Lapsus Hipertiroid Dalam Kehamilan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



Hipertiroid merupakan suatu kondisi di mana terdapat banyak hormon tiroid yang dihasilkan oleh tubuh, melebihi kebutuhan (overaktif glandula tiroid).Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjartiroid yang hiperaktif.(1)(2)Pada masa kehamilan terjadi perubahan struktur dan fungsi kelenjar tiroid dan timbulnya gejala klinis yang mirip dengan tanda kelebihan hormon tiroksin. Perubahan ini seringkali menyulitkan klinisi untuk dapat membedakan apakah kondisi tersebut merupakan suatu kondisi fisiologis atau patologis.(3) Menurut World Health Organization (WHO) jumlah penderita penyakit hipertiroid di seluruh dunia pada tahun 2000 diperkirakan 400 juta, dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 5 : 1. Di Indonesia, hasil pemeriksaan TSH pada Riskesdas 2007 mendapatkan 12,8 % laki-laki dan 14% perempuan memiliki kadar TSH rendah yang menunjukkan kecurigaan adanya hipertiroid.(4)Namun belum terdapat data pasti mengenai prevalensi hipertiroid dalam kehamilan.Insiden kehamilan dengan gejala klinik tirotoksikosis atau hipertiroidisme adalah 1: 2.000 kehamilan. Sebuah penelitian di India menemukan bahwa prevalensi Grave’s disease pada wanita hamil ras Asia-India adalah sekitar 0,6%.Hipertiroidisme dalam kehamilan dapat terjadi setiap saat baik sebelum kehamilan trimester pertama, kedua, ketiga bahkan sampai saat melahirkan.(3)Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan diperkirakan sebesar 0,1-0,4% dan 85% terjadi karena Grave’s disease.(5)(6) Pada wanita yang tidak mendapat pengobatan, atau wanita dengan hipertiroid yang tidak dapat dikontrol berisiko mengalami preeklamsi, gagal jantung dan keaadaan perinatal yang buruk. Pada janin, dapat terjadi hipotiroid, terlihat gambaran goiter, nonimune hydrops bahkan terjadikematian janin.(3)



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR THYROID Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya memiliki berat 15 - 20 gram. Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai duktus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trakea tepat di bawah cartilago cricoidea. Sek-sel sekretori utama tiroid yang dikenal sebagai sel folikel tersusun membentuk bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit fungsional yang disebut folikel. Pada potongan mikroskopis folikel tampak sebagai cincin sel-sel folikel yang mengelilingi suatu lumen yang berisi koloid. Konstituen utama koloid adalah suatu protein molekuler besar bernama tiroglobulin (Tg). Sel folikel menghasilkan tetraiidotironin atau tiroksin (T4) yang mengandung 4 atom iodium dan triiodotironin(T3) yang mengandung 3 atom iodium. Sedangkan di ruang interstitial terdapat sel C yang menghasilkan kalsitonin.(7)



Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid



3



Gambar 2. Histologi kelenjar tiroid



Secara fisiologis kelenjar tiroid ini berfungsi menghasilkan hormon tiroid yaituT3 dan T4, dimana kelenjar tiroid ini awalnya mendapatkan sinyal dari Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari hipofisis anterior, dimana hipofisis mendapatkan sinyaldarihipotalamus melalui Thyroid Releasing Hormon (TRH). TSH ini disalurkan ke kelenjar tiroid melalui pembuluh darah, TSH kemudian mencapai reseptornya pada kelenjar tiroid sehingga terjadi sekresi hormon tiroid.(7) Semua tahap pembentukan berlangsung di Tg dalam koloid. Tg di produksi oleh kompleks golgi / Retikulum Endoplasma sel folikel tiroid, didalam Tg terkandung asam amino tirosin. Tg kemudian keluar dari sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya kedalam koloid memlalui pompa iodium.Di dalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin didalam molekul Tg. Perlekatan satu iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT), perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT). Kemudian terjadi proses penggabungan dimana satu MIT (satu iodium) dengan satu DIT (dua iodium) menghasilkan T3. Sedangkan penggabungan dua DIT menghasilkan T4, antara dua MIT tidak terjadi penggabungan. T3 dan T4 yang bersifat lipofilik dengan mudah melewati membran luar sel dan berdufusi kedalam darah.(7) T3 dan T4 yang disekresi dari kelenjar tiroid ini akan beredar didalam darah yang terikat dengan protein Tiroksin Binding Globulin (TBG), dimana T3 ini lebih aktif daripada T4 di level sel, sehingga T4 akan diaktifkan menjadi T3



4



oleh enzim deiodinase. T3 dan T4 yang beredar di dalam darah tersebut akan memberikan efek terhadap tubuh antara lain : Meningkatkan laju metabolisme dan produksi panas, mempengaruhi pembentukan dan penguraian karbohidrat, lemak, protein, meningkatkan responsivitas sel terhadap hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) (efek simpatomimetik), meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga cardiac output meningkat, vasodilatasi pembuluh darah perifer, merangsang sekresi Growth Hormone (GH) dan IGF-1 dan mendorong efeknya pada protein struktural dan pada pembentukan tulang, berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama sistem saraf pusat.(7)



