LEPTOSPIROSIS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EPIDEMOLOGI PENYAKIT MENULAR “LEPTOSPIROSIS”



Dosen Pengampu : Abikusno Djamaluddin, SKM,. M. Kes



Oleh: SEPTIANA WULANDARI (185130022)



UNIVERSITAS MITRA INDONESIA TAHUN AKADEMIK 2020



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayanhnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah epidemologi penyakit menular “Leptospirosis” dengan penyakit leptospirosis ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun segi lainnya . oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi para pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah Akhir kata penyusun mengharapkan semoga dari makalah epidemologi penyakit menular pada pasien dengan leptospirosis



ini dapat diambil hikmah dan



manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.



Bandar Lampung,



Maret 2020



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR............................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1 A. Latar Belakang............................................................................................1 B. Rumusan Masalah.......................................................................................2 C. Tujuan Penulisan.........................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS........................................................3 A. Pengertian Leptospirosis.............................................................................3 B. Epidemologi................................................................................................3 C. Etiologi........................................................................................................5 D. Gejala Klinis...............................................................................................5 E. Patogenesis..................................................................................................7 F.



Cara Penularan............................................................................................8



G. Cara Pemberantasan....................................................................................9 H. Pengobatan................................................................................................11 I.



Komplikasi................................................................................................12



J.



Pemeriksaan Penunjang............................................................................12



K.



Diagnosis Banding...................................................................................13



L. Penatalaksanaan........................................................................................13 M. Prognosis...................................................................................................14 BAB III BAB IV PENUTUP..............................................................................15 A. Kesimpulan...............................................................................................15 B. Saran.........................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16



i



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al: Etiology, mode of infection and specific therapy of Weil's disease. J Exp Med 1916; 23: 377402.) Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis. Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal. Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.Gejala klinis leptopirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influenza, meningitis, hepatitis, demam dengue demam berdarah dan demam virus lainnya. Sehingga seringkali tidak terdiagnosis . Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut,



1



selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Leptospira bisa terdapat pada hewan piaraan maupun hewan liar. Leptospirosis dapat berjangkit pada laki-laki maupun wanita semua umur tetapi kebanyakan mengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya berusia antara 10-39 tahun diantaranya 80% laki-laki). Angka kematian akibat penyakit yang disebabkan bakteri lepstopira tergolong cukup tinggi bahkan untuk penderita yang berusia lebih dari 50 tahun malah kematiannya bisa mencapai 56% (Masniari poengan, peneliti dari Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor 2007) Di Amerika Serikat tercatat sebanyak 50-150 kasus leptospirosis setiap tahun sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Diagnosa Leptospirosis berdasarkan gejala klinis sangat sulit karena kurangnya karakteristik pathogonomic, dukungan laboratorium diperlukan. Angka kejadian penyakit leptospirosis di Provinsi Guilan Iran Utara cukup tinggi terutama pada daerah Rasht. Pada daerah tersebut terdapat 233 kasus Leptospirosis dari keseluruhan kasus yang berjumlah 769. B. Rumusan Masalah 1.



Apa pengertian dari leptospirosis?



2.



Sebutkan etiologi dari leptospirosis?



3.



Sebutkan gejala Klinis leptospirosis?



4.



Sebutkan pathogenesis dan patologi leptospirosis?



5.



Bagaimana pemeriksaan penunjang leptospirosis?



6.



Bagaimana prognosis, pencegahan serta pengobatan dari leptospirosis?



C. Tujuan Penulisan 1.



Tujuan Umum Dengan dibuatnya makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami penyakit pada pasien dengan Leptospirosis.



2.



Tujuan Khusus



1.



Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit leptospirosis



2.



Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi leptospirosis.



2



BAB II PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS A. Pengertian Leptospirosis - Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh mikroorganisme, yaitu lestospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya, penyakit ini dapat terjangkit pada laki-laki atau perempuan semua umur. Banyak ditemukan didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti mudfever, slimefever, Swampfever, autumnal fever, filedfever, Infectiousjaundle, cane cutre fever dan lain-lain (Mansjoer dkk,2007). - Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul karena banjir. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009) - Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003), Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.  B. Epidemologi Leptospirosis tersebar luas diseluruh dunia, antara lain : Rusia, Argentina, Brasilia, Australia, Israel, Spanyol, Afghanistan, Malaysia, Amerika Serikat, Indonesia , dan sebagainya. Di Indonesia sejak tahun 1936 telah dilaporkan leptospirosis dengan mengisolasi serovar leptospira, baik dari hewan liar maupun hewan peliharaan. Secara klinis leptospirosis pada manusia telah dikenal sejak tahun 1892 di Jakarta oleh Van der Scheer. Namun isolasi baru berhasil dilakukan oleh Vervoort pada tahun 1922.



