7 0 169 KB
TATALAKSANA
ATRESIA
BILIER
Sastiono
Divisi Departemen
Bedah Ilmu
Bedah
FKUI-RSUPN
Anak Dr.
Cipto
mangunkusumo
Jakarta
Abstrak
Etiologi dan patogenesis atresia bilier belum sepenuhnya dimengerti dengan baik, sehingga penatalaksanaan tidak banyak mengalami perubahan dalam beberapa dekade terakhir ini. Bila tindakan operatif tidak dikerjakan pada pasien atresia bilier maka 50% - 80 % meninggal pada usia 1 tahun. Mortalitas akan menurun secara bermakna bila dioperasi kurang dari 3 bulan . Keterlambatan tindakan operatif biasanya karena pada awal penatalaksanaan pasien ikterus hepatitis neonatorum dan penyakit lain yang merupakan diagnosis banding atresia bilier lebih diutamakan. Hal ini dimengerti karena diagnosis atresia bilier sukar dan baru dapat ditegakkan setelah
operasi
(
kolangiografi
intraoperatif).
Pendahuluan
Atresia bilier merupakan penyakit yang ditandai oleh obliterasi fibrotik sebagian atau seluruh lumen extrahepatic biliary tree yang terjadi pada 3 bulan pertama dari kehidupan1. Proses obliterasi fibrotik yang terjadi ekstrahepatik dapat meluas mengenai duktus biliaris intrahepatik sehingga penggunaan istilah atresia bilier ekstrahepatik sudah mulai ditinggalkan. Penyakit ini digolongkan kedalam kelompok kelainan kolestatik neonatus, yaitu kelainan yang diakibatkan oleh hambatan aliran empedu sehingga dijumpai peningkatan kadar bilirubin direk, feses akholik
dan
hepatomegali.
Dijumpai banyak penyakit yang dimasukan dalam kelompok kelainan kolestatik neonatus (lampiran 1) sehingga dapat dimengerti kesulitan dalam menentukan diagnosa atresia bilier , yang pada akhirnya mengakibatkan keterlambatan tindakan operatif
. Bila operasi
portoenterostomi dikerjakan sebelum usia 8 minggu, angka bebas ikterus dapat mencapai 80%.
Bila operasi dikerjakan setelah usia 12 minggu angka bebas ikterus turun menjadi sekitar 20%, karena umumya sudah terjadi sirosis bilier yang permanen2,3. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen pasien pasca portoenterostomi akhirnya memerlukan tranplantasi hati yang saat ini
belum
dapat
dikerjakan
di
Indonesia.
Etiologi
Sampai saat ini atresia bilier dianggap sebagai sebagai respon fenotipik umum duktus biliaris dan hati terhadap berbagai keadaan prenatal dan perinatal yang berakibat terganggunya pertumbuhan dan maturasi biliary tree yang terjadi pada masa tertentu (prenatal sampai usia 3 bulan)4. Secara umum faktor yang mengganggu pertumbuhan duktus bilier adalah infeksi virus, faktor genetik, kelainan autoimun, defek vaskuler dan defek morfogenesis . Dari berbagai penelitian mengenai kemungkinan virus penyebab atresia bilier hanya reovirus dan rotavirus saja yang dianggap dapat menyebabkan terjadinya atresia bilier. Pemeriksaan dengan reaksi rantai polimerase dapat membuktikan RNA reovirus pada ductus biliaris dari pasien atresia bilier diatas rata rata dibandingkan RNA reovirus pasien kolestasis karena sebab yang lain5. Dijumpainya infiltrat inflamasi pada ductus biliaris menimbulkan asumsi berperannya faktor imunologi pada proses terjadinya atresia bilier. Silveira et al.6 membuktikan prevalensi yang lebih tinggi pada human leukocyte antigen (HLA)-B12 dan haplotype A9-B5 dan haplotype A28B35 pada bayi atresia bilier dibandingkan kontrol. Berbagai penelitian menunjukan bahwa atresia bilier ada kaitannya dengan penyakit autoimmune, seperti penelitian yang menunjukan bahwa IgG-ANCA (anti neutrophyl cytoplasmic antibodies) dan IgM-ANCA yang lebih tinggi pada
Gambaran
pasien
atresia
bilier7.