Gambar 3. Fisologi kelenjar tiroid



5



Gambar 4. Sintesis hormon tiroid Fisiologi tiroid berubah secara signifikan dalam kehamilan. Berhubungan dengan interaksi dengan TSH, estrogen, TBP. Glandula tiroid mengalami hyperplasia dan peningkatan vaskularitas selama kehamilan, namun pembesaran tersebut tidaktipikal terlihat. Pada trimester pertama kehamilan level dari TBG meningkatkarna terjadi peningkatan sintesis di hati akibat stimulasi dari estrogen. Peningkatan ini menyebabkan meningkatnya serum T3 dan T4 tetapi tidak mempengaruhi FT3 dan FT4.PeningkatanFT3(freeT3)dan FT4 pada trimester pertama kehamilan berhubungan dengan meningkatnya kadar human chorionic gonadotropin (hCG) dalam darah, dan penurunan kadar FT3 & FT4 pada trimester kedua & ketiga juga berhubungan dengan hal tersebut. Terutama total serum T4 akan meningkat secara tajam mulai antara minggu ke 6 atau 9 dan mencapai puncak pada minggu ke 18. Kadar FT4 yang meningkat dan mencapai puncak ini bersamaan dengan kadar hCG dan kemudian kembali ke normal. Peningkatan kadar total T4 menjadi lebih bermakna jika ditemukan pada usia kehamilan > 18 minggu.(8)(9) Perubahan



hormon



tiroid



dalam



kehamilan



dibutuhkan



untuk



transferhormon tiroid ibu ke fetus terutama sel neuron. Konsentrasi T4 yang adekuat penting untuk perkembangan saraf (otak) terutama sebelum berfungsinya glandula tiroid janin. Hal ini hanya bisa didapatkan melalui aliran placenta ibu ke janin paling tidak pada trimester pertama kehamilan.Janin atau fetus bergantung



6



pada tiroksin ibu yang melewati placenta dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan fungsi tiroid normal fetus karena tiroid fetus belum dapat menggunakan iodin sampai UK 10-12 minggu. Sintesis dan sekresi TSH fetus baru terjadi sekitar pada UK 20 minggu.Saat kelahiran, kira-kira 30% T4 yang ditemukan pada darah tali pusat adalah berasal dari ibu.Level TRHtidak meningkat pada kehamilan normal, walaupun neurotransmiter ini dapat melewati placenta dan menstimulasi pituitari janin untuk mensekresi tirotropin. Sekresi T4 dan T3 berbeda pada semua wanita hamil.(8)(9) Placenta menghasilkan hCG (hormon glikoprotein) dimana hormon ini jugabekerja sebagai TSH antagonis sehingga meningkat produksi hormon tiroid yang dapat terjadi pada 0,3% kehamilan.Glikoprotein subunit alfa pada hCG similar dengan TSH sehingga peningkatan serum hCG meningkatkan stimulasi tiroid, sehingga pada 80% wanita hamil terjadi penurunan kadar tirotropin (TSH) pada trimester awal kehamilan, sedangkan konsentrasi TBG meningkat seiring dengan meningkatnya hormon tiroid.Penekanan normal TSH selama kehamilan ini dapat menyebabkan misdiagnosed dengan hipertiroidisme.(8)(9) Perubahan Fisiologis



Perubahan tes fungsi tiroid



↑ TBG



↑ konsentrasi serum total T3 & T4



↑ hCG pada trimester I



↑ FT4 & ↓ TSH



2.2 DEFINISI Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis yang timbul akibat kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Hipertiroidisme dalam kehamilan dapat terjadi setiap saat baik sebelum kehamilan trimester pertama, kedua, ketiga bahkan sampai saat melahirkan.(2)(3)(11)



7



2.3 ETIO-PATOFISIOLOGI Hipertiroid dalam kehamilan dapat berupa penyakit Graves, hiperemesis gravidarum, tirotoksikosis gestasional sementara, dan kehamilan mola. Di antara keempat penyebab hipertiroid dalam kehamilan, penyakit graves paling sering terjadi, sekitar 1 dari 500 kehamilan.dalam kehamilan terutama disebabkan oleh Graves disease, yang berhubungan dengan TSH reseptor antibodi.Pada hipertiroid terjadi peningkatan sekresi homon T3 dan T4 oleh sel-sel kelenjar tiroid sehingga sel-sel ini akan mengalami penambahan jumlah sel atau hyperplasia, sehingga pada penderita hipertiroid sebagian besar kelenjar tiroidnya membesar (menjadi goiter).(3) Hipertiroid akibat penyakit ini disebabkan karena sel T limfosit (sel T sitotoksik)



yang



mengenali



antigen



didalam



kelenjar



tiroid



akibat



hipersensitivitas, dengan memicu T limfosit (sel T helper) untuk menstimulasi B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) ini akan berinteraksi dengan reseptor tiroid di membran epitel folikel tiroid sehingga merangsang sel-sel folikel tiroid untuk memproduksi atau mensekresi simpanan hormon tiroid (T3 dan T4), hal ini karena reseptor tiroid tersebut mengenali TSH-Ab sebagai TSH, yang sebenarnya bukan merupakan TSH yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior.(2)(7) Penyakit



Graves



ini



selain



mempengaruhi



kelenjar



tiroid



juga



mempengaruhi mata, karena sel T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di mata akibat hipersensitivitas sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan antibodi sitotoksik, yang mengakibatkan inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang berakibat bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus. Selain itu penyakit graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada penyakit graves dikenal adanya “trias graves” yaitu hipertiroid, exophtalmus, dan goiter. Selain “trias graves” penyakit graves ditandai dengan palpitasi, tremor halus, kelemahan otot proksimal, dispnea, nafsu makan meningkat, intoleransi panas, konsentrasi menurun, mudah lelah, labilitas, hiperdefekasi, berat badan menurun, takikardi, atrium fibrilasi.Hiperemesis gravidarum yang sampai dirawat di rumah sakit karena dehidrasi dan ketosis