3



Pada tahun 1970 an, kejadian pada manusia dilaporkan Fresh, di Sumatera Selatan, Pulau Bangka serta beberapa rumah sakit di Jakarta. Tahun 1986, juga dilaporkan hasil penyelidikan epidemiologi di Kuala Ci naku Riau, ditem u kan serovar pyrogenes, semara nga, rachmati, icterohaemorrhagiae, hardjo, javanica, ballum dan tarasovi. Pada Tahun 2010 baru 7 provinsi yang melaporkan kasus suspek Leptospirosis yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan. Situasi Leptospirosis di Indonesia dari Tahun 2004 sampai tahun 2011 cenderung meningkat, tahun 2011 terjadi 690 kasus Leptospirosis dengan 62 orang meninggal (CFR 9%), mengalami kenaikan yang tajam bila dibandingkan 7 (tujuh) tahun sebelumnya, hal tersebut dikarenakan terjadi KLB di Provinsi Yogyakarta (Kabupaten Bantul dan Kulon Progo). Kasus terbanyak dilaporkan Provinsi DI.Yogyakarta yaitu 539 kasus dengan 40 kematian (CFR 7,42%) dan Provinsi Jawa Tengah dengan 143 kasus dengan 20 kematian (CFR 10,6%). Umumnya menyerang petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang / selokan, pekerja rumah potong hewan dan militer. Daerah yang rawan banjir, pasang surut dan areal persawahan, perkebunan, peternakan memerlukan pengamatan intensif untuk mengontrol kejadian Leptospirosis di masyarakat. 1. Kejadian Luar Biasa Penanggulangan KLB leptospirosis ditujukan pada upaya penemuan dini serta pengobatan penderita untuk mencegah kematian. Intervensi lingkungan untuk mencegah munculnya sarang-sarang atau tempat persembunyaian tikus. Vaksinasi hewan peliharaan terhadap leptospira. 2. Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan kasus dari rumah sakit atau laporan puskesmas. Penyelidikan kasus Leptospirosis lain di sekitar tempat tinggal penderita, tempat kerja, tempat jajan atau daerah banjir. Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap : 3. Terhadap manusianya :



4



Penemuan penderita dengan melaksanakan pengamatan aktif. Di desa/ kelurahan yang ada kasus Leptospirosis pencarian penderita baru berdasarkan gejala/tanda klinis setiap hari dari rumah ke rumah.Bila ditemukan suspek dapat dilakukan pengambilan darah sebanyak 3-5 ml, kemudian darah tersebut diproses untuk mendapatkan serumnya guna pemeriksaan serologis di laboratorium. Serum dibawa dari lapangan dengan menggunakan termos berisi es, setelah sampai di sarana kesehatan disimpan di freezer 4° C sebelum dikirim ke Bagian Laboratorium Mikrobiologi RSU Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran Undip Semarang untuk dilakukan pemeriksaan uji MAT (Microscopic Agglutination Test) untuk mengetahui jenis strainya.



5



D. Etiologi Leptospirosis



disebabkan



bakteri



pathogen



berbentuk



spiral



genus Leptospira family leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009). 1. Patogen L Interrogans Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masingmasing terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L. cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain. 2. Non Patogen L. Biflexa Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi manusia adalah: L. icterohaemorrhagiae dengan resorvoir tikus, L. canicola dengan resorvoir anjing, L.pomona dengan reservoir sapi dan babi. Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko adalah kambing dan sapi. Resevoar utamanya di seluruh dunia adalah binatang pengerat dan tikus. Leptospira yang sudah masuk ke dalam tubuh dapat berkembang dan memperbanyak diri serta menyebar ke organ tubuh. Setelah dijumpai leptospira di dalam darah (fase leptospiremia) akan menyebabkan terjadinya kerusakan endotel kapiler (vasculitis). E. Gejala Klinis Gejala Klinis Pada Manusia



Kulit  dan mukosa menjadi kuning 6



Leptospirosis terbagi menjadi 2 berdasarkan diagnosa klinik dan penanganannya : 1.



