama juga dapat menyebabkan hilangnya kandungan gizi dalam bahan makanan tersebut. Adanya aktivitas bakteri ataupun reaksi tertentu juga dapat menyebabkan berubahnya nilai TPT tersebut (Pantastico, 1989). Gula memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut dalam air, adanya campuran pelarut air yang sebagian besar terkandung pada buah tomat menyebabkan peluang kelarutan gula semakin meningkat. Peningkatan TPT disebabkan karena terjadinya pemutusan rantai panjang senyawa-senyawa



karbohidrat menjadi senyawa gula yang larut. Adanya peningkatan TPT yang sejalan dengan peningkatan suhu dan waktu pemasakan ini disebabkan karena semakin tinggi suhu menyebabkan pemutusan rantai-rantai panjang senyawa karbohidrat menjadi senyawa gula yang larut menjadi semakin cepat sehingga kandungan gula yang terdapat dalam adonan akan semakin banyak larut (Meikapasa, 2016). Tabel 1. Batas Minimum % TPT untuk Komoditas Tertentu



(Sumber: Kader, A.A. 1999)



2.2



Total Asam Tertitrasi Pengukuran Total Asam Tertitrasi (TAT) merupakan penentuan konsentrasi



total asam yang terkandung dalam suatu bahan. Komponen asam pada buah dan sayur merupakan metabolit sekunder atau produk samping dari siklus metabolisme sel, seperti asam malat, asam oksalat dan asam sitrat yang dihasilkan dari siklus krebs Semakin kecil TAT maka TPT akan lebih besar karena berbanding terbalik.Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh penambahan hidrokoloid pada fruit leather, yang berperan sebagai pektin untuk pengental ataupun pengikat, dengan adanya kandungan pektin dalam fruit leather maka pektin dapat mengikat gula, air dan padatan terlarut seperti asam-asam dalam bahan, menyebabkan total asam semakin meningkat dan dikarenakan semakin banyaknya gula yang terhidrolisis menjadi asam. Total asam erat hubungannya dengan nilai pH, dimana kenaikan total asam menunjukkan penurunan pH sehingga dapat terlihat sifat asam yang ditunjukan Peningkatan asam pada bahan pangan dapat terjadi karena penguraian glukosa menjadi asam (Tjahyadi, 2008).



2.3



pH pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat



keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. Bila pH < 7 larutan bersifat asam, pH > 7 larutan bersifat basa. Dalam larutan neutral pH=7 (Rachmawati dkk, 2009).



2.4



Refraktometer Refraktometer adalah sebuah alat yang biasa digunakan untuk mengukur



kadar/ konsentrasi suatu bahan atau zat terlarut. Misalnya konsentrasi gula memiliki satuan Brix, garam memiliki satuan Baume, protein, dsb. Metode kerja dari refraktometer ini dengan memanfaatkan teori refraksi cahaya. Prinsip pengukuran refraktometer adalah dengan bantuan oleh cahaya, penggembalaan kejadian, total refleksi yang merupakan pembiasan (refraksi) atau refleksi total cahaya yang digunakan. Cahaya merambat dalam transisi antara pengukuran prisma dan media sampel (cairan) dengan kecepatan yang berbeda indeks bias diketahui dari media sampel diukur dengan refleksi cahaya (Wibowo, 2013). Salah satu manfaat refraktometer adalah untuk menentuan kadar gula yang sederhana dengan memanfaatkan sifat refraksi dari gula. Dalam larutan gula murni, indeks bias adalah pengukur langsung dari konsentrasi gula. Sifat refraksi ini akan dipengaruhi oleh konsentrasi gula. Hasil pengukuran kadar gula biasanya dinyatakan dalam satuan brix. Dua jenis refraktometer yang biasanya sering digunakan adalah refraktometer Abbe dan refraktometer celup (immersion). Refraktometer Abbe hanya membutuhkan beberapa tetes contoh saja, sedangkan refraktometer celup membutuhkan contoh yang lebih banyak dibandingkan refraktometer Abbe (Andarwulan et al., 2011).