klinis
Dikenal 2 bentuk atresia bilier, tipe embrional/fetal dan tipe perinatal/acquired. Tipe embrional dijumpai pada 20% dari seluruh kasus atresia bilier, sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus. Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan,dan intraoperatif sering tidak dijumpai bile duct remnants . Sedangkan pada tipe perinatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia bilier, ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 kehidupan. Umumnya intra operatif dijumpai bile duct remnant8,9. Perlu diingat gambaran ikterus, feses akholik dan urin berwarna gelap bukan hanya ditemukan
pada pasien atresia bilier tetapi juga pada penyakit lain yang merupakan diagnosa banding penyakit atresia bilier. Dari seluruh diagnosa banding yang ada, yang paling menyerupai atresia bilier adalah hepatitis neonatus. Beberapa hal yang membedakannya adalah, hepatitis neonatus lebih sering dialami oleh bayi laki laki dengan berat badan lahir rendah dan mengalami failure to thrive. Sedangkan atresia bilier lebih sering dialami oleh bayi perempuan dengan gizi bai . Status gizi baik ini pula yang sering membuat keterlambatan diagnosa. Pada pemeriksaan laboratorium akan dijumpai peningkatan bilirubin direk, AST (aspartate amino transferase), ALT (alanin aminotransferase) dan GGT (gamma-glutamyltranspeptidase). Walaupun obstruksi duktus biliaris telah terjadi kadang kadar bilirubin total hanya mencapai 12mg/dl dengan kadar bilirubin direk tidak melebihi dari 8mg/dl, hal ini sangat berbeda dengan hepatitis neonatus dimana kadar bilirubin dapat melebihi 20mg/dl. Mengingat hal tersebut maka gejala awal atresia bilier dapat hanya berupa ikterus pada sklera tanpa jelas adanya ikterus pada
kulit
apalagi
bila
kulit
pasien
berwarna
gelap4,10.
DIAGNOSIS
Anamnesa , selain mendapatkan tanda klasik seperti riwayat kuning, feses akholik, urin berwarna gelap, perlu diperhatikan pula untuk mencari kemungkinan etiologi dengan menanyakan riwayat infeksi ibu pada saat hamil/melahirkan, berat badan lahir rendah dan resiko hepatitis virus (transfusi darah, operasi) , serta paparan terhadap obat-obatan / toksin. Pemeriksaan fisik, pertumbuhan bayi dinilai dengan mengukur berat badan dan lingkar kepala , sedangkan ikterus dicari pada kulit dan sklera. Jika pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hepatosplenomegali ataupun asites maka keadaan ini akan memperburuk prognosa . Pemeriksaan penunjang rutin, darah tepi lengkap, gambaran darah tepi, urin rutin, tinja 3 porsi dan biokimia darah. Secara kasar dapat dibedakan gambaran laboratorium kolestasis ekstrahepatis
dan
kolestasis
Kolestasis
kolestasis
Intrahepatis
ekstrahepatis
AST(SGOT)/ALT(SGPT) GGT
intrahepatis
+++ +
+ ++++
Bilirubin
serum
+++
Pemeriksaan
++
Penunjang
Khusus
- Aspirasi cairan duodenum, dilakukan pemeriksaan bilirubin dan bile acid terhadap aspirat duodenum11 - USG, pada awalnya kemampuan diagnostik USG pada kasus atresia bilier sangat diragukan, tetapi setelah Choi12 menemukan “triangular cord” sign , dan terlebih lagi setelah digunakannya transducer frekwensi tinggi (13MHz)13; maka USG hampir rutin digunakan sebelum tindakan operasi. - Skintigrafi hepatobilier, sulitnya ekskresi isotop pada usus halus membuat spesifisitas pemeriksaan
ini
hanya
50%-70%
,
sehingga
pemeriksaan
ini
jarang
dilakukan14.
- MRCP(Magnetic Resonance Cholangiopancreaticography), pada awal ditemukannya pemeriksaan noninvasif ini, sangat dianjurkan untuk dikerjakan15, namun pada akhirnya diketahui bahwa dengan pemeriksaan ini sulit dibedakan antara kelainan kolestasis intrahepatik berat
dengan
atresia
bilier16.
- ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreaticography), walaupun mempunyai akurasi yang
cukup
baik
*
dibutuhkan
* *
namun
tidak
keakhlian
secara khusus
memerlukan memerlukan
alat
endoskopi
luas
digunakan untuk
side
viewing
:
mengerjakannya
anestesi dengan
karena
umum probe
yang
khusus17.
- Biopsi Hati Perkutan , bila ditangani oleh ahli patologi yang berpengalaman, ketepatan diagnosis
dapat
mencapai
90%-95%18.