Leptospirosis anikterik : kasusnya mencapai 90% dari seluruh kasus leptopsirosis yang dilaporkan. Biasanya penderita tidak berobat karena gejala yang timbul bias sangat ringan dan sebagian penderita sembuh dengan sendirinya.



2.



Leptospirosis ikterik ; menyebabkan kematian 30-50% dari seluruh kematian yang dilaporkan karena leptospirosis.



Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit Leptospirosis terbagi menjadi 3 fase, yaitu : 1.



Fase Leptospiremia ( 3 – 7 hari), terjadi demam tinggi, nyeri kepala, myalgia, nyeri perut,mual, muntah, conjuctiva suffusion.



2.



Fase immune ( 3 – 30 hari), terjadi demam ringan, nyeri kepala, muntah, meningitis aseptik.



3.



Fase Konvalesen (15 – 30 hari), terjadi perbaikan kondisi fisik berupa pulihnya kesadaran, menghilangnya ikterus, tekanan darah normal, produksi urine mulai normal.



Pada Penderita Leptospirosis dapat menimbulkan komplikasi : 1.



Pada ginjal : terjadi Acute Renal Failure, melalui mekanisme invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus. Kemudian terjadi reaksi immunology yang sangat cepat yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya reaksi non spesifik terhadap infeksi (iskemia ginjal).



2.



Pada mata : terjadi infeksi konjungtiva.



3.



Pada hati : terjadi jaundice(Kekuningan) setelah hari keempat dan keenam



dengan



adanya



pembesaran



hati



(Hepatomegali)



dan



konsistensinya lunak. 4.



Pada Jantung : terjadi aritmia, dilatasi jantung dan gagal jantung.



5.



Pada Paru : terjadi haemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada dan cyanosis, ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)



6.



Perdarahan (Hematesis, Melena)



7



7.



Infeksi pada kehamilan : terjadi abortus dan kematian fetus (still birth)



8.



Komplikasi rhabdomyolisis,



lain,



meliputi



purpura



trombotik



kejadian



cerebrovaskuler,



trombositopenia,



cholecystitis



calculus acute, erythemanodosum, stenosis aorta syndroma Kawasaki, arthritis reactive, epididimitis, kelumpuhan syaraf, hypogonadisme pria dan Guillain – Barre Syndrome. Masa Inkubasi Masa inkubasi dari penyakit Leptospirosis adalah 4 – 19 hari dengan rata-rata 10 hari. F. Patogenesis Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal dimana sebagian mikro organisme akan mencapai convoluted tubulues, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai bebulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospira 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan di dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenis leptospirosis ini yaitu: invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan reaksi imunologi.



8



Leptospira



Invasi Bakteri langsung



Reaksi imunologi



Faktor Inflamasi non Spesifik



Imunitas Seluler



Imuitas Humoral



Makrofag dan Neutrofil diproduksi



Terjadi opsonisasi makrofag dan aktivasi neutrofil



Antibodi



G. Cara Penularan



Urin tikus merupakan sumber penularan Leptospirosis Leptospirosis



merupakan



penyakit



yang



dapat



ditularkan



melalui air (water borne disease). Urin dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baikpada manusia maupun pada hewan  . Kemampuan Leptospira  untuk bergerak dengan cepat dalam  air  menjadi salah satu factor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir . Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi



9



kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang. Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir dapat menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genengan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembangbiak. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ketubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini



tikus



merupakan



reservoir



dan



sekaligus



penyebar



utama



Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang



Leptospirosis, tetapi potensi menularkan



kemanusia tidak sebesar tikus . Bentuk penularan  Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita kependerita dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lender (mukosa)  mata (konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairana bortus ( gugur kandungan) Penularan dari manusia kemanusia jarang terjadi. H. Cara Pemberantasan Penyediaan logistik di sarana kesehatan, koordinasi dengan pemangku kepentingan dan sektor terkait, penemuan dini penderita dan pelayanan pengobatan yang tepat di puskesmas dan rumah sakit melalui penyuluhan masyarakat tentang tanda-tanda penyakit, resiko kematian serta tatacara pencarian pertolongan. Upaya pencegahan terhadap penyakit Leptospirosis dengan cara sebagai berikut : 1.



