Makalah Atresia Bilier [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Tindakan operatif atau bedah dapat dilakukan untuk penatalaksanaannya. Pada lebih kurang 80% - 90% bayi dengan atresia biliaris ekstrahepatik yang menjalani pembedahan ketika usianya kurang dari 10 minggu dapat dicapai drainase getah empedu (Halamek dan Stevenson, 1997). Meski demikian, sirosis yang progresif tetap terjadi pada anak, dan sampai 80% - 90% kasus pada akhirnya akan memerlukan transplantasi hati (Andres, 1996). Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam 25.000 kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik kendati ditemukan predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996; Whitington, 1996). Di Belanda, dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari 100.000 kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari 100.000 kelahiran hidup, di Inggris dilaporkan 6 dari 100.000 kelahiran hidup. Di Texas tercatat 6.5 dari 100.000 kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000 kelahiran hidup di USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di Jepang menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian amerika (1,5%). Walau jarang namun jumlah penderita atresia bilier yang ditangani RS. Cipto Mangun Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau 23% dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr. Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita rawat inap di



1



Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan 9 (9,4%) menderita atresia bilier ( Widodo J, 2010). Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Jika aluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan terjadi ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal atau sampai terjadi kematian. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila dilakukan setelah umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Selain itu,terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien. (Donna L. Wong, 2008)



1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep dasar penyakit atresia bilier ? 2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan atresia bilier ?



1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit atresia bilier. 2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan atresia bilier.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Penyakit 2.1.1



Anatomi dan Fungsi Sistem Biliaris



1. Anatomi Sistem Biliary Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di bagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unitunit yang lebih kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam penyelenggaran fungsi hati.



3



Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit yang membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (commom bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh sfingter Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus koledokus memasuki duodenum. Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk sebuah pear, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu 30-50ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus. a. Kandung Empedu Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pear,memiliki panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml namun saat terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah lekukan pada permukaaan bawah hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi yaitu fundus, leher, corpus, dan infundibulum. Fundus berbentuk bulat dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar, strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan korpus yang kebanyakan terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung dan membesar membentuk Hartmann’s pouch.



4



Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam



kelenjar



tubuloalveolar



yang



ditemukan



dalam



mukosa



infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan korpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu dibedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit. Arteri sistika yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri hepatika kanan. Lokasi Arteri sistika dapat bervariasi namun hampir selalu di temukan di segitiga hepatosistica, yaitu area yang dibatasi oleh Ductus sistikus, Ductus hepaticus komunis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri sistika mencapai bagian leher dari kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar sistika menuju vena porta. Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher. Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.



5



b. Pembentukan empedu Empedu



dibentuk



secara



terus



menerus



oleh



hepatosit



dan



dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Empedu terutama tersusun dari air dan elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga mengandung dalam jumlah yang berati beberapa substansi seperti lesitin, kolesterol, billirubin serta garam-garam empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam kandung empedu untuk kemudian dialirkan ke dalam intestinum bila diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. Garam-garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolesterol. Setelah terjadi konjugasi atau pengikatan dengan asam-asam amino (taurin dan glisin), garam empedu diekskresikan ke dalam empedu. Bersama dengan kolesterol dan lesitin, garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi lemak dalam intestinum. Proses ini sangat penting untuk proses pencernaan dan penyerapan yang efisien. Kemudian garam empedu akan diserap kembali, terutama dalam ileum distal, ke dalam darah portal untuk kembali ke hati dan sekali lagi diekskresikan ke dalam empedu. Lintasan hepatosit empedu intestinum dan kembali lagi kepada hepatosit dinamakan sirkulasi enterohepatik. Akibat adanya sirkulasi enterohepatik, maka dari seluruh garam empedu yang masuk ke dalam intestinum, hanya sebagian kecil yang akan diekskresikan ke dalam feses. Keadaan ini menurunkan kebutuhan terhadap sintesis aktif garam empedu oleh sel-sel hati.



c. Ekskresi Bilirubin Bilirubin



adalah



pigmen



yang



berasal



dari



pemecahan



hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sesel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam



6



glukoronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalm empedu ke duodenum. Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorbsi lewat mukosa intestinal ke dalam daerah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan diekskresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterehepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini. Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.



d. Fungsi Kandung Empedu Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu. Di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat diekskresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi



kandung



empedu



dan



relaksasi



sfingter



Oddi



yang



memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesitokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus.



7



2. Sistem Bilier terbagi atas :



a. Intrahepatik Sistem biliaris Intrahepatik terdiri atas kanalikuli biliaris dan duktuli biliaris intralobular. Duktus biliaris intrahepatik terdiri atas sel kuboid atau sel epitel kolumnar. Bersama dengan bertambahnya jaringan konektif fibroelastis di sekitar epitel, maka duktus semakin besar. Duktus yang terbesar mempunyai otot polos pada dindingnya. Kanalikuli biliaris sebenarnya bukan merupakan suatu duktus melainkan suatu dilatasi ruang interseluler antara hepatosit yang berdekatan. Diameter lumen kanalikuli ini rata-rata 0,7 mm. b. Ekstrahepatik Sistem biliaris ekstrahepatik merupakan suatu saluran yang berada di dalam ligamentum hepatoduodenale dan secara histologis terdiri atas sel epitel kolumnar tinggi yang mensekresi mukus, selain itu juga terdapat jaringan konektif di bawah epitel yang terdiri atas sejumlah serabut elastis, kelenjar mukus, pembuluh darah dan saraf. Sistem biliaris extrahepatik terdiri dari : 1) Duktus Hepatikus Kiri dan Kanan Duktus hepatikus kiri dan kanan muncul pada porta hepatika dari kanan dan kiri lobus hepar dan berbentuk huruf V. Panjang dari duktus hepatis kiri dan kanan bervariasi antara 0,5-2,5 cm. Biasanya duktus hepatis kiri lebih panjang dari kanan dan lebih mudah dilatasi bila terjadi obstruksi di bagian distal. 2) Duktus Hepatikus Komunis Duktus Hepatikus komunis merupakan gabungan antara duktus hepatikus kiri dan kanan dengan panjang sekitar 4 cm. Pada 95 % kasus, gabungan ini berada di luar hepar, tepat di bawah dari porta hepatis. Pada 5% kasus, bergabung di dalam hepar.