2.5



Derajat Brix Derajat brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100



gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur (Risvank, 2011). Pada dasarnya Brix (%) dinyatakan sebagai jumlah gram dari gula tebu yang terdapat dalam larutan 100g gula tebu. Jadi pada saat mengukur larutan gula, Brix (%) harus benar-benar tepat sesuai dengan konsentrasinya. Satuan yang digunakan dalam instrument refraktometer ini adalah refractive index (RI). Aldof Brix, ilmuan dari jerman kemudian membuat konversi dari nilai refractive index tersebut ke satuan brix yang diambil dari namanya. Brix sendiri didefinisikan sebagai banyaknya sucrose murni per 100 gram air (Risvank, 2011). Pada praktik analisa di laboratorium, pengukuran % brix sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, sehingga hal ini teramat sangat penting untuk diperhatikan. Tabel konversi nilai temperature tersebut bisa didapatkan dari ICUMSA, Appendix 2, SPS – 3 (1998) halaman 8. Dimana dalam tabel tersebut digambarkan pengaruh perubahan suhu dari 15 derajat celcius s/d 40 derajat celsius untuk nilai brix dari 0 – 85 % brix untuk setiap perubahan 5 % brix (Wibowo, 2013). Indeks bias suatu larutan gula atau nira mempunyai hubungan yang erat dengan brix. Artinya bahwa jika indeks bias nira bisa diukur, maka brix nira dapat dihitung berdasarkan indeks bias tersebut. Alat untuk mengukur brix dengan indeks bias dinamanakan Refraktometer. Dengan menggunakan alat ini contoh nira yang digunakan sedikit dan alatnya tidak mudah rusak (Wibowo, 2013).



2.6



Standar Kematangan Standar kematangan adalah indikator standar yang menunjukkan



kematangan bahan hasil pertanian, biasanya telah ditentukan dan ditetapkan untuk kebanyakan buah, sayuran dan bunga-bungaan. Memanen produk pada saat kematangan yang baik akan menghasilkan mutu produk yang terbaik. Produk yang dipanen terlalu awal akan menyebabkan kurangnya cita rasa atau memungkinkan produk tidak masak secara baik, selain itu produk yang dipanen lambat akan



menyebabkan produk menjadi berserat atau lewat masak. Pemetik bisa dilatih dengan metode mengidentifikasi produk yang siap untuk dipanen. Tabel berikut, menyediakan beberapa contoh untuk index kematangan (Kader, A.A. 1999). Tabel 2. Indeks Kematangan Buah



(Sumber: Kader, A.A. 1999)



2.7



Titrasi Asam Basa Titrasi adalah suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu larutan



dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Larutan yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai analit dan biasanya diletakkan didalam erlenmeyer, sedangkan larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai larutan sintesis atau titran dan diletakkan didalam buret. Asidimetri dan alkalimetri adalah termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang



bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Ibnu, 2008). Untuk dapat dilakukan analisis volumetrik harus dipenuhi syarat- syarat sebagai berikut (Ibnu, 2008): 1.



Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi syarat ini;



2.



Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan perbandingan kesetaraan stoikiometris;



3.



Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara kimia atau fisika; dan



4.



Harus ada indikator jika syarat 3 tidak dipenuhi. Indikator juga dapat diamati dengan pengukuran daya hantar listrik (titrasi potensiometri/ konduktometri).



2.8



Jenis-jenis Titrasi Asam Basa



2.8.1



Titrasi Asam Kuat–Basa Kuat Pada proses titrasi asam kuat dengan basa kuat dan sebaliknya, kedua



larutan dapat terionisasi dengan sempurna, hal ini dikarenakan larutan asam kuat dan basa kuat termasuk kedalam larutan elektrolit kuat yang dapat terionisasi secara sempurna didalam air. Penambahan basa kuat ke dalam asam kuat (atau sebaliknya) adalah jenis titrasi yang paling sederhana. Reaksi kimianya adalah netralisasi (David dkk, 2001): H3O+ (aq) + OH- (aq)



2 H2 O



Asam dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan berair, oleh karena itu, pH pada berbagai titik selama titrasi dapat dihitung langsung dari jumlah stoikiometri asam dan basa yang dibiarkan bereaksi.Pada titik ekivalen, pH ditentukan oleh tingkat terurainya air. Pada 25°C pH air murni adalah 7,00 (David dkk, 2001). 2.8.2



Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat Pada proses titrasi asam lemah dengan basa kuat dan sebaliknya, salah satu



larutan (asam lemah) tidak dapat terionisasi dengan sempurna. Hal ini dikarenakan



asam lemah tergolong kedalam larutan elektrolit lemah. Sehingga garam yang dihasilkan dalam reaksi memiliki sifat basa. Oleh karena itu, pada proses titrasi asam lemah dengan basa kuat titik ekivalennya terjadi ketika pH campuran lebih dari 7. Titrasi asam lemah dengan basa kuat akan mempunyai kurva dan titik ekivalen yang berbeda dari asam kuat dengan basa kuat (David dkk, 2001). Contoh dari titrasi asam lemah dengan basa kuat : Asam lemah : CH3COOH , Basa kuat : NaOH Persamaan Reaksi : CH3COOH(aq)+ NaOH(aq) → NaCH3COO(aq)+H2O(l) 2.8.3



Titrasi Basa Lemah dengan Asam Kuat Proses titrasi basa lemah dan asam kuat terjadi hampir sama dengan proses



titrasi asam lemah dengan basa kuat. Hal ini dikarenakan salah satu dari larutan adalah larutan elektrolit lemah yang tidak mampu terionisasi secara sempurna. Karena dalam reaksi ini larutan basa yang tidak dapat bereaksi secara sempurna, garam hasil reaksi ini menjadi memiliki sifat asam. Oleh karena itu, pada proses titrasi basa lemah dengan asam kuat titik ekivalennya terjadi ketika pH campuran kurang dari 7 (David dkk, 2001). Contoh dari titrasi basa lemah dengan asam kuat : Asam kuat : HCl Basa lemah :NH3 Persamaan Reaksi :HCl(aq)+ NH3(aq) → NH4Cl(aq) 2.8.4



Titrasi Basa Lemah dengan Asam Lemah Kasus dimana asam dan basa keduanya sebanding lemahnya, sebagai



contoh, asam etanoat dan larutan amonia. Pada kasus yang lain, titik ekivalen akan terletak pada pH yang lain. Contoh dari titrasi basa lemah dengan asam lemah adalah CH3COOH(aq) + NH3(aq)



2.9



CH3COONH4(aq) (David dkk, 2001).



Indikator Asam Basa Titik ekivalen ialah titik pada saat jumlah mol ion OH- yang ditambahkan



kelarutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang semula ada. Jadi untuk menentukan titik ekivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam erlenmeyer. Salah satu cara untuk



mencapai tujuan ini ialah dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat awal titrasi (Raymond, 2003). Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH yang sempit. Indikator titrasi asam basa merupakan suatu zat yang digunakan sebagai penanda terjadinya titik ekivalen pada analisis volumetrik khususnya metode titrasi asam basa. Suatu zat dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa jika dapat merubah warna suatu larutan seiring dengan terjadinya perubahan konsentrasi ion hidrogen atau perubahan pH. Biasanya indikator titrasi asam basa merupakan suatu senyawa organik yang bersifat sebagai asam lemah dan dapat mendonorkan ion hidrogen untuk molekul air membentuk basa konjugasi. Kondisi inilah yang dapat memberikan warna karakteristik pada setiap penggunaan indikator titrasi asam basa (Raymond, 2003). Tabel 3. Beberapa Indikator Asam Basa Indikator



Warna



Range Ph



Dalam Asam



Dalam Basa



Thymol blue



Merah



Kuning



1.2-2.8



Bromphenol blue



Kuning



Ungu



3.0-4.6



Methyl orange



Orange



Kuning



3.1-4.4



Methyl red



Merah



Kuning



4.2-6.3



Chlorophenol blue



Kuning



Merah



4.8-6.4



Bromthymol blue



Kuning



Biru



6.0-7.6



Phenolftalein



Tidak berwara



Pink



8.3-10.00



BAB III METODOLOGI



3.1



Alat dan Bahan



3.1.1



Alat Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:



1.



Juicer;



2.



Kain Saring;



3.



pH Meter



4.



Pisau;



5.



Refraktometer;



6.



Seperangkat Alat Titrasi;



7.



Termometer; dan



8.



Timbangan.



3.1.2



Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:



1.



Anggur;



2.



Apel;



3.



Aquades;



4.



Kiwi;



5.



Larutan NaOH;



6.



Pepaya;



7.



Phenolphthalein 1 %; dan



8.



Pir.



3.2



Prosedur Percobaan



3.2.1



Pengukuran Total Padatan Terlarut Prosedur yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah



1.