Melakukan kebersihan individu dan sanitasi lingkungan antara lain mencuci kaki, tangan dan bagian tubuh lainnya setelah bekerja di sawah.



2.



Pembersihan tem pat penyimpanan air dan kolam renang.



10



3.



Pendidikan kesehatan tentang bahaya, cara penularan penyakit dengan melindungi pekerja beresiko tinggi dengan penggunaan sepatu bot dan sarung tangan, vaksinasi terhadap hewan peliharaan dan hewan ternak.



4.



Pemeliharaan hewan yang baik untuk menghindari urine hewan-hewan tersebut terhadap masyarakat.



5.



Sanitasi lingkungan dengan membersihkan tempat-tempat habitat sarang tikus.



6.



Pemberantasan rodent bila kondisi memungkinkan.



Surveilans Ketat Pada KLB 1.



Pengamatan



perkembangan



jumlah



kasus



dan



kematian



leptospirosis menurut lokasi geografis dengan melakukan surveillans aktif berupa data kunjungan berobat, baik register rawat jalan dan rawat inap dari unit pelayanan termasuk laporan masyarakat yang kemudian disajikan dalam bentuk grafik untuk melihat kecenderungan KLB. 2.



Memantau perubahan faktor risiko lingkungan yang menyebabkan terjadinya



perubahan



habitat



rodent



(banjir,



kebakaran,



tempat



penampungan pengungsi, daerah rawa dan gambut). Sistem Kewaspadaan Dini KLB 1.



Pemantauan terhadap kesakitan dan kematian leptospirosis.



2.



Pemantauan terhadap distribusi rodent serta perubahan habitatnya, banjir



3.



Pemantauan kolompok risiko lainnya, seperti petani, pekerja perkebunan, pekerja pertambangan dan selokan, pekerja rumah potong hewan, dan militer



11



I. Pengobatan



12



J. Komplikasi Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian. K. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi. - Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan beberapa bulan. - Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu.



Antibodi



antileptospira



diperiksa



menggunakan



microscopic



agglutination test (MAT). - Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna. - Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit Weil. - Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati. Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurang bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. N. Prognosis Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat sekunder dari faktor pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan terlambatnya klien mendapat pengobatan.



15



BAB III



PENUTUP A. Kesimpulan  Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.  Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir) adalah hewan pengerat dan tikus  Penyakit leptospirosis mungkin banyak terdapat di Indonesia terutama di musim penghujan.  Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung, sedangkan penularan dari manusia ke manusia sangat jarang.  Pengobatan dengan antibiotik merupakan pilihan terbaik pada fase awal ataupun fase lanjut (fase imunitas).  Selain pengobatan antibiotik, perawatan pasien tidak kalah pentingnya untuk menurunkan angka kematian.  Angka kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada usia lanjut, pasien dengan ikterus yang parah, gagal ginjal akut, gagal pernafasan akut. B.



Saran 



Pada orang berisiko tinggi terutama yang bepergian ke daerah berawarawa dianjurkan untuk menggunakan profilaksis dengan doxycycline.







Masyarakat terutama di daerah persawahan, atau pada saat banjir mungkin ada baiknya diberi doxycycline untuk pencegahan.







Para klinisi diharapkan memberikan perhatian pada leptospirosis ini terutama di daerah-daerah yang sering mengalami banjir.



16







Penerangan tentang penyakit leptospirosis sehingga masyarakat dapat segera menghubungi sarana kesehatan



17



DAFTAR PUSTAKA http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluanleptospirosis.html#.VfVq6tKsVAE Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Judarwanto, W. 2009. Cermin Dunia Kedokteran; Leptospirosis pada Manusia. Jakarta: Allergy Behaviour Clinic, Picky Eaters Clinic Rumah Sakit Bunda Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River NSW Multicultural Health Communication Service. 2003. Leptospirosis. Dimuat dalam http://mhcs.health.nsw.gov.au (Diakses 23 Maret 2020) Jakarta: Prima Medika https://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis http://www.indonesian-publichealth.com/epidemiologi-leptospirosis-2/ diakses 21 maret 2020, pukul 15.36