8



dapat berhubungan dengan hipertiroidisme berhubungan dengan peningkatan stimulasi hCG. Hipertiroidisme juga dapat terjadi pada pasien mola hidatidosa dimana terjadi peningkatan skresi hCG. Tirotoksikosis dalam kehamilan terutama disebabkan oleh Graves disease, yang berhubungan dengan TSH reseptor antibodi.(7)



2.4 GEJALA KLINIS Tirotoksikosis ringan mungkin sulit didiagnosis karena kehamilan normal merangsang beberapa temuan klinis yang mirip kelebihan tiroksin (T4).Temuantemuan



sugestif



yaitu



takikardia,



tiromegali,



eksoftalmus,



kekegagalan



penambahan berat meskipun asupan makanan memadai. Konfirmasi laboratorium ditandai dengan penurunan nyata kadar TSH, siertai peningkatan kadar FT4 serum.Tirotoksikosis



dalam



kehamilan



secara



keseluruhan



menunjukkan



manifestasi klinis yang sama dengan hipertiroid pada wanita yang tidak hamil termasuk cemas, tremor, keringat berlebihan, palpitasi, penurunan berat badan, goiter, takikardia. Perbedaan signifikan yang terjadi pada hipertiroid dalam kehamilan karena efeknya dapat mengenai ibu dan anak. Timbulnya goiter, ophthalmopathy, dan persistensi penyakit menandakan Grave’s disease. Sebaliknya, Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT) jarang bergejala, namun gejala yang sering timbul adalah persisten vomitus yang menyerupai hiperemesis gravidarum.



Tingkat keparahan hiperemesis berhubungan



dengan tingkat



keparahan hipertiroidisme dan biasanya akan sembuh dengan sendirinya pada usia kehamilan 18-19 minggu. Penyakit trofoblastik juga jarang menunjukan gejala, manisfestasi klinis umum yang timbul adalah perdarahan pervaginam dan ditemukannya pola badai salju pada pemeriksaan ultrasonografi uterus. Namun untuk mendiagnosis tidak hanya berdasarkan gejala klinis karena tidak spesifik, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium.(9)(11)



9



2.5



DIAGNOSIS Diagnosis klinis hipertiroid pada wanita hamil biasanya sulit ditegakkan.



Hal ini dikarenakan wanita dengan hipertiroid memiliki beberapa tanda-tanda sistem hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung, dengan bising sistolik dan takikardia, kulit hangat dan intoleransi terhadap panas. Tanda hipertiroid seperti berat badan turun, dapat menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena kehamilan. Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit grave, dicari tanda-tanda oftalmopati grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal saat menutup mata, eksoftalmus) dan bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema).(2) Peningkatan kadar T3 serum dapat meningkatkan densitas reseptor βadrenergik sel miokardium sehingga curah jantung meningkat walaupun saat istirahat dan dapat terjadi aritmia (fibrilasi atrium). Denyut nadi saat istirahatbiasanya diatas 100 kali per menit dan jika denyut nadi tetap atau menjadi lambat selama melakukan manuver valsava, diagnosis tirotoksikosis menjadi lebih mungkin.(12) Diagnosis



hipertiroid



dalam



kehamilan



dapat



ditegakkan



melalui



pemeriksaan fisik dan laboratorium, terutama pemeriksaan fungsi tiroid. Pada kehamilan, kadar T3 total dan T4 total meningkat seiring meningkatnya konsentrasi TBG. Kadar FT3 dan FT4 dalam batas normal tinggi pada kehamilan trimester pertama dan kembali normal pada trimester kedua. Nilai T4 total tidak berarti pada wanita hamil karena nilainya yang tinggi merupakan respon terhadap estrogen yang meningkatkan konsentrasi TBG. Kadar FT3 sebaiknya diperiksa ketika nilai TSH rendah tetapi kadar FT4 normal. Peningkatan kadar T3 menunjukkan toksikosis T3. Pemeriksaan TSH saja sebaiknya tidak dijadikan acuan dalam mendiagnosis hipertiroid dalam kehamilan. Kadar TSH nomal pada trimester 1 yaitu 0,1-2,5 mIU/L, pada trimester 2 yaitu 0,2-3 mIU/L, dan pada trimester 3 yaitu 0,3-3 mIU/L. Pasien dengan penyakit graves hampir selalu memiliki hasil pemeriksaan TSI yang positif. Pemeriksaan TSI sebaiknya diukur pada trimester ketiga. Nilai TSI yang tinggi sering dihubungkan dengan tirotoksikosis fetus. Antibodi antikromosomal jika memungkinkan perlu juga diperiksa karena wanita yang memiliki hasil positif pada masa kehamilan atau