Pada Perjan RS Cipto Mangunkusumo, pemeriksaan penunjang diagnosis khusus yang dikerjakan adalah USG abdomen dan biopsi hati perkutan, jika dari kedua pemeriksaan ini dijumpai indikasi kuat adanya atresia bilier maka intraoperatif kholangiografi dikerjakan bersamaan
dengan
portoenterostomi
.
Terapi
Pada awal perjalanan penyakit atresia bilier, operasi yang perlu dikerjakan adalah portoenterostomi, pada tahap selanjutnya, bila duktus biliaris intrahepatik juga mengalami obliterasi, maka tindakan operasi lanjutannya adalah operasi transplantasi hati (yang sampai saat ini belum dapat dikerjakan di Indonesia). Bila operasi portoenterostomi tidak dikerjakan
sampai usia 1 tahun maka 50%-80% pasien akan meninggal, dan seluruh pasien akan meninggal bila operasi tidak dikerjakan sampai usia 3 tahun19. Bila operasi portoenterostomi dikerjakan sebelum usia 2 bulan maka 80% pasien akan bebas ikterus20, bila dikerjakan pada usia 2-3 bulan maka 40% sampai 50% pasien bebas ikterus, bila dioperasi antara usia 3-4 bulan maka angka bebas ikterus hanya 25%, dan bila operasi dikerjakan setelah usia 4 bulan maka hanya < 20% pasien yang bebas ikterus3. Umumnya tindakan portoenterostomi tidak dikerjakan lagi setelah pasien berusia 4 bulan. Dari seluruh pasien pasca portoenterostomi 70%-80% akhirnya membutuhkan tindakan transplantasi hati. Operasi portoenterostomi (lebih dikenal sebagai operasi Kasai) yang telah dikerjakan selama bertahun tahun tidak banyak mengalami perubahan, yang disarankan adalah kaki dari Roux en Y dibuat sepanjang 40 cm-50 cm, dan diseksi jaringan fibrotis pada daerah porta hepatis dibuat lebih kelateral lagi sampai ditepi medial vena porta kanan dan vena porta kiri21. Untuk mendapatkan lapang pandang yang
lebih
baik
disarankan
untuk
memotong
ligamentum
venosum22.
Komplikasi awal (3 bulan pasca operasi) yang ditemukan umumnya adalah ascending cholangitis, yang dapat disebabkan karena infeksi vena porta, rusaknya drainase limfe pada porta hepatis, ataupun karena infeksi langsung fistulasi bilier. Cholangitis juga disebabkan oleh hal apapun yang membuat aliran empedu tehambat , sehingga asam ursodeoksikolat sering digunakan untuk mencegah terjadinya cholangitis. Sedangkan pemakaian antibiotika dan kortikosteroid
untuk
pencegahan
cholangitis
masih
belum
terdapat
keseragaman
.
Komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah hipertensi portal, perdarahan varises esofagus, hipersplenisme asites dan gagal hati. Pada akhirnya pasien dengan komplikasi lanjut ini memerlukan
transplantasi
hati.
KEPUSTAKAAN
1. Balistreri WF, Gand R, Hoofnagle JH, et al. Biliary atresia: current concept and research direction.
Summery
of
a
syposium.
Hepatology
1996;
23:1682-92.
2. Karrer FM, Bensard DD. Neonatal cholestasis. Semin Peditr Surg 2000;9;166-9
3. Chardot C, Carton M, Spire-Bedelac N, et al. Epidemiology of biliary atresia in France : a national
study
1986-96.
J
Hepatol
1999;31:1006-13
4. Sokol RJ, Mack C, Narkewicz MR, Karrer FM. Pathogenesis and Outcome of Biliary Atresia:
Current
Concept.
J
Pediatr
Gastroenterol
Nutr
2003;37:4-21
5. Tyler KL, Sokol RJ, Oberhaus SM, et al. Detection of reovirus RNA in hepatobiliary tissues from patients with extrahepatic biliary atresia and choledochal cyst. Hepatology 1998,27:147582
6. Silveira TR, Salzano FM, Donaldson PT et al. Association between HLA and extrahepatic biliary
atresia.
J
Pediatr
Gastroenterol
Nutr
1993:16:114-117.
7. Vasiliauskas E, Targan S, Cobb L, et al. Biliary atresia- an autoimmune disorder ? Hepatology
1995;22(4
Pt2):87
8. Sokol RJ, Mack C. Ethiopathogenesis of biliary atresia. Semin Liver Dis 2001;21:517-24
9. Narkewicz MR. Biliary atresia:an update on our understanding of the disorder. Curr Opin Pediatr
2001;13:435-40.