8



3) Duktus sistikus Duktus sistikus timbul di bagian leher vesika fellea dan bergabung dengan duktus hepatika komunis. Panjang duktus sistikus bervariasi antara 0,5-0,8 cm dengan diameter rata-rata 1-3 mm. Dalam duktus sistikus, mukosa membentuk 5-10 lipatan seperti bulan sabit yang dikenal sebagai spiral valves of Heister. Valvula ini berfungsi untuk menahan distensi yang berlebihan atau kolaps dari vesika fellea dengan mengubah tekanan dalam duktus sistikus dan berfungsi dalam menghambat masuknya batu empedu ke dalam duktus koledokus. 4) Duktus Koledokus Duktus koledokus terbentuk dari gabungan duktus sistikus dengan duktus hepatikus komunis. Panjang duktus ini sekitar 7,5 cm, namun juga dapat bervariasi tergantung dari panjang duktus sistikus dan duktus hepatikus komunis dengan diameter sekitar 6 mm. Duktus koledokus dibagi dalam 4 segmen : supraduodenal, retroduodenal, pankreatika dan intraduodenal. Segmen supraduodenal mempunyai panjang 2,5 cm dan berada di batas kanan dari ligamentum hepatoduodenal, yaitu pada bagian anterior dari vena porta dan sebelah kanan dari arteri hepatika komunis ascendens. Segmen retroduodenal berada di posterior dari bagian pertama duodenum dengan panjang sekitar 2,5 - 4 cm. Segmen ini berjalan sepanjang permukaan inferior duodenum, kemudian berpindah dari kanan ke kiri dan berada tepat di kanan dari arteri gastroduodenal. Segmen pankreatika dari duktus koledokus memanjang dari batas bawah dari bagian awal duodenum ke dinding posteromedial dari bagian kedua duodenum, dimana duktus masuk ke dalam dinding duodenum.



9



Segmen intraduodenal mempunyai panjang 2 cm dan berjalan miring sepanjang dinding duodenum bersama dengan duktus pankreatikus. 5) Ampula vateri Ampula vateri terbentuk dari pertemuan antara duktus koledokus dengan duktus pankreatikus. Panjang ampula ini bervariasi, ditemukan panjangnya lebih dari 2 mm pada 46 % kasus, sedangkan kurang dari 2 mm pada 32 % kasus dan tidak ada pertemuan antara duktus pankreatika dengan duktus koledokus pada 29 % kasus. 6) Sphingter Oddi Pada segmen intraduodenal dari duktus koledokus dan ampula dikelilingi oleh lapisan serabut otot polos



yang dikenal



sebagai Sphingter of Oddi. Sfingter ini merupakan kelompok serabut otot yang berada pada dinding duktus koledokus. Pengaturan dari aliran empedu utamanya dikontrol oleh sfingter ini dan terjadi relaksasi sfingter akibat stimulasi kolesistokinin dan parasimpatis.



c. Sistem Vaskularisasi Duktus biliaris ekstrahepatik mendapat vaskularisasi dari beberapa



tempat,



diantaranya;



Duktus



hepatis



dan



segmen



supraduodenal dari duktus koledokus mendapat aliran darah dari cabang kecil arteri sistikus. Bagian retroduodenal dari duktus koledokus disuplai oleh cabang retroduodenal dan posterosuperior dari arteri pankreatikoduodenal. Segmen pankreatika dan intraduodenal divaskularisasi oleh arteri pankreatikoduodenal bagian anterior dan posterosuperior.



10



2.1.2



Definisi Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam



pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier). Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006) Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih



dari



duktus



biliaris



akibat



terhentinya



perkembangan



janin,



menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006) Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma & Taylor,2005)



2.1.3



Epidemiologi Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Kondisi ini



jarang terjadi, prevalensinya 1 : 15.000 kelahiran. Insidensi lebih banyak terjadi pada anak-anak asia dan anak kulit hitam. Di US, sekitar 300 bayi yang lahir setiap tahunnya dengan kondisi atresia billiaris. Bentuk janin-embrio yang ditandai dengan kolestasis awal, muncul dalam 2 minggu pertama kehidupan, dan menyumbang 10-35% dari semua kasus. Dalam bentuk ini, saluran-saluran empedu terputus saat lahir, dan 10-20% dari neonatus yang



