Laporan Pendahuluan Atresia Bilier [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MATERNITAS MIND MAPPING DAN ASKEP TEORITIS ATRESIA DUKTUS HEPATICUS



DI SUSUN OLEH KELOMPOK 10 1. IGA NURMALA 2. OKTARIANI AULIA WILMAR



DOSEN PEMBIMBING : Ns. Yessi Andriani,M.Kep.S.Mart



Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Perintis Padang TA 2019/2020



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk mempelajari dan mengetahui seperti apa bahaya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan ATRESIA DUCTUS HEPATICUS. Makalah



ini dibuat agar



pembaca dapat memperluas pengetahuannya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari dosen dan teman-teman yang bersifat membangun, selalu penulis harapkan demi lebih baiknya makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita, aamiin Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bukittinggi, 15 Maret 2020



Penulis



DAFTAR ISI Kata Pengantar..........................................................................................................................i Daftar Isi...................................................................................................................................ii BAB I Latar Belakang..........................................................................................................................4 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4 Tujuan ......................................................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN A. Anatomy dan fungsi sistem bilier........................................................................................6 B. Defenisi atresia bilier...........................................................................................................7 C. Klasifikasi atresia bilier........................................................................................................7 D. Etiologi.................................................................................................................................7 E. Manifestasi klinis..................................................................................................................8 F. Patofisiologi..........................................................................................................................9 G. Pemeriksaan diagnostik .......................................................................................................9 H. Penatalaksanaa ..................................................................................................................12 I. Komplikasi ..........................................................................................................................13 Askep atresia bilier................................................................................................................15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................................................19 B. saran..................................................................................................................................19



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada dari satu dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan dari pada laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika dari pada di Kuakasia bayi baru lahir. Atresia bilier ini terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progesif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus dimana ia membantu mencerna makanan, lemak dan kolesterol. Hilangnya saluran empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkan hati menjadi perlu. Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk trasnpalasi hati dalam 1 sampai 2 tahun pertama kehidupan. B. Rumusan Masalah 1. Apakah defenisi dari atresia bilier? 2. Apa sajakah klasifikasi dari atresia bilier? 3. Apa sajakah faktor resiko dari atresia bilier? 4. Apa sajakah etiologi dari atresia bilier? 5. Apakah manifestasi klinis dari atresia bilier? 6. Bagaimana penatalaksanaan pada atresia bilier? 7. Apa sajakah komplikasi dari atresia bilier? 8. Bagaimana pengkajian pada klien dengan atresia bilier? 9. Bagaimana diagnosa pada klien dengan atresia bilier?



10.Bagaimana intervensi pada klien dengan atresia bilier?



C. Tujuan 1. Tujuan Umum Menjelaskan



tentang



konsep



penyakit



atresia



bilier



keperawatnnya. 2. Tujuan Khusus 1. Mengindentifikasi defenisi dari atresia bilier 2. Mengidentifikasi klasifikasi dari atresia bilier 3. Mengidentifikasi faktor resiko dari atresia bilier 4. Mengidentifikasi etiolgi atresia bilier 5. Mengidentifikasi manifestasi klinis atresia bilier 6. Mengidentifikasi penatalaksaan pada atresia bilier 7. Mengidentifikasi komplikasi pada atresia bilier 8. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan atresia bilier 9. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan atresia bilier 10. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan atresia bilier



serta



pendekatan



asuahan



BAB II PEMBAHASAN   A. Anatomy dan Fungsi sistem bilier Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu. Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil). Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati. Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak. Fungsi utama sistem bilier yang meliputi: 



untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum







untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu



Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut: 



untuk membawa pergi limbah







untuk memecah lemak selama pencernaan



Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat .  



B. Definisi Atresia bilier Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi  congenital, yang berarti terjadi  saat kelahiran C. Klasifikasi Atresia bilier Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut : gambar 1.3 tipe atresia bilier 



Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.







IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).







IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung empedu normal.







Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus. 



Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II D. Etiologi Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan.  Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:







infeksi virus atau bakteri







masalah dengan sistem kekebalan tubuh







komponen yang abnormal empedu







kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu







hepatocelluler dysfunction



E. Manifestasi Klinis Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk: 



Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.



Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir 



Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.







Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.







Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat







degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh 



Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut: 



Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.







Gatal-gatal







Rewel







splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).



F. Patofisiologi Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi. Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati. Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati  juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. G. Pemeriksaan Diagnostik Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan : 1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja) 2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati



3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier. 1) Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier. 



Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.







Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.







Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial thromboplastin time.



b. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier. 2) Pencitraan a. Pemeriksaan ultrasonografi Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan



sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal. b. Sintigrafi hati Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal,  sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. c. Liver Scan Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu. d. Pemeriksaan kolangiografi  Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai



saat



ini



pemeriksaan



kolangiografi



dianggap



sebagai



baku



emas



untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier. 3) Biopsi hati Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati.  Bila diameter duktus100



200 u atau 150  400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar  dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu   H. Penatalaksanaan 1. Terapi medikamentosa  Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :  



Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.







Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari



dibagi



6



dosis



atau



sesuai



jadwal



pemberian



susu.



Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder 2. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.  3.



Terapi nutrisi Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu : 



Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat  akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.







Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K



4. Terapi bedah 



Kasai Prosedur Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.







Pencangkokan atau Transplantasi Hati Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.  Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok.  Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.



I. Komplikasi a. Kolangitis: komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis.  Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan.



 Ada tanda-tanda sepsis (demam,



hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.



b. Hipertensi portal c. Portal



hipertensi



terjadi



setidaknya



pada



dua



pertiga



dari



anak-anak



setelah



portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus. d. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal: Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts,dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula. 



Keganasan:



Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil. Hasil setelah gagal operasi Kasai Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari  hati.  Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak.  Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).  



ASUHAN KEPERAWATAN ASTRESIA DUCTUS HEPATICUS A. Pengkajian a.    Identitas Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini dilakukan sebagai standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien. Umumnya Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. b.    Keluhan Utama Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir. Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel darah merah.  c.    Riwayat Penyakit Sekarang Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum dan kadang disertai letargi (kelemahan). d.   Riwayat Penyakit Dahulu Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik. yang akhirnya menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia Biliaris ini. Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio. e.    Riwayat Perinatal 1)   Antenatal: Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella 2)   Intra natal: Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan. 3)   Post natal: Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan peralatan



makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu. f.     Riwayat Kesehatan Keluarga Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini. g.    Pemeriksaan Tingkat Perkembangan Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan pada pasien atresia biliaris dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Selain itu, pada anak dengan atresia biliaris, kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang optimal karena terjadi kelainan pada organ hati dan empedunya sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya. h.    Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada anak yaitu pola kebersihan yang cenderung kurang. Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya. Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang diperhatikan. i.      Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan 2. Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan membrane mukosa. 3. Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi. 4. Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang. 5. Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien 6. Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan. 7. Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan



dalam merawat dan mengobati anak dengan atresia biliaris. 8. Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita atresia biliaris biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi. 9. Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat sembuh bagi anak. 10. Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat. j.      Pemeriksaan Fisik Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa: 1)      Air kemih bayi berwarna gelap 2)      Tinja berwarna pucat 3)      Kulit berwarna kuning 4)      Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat 5)      Hati membesar. 6)      Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut: a)    Gangguan pertumbuhan b)   Gatal-gatal c)    Rewel d)   Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati). 7)      Pemeriksaan Fisik a)      Keadaan umum : lemah. TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena porta Suhu: Suhu tubuh dalam batas normal Nadi: takikardi RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan (takipnea) b)      Kepala dan leher Inspeksi :  Wajah : simetris   Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak  Mata : pupil miosis, konjungtiva anemis  Hidung : kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung  Telinga : bersih  Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik  Lidah : normal  Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher c)      Dada



Inspeksi asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan tekanan pada otot diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali). Palpasi denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri tekan(-) Perkusi Jantung : dullness Paru : sonor Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi kemungkinan terdengar bunyi wheezing d)     Abdomen Inspeksi : terdapat distensi abdomen Palpasi : dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi Perkusi : sonor Auskultasi : kemungkinan terjadi pada bising usus e)      Kulit Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice) f)       Ekstremitas Tidak terdapat odem pada pada extremitas k.    Pemeriksaan Penunjang 1)      Laboratorium a) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl) karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas. b) Tidak ada urobilinogen dalam urine. c)   Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol) 2)      Pemeriksaan diagnostik a. USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu) b. Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi c. Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatic d. Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas B. Diagnosa Keperawatan 1. Deficit nutrisi berhubungan mencerna makanan



dengan



ketidak



mampuan



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada 3. Gangguan eliminasi fekal (diare) berhubungan dengan malabsorbsi 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan 2.



n o 1



2



3



C. Intervensi diagnosa Deficit nutrisi



Intervensi



Obervasi: -identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient -monitor berat badan -monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik: -berikan suplen makan,jika perlu -berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Edukasi: -ajarkan diet yang deprogram Kolaborasi: -kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalorri dan jenis nutrient yang dibutuhkan Pola nafas tidak Observasi: -monitor pola nafas efektif -monitor bunyi nafas tambahan Terapeutik: -berikan oksigen -pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tiit dan chin-lift Edukasi: -anjurkan asupan cairan 2000ml/hari Kolaborasi: -kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspetoran,mukolitik Gangguan Observasi: eliminasi fekal -identifikasi penyebab diare -identifikasi riwayat pemberian makanan (diare) -monitor keamanan penyiapan makanan Terapeutik: -berikan asupan cairan oral -berikan cairan intravena -ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit Edukasi: -anjurkan ,akanan porsi kecil dan sering secara bertahap Kolaborasi: -kolaborasi pemberian obat antispasmodic



4



Intoleransi aktivitas



Observasi: -observasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan -monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik: -sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus -berikan aktivitas distaksi yang menenangkan Edukasi: -anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap -ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi: -kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



BAB III PENUTUP



A.



Kesimpulan



Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi  congenital, yang berarti terjadi  saat kelahiran. Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.



Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.



B.



Saran



Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.



  DAFTAR PUSTAKA   Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th Edition.   Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.   Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from: url: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html



  Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang berkepanjangan.  From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/