Leptospirosis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leptospirosis tersebar di seleruh dunia, di semua benua kecuali benua Amerika, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut dan binatang pengerat lainnya seperti tupa,musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus



merupakan



vektor



utama



dari



L.interohaemorrhagica



penyebab



leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus-menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena tempratur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.1 Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20 kematian. 1.2 Tujuan Untuk mengetahui dan memahami Leptospirosis sampai penanganannya, terutama dalam aspek farmakoterapi. 1.3 Manfaat Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang Leptospirosis serta meningkatan pembelajaran terhadap pola farmakoterapi terhadap pasien Leptospirosis.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia dan hewan. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan Weil’s syndrome.



Definisi Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit lain yang juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever,



2



slamp fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain. Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam decade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious disease. Etiologi Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap. Leptospira membutuhkan membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang positif. Dengan medium Fletcher’s dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies; L. interrogans yang patogen dan L. biflexa yang non paogen/saprofit. L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L. javanica, dan lain-lain. Menurut bebrapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah L. icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar anjing, dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi.



3



Epidemiologi Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini. Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan peliharaan dan domestik dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada tubulus renal selama beberapa tahun. Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis.



4



Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal. Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Pada beberapa negara berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun 1999, lebih dari 500.000 kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality rates dari 0,9 sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada tahun yang sama. Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian. Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang atau rafting. Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan



5



tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu. Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang 8-29%. Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing, selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah dan bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko. Penularan Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.



6



Patogenesis Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi. Patologi Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada bebrapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan anatara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel plasma. Pada kasus yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi



7



leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : 1. Ginjal Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal. 2. Hati Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim. 3. Jantung Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis. 4. Otot rangka Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot. 5. Mata Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.



8



6. Pembuluh darah Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit 7. Susunan saraf pusat Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.



Weil Disease Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan dalam jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih ringan dari 9



leptospirosis. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada kari ke-3 sampai hari ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan merasakan sakit saat berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati biasanya ringan dan akan sembuh total. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal, hepatik atau disfungsi vaskular. Gambaran Klinis Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun. Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Sedangkan manifestasi klinis yang jarang terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe, delirim, perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis.



10



Fase Leptospiremia Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.



11



Fase Imun Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis. Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada 5090% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dijumpai didalam urin. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering ditandai oleh leukositosis. Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis memiliki bilirubin dan alkali phospatase serum yang meningkat sama dengan peningkatan ringan dari aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weil’s sindrome, protrombin time dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin phospokinase yang meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama perjalanan penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi hepatitis virus. Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi



12



protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal. Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab hemoragik alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru. Diagnosis Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang dengan pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi. Kultur Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCulloughJohnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam



13



heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan. Serologi Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. DIAGNOSIS BANDING Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan dengan sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik, hepatitis virus, dan penyakit rickettsia. 



Dengue Fever







Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome







Hepatitis







Malaria







Meningitis







Mononucleosis, influenza







Enteric fever







Rickettsial disease







Encephalitis







Primary HIV infection



Pengobatan Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.



14



Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti :



Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxiciliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasuskasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosporin. Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di dalam darah (fase leptospiraemia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch- Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti-leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalu terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis. PROGNOSIS Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang lebih berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal, karena pada kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di



15



bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas fetus. Komplikasi Komplikasi



meliputi



meningitis,



fatigue



berlebihan,



gangguan



pendengaran, distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat dari penyakit ini disebut Weil’s disease. Masalah kardiovascular juga dapat terjadi. 



Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.







Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.







Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.







Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.







Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).







Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.



Pencegahan Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.



16



Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar terhindar dari penyakit ini, diantaranya: 



Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.







Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.







Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya.







Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.







Menjaga kebersihan lingkungan.







Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.







Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.







Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.







Menghindari pencemaran oleh tikus.







Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.







Meningkatkan penangkapan tikus.



17



BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Anamnesis Identitas pasien  Nama



: Tn. A



 Usia



: 45 Tahun



 Alamat



: Jl. Raya Ngantang



 Pendidikan



: SMA



 Pekerjaan



: Pemerah Susu sapi



 Status



: Kawin



 Agama



: Islam



 Tanggal Periksa



: 10 Maret 2014



Keluhan Utama



: Demam



Riwayat Penyakit sekarang



: Pasien datang ke UGD RSI diantar oleh



istrinya dengan keluhan demam sejak ± 5 hari yg lalu. Demam disertai menggigil. Selain itu juga disertai nyeri kepala, rasa tidak enak pada seluruh badannya. Nyeri kepala dirasakan terutama pada bagian dahi. Nyeri lainnya dirasakan terutama pada paha, betis, dan pinggang. Selain itu, pasien juga mengeluh mual-mual dan matanya merah. Riwayat Pengobatan