11



terkena



dampak



telah



dikaitkan



cacat



bawaan,



termasuk Situs



inversus , polysplenia , malrotasi, atresia usus, dan anomali jantung, antara lain. Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi jumlah



penderita



atresia



bilier



yang



ditangani



rumah



sakit



Cipt



Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003, mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Suromo Surabaya antara tahun 1999-2001 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati di dapatkan atresia bilier 9 (9,4%). Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispantik (11%), Asia (4,2) dan Indian Amerika (1,5%). Kasus atresia bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di belanda, 5/100.000 kelahiran hidup di perancis, 6/100.000 klahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000 kelhiran hidup di Texas, 7/100.000 kelahiran hidup di australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang. Faktor risiko pada atresia biliaris diantaranya: 1. Atresia bilier adalah penyebab paling umum penyakit hati kronis pada neonatus. 2. Atresia bilier terjadi sekali dalam setiap 10.000 sampai 20.000 kelahiran. 3. Populasi Asia adalah yang paling sering terpengaruh. Afrika Amerika yang terkena sekitar dua kali lipat Kaukasia. Atresia bilier menyebabkan kerusakan hati dan mempengaruhi proses penting banyak yang memungkinkan tubuh untuk berfungsi secara normal. It is a life-threatening disease and is fatal without treatment. Ini adalah penyakit yang mengancam jiwa dan fatal tanpa pengobatan.



12



2.1.4



Etiologi Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian



ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21, serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi. Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut: 1. Infeksi virus atau bakteri 2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh 3. Komponen yang abnormal empedu 4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu 5. Hepatocelluler dysfunction



2.1.5



Patofisiologi Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun



mekanisme imun atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir (Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif



13



dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008). Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis. Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur. Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).



2.1.6



Pathway



( Terlampir )



2.1.7



Manifestasi Klinis Bayi mengalami ikterus segera setelah lahir, feses pucat dan gambaran



serupa dengan hepatitis neonates. Jika kondisi ini tidak diobati, maka hepar akan membesar, jantung menjadi tidak terlibat dan ada tanda malabsorbsi lemak. Gejala yang biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa: Air kemih bayi berwarna gelap (karena tingkat bilirubin dalam darah dengan konsentrasi tinggi masuk ke dalam urin), tinja berwarna pucat / acholic (karena kurangnya bilirubin yang diserap), kulit berwarna kuning, berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat, hati membesar.



14



Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut: Gangguan pertumbuhan, gatal-gatal, rewel, tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati). Tanda pertama dari atresia bilier adalah penyakit kuning, yang menyebabkan warna kuning pada kulit dan bagian putih mata.. Jaundice disebabkan oleh hati tidak mengeluarkan bilirubin, pigmen kuning dari darah. Biasanya, bilirubin diambil oleh hati dan dilepaskan ke dalam empedu. Namun, penyumbatan saluran empedu menyebabkan bilirubin dan elemen lain dari empedu terakumulasi dalam darah. Bayi akan menunjukan kondisi normal pada saat lahir tetapi dalam perkembangannya menunjukan jaundice (kulit dan sclera mata berubah menjadi kuning), warna aurin yang pekat, dan warna feses yang cerah dalam minggu pertama kehidupan. Setiap bayi dengan jaundice, setelah berumur 1 bulan dapat dipastikan terkena atresia biliaris dengan pemeriksaan darah (diantaranya: tipe bilirubin, bilirubin konjugasi dan bilirubin tak terkonjugasi). Peningkatan bilirubin pada bayi dikarenakan kekurangan drainase , abdomen menjadi sangat tegang, dan perbesaran dikarenakan peningkatan ukuran hati. Jika hal ini terjadi, bayi akan menjadi rentan dan kehilangan berat badan (meskipun pertambahan cairan akan menutupinya ).



2.1.8



Klasifikasi



Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe: 1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable. Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluran-saluran ekstrahepatik empedu paten.



15



2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhirakhir ini dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak bersifat paten seperti pada tipe operatif. Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe: 1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis, segmen proksimal paten 2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya) 3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu normal 4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke hilus



Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di



16



operasi (non correctable), bila telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati. 2.1.9



Pemeriksaan Diagnostik Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya



diandalkan



untuk membedakan



antara



kolestasis



intrahepatik



dan



ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan : 1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja). 2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati. 3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.



1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan



17



alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier. 1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total. 2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan. 3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial thromboplastin time. b. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.



2. Pencitraan a. Pemeriksaan ultrasonografi Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum. Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus



bilier,



tidak ditemukannya



kandung



empedu,



dan



meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier.



Namun



demikian,



18



adanya



kandung



empedu



tidak



menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.



b. Sintigrafi hati Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum



pemeriksaan



dilakukan,



kepada



pasien



diberikan



fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasis intrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas



dan



spesifisitas



pemeriksaan



sintigrafi,



dilakukan



penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalah menggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi. c. Liver Scan Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu. d. Pemeriksaan kolangiografi



19



Pemeriksaan



ERCP



(Endoscopic



Retrograde



Cholangio



Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk



membedakan



antara



atresia



bilier



dengan



kolestasis



intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.



3. Biopsi hati Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%, sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu



2.1.10 Penatalaksanaan 1. Terapi medikamentosa a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :



20



1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. 2) Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder



b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.



2. Terapi nutrisi Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu : a. Pemberian



makanan



yang



mengandung



medium



chain



triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya. b. Penatalaksanaan



defisiensi



vitamin



lemak. Seperti vitamin A, D, E, K 3. Terapi bedah a. Kasai Prosedur



21



yang



larut



dalam



Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati. b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier. Berdasarkan treatment yang diberikan : 1) Palliative treatment Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.



22



2) Supportive treatment a) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan



berlebihan



dan



kesulitan



dalam



penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini. b) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa. c) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit. d) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.



