Lapsus-Atresia Bilier [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Zain
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN



LAPORAN KASUS JANUARI 2020



UNIVERSITAS PATTIMURA



ATRESIA BILIER DAN HERNIA SCROTALIS REPONIBLE



Disusun oleh: Vika Arilia Leiwakabessy NIM. 2018-84-002



Pembimbing: dr. Robby Kaleuw, Sp. A



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2020



BAB I PENDAHULUAN



Atresia bilier adalah penyakit hati yang berat yang ditandai dengan obstruksi dan fibro-obliterasi progresif saluran bilier ekstrahepatik. Sampai saat ini penyebab atresia bilier belum diketahui.1,2 Kejadian atresia bilier dilaporkan antara 1:8000 sampai 1:18000 kelahiran hidup.2,3 Atresia bilier merupakan penyebab penyakit hati terminal yang merupakan indikasi utama transplantasi hati pada anak. Gejala awal atresia bilier seringkali sulit dibedakan dengan ikterus neonatorum fisiologis, sehingga diagnosis dan tatalaksana menjadi terlambat.4 Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang harus segera mendapat terapi bedah bahkan transplantasi hati pada kebanyakan bayi baru lahir, jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat terjadi.5,6 Hernia adalah penonjolan suatu organ melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis, isi perut (usus) menonjol melalui defek pada lapisan dinding perut melewati canalis inguinalis dan turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah hernia inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga scrotum. Hernia inguinalis lateralis lebih sering terjadi pada bayi prematur daripada bayi aterm



1



di mana sebanyak 13,7% berkembang pada bayi yang lahir pada usia kandungan di bawah 32 minggu. Hernia inguinal dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu acquired dan kongenital. Umumnya, hernia inguinal disebabkan oleh berbagai faktor dan yang paling utama adalah kelemahan otot abdomen, karena itu biasanya penyebabnya acquired. Sementara pada hernia kongenital, pada saat fetus terjadilah penurunan testis dari dalam abdomen (intraabdominal) ke skrotum pada trimester ketiga.7



2



BAB II LAPORAN KASUS



2.1 LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama



: By. AL



Umur



: 7 Bulan



Jenis kelamin : Laki-laki Berat Badan



: 7,5 Kg



Alamat



: Kebun Cengkeh



No.RM



: 13-96-17



Pekerjaan



:-



Agama



: Islam



Masuk RS



: 21 November 2019



B. ANAMESIS Keluhan Utama : badan kuning Anamesis Terpimpin : Pasien datang diantar oleh kedua orang tuanya ke IGD RSUD dr. M. Haulussy dengan keluhan kuning seluruh tubuh yang muncul sejak bayi berumur 40 hari, menurut orang tua pasien awalnya kuning terlihat dari mata hingga seluruh tubuh yang muncul hilang timbul dan menetap hingga sekarang. Keluhan disertai perut membesar sejak bayi berusia 40 hari dan semakin lama semakin membesar. Keluhan lain demam yang muncul hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu, buang air kecil lancar, berwarna kuning gelap, buang air besar lancar dengan frekuensi 1-2 x/hari, konsistensi lunak dan 3



berwarna pucat, selain itu ada pembesaran pada alat kelamin yang muncul pada usia 1 bulan setelah lahir, semakin membesar ketika pasien menangis dan mengecil ketika berbaring atau dapat masuk kembali ketika didorong. Riwayat Penyakit Dahulu : ± 2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di RS Namlea dengan keluhan yang sama dan tidak ada perubahan. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien.



Riwayat Pengobatan : Ibu pasien mengaku selama dirawat di RS Namlea hanya mendapatkan infus.



Riwayat tumbuh kembang: Lahir cukup bulan (37-38 minggu) dirumah, normal ditolong bidan, langsung menangis, BB lahir 3200 gr PB tidak diketahui, apgar score 7/9, warna ketuban tidak tau. Selama kehamilan, ibu pasien rajin kontrol ke puskesmas, tidak pernah mengalami sakit ataupun mengkonsumsi obatobatan tertentu. Riwayat Imunisasi : Vaksin



Jumlah



Tidak Tahu



Vaksin



BCG







Hib



Hep. A



Hep. B







PVC



Varisela



Polio







Influenza



HPV



DPT







MMR



Lainlain



Campak







Tifoid



Lengkap



Belum Pernah



Jumlah



Belum Pernah



Tidak Tahu



Vaksin



Jumlah



Belum Pernah



Tidak Tahu



Keadaan orang tua : Ibu nyonya A usia 31 tahun keadaan sehat. Ayah usia SL 32 Tahun keadaan sehat.



4



C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status generalis 



Keadaan umum



: Tampak lemas dan rewel







Kesadaran



: Composmentis



2. Vital Sign 



Nadi



: 113 x/menit







Pernapasan



: 38 x/menit







Suhu



: 39,2o C







Saturasi O2



: 98% tanpa O2



3. Pemeriksaan Fisik 



Kepala :  Bentuk



: Normochephal



 Rambut



: Pertumbuhan rambut baik, rambut tidak mudah



dicabut.  Ubun-ubun : Menutup 



Wajah  Mata



: Ikterus (+), Anemis (+/+), refleks cahaya (+),



refreks pupil (+)  Hidung



: Pernapasan cuping hidung (-)



 Mulut



: Candidiasi (-), stomatitis (-)



 Bibir



: Sianosis (-)



 Gigi



: kesan belum lengkap, Caries: (-) (-)



 Telinga



: Otorea (-)







Leher







Thoraks



: pembesaran KGB (-), skofuloderma (-)



A. Pulmo :  Inspeksi



: Pengembangan dada simetris



 Palpasi



: krepitasi (-), massa (-), nyeri tekan (-)