Memotong sampel buah menjadi 3 bagian yang akan digunakan pada pengukuran dengan pisau;



2.



Meneteskan air pada refraktometer untuk kalibrasi alat dan membersihkan air dengan tisu;



3.



Meneteskan larutan yang terkandung pada buah ke kaca prisma alat untuk mengukur total padatan terlarut (TPT) dan kemudian membaca skala brix pada refraktometer;



4.



Melakukan percobaan yang sama dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan pada setiap percobaan harus dilakukan pengkalibrasian; dan



5.



Setelah tiga hasil skala % TPT diperoleh, selanjutnya melakukan memasukkan data pada tabel dan melakukan perhitungan standar deviasi (SD) dengan menggunakan kalkulator.



3.2.2



Pengukuran pH Prosedur yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah



1.



Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum;



2.



Mengambil sampel dari bahan yang akan digunakan;



3.



Memasukan kertas lakmus kedalam cairan yang dijadikan objek praktikum;



4.



Menyamakan warna sesuai dengan nomor warna yang sesuai;



5.



Melakukan pengukuran pH pada semua bahan dan memasukan bahan ke dalam oven untuk mengetahui perbedaan pengukuran setelah bahan di oven;



6.



Memasukan kertas lakmus kedalam cairan yang dijadikan objek praktikum;



7.



Menyamakan warna sesuai dengan nomor warna yang sesuai; dan



8.



Melakukan pengukuran pH pada semua bahan.



3.2.3



Pengukuran TAT Prosedur yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah



1.



Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan;



2.



Menimbang semua sampel menggunakan timbangan;



3.



Memasukkan jus yang telah dicampur dengan baik ke dalam silinder, lalu air suling ditambahkan ke dalam tabung pengukur;



4.



Menyalurkan jus keluar dan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer;



5.



Menuangkan 2 tetes phenolphthalein dan mentitrasi ke titik akhir menggunakan 0,1 N NaOH; dan



6.



Menunggu hingga jumlah NaOH yang digunakan sampai munculnya warna merah muda yang dikembangkan dan menghitung hasil pengukuran menggunakan rumus, hasilnya dinyatakan dalam bentuk asam anhidrat (dalam gram sitrat/100 ml).



BAB IV HASIL PERCOBAAN



4.1



Tabel Tabel 4. Hasil Pengukuran Total Padatan Terlarut % TPT



Buah



SD



Ulangan 1



Ulangan 2



Ulangan 3



Anggur



12,5



12,5



12,5



0



Pepaya



12



12



12



0



Kiwi



13,5



13,5



13,2



0.17



Apel



11,4



11,9



11,3



0.26



Pir



12,1



12.2



12,2



0.57



Tabel 5. Hasil Pengukuran pH



Anggur



pH sebelum dipanaskan 4



pH setelah dipanaskan 4



Pepaya



4



5



Kiwi



5



4



Apel



5



5



Pir



4



4



Buah



Tabel 6. Hasil Pengukuran Total Asam Tertitrasi Volume Bahan



Volume NaOH yang Terpakai



DF



g asam nitrat/ 100 ml



Buah



Berat Bahan



Anggur



10,19



1,7



5,88



62,82



Pepaya



11,44



1,9



5,26



55,945



Kiwi



9.97



4,1



2,439



64,233



Apel



9.74



1,3



7,69



65,72



Pir



9,289



1,2



8,3



68,73



10 ml



4.2 1.



Perhitungan Perhitungan gr asam nitrat/100 ml Buah Kiwi 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 64,04 𝑥 𝐷𝐹 𝑔𝑟 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡⁄ 𝑥 100% 100 𝑚𝑙 = 10 𝑚𝑙 𝑥 𝑊 =



4,1 𝑥 0,1 𝑥 64,04 𝑥 2,43 𝑥 100% 10 𝑚𝑙 𝑥 9,97



= 64,233%



2.



Perhitungan g asam nitrat/100 ml Buah Pepaya 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 64,04 𝑥 𝐷𝐹 𝑔𝑟 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡⁄ 𝑥 100% 100 𝑚𝑙 = 10 𝑚𝑙 𝑥 𝑊 =



1,9 𝑥 0,1 𝑥 64,04 𝑥 5,26 𝑥 100% 10 𝑚𝑙 𝑥 11,44



= 55,945 %



3.