10



sesaat setelah persalinan memiliki resiko berlanjut menjadi penyakit tiroiditis postpartum.(12) Evaluasi fungsi tiroid janin masih diperdebatkan. Meskipun pemeriksaan sonografik tiroid janin pernah dilaporkan pada wanita yang mendapatkan obat tionamid atau mereka yang memiliki antibodi perangsang tiroid, namun kebanyakan penelitian sekarang tidak menganjurkan evaluasi rutin. Kilpatrick menganjurkan pemeriksaan antibodi janin pada ibu yang menjalani ablasi. Karena hiper atau hipotiroidisme pada janin dapat menyebabkan hidrops, menghambat pertumbuhan, gondok atau takikardia. The Endocrine Society Clinical Practice Guideline merekomendasikan pengambilan sampel darah umbilikal pada janin dilakukan bila diangnosis tiroid pada janin belum dapat dipastikan secara klinis dan pemeriksaan sonografi.(12) Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin, alanin aminotransferase, aspartat aminotrasferase, elektrolit dan tirotropin (termasuk tiroksin T4 bebas jika kadar tirotropin rendah).(7)American Association



of



Clinical



Endocrinologists,



and



the



Endocrine



Society



merekomendasikan agar dilakukan pemeriksaan kadar TSH tiap trimester untuk mengevaluasi fungsi tiroid selama kehamilan. Dengan rentang kadar TSH 0,1-2,5 mIU/L untuk trimester pertama, 0,2-3,0 mIU/L untuk trimester kedua dan 0,33,0mIU/L untuk trimester ketiga.Namun ada sumber yang mengatakan bahwa batas terendah kadar TSH adalah 0,06 mU/L, 0,3 mU/L dan 0,3 mU/L untuk trimester satu, dua dan tiga. Diagnosis tirotoksikosis ditegakkan jika ditemukan kadar TSH dibawah nilai normal.(9)(11) Kadar T4 diukur dengan dua metode immunoassay yang berbeda namun hasilnya kurang spesifik. Teknik lain yang dapat digunakan adalah analisis equilibirium dialisis dengan spektrometri, hasilnya lebih akurat namun terbatas dan harganya sangat mahal. Mengingat minimalnya standarisasi uji FT4 maka total T4 dan T3 adalah pilihan alternatif untuk menilai fungsi tiroid. Pada pasien hamil dengan tirotoksikosis pengukuran serum reseptor TSH (TRAb) sangat penting, hal ini untuk mendiagnosis dan menentukan prognosis. Adanya antibodi disertai dengan temuan klinis dapat membantu untuk membedakan



grave’s



11



dissease dan GTT. Selain itu TRAb dapat melewati placenta yang dapat menyebabkan hipertiroid dan hipotiroid pada neonatus. Kelenjar tiroid janin mulai merespon TRAb pada usia kehamilan 20 minggu. Menurut European Thyroid Association pengukuran titer serum TRAb berfungsi untuk memantau resiko graves dissease pada janin dan menentukan pilihan terapi. Risiko komplikasi pada janin tergantung dari pengobatan grave yang pernah diterima pada masa lalu dan pengobatan saat ini. Pada wanita hamil yang menggunakan antitiroid, dengan riwayat pengobatan radioiodin sejak awal kehamilan disarankan untuk mengukur kadar serum TRAb pada trimester ketiga. American Thyroid Association and the Endocrine Society merekomendasikan pada pasien dengan riwayat Grave dissease atau sedang menderita grave dissease kadar TRAb diukur pada usia kehamilan 2024 minggu.(11)HCG berperan penting dalam pemeliharaan placenta. Kadar hCG akan meningkat pada masa kehamilan. hCG terdiri dari subunit-α yang identik dengan TSH namun memiliki ikatan lemah dengan reseptor TSH, dengan efek tirotrofik dapat menyebabkan penekanan TSH yang ditemukan pada wanita dengan GTT. Hiperemesis gravidarum lebih sering terjadi pada wanita dengan GTT. Kadar hCG bukan untuk menentukan fungsi tiroid secara biokimia tetapi untuk menilai tingkat keparahan hipertiroidisme. Secara bukti biokimia hipertiroidisme dapat dilihat dengan kadar hCG serum 100.000-500.000 IU/L dan hipertiroidisme klinis dapat terjadi jikan kadar hCG lebih dari 500.000 IU/L.(11) Gejala klinis, tes serum fungsi tiroid dan titer antibodi serum tiroid biasanya sudah cukup untuk menegakan diagnosis. Pemeriksaan ultrasonografi berfungsi untuk menilai ukuran tiroid untuk membedakan grave’s dissease dan tiroiditis pada ibu yang hamil dengan tirotoksikosis. Goiter pada janin dapat berkembang secara primer akibat efek TRAb ibu yang melewati placenta atau sekunder akibat pemberian antitiroid pada ibu. Untuk menentukan penyebabnya maka perlu dilakukan pemeriksaan cordosintesis.(11)(12)



12



Gambar 2.1 Janin usia 23,9 minggu dengan pembesaran tiroid (panah).(11)



2.5



TATALAKSANA Secara umum, terdapat beberapa modalitaspengobatan hipertiroid antara



lain pendekatan farmakologis, pembedahan, dan juga iodin radioaktif, masingmasing dengan risiko terhadap kehamilan. Pada kondisi hamil, pengobatan iodin radioaktif secara langsung merupakan kontraindikasi karena meningkatkan risiko abortus spontan, kematian janin intra uterin, hipotiroid dan retardasi mental pada neonatus.Pada selamakehamilan, tirotoksikosis dapat dikontrol dengan terapi farmakologis dengan obat golongan thiamide. Prophylthiouracil (PTU) masih merupakan obatpilihan utama karena menghambat konversi T4 menjadi T3 dan lebih sedikit melewati placenta dibandingkan methimazole. Tetapi telah terbukti efektivitas kedua obat dan waktu rata-rata yang diperlukan untuk normalisasi fungsi tiroid sebenarnya sama (sekitar 2 bulan), begitu juga kemampuan melalui placenta. Penggunaan methimazole pada ibu hamil berhubungan dengan sindrom teratogenik ‘embriopati metimazole’ yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal, anomali janin yang membutuhkan pembedahan mayor lebih sering berkaitan dengan penggunaan methimazole, sebaliknya tidak ada data hubungan antara anomali kongenital dengan penggunaan PTU selama kehamilan. Namun kadang methimazole tetap harus diberikan karena satu-satunya pengobatan anti tiroid yang tersedia. PTU memiliki efek hepatotoksik sehingga American Association