23



2.2 Konsenp Dasar Asuhan Keperawatan 2.2.1



Pengkajian



1. Pengumpulan data a. Identitas Identitas meliputi nama klien, usia, jenis kelamin. b. Keluhan utama : Terdapat keluhan yaitu jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan. c. Riwayat penyakit sekarang Anak dengan Atresia Billiary intra hepatik setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar. d. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan lalu meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat operasi, riwayat alergi, riwayat imunisasi. e. Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit



yang sama dengan klien, keturunan dan lainnya.



Menentukan apakah ada penyebab herediter atau tidak. f. Pemeriksaan Fisik BI :Sesak nafas, RR meningkat B2 :Takikardi,berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K). B3 :Gelisah atau rewel B4 :Urine warna gelap dan pekat B5 :Distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm.



24



B6 :Ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah g. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium a) Bilirubin direk dalam serum meninggi b) Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl c) Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas d) Tidak ada urobilinogen dalam urine e) Pada



bayi



yang



sakit



berat



terdapat



peningkatan



transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol) 2) Pemeriksaan diagnostik a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu) b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan



hati



memproduksi



empedu



dan



mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatic d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas



25



h. Pemeriksaan tingkat perkembangan 1) Tahap Tumbuh Kembang umur 6-9 Bulan a) Duduk (sikap tripoid-sendiri) b) Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan c) Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang d) Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya e) Memungut dua benda, masing-masing tangan pegang satu benda pada saat yang bersamaan f) Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup g) Bersuara tanpa arti, misalnya ,mamama, bababa, papapa h) Mencari benda/mainan yang dijatuhkan i) Bermain tepuk tangan atau ciluk ba j) Bergembira dengan melempar benda k) Makan kue sendiri 2) Umur 9-12 bulan a) Mengangkat badannya ke posisi berdiri b) Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi c) Dapat berjalan dengan di tuntun d) Mengulurkan



lengan/badan



untuk



meraih



mainan/gambar yang diinginkan e) Menggenggam erat pensil f) Memasukkan benda ke mulut g) Mengulang menirukan bunyi yang didengar h) Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti i) Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja j) Bereaksi terhadap suara perlahan/bisikan



26



k) Senang diajak bermain “ ciluk ba” l) Mengenal anggota keluarga, takut kepada orang yang belum dikenal 3) Umur 12-18 bulan a) Berdiri sendiri tanpa berpegangan b) Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali c) Berjalan mundur 5 langkah d) Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata “mama”. Tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya “ayah” ya akan dipanggil “ayah.



i. Pola fungsi kesehatan 1) Aktivitas istirahat Gejala : Letargi atau kelemahan Tanda : Gelisah atau rewel 2) Sirkulasi Tanda : Takikardia, berkeringat, ikterik pada sklera kulit dan membran mukosa. 3) Eliminasi Tanda :Distensi abdomen, asites Urine :Warna gelap, pekat Feses :Warna dempul, steatorea, diare/konstipasi dapat terjadi 4) Integritas Ego Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah. Tanda : Takut, cemas, gelisah , menari diri 5) Makanan/ Cairan Gejala : Anoreksia, tidak mau makan, mual/muntah tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang.



27



6) Higyene Tanda : Sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 7) Nyeri/kenyamanan Gejala: Otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.. 8) Pernapasan Gejala: Peningkatan frekuensi pernafasan 9) Keamanan Tanda : Ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.



2.2.2



Diagnosa keperawatan 1. Hipertermia berhubungan dengan infeksi virus atau bakteri, kerusakan progresif pada duktus bilier, inflamasi progresi. 2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan obstruksi aliran dari hati kedalam, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat di absrobsi, kekurangan vitamin larut lemak (A,D,E,K). 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses peradangan pada hati, hepatomegali, distensi abdomen, menekan diafragma. 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ekskresi bilirubin ke usus terhambat, gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak, malnutrisi. 5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan malnutrisi, perut terasa penuh, mual muntah. 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan bilirubin, priuritis, ikterus.



28



7. Cemas berhubungan dengan peningkatan bilirubin, urine berwarna gelap, tinja berwarna coklat. 8. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan kasai



2.2.3



Intervensi



No Diagnosa Keperawatan 1



Hipertermia



Tujuan dan Kriteria Hasil



berhubungan NOC



NIC



dengan infeksi virus atau Thermoregulation bakteri, kerusakan progresif Kriteria Hasil : pada duktus bilier, inflamasi progresif Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal. Batasan Karakteristik :



Intervensi



Fever treatment -



 Suhu tubuh dalam rentang normal  Nadi dan RR dalam



suhu



sesering mungkin. -



Monitor IWL.



-



Monitor warna dan



rentang normal  Tidak ada perubahan



Monitor



suhu kulit. -



Monitor



tekanan







Konvulsi



warna kulit dan tidak







Kulit kemerahan



ada pusing







Kejang







Takikardi



-



Selimuti pasien.







Takipnea



-



Kompres







Kulit terasa hangat



darah, nadi dan RR. -



dan Hct.



aksila. -



: Anastesia







Penurunan respirasi







Dehidrasi







Medika







Trauma



pasien



pada lipat paha dan



Factor yang Berhubungan 



Monitor WBC, Hb,



Tingkatkan sirkulasi udara.



Temperature regulation -



Monitor



suhu



minimal tiap 2 jam. -



Monitor TD, nadi dan RR.