Perhitungan g asam nitrat/100 ml Buah Anggur 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 64,04 𝑥 𝐷𝐹 𝑔𝑟 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡⁄ 𝑥 100% 100 𝑚𝑙 = 10 𝑚𝑙 𝑥 𝑊 =



1,7 𝑥 0,1 𝑥 64,04 𝑥 5,88 𝑥 100% 10 𝑚𝑙 𝑥 9,28



= 45,945 %



4.



Perhitungan g asam nitrat/100 ml Buah Pir 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 64,04 𝑥 𝐷𝐹 𝑔 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡⁄ = 𝑥 100% 100 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙 𝑥 𝑊 =



1,2 𝑥 0,1 𝑥 64,04 𝑥 8,3 𝑥 100% 10 𝑚𝑙 𝑥 9,28



= 68,73 %



5.



Perhitungan g asam nitrat/100 ml Buah Apel 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 64,04 𝑥 𝐷𝐹 𝑔 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡⁄ = 𝑥 100% 100 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙 𝑥 𝑊 =



1,3 𝑥 0,1 𝑥 64,04 𝑥 7,69 𝑥 100 10 𝑚𝑙 𝑥 9,74



= 65,729 %



BAB V PEMBAHASAN



Pada praktikum kali ini membahas tentang cara mengukur kematangan bahan hasil pertanian dengan menentukan pH, TPT, dan TAT. Bahan hasil pertanian yang digunakan pada praktikum kali ini adalah anggur, apel, kiwi, pepaya, dan pir. Bahan hasil pertanian yang digunakan dijadikan jus agar mempermudah perhitungan. Alat yang digunakan untuk penentuan besarnya nilai TPT adalah refraktometer. Pengukuran pH menggunakan kertas lakmus sebagai indikator asam basa sedangkan pengukuran TAT dilakukan melalui proses titrasi dengan phenolftalein dan NaOH. Penentuan TPT dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer. Pengukuran TPT dilakukan pada semua jenis bahan pertanian yang digunakan pada saat praktikum. Setiap bahan pertanian diukur sebanyak tiga kali dengan refraktometer. Praktikum kali ini diperoleh hasil TPT tertinggi adalah 13,5 % untuk pengukuran pertama kiwi dan hasil terendah didapatkan oleh apel dengan 11,3 % pada percobaan ketiga. Setelah melakukan pengukuran sebanyak tiga kali pada masing-masing bahan hasil pertanian, dilakukan pengukuran standar deviasi dengan menggunakan kalkulator scientific. Semakin kecil standar deviasi yang diperoleh maka data yang diperoleh semakin akurat. Perbedaan data pada saat pengulangan pengukuran disebabkan karena tidak meratanya kandungan glukosa pada objek yang diujikan. Kemingkinan lainnya karena kurang bersih saat pembersihan menggunakan tisu sehingga pengukuran menjadi kurang akurat. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunkan semua jenis bahan hasil pertanian pada praktikum kali ini. Indikator pembacaan pH yang digunakan adalah kertas lakmus. Kertas lakmus jika dicelupkan kedalam suatu larutan maka kertas lakumus tersebut akan berubah atau tidak berubah sesuai kandungan larutan tersebut. Pengukuran pH dilakukan dalam dua kondisi yang berbeda. Kondisi pertama pada saat larutan berada pada suhu ruangan. Kondisi kedua pada saat larutan pada kondisi suhu dinaikan menggunakan oven. Larutan dikatakan asam jika memiliki pH >7. Hasil yang pengukuran pH yang diperoleh berkisar diantara angka 4 dan 5. Hal ini menandakan bahwa larutan yang diuji merupakan larutan