os



Clinical



Endocrinologist



dan



American



Thyroid



13



Associationmerekomendasikan



penggunaan



PTU



hanya



ada



trimester



1



selanjutnya diberikan methimazole mula trimester kedua. Jika kondisi hipertiroid sudah berkurang, dosis obat anti tiroid juga harus diturunkan untuk mencegah hipotiroid pada janin.(11) Pada trimester ketiga, hampir 30% ibu dapatmenghentikan pengobatan anti tiroid danmempertahankan status eutiroid. Bagi ibu menyusui, kedua jenis obat anti tiroid dinilai aman karena konsentrasinya rendah di dalam ASI. Bayi yang menyusui ibu pengkonsumsi obat anti tiroid memiliki perkembangan dan fungsi intelektual yang normal.Obat-obat golongan beta bloker untuk mengurangi gejala akut hipertiroid dinilai aman dan efektif pada usia gestasi lanjut, pernah dilaporkan memberikan efek buruk bagi janin bila diberikan pada awal atau pertengahan gestasi. Propanolol pada kehamilan akhir dapat menyebabkan hipoglikemia pada neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat transien dan tidak lebih dari 48 jam. Propanolol sebaiknya dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15 mg per hari).Tiroidektomi subtotal dapat dilakukan saat kehamilan dan merupakan pengobatan linikedua penyakit Grave. Tiroidektomi sebaiknya dihindari pada kehamilan trimester pertama dan ketiga karena efek teratogenik zat anestesi, peningkatan risiko janin mati pada trimester pertama serta peningkatan risiko persalinan preterm pada trimester ketiga. Paling optimal dilakukan pada akhir trimester kedua meskipun tetap memiliki risiko persalinan preterm sebesar 4,5%-5,5%. Tindakan pembedahan harus didahului oleh pengobatan intensif dengan golongan thionamide, iodida, dan beta bloker untuk menurunkan kadar hormon tiroid agar mengurangi risiko thyroid storm selama anestesi dan juga mengoptimalkankondisi operasi dengan penyusutan struma dan mengurangi perdarahan.(9)(11) Dosis awal dari obat antitiroid berdasarkan pada beratnya gejala dan derajat tiroksemia. Pada umumnya, dosis awal pada pemeberian obat anti-tiroid; MMI 515 mg per hari dan PTU 50-300 mg per hari. Dalam memberikan pengobatan dengan obat anti tiroid, disarankan untuk diberikan dosis terkecil dan efektif yang dapat diberikan.(11)Pada proses lanjutan kehamilan, obat antitiroid juga dapat diindikasikan untuk memperbaiki keadaan tirotoksikosis pada fetus. Pengaturan



14



dosis efektif dilakukan berdasarkan pengukuran denyut jantung janin, goiter melalui



Doppler



ultrasound,



atau



dengan



mengambil



sampel



darah



umbilikus.(5)(9)(11) Indikasi pembedahan adalah wanita hamil yang mengkonsumsi obat anti tiroid dosis besar (PTU>450 mg atau methimazole >300 mg), timbul efek samping serius penggunaan obat anti tiroid, struma yang menimbulkan gejala disfagia atau obstruksi jalan napas, dan tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya pada pasien gangguan jiwa).(9)



2.6 KOMPLIKASI Komplikasi tersering pada wanita hamil dengan Graves’ disease adalah pada ibu sering ditemukan risiko gagal jantung kongestif, preeklamsia dan badai tiroid, pada kehamilan dapat terjadi keguguran, abruptio plasenta, dan risiko persalinan prematur. Pada fetus sering timbul tanda tanda hipertiroid seperti takikardia, retardasi pertumbuhan, percepatan maturasi tulang, goiter dan resiko kematian malformasi. Pada neonatus akan terjadi risiko transient primary hyperthyroid dan transient secondary hyperthyroid, sedangkan komplikasi tersering pada infant atau pada anak adalah gangguan pituitari/ axis tyroid disintegrasi tyroid dan malformasi tiroid.(9)(10)



2.7 HIPERTIROID DALAM HUBUNGANNYA DENGAN INFERTILITAS Infertilitas adalah ketidakmampuan sebuah pasangan untuk hamil lebih dari satu tahun setelah melakukan hubungan seksual tanpa kondom. Infertilitas secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu infertilitas primer (tidak memiliki kemampuan untuk memiliki anak) dan infertilitas sekunder (sudah pernah memiliki anak sebelumnya dan gagal untuk hamil lagi). Penelitian di India ditemukan bahwa 1 dari 3 wanita mengalami infertilitas. Penyebab infertlitas pada wanita sangat beragam dan salah satunya adalah penyakit tiroid yang tidak terdiagnosis atau yang terdiagnosis namun tidak diterapi secara adekuat. Sekitar 5-8% kejadian infertilitas ditemukan pada wanita dengan hipertiroid, dan kejadian ini paling banyak ditemukan pada wanita dengan hipertirtiroid sub-klinis atau