: Paracetamol diberikan adiknya



bekerja sebagai dokter tapi panasnya timbul lagi. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat MRS



: disangkal



Riwayat Sakit Serupa



: disangkal



Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal Riwayat Penyakit Jantung : disangkal Riwayat Hipertensi



: disangkal



Riwayat Infeksi TBC



: disangkal



Riwayat Alergi Obat



: disangkal



Riwayat Alergi Makanan



: disangkal



Riwayat Penyakit Keluarga 18



yang



Riwayat Hipertensi



: disangkal



Riwayat DM



: disangkal



Riwayat Jantung



: disangkal



Riwayat Penyakit Tumor



: disangkal



Riwayat Sakit Serupa



: disangkal



Riwayat Sosial Ekonomi



: Pasien berasal dari keluarga menengah,



pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Pasien bekerja sebagai pemerah susu di peternakan sapi milik majikannya, setiap hari selalu bersinggungan dengan sapi. Istrinya hanya seorang IRT biasa. Riwayat Gizi: Pola makan pasien sehari 3 kali, yang terdiri dari nasi, sayur, tahu tempe, ayam, daging sapi kadang-kadang. 3.2 Pemeriksaan fisik Keadaan Umum



: Tampak Lemas, Compos mentis GCS(456)



Vital sign -



TD



: 90/70



-



Nadi



: 80x/menit



-



RR



: 20x/menit



-



Suhu



: 38 oC



-



BB



: 57 kg



-



TB



: 165 cm



Kulit



: Putih, Ptekie (-), ekimosis (-), purpura (-), Rash (-)



Kepala



: Normocephal, rambut tidak rontok



Mata :



: Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),



conjuntival injection (+/+). Hidung



: Epistaksis (-/-)



Telinga



: Daun telinga simetris, membran tympani (intak),



nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-). Mulut



: Simetris, mulut kering (-), sianosis (-), bibir kering



(-), lidah kotor (-),tepi lidah hiperemis (-), gusi berdarah (-). Tenggorokan



: Tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)



Leher



: JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)



19



Thorax



: bentuk normochest,



retraksi interkostal



(-),



retraksi subkostal (-) Cor Inspeksi



: ictus cordis tidak tampak



Palpasi



: ictus cordis tidak kuat angkat



Perkusi Batas kiri atas



: ICS II Linea para sternalis sinistra



Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line parasternalis sinistra Batas kanan bawah: ICS IV linea para sternalis dekstra Auskultasi



: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising



(-) Suara tambahan jantung : (-) Pulmo : Statis (depan dan belakang) Inspeksi : bentuk normal, simetris Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan Perkusi : sonor/sonor Auskultasi



: suara dasar vesikuler



wheezing



ronkhi -



-



-



-



-



-



-



-



-



Dinamis (depan dan belakang) Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri,irama regular, otot bantu nafas (-), pola nafas abnormal (-), usaha bernafas normal. Abdomen : Inspeksi



: datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)



20



Auskultasi : peristaltik (+) normal, BU normal Palpasi



: nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tdk teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)



Perkusi



: timpani seluruh lapangan perut



Ektremitas 



palmar eritema (-/-)







Akral Hangat







Odema



+ + + +



- - -



3.3 Diagnosis banding   



 



Leptospirosis Dengue Fever Meningitis Malaria Encephalitis



3.4 Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: 



Leukositosis







trombositopenia ringan







albuminuria,







hematuria







serologi positif leptospirosis



3.5 Resume Pasien datang ke UGD RSI diantar oleh istrinya dengan keluhan demam sejak ± 5 hari yg lalu. Demam disertai menggigil. Selain itu juga disertai nyeri kepala, rasa tidak enak pada seluruh badannya. Nyeri kepala dirasakan terutama pada bagian dahi. Nyeri lainnya dirasakan terutama pada paha, betis, dan pinggang. Selain itu, pasien juga mengeluh mual-mual dan matanya merah. Pada pemeriksaan fisik Tn.A tampak lemas dan tekanan darah 90/70mmHg, Suhu: 38o 21



C, conjunctiva injection (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Leukositosis, trombositopenia ringan, albuminuria, hematuria, serologi positif leptospirosis