10. SetchellK, O’Connell N. Disorder of bile acids synthesis and metabolism : a metabolic basis for liver diseases. In : Suchy FJ, Sokol RJ, Balistreri WF,eds. Liver Diseases in Children. Philadephia:Lippincott,Williams
&
Wilkins
2001:701-34.
11. Meisheri IV, Kasat LS, Kumar A, et al. Duodenal intubation and test for bile- a reliable method
to
rule
out
biliary
atresia.
Pediatr
Surg
Int
2002;18:392-5
12. Choi SO, Park Wh, LeeHJ, et al. “Triangular cord”: a sonographic finding applicable in the diagnosis
of
biliary
atresia.
J
Peditr
Surg
1996;31:363-6.
13. Farrant P, Meire HB, Mieli-Vergani G. Improved diagnosis of extrahepatic biliary atresia by high
frequency
utrasound
of
the
gall
bladder.Br
J
Radiol
2001;74:952-4
14. Gilmour SM, Hershkop M, Reifen R, et al. Outcome of hepatobiliary scanning in neonatal hepatitis
syndrome.
J
Nucl
Med
1997;38:1279-82
15. Guibaud L, Lachaud A, Touraine R, et al. MR cholangiography in neonates and infants :
feasibility
and
preliminary
applications.
AJR
Am
J
Roentgenol
1998;
170:27-31.
16. Norton KI, Glass RB, Kogan D, et al. MR cholangiography in the evaluation of neonatal cholestasis:
initial
results.
Radiology
2002
;
222:
687-91.
17. Linuma Y, Narisawa R, Iwafuchi M, et al. The role of endoscopic retrogade cholangiopancreatography in infants with cholestasis. J Pediatr Surg 2000; 35:545-9.
18. Zerbini MC, Gallucci SD, Maezono R, et al. Liver biopsy in neonatal cholestasis: a review on statistical
grounds.
Mod
Pathol
1997;
10:793-9.
19. Chardot C, Carton M, Spire-Bendelac N, et al. Is the Kasai Operation still indicated in childen older than 3 months diagnosed with biliary atresia? J Pediatr Surg 2001; 138: 224-8.
20. Ohi R. Biliary atresia. A surgical perspective. Clin Liver Dis 2000;4:779-804.
21. Toyosaka A, Okamoto E, Okasora T, et al. Extensive dissection at the portahepatis for biliary
atresia.
J
Pediatr
Surg
1994;
29:
896-9.
22. Ando H, Seo T, Ito T, et al. A new hepatic portoenterostomy with division of the ligamentum venosum
for
treatment
of
biliary
atresia.
J
Pediatr
Surg
1997;
32:
1552-4.
LAMPIRAN
Kausa
Congenital
Intrahepatik
Infections
-
viral,
protozoan,
spirochetal,
bacterial
sepsis
Metabolic disorders – galactosemia, tyrosinemia, hereditary fructose intolerance, alpha-1antityripsin deficiency, cystic fibrosis, hypopituitarism, bile acid synthesis defects, citrin deficiency,
respiratory
chain
disorders.
Storage Diseases – neonatal iron storage disease, Nieman-Pick type C, Gaucher’s disease, Wolman’s
disease,
glycogen
storage
disease
type
4.
Genetic syndromes – Alagille syndrome, Turner syndrome, Down syndrome, Aagenaes syndrome,
Zellweger
syndrome,
arthrogryposis/cholestasis
syndrome.
Progressive familial intrahepatic cholestasis – FICI deficiency, BSEP deficiency, MDR3 deficiency,
Byler
syndrome.
Idiopathic disorders – idiopathic neonatal hepatitis, non-syndromic paucity of interlobular bile ducts. Toxins and drugs – endotoxemia, total parenteral nutrition-associated cholestasis, chloal hydrate,
antibiotics,
other
drug.
Miscellaneous – ischemia-reperfusion injury, neonatal lupus, congenital hepatc fibrosis, Caroli’s syndrome,
inspissated
bile
syndrome,
histiocystosis
Kausa
Ekstrahepatik
-
Biliary
-
atresia
Cholechochal Spontaneous
perforation
of
cyst the
-
X.
common
bile
duct
Choledocholithiasis Neonatal Bile
- Compression by tumors or masses
sclerosing duct
cholangitis stenosis