15



hipertiroid yang tidak menunjukan gejala yaitu sekitar 37%. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan



siklus



anovulasi,



meningkatnya



kadar



prolaktin,



dan



ketidakseimbangan hormon reproduksi yang dapat menjadi salah satu penyebab infertilitas pada wanita.(13)(14)



16



BAB 3 PRESENTASI KASUS



3.1 Identitas Pasien Nama



: Ny. FKL



Tanggal Lahir/Umur



: 17-08-1980/36 tahun



Alamat



: Penfui



Agama



: Kristen Katolik



Pekerjaan



: PNS



Status



: Menikah (2009)



No. RM



: 222627



Tanggal Masuk Dirawat



: 16/06/2017 Jam: 18.30 Wita



3.2 Anamnesis Keluhan Utama MRS Pasien datang dengan keluhannyeri perutbawah tembus ke pinggang dan punggung belakang yang dirasakan sesekali sejak 2 jam SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien MRS tanggal 16/6/17 Pkl 18.30 WITA dengan keluhan nyeri perutbawah tembus ke pinggang dan punggung belakang sejak 2 jam SMRS, dirasakan hilang timbul. Keluhan tidak disertai dengan keluar air-air



dan



keluar lendir darah, gerakan janin masih dirasakan pasien. Mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-),nyeri uluh hati (-) dan demam tidak dialami pasien saat itu. Setelah dilakukan operasi caesar tanggal 17/06/17 pasien dipindahkan ke ruangan Sasando II. Saat dilakukan pemeriksaan ini pasien mengeluh masih merasakan nyeri di daerah operasi. Keluhan lain tidak ada. Kronologis Pasien menceritakan bahwa awal tiroid pasien mulai membesar sejak tahun 2013 setelah pasien melahirkan anak ke 2.



17



Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi, diabetes, asma, alergi dan penyakit jantung disangkal. Tiroid pasien mulai membesar setelah melahirkan anak ke 2 (4 tahun lalu) dan pasien mendapat terapi PTU 2x1/2 selama 8 bulan. Saat pasien hamil anak yang ke-3 pasien melakukan konsultasi pada dr.Sp.PD dan dokter menyarankan untuk berhenti minum obat dan pengobatan tiroid direncanakan akan dilanjutkan setelah pasien melahirkan. Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi, diabetes, jantung, asma, alergi dan penyakit tiroid. Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita kelainan yang sama. Riwayat Penggunaan Obat Pasien pernah mendapat pengobatan PTU 2x1/2 selama 8 bulan sebelum kehamilan. Riwayat Sosial, Pekerjaan dan Kebiasaan Pasien bekerja sebagai Perawat di Bagian Onkologi RSU W.Z. Johhanes Kupang. Riwayat Obstetri



 Riw. Menarche



: Umur 12 tahun, teratur, 1x/bulan, selama 3 hari, ganti pembalut 2-3x/hari, nyeri haid (-)



NO



1.



 Riw. Pernikahan



: 1x menikah, umur29 tahun



 Riw. Persalinan



:



Kehamilan



9 Bulan



Jenis



Tempat



Penolong



Berat



Jenis



Persalinan



bersalin



Bersalin



Lahir



Kelamin



Vakum



Rumah



Dokter



2600 g







7 tahun



Ekstraksi a/i



sakit



Bidan



3800 g







4tahun



Usia



ibu kelelahan 2.



3.



9 Bulan



Hamil ini



Spontan



Rumah



induksi



sakit



18



 Riw. KB



: Tidak menggunakan alat kontrasepsi, pasien



mengaku menggunakan metode “sanggama terputus (coitus interruptus)”.  Riwayat ANC : di Pustu Maulafa 1x dan di dr. SpOG 17 x, mendapat tablet osvit DHA, obmin AF.  HPHT



: 25/09/2016



 TP



: 02/07/2017



3.3 Pemeriksaan Fisik 3.3.1



Triase (16-06-2017)



 Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang  Kesadaran



: Compos mentis



 Vital sign



: TD



: 120/70 mmHg



Nadi : 80 x/menit







BB : 50 kg







TB : 160 cm



RR



: 20 x/m



T



: 36,7°C



Status Generalisata:



 Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



 T/H/M



: Dalam batas normal.







Leher



: Pembesaran KGB (-) & pembesaran tiroid (+) panjang 6 cm, lebar 2,9 cm dan tinggi 3 cm.



 Paru



: Simetris, sonor (+/+), ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)



 Jantung



: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)



 Abdomen



: Cembung,distensi (-), BU (+) kesan normal



 Leopold I: Bokong, TFU : 3 jari BPX ( 30 cm)  Leopold II : Punggung kanan, memanjang.  Leopold III: Letak kepala.  Leopold IV: Belum masuk pintu atas panggul.