3.6 Diagnosa Kerja Leptospirosis Ringan-Sedang 3.7 Penatalaksanaan 1. Non Farmakologi a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya b. Memberikan edukasi tentang penularan penyakit pasien c. Edukasi tentang pencegahan d. Tirah baring 2. Farmakologi a. Dosisiklin 2x100 mg selama 7 hari b. Asam mefenamat prn (1-3) x 500 mg c. Infus Ringer Asering



22



BAB IV PEMBAHASAN



4.1. Identifikasi Masalah 



Demam tinggi sejak 5 hari yang lalu disertai menggigil (38 C)







Nyeri kepala terutama dibagian dahi







Rasa tidak nyaman pada seluruh badan (nyeri pada paha, betis, dan



pinggang) 



Mual-mual







Mata merah (conjunctiva injection)







Tensi rendah (90/70 mmHg)







Leptospirosis



4.2. Tujuan Terapi 



Menghilangkan penyebab penyakit leptospirosis yaitu bakteri L. Interogans. Untuk tujuan terapi ini digunakan kelas obat antibakteri/antibiotic







Mengurangi gejala-gejala (demam, nyeri kepala, nyeri otot). Untuk tujuan terapi ini digunakan kelas obat antipiretik, analgetik, antiinflamasi.







Menaikkan tekanan darah, dan pengobatan suportif. Untuk tujuan terapi ini digunakan cairan infuse.



4.3. Antibiotik Pada kasus Leptospirosis, antibiotik yang disarankan oleh WHO untuk mengeradikasi penyebab penyakit adalah sebagai berikut:



23



Leptospirosis ringan: 



Doksisiklin 100 mg 2x sehari 7-10 hari, atau







Ampisilin 500-750 mg 4x sehari 7-10 hari, atau







Amoksisilin 500 mg 4x sehari 7-10 hari, atau







Azythromicin 500 mg/ hari selama 3 hari



Leptospirosis sedang/berat: 



Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV), atau







Ampisilin 1 g/ 6 jam (IV) selama 7 hari, atau







Ceftriakson 1 g/ hari (IV) selama 7 hari, atau







Cefotaksim 1 g/ 6 jam (IV) selama 7 hari, atau







Eritromisin 500mg/6 jam (IV) selama 7 hari



Profilaksis: 



Doksisiklin 200 mg/ minggu untuk orang orang yang terpapar dalam jangka pendek Pada kasus ini, yang dipilih adalah doksisiklin 100 mg, 2x sehari. Dipilih



doksisiklin karena merupakan antibiotik first line pada kasus leptospirosis ringan, dan pada pasien ini masih termasuk kategori ringan. A. Doksisiklin Obat



: antibiotik



Golongan



: tetrasiklin



Nama obat



: doksisiklin



Contoh dari golongan yang sama : 1. Klortetrasiklin 2. Oksitetrasiklin 3. Tetrasiklin 4. Demeklosiklin 5. Minosiklin



Obat Generik : Doxycycline / Doksisiklin Obat Bermerek : Dohixat, Dotur, Doxacin, Doxicor, Dumoxin, Interdoxin, Siclidon, Viadoxin, Vibramycin



24



Komposisi Tiap kapsul Doxycycline mengandung doksisiklin hcl yang setara dengan doksisiklin 100 mg. Farmakodinamik Doksisiklin adalah antibiotik golongan tetrasiklin. Doksisiklin bekerja secara bakteriostatik dengan mencegah sintesa protein mikroorganisme pada ribosomnya. Doksisiklin mempunyai spektrum kerja yang luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Farmakokinetik Absorbsi Absorbsi kira-kira 30-80% diserap lewat saluran cerna, baik diberikan 2 jam sebelum atau sesudah makan, karena potensi golongan tetrasiklin membentuk kelat (komplek obat dengan zat lain yang sukar diserap misalnya kalsium, magnesium, besi, almunium) yang terdapat dalam susu atau antasida.