5



 Perkusi



: Sonor (+)



 Auskultasi : vesikuler +/+, Ronki (-/-), wheezing (-/-) B. Cor  Inspeksi



: Ictus kordis tidak tampak



 Palpasi



: Ictus kordis teraba pada ICS IV midclavicula



sinistra  Perkusi



: Redup



 Auskultasi : BJ S1 dan S2 Murni reguler 



Abdomen  Inspeksi



: Cembung



 Palpasi -



Hepar



: teraba 8 cm dibawah arcus costa,



konsistensi keras, permukaan rata, tepi tumpul, NT (-) -







Lien



: teraba pada Schuffner II-III



 Perkusi



: Pekak



 Auskultasi



: BU (+) Normal 3x/menit



Extremitas :  Tonus otot



: baik



 Kekuatan otot



: 5/5



 CRT



: < 2 detik







Genitalia







Pemeriksaan Neurologis :



: Pembesaran Scrotum (+), NT (-)



 Refleks Fisiologis : (+)  Refleks Patologis : (-)  KPR



: (+) Normal



 APR



: (+) Normal



 Nervus Cranialis



: TDP



 Tanda rangsang meningen :



6







Kaku kuduk



: TDP







Kernig sign



: TDP







Brudsinski



: I : TDP, II : TDP, II : TDP, IV: TDP



Keterangan: TDP= Tidak dilakukan pemeriksaan



D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium : Tanggal 21 November 2019 



Pemeriksaan Darah Rutin



Pemeriksaan Jumlah eritrosit



Hasil 3.10 x 106/mm3



Hemoglobin



9,0 g/dL



Hematokrit



23.9 %



Nilai Normal



Interpretasi Hasil



3,5-5,5



Normal



14,0-18,0 (L), 12,015,0 (P)



Menurun



40-52 (L), 37-43 (P)



Menurun



MCV



77.1 um3



80-100



Menurun



MCH



27.4 pg



27-32



Normal



35.6 g/Dl



32-36



Normal



15.2 %



11-16



Normal



327 x 103/mm3



150-400



MPV



9.4 um



6-11



Normal



PCT



0.40 %



0,150-0,500



Normal



PDW



9.6 %



11-18



Menurun



49.68 x 103/mm3



5,0-10,0



Neutrofil



43.0 %



50-70



Menurun



Limfosit



45.5 %



20-40



Meningkat



Monosit



8 .5%



2-8



Meningkat



Eosinofil



2.7 %



1-3



Normal



Basofil



0.3 %



0-1



Meningkat



MCHC RDW Jumlah trombosit



Jumlah leukosit



Normal



Meningkat



Hitung jenis leukosit



Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin



7



2. Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 23 November 2019 



Pemeriksaan Darah Kimia, Apusan darah tepi Hasil



Nilai Normal



Interpretasi Hasil



SGOT



353 u/L



< 33



Meningkat



SGPT



207 u/L



4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah



17



diberikan fenobarbital, Gamma-GT meningkat > 5 kali maka dianjurkan untuk segera dilakukan intervensi bedah portoenterostomi.4,5,6 Dan penatalaksanaan yang tepat untuk Hernia Scrotalis Reponibel adalah dilakukan operasi herniografi yang meliputi herniotomi dan hernioplasti dengan persiapan operasi puasa 6- 8 jam sebelum operasi dan ceftriaxon sebagai profilaksis.7 Prognosis pada Atresia bilier tergantung beberapa faktor : umur pada waktu dioperasi, lebih awal lebih baik (60-80 hari) setelah lahir, gambaran anatomi duktus biliaris, ukuran duktus biliaris, ada tidaknya Sirosis hepatis.6



Dan pada kasus ini di diagnosis banding dengan Malaria karena berdasarkan keluhan deman yang hilang timbul sejak 1 bulan dengan suhu > 37,5’C, ada anemia dan ikterik. Namun diagnosis banding ini dapat disingkirkan karena periode demamnya hilang timbul tanpa disertai menggigil dan berkeringat, pemeriksaan darah rutin juga tidak memenuhi kriteria dari Malaria yaitu anemia berat dengan Hct < 15 % atau Hb < 5 gr/dl, pemeriksaan apusan darah tepi tidak ditemukan adanya parasit dalam darah. Serta tidak ditemukannya keluhan lain seperti : penurunan kesadaran, kejang, gangguan pernapasan, sehingga diagnosis Malaria tidak memenuhi kriteria untuk pasien ini.



18



DAFTAR PUSTAKA



1. Peterson C. Pathogenesis and treatment opportunities for biliary atresia. Clin Liver Dis 2016;10: 73-88. 2. Shneider BL, Brown MB, Haber B, Whitington PF, Schwartz K, Squires R, et al. A multicenter study of the outcome of biliary atresia in the United States, 1997 to 2000. J Pediatr 2016;148:467-74. 3. Schreiber R, Barker CC, Roberts EA, Martin SR, Alvarez F, Smith L, et al. Biliary atresia: the Canadian experience. J Pediatric 2017;151:659-65. 4. Hung P, Chen C, Chen W, Lai H, Hsu W, Lee P, et al. Long-term prognosis of patients with biliary atresia: A 25 year summary. J Pediatic Gastroenterol Nutr. 2016;42:190-5. 5. Yamatakan A, Cazares J, Miyano T. Biliary Atresia. In: Holcomb III GW, Murphy P, Ostlie DJ. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 6th ed. Toronto. 2014. Elsevier, p580-92 6. Cowles RA. The Jaundiced infant: Biliary Atresia In: Coran AG. Peditric Surgery. 7th Ed. Philadelphia; 2012. Saunders. P1321-30. 7. Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC, pp. 519-37



19