29



-



Monitor warna dan suhu kulit.



-



Monitor







tanda



tanda hipertermi. -



Tingkatkan



intake



cairan dan nutrisi. -



Selimuti untuk



pasien mencegah



hilangnya kehangatan tubuh. -



Berikan



antipiretik



jika perlu. Vital Sign Monitoring -



Monitor TD, nadi, suhu dan RR.



-



Catat



adanya



fluktuasi



tekanan



darah. -



Monitor



kualitas



dari nadi. -



Monitor suara patu.



-



Monitor



sianosis



perifer. -



Identifikasi penyebab



dari



perubahan. 2



Keterlambatan pertumbuhan NOC dan berhubungan



perkembangan dengan



NIC



 Grownt Development,



30



and Peningkatan perkembangan anak dan



obstruksi aliran dari hati kedalam, lemak dan vitamin



Delayed  Nutrition Imbalance



larut lemak tidak dapat di absrobsi, vitamin



kekurangan larut



remaja



Less Than Body  Requirements:  Anak



berfungsi



optimal



Penyimpangan/kelainan dari



tingkatannya



 



pertumbuhan fisik



terhadap



Penurunan



karena







Terlambat



pendidikan



-



tantangan adanya



 Keluarga



Berikan



perawatan



yang konsisten -



Tingkatan komunikasi



mampu



mendapatkan



keterampilan umum



sumber-sumber



berulang



kelompok usia



sarana komunikasi



sederhana



dalam



melakukan



-



 Kematangan fisik : -



Wanita:



-



perubahan



Berikan



instruksi dan



Berikan reinforcement



keterampilan umum



fisik



kelompok usia



wanita yang terjadi







Afek datar



dengan transisi dari







Ketidakmampuan



masa kanak-kanak ke



melakukan



melakukan aktivitas



dewasa



perawatan sendiri



perawatan diri yang 



-



normal



verbal



dan stimulasi taktil



melakukan



Kesulitan



untuk



perkembangan anak



ketidakmampuan dalam



sumber



yang optimal



menggunakan koping



waktu



dan



memfasilitasi



Gangguan



respon 



sesuai



mampu



Batasan karakteristik :



Identifikasi gunakan



 Keluarga dan anak



aturan kelompok usia



faktor



perkembangan anak -



Definisi:



Kaji



penyebab gangguan



lemak Kriteria Hasil:



(A,D,E,K).



-



pada



Pria: perubahan fisik



sesuai dengan usia



normal



Ketidakmampuan



yang terjadi dengan



aktivitas



transisi



31



pada



dari



positif



hasil



yang dicapai anak -



-



pria



masa



atas



Dorong



anak



Manajemen perilaku anak yang sulit



-



Dorong melakukan



anak



pengendalian



dan



perawatan diri yang sesuai



dengan



usianya 



kanak-kanak



ke



sosialisasi



dewasa  Status



kelompok nutrisi



-



seimbang



Ciptakan lingkungan



 Berat badan



Lesu/tidak



dengan



aman Nutritional Management:



bersemangat



-



Faktor yang berhubungan



Kaji



keadekuatan



asupan



: 



Efek



gizi) -



Defisiensi



Pengasuhan



-



yang



Reponsivitas



Pantau kecenderungan



tidak adekuat 



Tentukan makanan yang disukai anak



lingkungan 



kenaikan



yang



tidak konsisten



penurunan







Pengabaian



badan







Pengasuh ganda







Ketergantungan yang



Perpisahan



-



berat



Menyelesaikan penilaian



gizi,



memantau



dari



makanan/cairan



orang yang dianggap



tertelan



penting 



dan



Nutrition Theraphy:



terprogram 



nutrisi



(misalnya kalori, zat



ketidak



berdayaan fisik 



yang



dan



menghitung asupan



Defisiensi stimulasi



kalori harian -



Memantau kesesuaian perintah diet memenuhi



32



untuk



kebutuhan



gizi



sehari-hari -



Kolaborasi



dengan



ahli



jumlah



gizi,



kalori



dan



nutrisi



jenis yang



dibutuhkan



untuk



memenuhi persyaratan



gizi



yang sesuai -



Pilih suplemen gizi



-



Dorong



pasien



untuk



memilih



makanan



semisoft,



jika kurangnya air liur



menghalangi



menelan -



Mendorong asupan makanan



tinggi



kalsium -



Mendorong asupan makanan dan cairan tinggi



kalium,



pastikan bahwa diet termasuk tinggi



makanan kandungan



serat mencegah konstipasi



33



untuk



-



Memberikan pasien dengan



tinggi



protein,



tinggi



kalori, makanan dan minuman dari



bergizi



yang



dapat



mudah dikonsumsi 3



Pola



nafas



tidak



efektif Setelah



dilakukan



berhubungan dengan proses keperawatan peradangan hepatomegali, abdomen, diafragma.



pada



hati, 24jam



klien



asuhan Manajemen jalan nafas



selama….x (Airway management) menunjukan



-



distensi pola nafas efektif, dibuktikan menekan dengan



status



Ventilasi



 Klien



ventilasi. -



menunjukan



kedalaman  Ekspansi



-



dada



Dorong klien untuk bernafas pelan dan dalam.



 Tidak



ada



penggunaan



-



otot



ada



bunyi area



penurunan ventilasi



bunyi



atau tidak adanya



nafas tambahan. ada



Auskultasi nafas,



bantu pernafasan.



 Tidak



sesuai



kebutuhan.



simetris.