basa lemah. Data yang diperoleh juga menunjukan bahwa suhu mempengaruhi ph larutan tetapi tidak terlalu signifikan. Pengukuran TAT dilakukan dengan cara pentitrasian larutan dengan 0,5 N NaOH dan 2 tetes phenolphthalein 1%. Hasil yang diperoleh pada pengukuran TAT cukup beragam karena terdapat lima jenis buah yang digunakan yang masingmasing volumenya adalah 10 ml. Hasil yang telah diperoleh langsung dikonversikan untuk mencari massa dari asam nitrat per 100 ml. Buah pir memiliki massa asam nitrat paling besar yaitu 68,73 %. Buah anggur memiliki massa asam nitrat yang paling kecil yaitu sebesar 45,945 %. Walaupun volume buah yang digunakan sama, hasil yang diperoleh berbeda-beda. Hal itu terjadi karena berat setiap bahan yang berbeda-beda dan juga karena kandungan yang dimiliki setiap bahan berbeda-beda. Semakin tinggi asam nitrat yang dimiliki maka semakin tinggi juga kandungan asam pada suatu bahan hasil pertanian. Pengaplikasian dalam dunia keteknikan pertanian ada bermacam-macam. Manfaatnya adalah dapat digunakan sebagai acuan dalam mengkondisikan bahan hasil pertanian sehingga kita dapat mengetahui kondisi yang cocok untuk bahan tersebut. Bahan yang bersifat asam dan basa memiliki kondisi yang berbeda. Selain itu, kondisi lain yang juga memengaruhi adalah glukosa yang terkandung pada bahan hasil pertanian tersebut. Semakin tinggi glukosa yang terkandung biasanya semakin tinggi juga kematangan buah tersebut.



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN



6.1



Kesimpulan Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah



1.



Pengukuran Ph, TPT, dan TAT berfungsi untuk mengetahui karakteristik kematangan dari suatu bahan hasil pertanian;



2.



Bahan hasil pertanian memengaruhi proses pengukuran karakteristik kematangan;



3.



Refraktometer digunakan dalam pengukuran kandungan larutan pada bahan hasil pertanian; dan



4.



Semakin tinggi nilai % TPT dari standar minimum maka semakin baik kualitas suatu bahan hasil pertanian.



6.2



Saran Saran pada praktikum kali ini adalah praktikan menggunakan jenis buah



yang lebih banyak dan kuantitas yang lebih banyak sehingga praktikan dapat lebih memahami tentang karakteristik kematangan suatu bahan hasil pertanian.



DAFTAR PUSTAKA



Andarwulan N, Kusnandar F, dan Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta. Buckle et al., 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia. David W. Oxtoby, Gillis, dan Norman, H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern (Jilid I). Terjemahan Suminar Setiati Achmdi. Erlangga. Jakarta. hlm. 316. Harijono, dkk. 2001. Pengaruh Kadar Karaginan Dan Total Padatan Terlarut Sari Buah. Jurnal Teknologi Pertanian 2: 110-116. Denpasar: Universitas Udayana. Ibnu, Gandjar. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. hlm. 136. Kader, A.A. 1999. Fruit Maturity, Ripening and Quality. Acta Hort 485: 203-208 Meikapasa dan Seventifola. 2016. Karakteristik Total Padatan Terlarut (TPT), Stabilitas Likopen dan Vitamin C Saus Tomat pada Berbagai Kombinasi Suhu dan Waktu Pemasakan. Fakultas Pertanian UNMAS Mataram. Pantastico. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rachmawati S.W., Bambang Iswanto, Winarni, 2009. Pengaruh pH Pada Proses Koagulasi Dengan Koagulan Aluminum Sulfat Dan Ferri Klorida. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, pp. 40-45 ISSN: 1829-6572. Raymond, Chang. 2003. Kimia Dasar (Vol.II). Erlangga. Jakarta. hlm. 142 Tjahjadi, Carmencita. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah, Volume II. Bandung: Widya Padjajaran. Kurniawan. 2013. Panduan Cara Budidaya Buah Kiwi Hasil Berlimpah. Diambil dari http://fredikurniawan.com/ (diakses pada tanggal 31 Oktober 2019 pukul 23.04 WIB) Risvank. 2011. Pengertian, pol, brix dan HK dalam Analisa Gula . Diambil dari http://www.risvank.com/ (diakses pada tanggal 31 Oktober 2019 pukul 19.31 WIB) Wibowo, Wahyu. 2013. Refraktometer dan Kegunaannya. Diambil dari https://multimeter-digital.com/ (diakses pada tanggal 31 Oktober 2019 pukul 21.43 WIB)



LAMPIRAN



Dokumentasi Pribadi



Gambar 1. Pengukuran volume bahan hasil pertanian



Gambar 2. Proses pentitrasian bahan hasil pertanian



Gambar 3. Pengukuran massa bahan hasil pertanian