Distribusi Dalam plasma terikat dengan protein plasma dalam jumlah yang berfariasi. Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufisiensi ginjal, sehingga obat ini aman diberikan pada pasien gagal ginjal. Pada CSS kadarnya hanya 10-20%, golongan tetrasiklin dapat menembus sawar darah uri. Metabolisme: metabolisme di hepar Ekskresi Ekskresi obat di ginjal Indikasi Indikasi Doksisiklin adalah : 



Infeksi saluran pernafasan







Infeksi saluran pencernaan (temasuk infeksi bakteri vibrio kolera)







Infeksi pada saluran kemih dan kelamin







Infeksi jaringan lunak dan kulit, Infeksi telinga, hidung, dan tenggorokan



25



Kontraindikasi Doksisiklin jangan diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap antibiotik doksisiklin atau tetrasiklin. Dosis dan aturan pakai Tanyakan kepada dokter anda mengenai dosis dan aturan pakai Doksisiklin. Dosis Doksisiklin yang umum diberikan : 



Dewasa dan anak lebih dari 8 tahun dengan berat badan 45 kg atau lebih : Hari pertama 200 mg dibagi dalam 2 dosis setiap 12 jam dilanjutkan dengan 100 mg/hari. Pengobatan harus dilanjutkan minimal 1-2 hari setelah tanda-tanda dan gejala infeksi menghilang.







Anak-anak kurang lebih dari 8 tahun dengan berat badan kurang dari 45 kg : hari pertama 4,4 mg/kgBB/hari terbagi dua dosis setiap 12 jam, selanjutnya 2,2 mg/kgBB 1 kali sehari atau dalam 2 dosis setiap 12 jam. Untuk infeksi berat dapat diberikan 2,2 mg/kgBB setiap 12 jam. Untuk infeksi streptokokus, lama terapi sedikitnya 10 hari. Untuk pasien



dengan kerusakan ginjal, tidak boleh melebihi dosis yang disarankan. Acute gonococcal anterior urethritis pada laki-laki dosis tunggal 300 mg atau 100 mg 2 kali sehari selama 2 – 4 hari. Efek samping Efek samping Doksisiklin yang dapat terjadi : 



Beberapa pasien yang peka dapat mengalami fotosensitivitas, alergi kulit pada waktu terkena sinar matahari.







Reaksi hipersensitif / alergi seperti : ruam kulit dan gatal-gatal.







Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, dan diare.







Dapat terjadi anemia hemolitik, trombositopenia.



Peringatan dan perhatian 



Doksisiklin jangan diberikan kepada wanita hamil dan menyusui, anak kecil di bawah 8 tahun.



26







Seperti pada penggunaan antibiotik lainnya, terjadinya pertumbuhan yang berlebihan dari mikroorganisme yang resisten yang dapat menyebabkan glositis, stomatitis, vaginitis, stafilokokal enteritis, sehingga pengobatan harus segera dihentikan.



Interaksi obat 



Penisilin, sefalosporin dan aminoglikosida bersifat antagonis terhadap doksisiklin.







Kation polivalen (Ca, Mg, Al) mengurangi absorpsi dari doksisiklin (membentu chelat), juga obat yang mengandung besi secara oral, sehingga harus diberikan 2 jam sesudah atau sebelum pemberian doksisiklin.







Fenitoin, fenobarbital dan karbamazepin dapat mempersingkat masa paruh doksisiklin dalam plasma.



Kemasan Doksisiklin Kapsul, dus, isi 10 strip @ 10 kapsul 4.4. Antipiretik, antiinflamasi, analgetik Beberapa obat yang memiliki efek antipiretik, antiinflamasi, dan analgetik yang bisa digunakan adalah: Paracetamol tablet 500 mg prn (1-4) x sehari, atau Asam mefenamat tablet 500 mg prn (1-4) x sehari pc, atau Ibuprofen tablet 400 mg prn (1-4) x sehari pc Pada pasien ini, dipilih obat asam mefenamat karena memiliki efek antiinflamasi dan analgetik yang cukup kuat, sedangkan antipiretiknya sedikit lemah. Namun tetap dipilih karena jika bakteri penyebab sudah dapat dieradikasi maka keluhan dengan sendirinya akan berkurang. A. Asam Mefenamat Obat Generik : Mefenamic Acid / Asam Mefenamat



27



Obat Bermerek : Analspec, Asimat, Benostan, Cetalmic, Corstanal, Datan, Dogesic, Dolos, Dystan, Fargetix, Femisic, Fensik, Gitaramin, Hexalgesic, Lapistan, Licostan, Mectan, Mefast, Mefinal, Mefinter, Mefix, Menin, Molasic, Nichostan, Opistan, Ponalar, Poncofen, Pondex, Ponsamic, Ponstan, Ponstelax, Stanza, Topgesic, Tropistan KOMPOSISI / KANDUNGAN Asam Mefenamat 250 mg : Tiap tablet mengandung Asam Mefenamat 250 mg. Asam Mefenamat 500 mg : Tiap tablet mengandung Asam Mefenamat 500 mg. FARMAKOLOGI Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik. INDIKASI / KEGUNAAN Indikasi Asam Mefenamat adalah untuk menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, dan nyeri pada persalinan. KONTRAINDIKASI 



Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.







Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.



DOSIS DAN ATURAN PAKAI 



Dewasa dan anak di atas 14 tahun : Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.



28







Dismenore : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari.







Menoragia : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.



EFEK SAMPING 



Gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia.







Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari, asam mefenamat dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik.



INTERAKSI OBAT 



Obat yg terikat pada protein plasma : menggeser ikatan dengan protein plasma, sehingga dapat meningkatkan efek samping (contoh : hidantoin, sulfonylurea).







Obat antikoagulan & antitrombosis : sedikit memperpanjang waktu prothrombin & Waktu thromboplastin parsial. Jika Pasien menggunakan antikoagulan (warfarin) atau zat thrombolitik (streptokinase), waktu prothrombin harus dimonitor.







Lithium : meningkatkan toksisitas Lithium dengan menurunkan eliminasi lithium di ginjal.







Obat lain yang juga memiliki efek samping pada lambung : kemungkinan dapat meningkatkan efek samping terhadap lambung.



PERINGATAN DAN PERHATIAN 



Terhadap Kehamilan : Tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh wanita hamil. Terutama pada akhir masa kehamilan atau saat melahirkan karena efeknya pada sistem kardiovaskular fetus (penutupan prematur duktus arteriosus) & kontraksi uterus.



29







Terhadap Ibu Menyusui : Didistribusikan melalui air susu ibu, sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh ibu yg sedang menyusui.







Terhadap Anak-anak : Belum ada studi ttg keamanan & efikasi penggunaan asam mefenamat pada pasien anak dibawah 14 tahun. Belum ada studi tentang keamanan untuk anak







Terhadap Hasil Laboratorium : Dapat menyebabkan reaksi false-positif tes urin menggunakan tes tablet diazo.



KEMASAN 



Asam Mefenamat 250 mg, kotak, 10 strip x 10 tablet.







Asam Mefenamat 500 mg, kotak, 10 strip x 10 tablet.



4.5. Cairan infus Pada pasien ini diberikan cairan Ringer Asering sebagai pengobatan suportif dan menaikan tekanan darah. 



Umunya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isotonik (misalnya: ringer laktat, ringer asetat atau normal salin) Indikasi:







Dehidrasi



(syok



hipovolemik



dan



asidosis)



pada



kondisi:



gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. 



Komposisi: Setiap liter asering mengandung: -



Na 130 mEq



-



K 4 mEq



-



Cl 109 mEq



-



Ca 3 mEq



-



Asetat (garam) 28 mEq



Keunggulan: 



Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati.







Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus.



30







Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran.







Mempunyai efek vasodilator



4.6. Penulisan Resep M. Fathan Rasyid Al-Faruqi SP/SIP 209.121.0003 Alamat : Jl.Tlogo Suryo no. 9 Malang Jam praktek 18.00-21.00 Tlp: 085791297784 Malang, 10 Maret 2014 R/ Doksisiklin cap mg 100 No. XV S 2 dd cap 1 pc R/ Asam Mefenamat tab mg 500 No. XX S prn (1-4) dd tab 1 pc R/ Ringer Asering Inf 500 ml fl No. I Cum infuse set No. I Abocath no 22 No.I S i mm Pro : Tn. A



BB: 57 kg



Usia :45 tahun



Alamat : Ngantang



31



BAB V PENUTUP Kesimpulan Tn. A didiagnosis leptospirosis ringan. Tujuan terapi leptospirosis adalah untuk mengeradikasi bakteri penyebab dengan kelas obat antibakteri/antibiotic, dalam hal ini yang digunakan adalah doksisiklin 100 mg 2x sehari yang merupakan first line untuk kasus leptospirosis ringan. Tujuan terapi selanjutnya adalah untuk mengurangi gejala-gejala pada pasien, dipilih kelas obat antipiretik, antiinflamasi, dan analgetik, dalam hal ini dipilih asam mefenamat 500 mg prn (14)x sehari. Tujuan selanjutnya adalah sebagai terapi suportif dan menaikkan tekanan darah, dipilih cairan infus Ringer Asering.



32



DAFTAR PUSTAKA 1. Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. 2006. Hal 1823-5. 2. Anonim. Leptopsirosis, diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/190/ Leptospirosis.html 3. Cunha, John P. Leptospirosis. http://www.medicinenet.com/leptospirosis/ page2.htm 4. Dugdale, David C. Leptospirosis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ ency/article/001376.htm



33