 Tidak



Lakukan fisioterapi dada



dan



kemudahan bernafas.



klien



memaksimalkan



dengan



kriteria:



posisi



untuk



respirasi:



adekuat



Atur



ventilasi dan adanya nafas



bunyi



pendek.



nafas



tambahan. -



Kelola



pemberian



bronchodilator sesuai kebutuhan.



34



-



Ajarkan



klien



bagaimana menggunakan inhaler. -



Atur



posisi



untuk



klien



mengurangi



dypsneu. -



Monitor



status



respirasi



dan



oksigen



sesuai



kebutuhan. Terapi oksigen (Oxigen therapy): -



Pertahankan kepatenan



jalan



nafas. -



Siapkan perlengkaan O2 dan atur system humidifikasi.



-



Berikan



tambahan



oksigen



sesuai



permintaan. -



Monitor



aliran



oksigen -



Berikan



oksigen



sesuai kebtuhan -



Monitor



posisi



pemberian oksigen. -



35



Berikan O2 sesuai



kebutuhan. -



Monitor



kefektifan



terapi oksigen -



Monitor kemampuan



klien



dalam mentoleransi perpindahan



O2



ketika makan. -



Monitor



tingkat



kecemasan



klien



berhubungan dengan



kebutuhan



terapi oksigen. Monitor Respirasi (Respiratory monitoring). -



Monitor kecepatan, irama,



kedalaman



respirasi. -



Catat



pergerakan



dada, kesimetrisan, penggunaan



otot



nafas tambahan dan adanya retraksi otot intercosta. -



Monitor pola nafas: bradypneu, tachyoneu, hiperventilasi, pernaasan kusmaul,



36



cheynes stokes, biot dan apneu. -



Palpasi



ekspansi



paru. -



Perkusi



thoraks



anterior



dan



posterior apeks



bagian



dan



dasar



kedua paru- paru. -



Auskultasi paru



bunyi setelah



pemberian pengobatan. -



Monitor penongkatan kegelisaan



dan



kecemasan. -



Monitor kemampuan



klien



untuk batuk efektif. -



Monitor



hasil



pemeriksaan



foto



thoraks. 4



Nutrisi



kurang



dari NOC:



kebutuhan



NIC



tubuh Status gizi: tingkat zat gizi berhubungan dengan yang tersedia untuk ekskresi bilirubin ke usus memenuhi kebutuhan



-



-



Pengelolaan nutrisi



terhambat,



-



Bantu



penyerapan



gangguan metabolic lemak dan Status gizi: asupan makanan



37



Pengelolaan gangguan makan



BB



menaikkan



vitamin malnutrisi



larut



lemak, dan cairan: jumlah makanan dan cairan yang di konsumsi



-



tubuh selama waktu 24 jam Status



gizi:



nilai



gizi:



Aktivitas keperawatan:



-



Timbang BB klien



keadekuatan zat gizi yang



pada interval yang



dikonsumsi tubuh



sesuai -



Tercapai setelah menjalani perawatan selama 3 hari



Tentukan BB idea klien



-



Berikan



informasi



menyangkut sumber-sumber



Kriteria hasil:



yang



 Klien



tersedia



seperti:



akan



konseling



mempertahankan



diet,program



berat badan ideal



latihan.



 Klien



menyatakan



toleransi



-



mempengaruhi BB



 Mempertahankan tubuh



tentang



kondisi medis yang



diet ang dianjurkan



massa



Diskusikan dengan klien



terhadap



.



dan



-



Diskusikan tentang



berat badan dalam



risiko



batas normal



berkaitan



dengan



kelebihan



atau



 Melaporkan keadekuatan energy



yang



kekurangan BB



tingkat -



Bantu klien dalam mengembangkan rencana makan yang



38



seimbang



dan



konsisten



dengan



tingkat penggunaan energi 5



Kekurangan volume cairan NOC berhubungan malnutrisi,



dengan perut



terasa



Definisi: penurunan cairan



pada



dehidrasi,



kehilangan cairan saa tanpa perubahan pada natrium Batasan karakteristik : 



Perubahan



status



Penurunan



tekanan



darah 



 Hydration



Penurunan



suhu



Penurunan



Penurunan



 Tidak



tekanan



Penurunan



yang akurat -



tanda-



membran



Monitor hidrasi



status jika



diperlukan -



Monitor vital sign



-



Monitor



masukan



mukosa lembab, tidak



makanan/cairan dan



ada rasa haus yang



hitung intake kalori



berlebihan



harian -



Kolaborasi pemberian cairan IV



volume -



Monitor



status



nutrisi



turgor -



Berikan cairan IV pada suhu ruangan



turgor -



Dorong



masukan



oral



Penurunan -



pengeluaran urine 



ada



Pertahankan cacatan intake dan output



dalam



 Elastisitas turgor kulit



lidah 



diperlukan



tanda dehidrasi



kulit 



tubuh



Timbang popok/pembalut jika



-



batas normal



nadi 



status:



 Tekanan darah, nadi,



nadi 



-



food and fluid intake



baik,



mental 



Fluid management



interstisial, Kriteria hasil:



dan atau intraseluler. Ini mengacu



 Fluid Balance  Nutritional



penuh, mual muntah.