19



DJJ : 150 x/doppler 



Genital  I



: Vulva/vagina tidak terdapat pendarahan aktif (-)



 VT : Tidak dilakukan. 3.3.2



Ruangan (17-06-2017)



 Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang  Kesadaran



: Compos mentis



 Vital sign



: TD : 110/80 mmHg Nadi : 84x/menit RR : 18x/menit T



: 36,9°C



Status Generalisata:



 Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



 T/H/M



: Dalam batas normal







: Pembesaran KGB (-) & pembesaran tiroid (+) panjang



Leher



6 cm, lebar 2,9 cm dan tinggi 3 cm, trill (-).  Paru  Jantung  Abdomen



: Simetris, sonor (+/+), ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-) : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-) : Cembung, tampak luka operasi tertutup kasa steril, BU (+)



kesan normal, supel, timpani, kontraksi uterus (+) 3 jari bawah pusat.  Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)



3.3.3



Identitas Bayi (17-06-2017)



Nama



: By.Ny. fransiska Lawena



Jenis Kelamin : Laki-laki Panjang Badan: 49 cm LK/LD



: 36/35



A/S



: 8/9



Balard



: 40 minggu



20



3.4 Pemeriksaan Penunjang Hasil Laboratorium TRIASE (16-06-2017) Hemoglobin



: 12,9 gr/dl



Hematokrit



: 39,2 %



Eritrosit



: 4,78 x106/mm



Leukosit



: 6,89 x106/mm



Trombosit



: 216 x103U/L



PT



: 7,8 detik (L)



APTT



: 27,8 detik



HbSAg



: Non Reaktif



KONTROL POLIKLINIK PENYAKIT DALAM (18-05-2017) T3



: 2,480 mmol/L (H)



T4



: 100,00 mmol/L



TSH



: 2,27 μUI/ml



NB: TSH, T3 dan T4 dalam batas normal  untuk sementara terapi tidak ada, rencana perawatan post melahirkan, cek ulang T3, T4 dan TSH. RUANGAN (17-06-2017) Hemoglobin



: 12,4 gr/dl



Hematokrit



: 37,9 %



Eritrosit



: 4,64 x106/mm



Leukosit



: 10,53 x106/mm (H)



Trombosit



: 202 x103U/L



T3



: 2,550 mmol/L (H)



T4



: 115,11 mmol/L



TSH



: 261 μUI/ml



21



3.5 Diagnosis TRIASE : (16-06-2017) G3P2A0AH2 UK37-38 minggu T/H + tak inpartu + Hipertiroid+ gerak janin menurun + TBBJ 2790 gram RUANGAN : (17-06-2017) P3A0AH3 post SC a/i gerak janin menurun + MOW H0



3.6 Penatalaksanaan TRIASE : - R/c Sectio sesarea RUANGAN : - Cefadroxil 2 x 1 po



- Asam mefenamat 3 x 1 po - Vitamin B comp 2 x 1 po - Kaltrofen supp 2x1 - Kalnex 3x 1 - Ranitidin 2x 1 - Aff DC dan Aff Infus 3.7 Follow Up Tanggal/Jam 18-06-2017



Perjalanan Penyakit



Instruksi Dokter



S : Pasien masih mengeluhkan nyeri



P:



pada luka operasi. Kentut (+), BAK (+)



- Aff Infus



O : Kesadaran GCS 15 (E4V5M6)



- Cefadroxil 2 x 1 po



Tekanan Darah



: 110/80 mmHg



Nadi



: 80x/menit



RR



: 18x/meni



- Asam mefenamat 3 x 1 po - Vitamin B comp 2 x 1 po



22



Suhu



: 36,8°C



- Kaltrofen Supp 2x1



Leher : pembesaran tiroid (+) panjang 6 cm, lebar 2,9 cm dan tinggi 3 cm, trill (-) Abdomen : kontraksi uterus (+) 2 jari dibawah pusat. A : P3A0AH3post SC a/i gerak janin menurun + MOW 19-06-2017



S: Pasien masih mengeluhkan nyeri



pada luka operasi, namun dirasa



P:



- Cefadroxil 2 x 1 po



berkurang dari hari sebelumnya. O : Kesadaran GCS 15 (E4V5M6) Tekanan Darah



: 100/70 mmHg



Nadi



: 82x/menit



RR



: 18 x/menit



Suhu



: 36,6°C



Leher : pembesaran tiroid (+) panjang 6 cm, lebar 2,9 cm dan tinggi 3 cm, trill (-) Abdomen : kontraksi uterus (+) 2 jari dibawah pusat



A: P3A0AH3 post SC a/i gerak janin menurun + MOW



- Asam mefenamat 3 x 1 po - Vitamin B comp 2 x 1 po



23



20-06-2017



S: Pasien masih mengeluhkan nyeri



pada luka operasi, namun dirasa



P:



- Cefadroxil 2 x 1 po



berkurang dari hari sebelumnya. O : Kesadaran GCS 15 (E4V5M6) Tekanan Darah



: 100/70 mmHg



Nadi



: 82x/menit



RR



: 18 x/menit



Suhu



: 36,6°C



Leher : pembesaran tiroid (+) panjang 6 cm, lebar 2,9 cm dan tinggi 3 cm, trill (-) Abdomen : kontraksi uterus (+) 2 jari dibawah pusat



A: P3A0AH3 post SC a/i gerak janin menurun + MOW



- Asam mefenamat 3 x 1 po - Vitamin B comp 2 x 1 po



24



BAB 4 PEMBAHASAN



Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Hipertiroidisme dalam kehamilan dapat terjadi setiap saat baik sebelum kehamilan trimester pertama, kedua, ketiga bahkan sampai saat melahirkan. Pada pasien ini hipertiroid terjadi sebelum kehamilan.(2)(11) Gejala klinis



tirotoksikosis



dalam



kehamilan



secara



keseluruhan



menunjukkan



manifestasi klinis yang sama dengan hipertiroid pada wanita yang tidak hamil termasuk cemas, tremor, keringat berlebihan, palpitasi, penurunan berat badan, goiter,



takikardia



goiter.Diagnosis



dan



tiromegali.