intravaskular,



NIC



Berikan penggantian nesogatrik



Penurunan



output



pengisisan vena



39



sesuai







Membran



-



mukosa



Dorong



keluarga



kering



untuk







Kulit kering



pasien makan







Peningkatan



-



Penungkatan



-



suhu



-



Peningkatan



-



Peningkatan



Penurunan



Haus







Kelemahan



Persiapan



untuk



Hypovolemia



berat



management:



badan 



Ataur kemungkinan



transfusi



konsentrasi urine 



dengan



transfusi



frekuensi nadi 



Kolaborasi dokter



tubuh 



Tawarkan snack (jus buah, buah segar)



hematokrit 



membantu



-



Monitor cairan



status termasuk



intake dan output



Faktor yang berhubungan



cairan



: 



Kehilangan



cairan



aktif 



-



Pelihara IV line



-



Monitor tingkat Hb dan hematokrit



Kegagalan mekanisme regulasi



-



Monitor tanda vital



-



Monitor pasien



respon terhadap



penambahan cairan -



Monitor berat badan



-



Dorong



pasien



untuk menambahkan intake oral



40



-



Pemberian cairan IV monitor tanda



adanya dan



gejala



kelebihan



volume



cairan -



Monitor



adanya



tanda gagal ginjal 6



Kerusakan integritas kulit NOC berhubungan



dengan



peningkatan



bilirubin,



gangguan



:



 Tissue Integrity  Membranes



-



perubahan epidermis



dan



 Integritas kulit yang



Batasan karakteristik :



dipertahankan.



lapisan



kulit ( dermis ) 







bisa



saja



longgar -



-



pada kulit  Perfusi jaringan baik



permukaan kulit (



 Menunjukkan pemahaman



Invasi struktur tubuh



proses perbaikan kulit



:



terjadinya



Jaga kebersihan kulit



kering -



epidermis )



dan



Hindari kerutan pada



agar tetap bersih dan



Gangguan



Faktor yang berhubungan



yang



tempat tidur



 Tidak ada luka/lesi



dalam



pasien



setiap dua jam sekali -



mencegah sedera



Mobilisasi



Monitor kulit akan adanya kemerahan



-



Oleskan lotion atau







Eksternal



-



Zat kimia, radiasi



 Mampu



-



Usia yang ekstrim



kulit



-



Hipertermia



mempertahankan



-



Medikasi



kelembaban kulit dan



dan



-



Lembab



perawatan alami



pasien



berulang



41



pasien



pakaian



baik



Kerusakan



Anjurkan



untuk menggunakan



/ Kriteria Hasil :



dermis. 



Pressure Management



 Hemodyalis akses



priuritis, ikterus Definisi



NIC



minyak/baby melindungi



pada



dan



daerah



oil yang



tertekan -



Monitor



aktivitas mobilisasi



-



Imobilisasi fisik







Internal



-



Perubahan



-



Monitor



status



nutrisi pasien -



status



Memandikan pasien



cairan



dengan sabun dan air



-



Perubahan turgor



hangat



-



Penurunan sirkulasi



-



Tonjolan tulang



-



Gangguan sensasi



Insision site care -



Membersihkan, memantau



dan



meningkatkan proses penyembuhan luka



yang



pada ditutup



dengan jahitan, klip atau straples -



Monitor



proses



kesembuhan



area



insisi -



Monitor tanda dan gejala infeksi area insisi



-



Bersihkan



area



sekitar jahitan atau straples, menggunakan



lidi



kapas steril -



Gunakan antiseptic,



preparat sesuai



program -



Ganti balutan pada interval waktu yang



42



sesuai atau biarkan luka tetap terbuka sesuai program



7. Cemas berhubungan dengan Setelah



dilakukan



peningkatan bilirubin, urine keperawatan berwarna



gelap,



berwarna coklat.



tinja 24jam



asuhan Menurunkan kecemasan



selama



orang



tua



….x (Anxiety reduction): klien



-



Gunakan ketenangan



mampu mengontrol cemas



dalam



(Anxiety



untuk menenangkan



control)



dengan



kriteria : -



klien.



Klien



melaporkan



-



Jelaskan



seluruh



tidak ada manivestasi



prosedur



tindakan



kecemasan



kepada



secara



fisik. -



Klien



melaporkan



manifestasi akibat



prilaku



-



dan



perasaan



yang



mungkin



muncul



tindakan. -



Klien



klien



pada saat melakukan



kecemasan:



tidak ada -



pendekatan



Berusaha memahami



dapat



keadaan klien situasi



meneruskan aktivitas



setres yang di alami



yang



klien.



di



butuhkan



meskipun



ada



-



Berikan



informasi



kecemasan.



tentang



diagnosa,



Klien



prognosis



menunjukan



kemampuan berfokus



untuk pada



tindakan. -



Temani klien untuk



pengetahuan



dan



memberikan



keterampilan



yang



kenyamanan



baru.



43



dan



mengurangi



dan



-



Klien



dapat



mengidentifikasi gejala



ketakutan. -



yang



keluarga



untuk enemani klien



merupakan indicator kecemasan.



Dorong



sesuai kebutuhan. -



Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, pengharapan



dan



ketakutan. -



Identifikasi



tingkat



kecemasan



klien



klien -



Berikn



aktivitas



hiburan



untuk



mengurangi ketegangan. -



Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi



yang



menyebabkan kecemasan. -



Control sesuai



stimulus kebutuhan



klien. -



Dengarkan



dengan



penuh perhatian. -



Ciptakan



hubungan



saling percaya. -



44



Bantu klien untuk



mengungkapkan hal hal yang membuat cemas. -



Tentukan kemampuan dalam



klien



menentukan



keputusan. -



Ajarkan klien tehnik relaksasi.



-



Observasi verbal



gejala dan



verbal



non dari



kecemasan. 8



Resiko infeksi berhubungan NOC dengan pembedahan kasai Definisi



:



NIC



Immune status knoeledge : Infection control (kontrol



mengalami Infection



Control



Risk infeksi) 



peningkatan resiko terserang control organism patogenetik



 Klien harus bebas dari







Penyakit kronis



tanda



-



Diabetes militus



infeksi



-



Obesitas







Pengetahauan tidak







setelah dipakai pasien



Kreteria hasil :



Faktor-faktor resiko:



dan



gejala



cukup



untuk



proses



penularan



penyakit, fakto yang mempengaruhi



pemanjaan pathogen



penularan



Pertahanan



tubuh



penatalaksanaannya



primer



tidak



adekuat



45



Pertahankan



Batasi



teknik



pengunjung,



bila perlu 



Instruksikan pengunjung



serta



 Menunjukkan kemampuan



 



menghindari



yang



lain



isolasi



 Mendeskripsikan yang



Bersihkan lingkungan



mencuci tangan saat berkunjung sesudah



untuk



untuk



dan



berkunjung



meninggalkan pasien



-



Gangguan peristalsis



mencegah



-



Kerusakan



infeksi



kulit



integritas



(pemasangan



Kateter



intravena,



tumbulnya







mikroba untuk cuci



 Jumlah leukosit dalam batas normal



tangan 



 Menunjukkan perilaku



invasive) -



Perubahan sekresi PH



-



Penurunan



Cuci



tangan



etiap



sebelum dan sesudah



hidup sehat



tindakan 



kerja



Gunakan sabun anti



Gunakan baju, sarung



siliaris



tangan sebagai alat



-



Pecah ketuban dini



pelindung



-



Pecah ketuban lama



-



Merokok



lingkungan



-



Statis cairan tubuh



selama



-



Trauma jaringan



alat







Ketidak



-







adekuatan



Pertahankan aseptic



pemasangan



Ganti leta IV perifer



perthanan sekunder



dan line central dan



Penurunan



dressing



hemoglobin



petunjuk umum



-



Imunosupresi







Vaksinasi











 tidak



sesuai



Gunakan



kateter



intermiten



untuk



adekuat



menurunkan



Peminjaman terhadap



kencing 



pathogen 



Lingkingan meningkat



-



Wabah







Prodedur invasive







Malnutrisi



infeksi



Tingkatkan



intake



nutrisi 



Berikan



terapi



antibiotic, bila perlu infection



protection



(proteksi



terhadap



infeksi) 



46



Monitor



tanda



dan



gejala infeksi sistemik dan local 



Monitor



hitung



granulosit, WBC 



Monitor



kerentanan



terhadap infeksi 



Batasi pengunjung







Sharing



kepada



pengunjung mengenai penyakit menular 



Pertahankan



teknik



aspesis pada pasien yang beresiko 



Pertahankan



teknik



isolasi k/p 



Berikan kulit



perawatan



pada



bagian



epidema 



Inspeksi membrane terhadap



kulit



dan



mukosa kmerahan,



panas, drainase 



Inspeksi kondisinluka dan insisi bedah







Dorong



masukan



nutrisi yang cukup 



Dorog



masukan



cairan 



47



Dorong



masukan



istrirahat 



Instruksikan meminum



pasien antibiotic



sesuai resep 



Ajarkan pasien dan keluarga pasien tanda dan gejala infeksi







Ajarka



cara



menghindari infeksi 



Laporkan kecurigaan infeksi







Laporkan positif



2.2.4



Implementasi Implementasi



keperawatan



dilakukan



sesuai



dengan



intervensi



keperawatan. 2.2.5



Evaluasi 1. Diagnosa Hipertermia : a. Suhu tubuh dalam rentang normal b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing. 2. Diagnosa Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan : a. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya b. Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya ketidakmampuan c. Keluarga



mampu



komunikasi



48



mendapatkan



sumber-sumber



sarana



kultur



3. Diagnosa Pola nafas tidak efektif : a. Klien menunjukan kedalaman dan kemudahan bernafas. b. Ekspansi dada simetris. c. Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan. 4. Diagnosa Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : a. Klien akan mempertahankan berat badan ideal b. Klien menyatakan toleransi terhadap diet ang dianjurkan c. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal 5. Diagnosa Kekurangan volume cairan: a. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi c. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan 6. Diagnosa Kerusakan integritas kulit : a. Integritas kulit yang baik bisa saja dipertahankan. b. Tidak ada luka/lesi pada kulit c. Perfusi jaringan baik 7. Diagnosa cemas : a. Klien melaporkan tidak ada manivestasi kecemasan secara fisik. b. Klien melaporkan manifestasi prilaku akibat kecemasan: tidak ada c. Klien dapat meneruskan aktivitas yang di butuhkan meskipun ada kecemasan. 8. Diagnosa Resiko infeksi : a. Klien harus bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, fakto yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah tumbulnya infeksi



49



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006) Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)



3.2 Saran Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan bagi pembaca khususnya mahasiswa/i Jurusan Keperawatan , hendaknya memberikan asuhan keperawatan lansia dengan benar dan tepat sehingga dapat sesuai dengan evaluasi yang diharapkan.



50



DAFRTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan Hepatobilier. Salemba Medika



Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC



Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :Penebar Swadaya



Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.



Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang berkepanjangan. Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis prosesproses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC. Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.



Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC



51