hipertiroid



dalam



Pada pasien ini



hanyak



kehamilan



ditegakkan



dapat



ditemukan melalui



pemeriksaan fisik dan laboratorium, terutama pemeriksaan fungsi tiroid. Pada kehamilan, kadar T3 total dan T4 total meningkat seiring meningkatnya konsentrasi TBG.(12)Secara umum, terdapat beberapa modalitaspengobatan hipertiroid antara lain pendekatan farmakologis, pembedahan, dan juga iodin radioaktif, masing-masing dengan risiko terhadap kehamilan. Pada kondisi hamil, pengobatan iodin radioaktif secara langsung merupakan kontraindikasi karena meningkatkan risiko abortus spontan, kematian janin intrauterin, hipotiroid dan retardasi mental pada neonatus.Prophylthiouracil (PTU) masih merupakan obatpilihan utama karena menghambat konversi T4 menjadi T3 dan lebih sedikit melewati placenta dibandingkan methimazole.(9) Pada kasus ini ditemukan adanya pembesaran tiroid sebelum kehamilan ini dan gejala klinis hipertiroid pada pasien ini hanya ditemukan goiter dengan ukuran panjang 6cm, lebar 3 cm dan tinggi 2,9cm dan pada pemeriksaan kadar T3 sedikit meningkat (2,550 mmol/L), kadar T4 normal (115,11 mmol/L) dan kadar TSH sedikit menurun (261 μUI/ml). Berdasarkan pertimbangan dokter spesialis penyakit dalam selama kehamilan pasien ini tidak diberikan terapi obat antitiroid dengan alasan kadar T3 pasien meningkat sedikit sedangkan kadar TSH menurun sedikit. Peningkatan kadar T3 total ini dapat terjadi pada kehamilan normal seiring dengan meningkatnya kadar TGB. Teori menyatakan bahwa pemberian



25



antitiroid pada saat hamil harus lebih hati-hati dapat menyebabkan hipotiroid pada janin, sebaiknya seorang ibu hamil dengan hipertiroid sebaiknya dipertahankan kondisinya sedikit hipertiroid.(6)(9)(12) Pada beberapa penelitian ditemukan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan janin selama kehamilan dan juga pada neonatus dan anak setelah melahirkan.(10) Namun pada kasus ini tidak ditemukan komplikasi yang berarti pada ibu dan janin selama kehamilan dan setelah dilakukan kunjungan dirumah setelah melahirkanpun tidak ditemukan komplikasi yang berarti pada ibu maupun anak. Secara teori juga dikatakan bahwa sekitar 5 – 8% wanita dengan hipertiroid mengalami infertilitas.(13) Namun berbeda dengan kasus ini, pada kasus ini ibu dapat hamil lagi walaupun telah menderita hipertiroid pada empat tahun sebelum kehamilannya. Sebelum kehamilannya pasien ini telah mendapat terapi PTU 2x1/2 (2x25mg) selama 8 bulan, dengan pengobatan yang dijalani oleh pasien dapat membawa pasien masuk dalam kondisi eutirod atau kondisi dimana kadar T3, T4 dan TSH dalam batas normal, sehingga tidak mengganggu proses ovulasi yang memungkinkan pasien dapat hamil.



26



DAFTAR PUSTAKA



1.



American Thyroid Ascociation. Hyperthyroidsm. America : ATA ; 2014. p. 1-3



2.



Sudoyo AW; dkk. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme. Buku Ajar IPD FK UI. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 1955–7.



3.



Sukarya WS. Kehamilan Dan Gangguan Endokrin. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiharjo. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwoni Prawirohardjo; 2009. p. 846–9.



4.



Kementrian Kesehatan RI. Penyakit Gangguan Tiroid. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Infodatin; 2015. p. 7



5.



Garry D. Penyakit Tiroid pada Kehamilan. CDK. Lampung; 2013;40:1–4.



6.



Aggarwal R, Chugh P. Management of Hyperthyroidism in Pregnancy. Int J Reprod Contraception, Obstet Gynecol [Internet]. 2016;5(1):1–5. Available from: www.ijrcog.org



7.



Sherwood L. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem, edisi 6. Jakarta : EGC. 2011. p 757-63.



8.



Lazarus J. Thyroid Function In Pregnancy. Br Med J. 2011;97;137-48



9.



Cunnngham F, Leveno K, Bloom S, Spong C, Dashe J, Hoffman B, Casey B, Sheffield J, editors. Williams Obstetrics, 24th edition. McGraw-Hill Education. 2014 : p 68-9, 1147-52.



10.



Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam : Gardner DG, Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007



11.



Labadzhyan A, Brent GA, Hershman JM, Leung AM. Thyrotoxicosis of Pregnancy. J Clin Transl Endocrinol [Internet]. 2014;1:1–5. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jcte.2014.07.008



12.



Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM. Williams Textbook of Endokcrinology. 13th ed. Los Angeles, California: ELSEVIER; 2016. 395-398 p.



27



13



Sridevi N, Rani MS. Study of Thyroid Profile in Infertile Women. J Pharm Biol Sci [Internet]. 2015;10(3):1–5. Available from: ww.iosrjournals.org



14



Karaca N, Akpak YK. Thyroid Disorders and Fertility. Int J Res Med Sci [Internet]. 2015;3(6):1–6. Available from: www.msjonline.org